Kisah Spiritual, Renungan Atas Rahasia Mimpi


Benarkah ada kaitannya mimpi-mimpi Mas Dikonthole dengan pengalaman spiritualnya ?. Menjadi pertanyaan banyak rekan Mas Dikonthole,  Kemudian adakah kaitannya mimpinya dengan pengajaran spiritual ?. Sebenarnya siapakah gurunya dan darimana dirinya belajar spiritual. Pertanyaan biasa saja , namun bagi Mas Dikonthole sungguh sulit menjelaskannya. Dia tidak berguru namun seperti rasanya ada seseorang yang selalu mengajarinya. Ya, orang itu itu selalu hadir disaat-saat penting dialam mimpinya. Kadang tampil sebagai seorang resi yang sangat tua sekali, kadang berupa kakek-kakek tua yang mengajarinya dengan symbol-simbol, kadang sering datang dengan wujud neneknya dari jalur Ibu. Maka siapakah guru Mas Dikonthole, dirinya juga tak mengerti. Hanya yang dirinya ingat adalah Ayahnya sering memasukan lafad Al ikhlas di dalam badannya, hampir setiap malam di waktu kecilnya harus tahajud dan mendawamkan Al ikhlas 1000 kali. Apakah itu ada artinya ?. Entahlah, Mas Dikonthole kecil hanya menurut saja, ketika setiap malam dipaksa bangun, untuk sholat tahajud, dirinya benar-benar tidak  pernah tahu kenapa dan untuk apa.

Mas Dikonthole sebenarnya tidak mengenal baik Ayahnya. Sebab sedari kecil memang sudah dititipkan. Banyak cerita perihal Ayahnya itu didapat dari pamannya. Diceritakan bahwa pamannya pernah belajar spiritual dari Ayahnya.  Ayahnya Mas Dikonthole dulunya semasa hidup, memiliki banyak sekali ‘kesaktian’, salah satunya bisa berjalan layaknya terbang diatas dedaunan. Seperti kisah komik silat SH. Mintaraja, dan katanya ilmu itu juga diturunkan kepada pamannya. Dari Ayahnya inilah kemudian pamannya banyak belajar, hingga kemudian menjadi paranormal sakti yang banyak dikenal dimana-mana.

Jangankan hanya ular, singa, atau binatang buas lainnya, alam dedemitpun sudah sering kali diporak porandakan oleh sang paman dengan kesaktiannya itu. Maka sang paman banyak sekali mengkoleksi senjata-senjata yang kadang berdatangan sendiri, dan kadang juga dari memenangkan pertempuran, dimana menurut sang paman makhluk itu menjelma menjadi senjata. Sebagai bentuk pengambdian mereka kepada pemenangnya. Maka tidak saja keris, pedang, trisula, tombak, batu-batu aji, dan benda-benda aneh lainnya, dahulu menjadi koleksi pribadi yang tidak terhitung jumlahnya.

Keluarga besar Mas Dikonthole memang tidak jauh dari hal-hal ghaib dan aneh bagi masyarakat. Hampir pada setiap keturunannya, salah satunya pasti memiliki kemampuan supranatural. Kemampuan yang memang tidak pernah mereka minta. Maka fenomena ‘menitis’ inilah yang terus mengusik kesadaran Mas Dikonthole.

Bagi Mas Dikonthole kecil, kemampuan aneh-aneh keluarganya, neneknya, pamannya, ayahnya, dan juga saudara-saudara sepupu lainnya, Menimbulkan perasaan yang ‘enggan dan risih’. Sungguh dirinya tidak mau seperti ayahnya yang terkesan aneh dimata masyarakat lainnya. Dimana sang Ayah kadang sering menyendiri, berbincang kepada alam, kepada makhluk-makhluk ghaib. Kadang tidak melihat tempat dan waktu . Maka orang sering menganggapnya ‘aneh’ saja. Dengan kata lebih halus lagi dari sebutan ‘gila’. Mas Dikonthole tidak ingin seperti Ayahnya, yang ter aliensi oelh lingkungannya. Sebuah penolakan yang alami, sebab dirinya tidak mau disangka termasuk kedalam golongan  ‘orang-orang aneh’.

Benar-benar dirinya ‘alergi’ atas kemampuan supranatural yang tidak wajar dari keluarganya. Olah spiritual yang mereka lakukan. Seperti pati geni, tapa bisu, tapa ing rame, tapa kungkum,  dan segala varian bertapa. Juga jenis puasa, mulai dari puasa mutih, puasa ngrokot, puasa ngebleng, dan laku-laku lainnya. Olah laku seperti itu baginya hanya kan menjadikan diri kita ter ‘aliensi’ saja, kita akan menjadi ‘terasing’ saja dari masyarakat. Inilah keyakinan Mas Dikonthole kecil. Mas Dikonthole  memahami bahwa kesadaran kolektif masyarakat tidak pro kepada laku model begini. Jamannya sudah bergeser dan kesadaran juga sudah bergerak menempati koordinat yang baru.

Kesadaran kolektif dewasa ini akan  menganggap bahwa laku ‘orang jawa’ seperti itu akan menyalahi agama, hanya sebuah laku yang masuk kedalam katagori bidah. Maka jika dirinya juga mengikuti laku tersebut, dia khawatir  hanya akan mengundang permusuhan saja. Dia akan diolok teman-temannya.  Maka sejak mula, sedari kecil Mas Dikonthole sudah  menolak  keinginan jiwa dan ajaran sang paman untuk melakukan laku-laku itu.  Meski panggilan jiwa terus mendorong untuk berspiritual sebagaimana nenak moyangnya. Mas Dikonthole benar-benar tetap bertahan menolak keinginan itu, dia tidak mau terasing dari teman-temannya. Keadaan seperti itu tetap dipegang hingga dewasa. Hingga suatu saat, dirinya mulai diajari oleh seseorang dari mimpi-mimpinya.

Mulailah dari hari demi hari Mas Dikonthole diajari oleh seorang tua melalui mimpi. Mimpi yang selalu bersambung. Masih lekat dalam ingatan ketika seorang kakek tua, mulai datang, bersorban dipundaknya membawa tasbih dan sebuah tongkat. Dalam mimipinya seorang tua itu selalu mengjak Mas Dikonthole untuk selalu mengikutinya. Maka mulai saat itulah pengembaraan spiritual dialam mimpi terjadi. Hingga sampai pada akhirnya sampai disebuah sungai besar sekali. Mas Dikonthole diajak untuk menyebrang, