Kajian Akhlak, Kekuatan Perubahan Hati


Pengantar : Formulasi persamaan fungsi akhlak dalam kajian sebelumnya telah di ajukan Y = f(x) = f (KD,SB,MD). Akhlak manusia (Y)  merupakan fungsi dari Kesadaran Diri (KD), Sikap Belajar (KB) dan Motivasi Diri (MD). Fungsi inilah yang akan kita coba ulas lebih dalam lagi, untuk menjelaskan pengaruh variable dependen (Y) terhadap variable Independen (x). Begitu penting setiap input dalam memberikan kontribusinya  masing-masing terhadap kesempurnaan akhlak manusia. Maka penulis memandang perlu untuk memisahkan kajian ini dari kajian sebelumnya. Inilah kajian fungsi akhlak sebagai KEKUATAN PERUBAHAN dari dalam diri manusia yang diharapkan akan mampu membangkitakan semangat Islam. Merubah akhlak manusia menjadi lebih baik lagi.Menjadi kekuatan Iman kaum muslimin.    Semoga.  


Momentum sebuah perubahan

Setiap manusia akan selalu di hadapkan kepada sebuah pilihan. Baik terpaksa atau sukarela setiap detik dan setiap waktu selalu saja ada kemungkinan untuk terjadinya perubahan. Pertanyaannya adalah, siapkah kita untuk suatu perubahan ?. Perubahan yang terencana akan membawa dampak yang positip bagi jiwa manusia. Demikian halnya perubahan terhadap akhlak manusia.

Jika sebutir telur dipecahkan oleh kekuatan dari luar, maka kehidupan didalam telur akan berakhir, tetapi jika sebutir telur dipecahkan dari dalam, maka kehidupan baru telah lahir.

Perubahan seperti apa yang di inginkan ?.  Sejauh mana manusia menetapkan target untuk suatu perubahan ?.  Bagaimana kita dapat melakukan percepatan untuk perubahan yang kita inginkan terhadap diri kita ?. Hal ini menjadi pertanyaan lanjutan. Jika manusia tidak memiliki target atau impian yang jelas, sudah dapat di pastikan manusia itu tidak akan mendapatkan apa-apa. Hanya akan mendapatkan capai dan lelah saja. Setiap diri harus berani menetapkan langkah awal, dimana posisinya sekarang dan sejauh mana target yang ingin di capainya, dalam suatu kadar yang terukur. Penentuan ini sangat tergantung kepada kompentensi yang dimilikinya saat ini.  Inilah pentingnya momentum bagi manusia, keberanian menentukan langkah dalam suatu perubahan.  Dalam konteks ini yang dimaksud adalah perubahan akhlak manusia, perubahan kearah kesempurnaan akhlak manusia. Maka tujuan atau impian yang ingin di capai oleh setiap diri adalah kesempurnaan akhlak,  sebagaimana kualitas akhlak yang di contohkan Rosululloh. Inilah impian bagi setiap muslim sejati.


Perhatikanlah makna ayat di bawah ini dengan perlahan ;

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِ يَحۡفَظُونَهُ مِنۡ أَمۡرِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّي يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنۡفُسِهِمۡ وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوۡمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ
Bagi tiap-tiap seorang ada malaikat penjaganya silih berganti dari hadapannya dan dari belakangnya, yang mengawas dan menjaganya  dengan perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan  apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tiada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS: Ar Rad 11)

Ayat ini berkata kepada diri kita, berkata kepada jiwa kita, lebih ber nuansa psikologi, lebih bermakna kepada perubahan atas mentalitas kita. Setiap diri harus rela merubah apa-apa yang terdapat dalam dirinya sendiri, merubah apa-apa yang selama ini menjadi ‘binding’ nya. Setiap diri harus membuka hati, akal dan pikirannya. Karena Allah tidak akan pernah merubah nasib kita selama kita tidak merubah apa apa yang menjadi ‘mindset’ kita, yaitu apa apa yang ada dalam pikiran kita, apa-apa yang berada dalam kesadaran kita, apa apa yang membelenggu kita untuk menuju kepada suatu perbaikan akhlak. Apa-apa yang akan menghalangi diri kita untuk ber silatun kepada Allah. Belenggu ini biasanya adalah syirik,  baik besar ataupun kecil.

Maka di tegaskan di awal ayat,   bahwa para malaikat bergiliran dari depan dan belakang mengawasi. Malaikat yang akan mencatat apa saja niat dan lintasan hati manusia, berdoa bagi kita jikalau ada niatan hati untuk suatu perubahan ke arah kebaikan. Dan apabila Allah menghendaki (sesuai dengan doa yang dalam lintasan hati manusia) maka tidak akan ada satupun yang mampu menahan kehendakNYA. Maka selalulah bedoa dan berniat untuk kebaikan kita sendiri. Niatan yang benar kepada Allah, selalu berlindung kepada Allah, karena tidak ada satupun pelindung bagi manusia jikalau Allah menghendaki keburukan. Berdoa dan berserahlah untuk hal ini. Dengan memohon ampunannya.

Jadikanlah ayat tersebut  sebagai momentum perubahan, sebuah harapan kepada Allah, sebuah keyakinan diri, yang muncul dari dalam diri sendiri, meyakini dengan niat suci untuk suatu perubahan. Percepatan perubahan menuju kepada akhlak Rosululloh. Dan hanya Allah lah yang dapat mengajarkan kepada kita bagaimana melakukan perubahan itu. Memilih dan memilah dengan sadar apa yang hak dan apa yang batil, yang mungkin ada dalam diri kita. Selanjutnya berserah diri atas apa yang akan dilakukan Allah atas diri kita. Merelakan dengan sadar, mengamati dengan sadar, mengarahkan dengan sadar jiwa ini kepada Allah untuk di lakukan perubahan menuju akhlak Rosululloh. Insyaallah dengan menanamkan keyakinan seperti ini akan terjadi percepatan  dalam diri kita menuju akhlak Rosululloh.



Sebuah niat dalam satu langkah

Sering kali kita dibingungkan dengan sistem pengajaran Islam dewasa ini. Islam adalah ajaran yang di tujukan untuk penyempurnaan akhlak manusia. Namun kita dapati, ketika kita ingin memperdalam  Islam. Sederet materi, hapalan, wiridan, amalan ini dan itu, masih belum lagi ditambah sederet kitab-kitab yang harus kita baca, harus menyelesaikan kitab ini dan itu, harus mempelajari buku ini dan itu,  banyak sekali beban yang harus kita selesaikan. Banyak sekali prasyarat yang harus kita penuhi terlebih dahulu. Begitukah belajar Islam ?.

System pengajaran Islam seperti menjadi dua kubu. Kubu kanan mempelajari Islam layaknya kita seperti memasuki bangku kuliahan. Mengajarkan Islam seperti hanya ‘copy paste’ dari system pengajaran barat. Di kubu kiri mempelajari Islam, dengan sebegitu asyiknya dalam merampungkan bilangan amalan dan wiridan sekian puluh ribu kali. Duduk ber jam-jam siang dan malam, sehingga melupakan hakekat manusia sebagai makhluk sosial.

Masing-masing kubu asyik dengan dunia mereka sendiri. Lha, bagaimana kita yang awam ini, yang karena kesibukan ber sosialisasi tidak sempat mendapatkan pengajaran dari dua kubu tersebut.  Apakah kita tidak mendapat bagian dalam pengajaran Islam ?. Jikalau mengikuti salah satu kubu, kok begitu sulit mempelajari Islam. Bukankah hasil akhir yang ingin kita capai adalah kesempurnaan akhlak. Kenapa harus begini, kenapa harus begitu. Mengapa kita tidak fokus saja kepada kompetensi penyempurnaan akhlak itu sendiri ?.  Bukankah akhlak adalah perilaku kita sehari-hari, bagaimana mungkin kita belajar akhlak manusia dari buku-buku saja ?. Bagaimanakah ajaran dan tuntunan Islam sesungguhnya ?. Apakah begitu sulit membentuk aklak muslim ?.

Marilah kita luruhkan sejenak, kita yakini firman Allah di bawah ini, Allah tidak menghendaki kesukaran dalam agama, Allah menghendaki kemudahan bagi kita.

“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.” [Al-Baqarah: 185]
“Allah hendak memberikan keringanan kepada kalian, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” [An-Nisaa : 28]

Allah SWT sendiri yang memberikan jaminan kepada kita bahwa pengajaran Islam itu tidak sulit. Kesempurnaan akhlak adalah keniscayaan bagi manusia. Kesempurnaan akhlak itu sudah di contohkan melalui para Nabi dan Rosul. Nabi dan Rosul dari golongan manusia itu sendiri. Sehingga kesempurnaan akhlak muslim bukanlah sesuatu yang tidak mungkin bagi manusia. Kecuali Nabi dan Rosul dari golongan malaikat kita bisa ber dalih atas itu. Jadi sejogyanya manusia jangan membikin bikin kurikulumnya sendiri. Manusia di minta untuk tidak mempersulit dirinya sendiri. Sudah di ulas dalam banyak kajian di milis ini bahwa memberikan petunjuk, memberikan pengajaran adalah kewajiban Allah Tuhan manusia yang telah mengajarkan manusia membaca dan menulis. Maka serahkan semua urusan hanya kepada Allah.  Sudahkah kita siap belajar, sudahkah kita mau diajari ?. Sudahkah kita rela menerima materi yang akan di ajarkan. Sudahkah kita siap dengan kurikulum Allah ?.

Jika memang sudah siap maka, ayat berikut menjadi landasan ruh dalam sikap kita belajar kepada Allah. Sebuah keyakinan yang melandasi gerak kita dalam belajar kepada Allah. Bacalah nama Tuhan, bacalah nama Allah dan hujamkan ke dalam hati. Yakinkan dalam diri bahwa Dia akan mengajarkan kepada  kita apa-apa yang tidak kita ketahui.  Sebuah tekad dan siap untuk mengikuti proses belajar dan mengajar. Mengikuti sebagaimana proses belajar bapak kita (Adam). Dalam sebuah keyakinan sebagaimana di maksud dalam hakekat ayat-ayat berikut ini.  Resapi dalam hening dan keyakinan yang pasti menuju kepada NYA.

ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ
Bacalah dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah;
ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ
Yang mengajar manusia melalui kalam (pena) ;
عَلَّمَ ٱلۡإِنسَـٰـنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
(QS: Al Alaq 3-5)


Setelahnya,  marilah kita membaca apa yang akan  Allah ajarkan kepada diri kita. Marilah kita membaca materi-materi yang Dia ajarkan melalui sekolah kehidupan sehari-hari. Siapkah kita belajar..?. Hanya Allah yang memiliki kurikulum yang pas bagi masing-masing manusia, karena hakekatnya setiap diri ada ukuran dan kadarnya masing-masing, hanya Allah yang tahu kadar setiap manusia, dan materi apa yang harus di berikan. Terimalah cobaan dan ujian sebagai salah satu materi pengajaran dari Allah, yakinlah Allah tidak sedang menyulitkan kita. Insyaallah.

“Allah tidak hendak menyulitkan kalian, tetapi Dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian, agar kalian bersyukur.” [ Al-Maa-idah: 6]

Langkah dalam derap

Kajian terdahulu sudah banyak sekali membahas perihal kesadaran diri. Merupakan bagian tak terpisahkan yang memberikan kontribusi atas fungsi  akhlak yang sedang kita kaji.

Bahasan perihal ini terus di ulang dan di ulang lagi . Dihantarkan, dan di kemas lagi dengan bahasa berbeda. Bukan apa-apa karena disinilah eksitensi diri manusia, yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

Islam harus lahir dari kesadaran dalam hati. Karena hakekatnya Islam adalah fitrah manusia itu sendiri. Islam adalah kehidupan yang ada dalam kesadaran jiwa manusia. Kesadaran tersebut harus di ketuk dari dalam. Di bangkitkan dari dalam hati. Di hangatkan agar dia terbangun dari tidur panjangnya. Ketika kesadaran Islam dipaksakan dari luar, dengan doktrin, dengan ancaman  disebarkan dengan ketakutan, atau lainnya, maka hasilnya adalah kematian atas ruh Islam dari hati para pemeluknya sendiri. Akhirnya meski mereka mengaku Islam namun nyatanya, mereka kesulitan untuk melakukan  sinkronisasi antara perkataan, hati dan perbuatan sebagaimana hakekat muslim sejati. Dan kesudahannya, dapat kita lihat,  wajah-wajah Islam mereka menjadi gahar, menjadi beringas menjadi mudah panas, jauh dari akhlak rahmat semesta alam yang diinginkan Islam sebagai agama Allah SWT. Subhanalloh.

Proses perubahan akhlak bukanlah kejadian simsalabim, bukan kejadian serta merta, perlu kerja kerasa dan sungguh-sungguh. Perlu perjuangan panjang karena melibatkan seluruh elemen masyarakat. Karena kesulitannya adalah setiap diri tersambung dengan kesadaran kolektif masyarakatnya. Sehingga setiap diri akan kesulitan untuk keluar dari ‘binding’ kesadaran kolektif masyarakat yang melingkupinya. Mereka secara sadar ataupun tidak akan selalu dalam kecenderungan mengikuti apa yang di lihat dan apa yang di contohkan oleh orang lain yang dekat dengan dirinya atau bahkan oleh pemimpin-pemimpin nya. Maka  peran kita semua, diri sendiri, para ulama, dan lainnya, harus saling ber sinergi. Saling khabar mengabarkan dalam ukhuwah Islamiyah. Untuk keluar bersama-sama dari kesadaran kolektif yang tidak bersesuaian dengan ajaran Islam. (Kesadaran kolektif sebagai misal adalah contoh mudik saat lebaran).

Penekanan kepada proses edifikasi dan duplikasi menjadi point terpenting. Ingatlah, Rosululloh berdakwah, dengan memberikan contoh dan teladan yang nyata. Ber dakwah dengan akhlaknya, yang langsung bisa di lihat dan dirasakan oleh para pengikutnya.  Ada kesatuan antara sikap, hati, perbuatan dan perkataan yang langsung di rasakan. Sehingga setiap  pengikutnya akan  tergerak hatinya dan berlomba-lomba mencontoh apa-apa yang diajarkan Rosul. Perhatikanlah bagaimana kejadiannya, para sahabat dengan kesadaran diri sendiri rela menduplikasikan dirinya mengikuti apa saja yang di ajakan Rosul. Bagaimana jikalau kita mencontoh system seperti itu ?!?. Jika setiap diri menduplikasikan diri dengan benar,  dari 1 menjadi 2, dari dua menjadi empat, dari empat menjadi enam belas dan seterusnya dan seterusnya, sebagaimana  hukum faktorial.   Bagaimanakah hasilnya ?.  (Sistem ini kemudian di adopsi oleh Multi level Marketing)

Luar biasa sekali,  bayangkan jika setiap kepala keluarga men-duplikaskan akhlak hasil pembelajarannya kepada keluarganya sendiri terlebih dahulu. Setelahnya keluar, satu keluarga tersebut menduplikasikan diri kepada tetangga-tetangganya, mulai dari se-tingkat RT meluas ke tingkat ke RW, dari tingkat RW ke kelurahan, dan kemudian meluas lagi ke tingkat kecamatan, membesar  ke tingkat Kabupaten dan seterusnya dan seterusnya. Mungkin perubahan tersebut akan seperti gelombang sambung menyambung, ke arah perbaikan akhlak bangsa ini. Menduplikasikan dirinya mencontoh akhlak Rosululloh. Bagaimanakah percepatannya ?.

Wolohualam

Kajian ini masih bergulir, bagaimana peranan masing-masing input ?. bagaimana relevansinya dalam kesempurnaan akhlak, melangkah ke bab selanjutnya. Insyaallah.

Salam

arif

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali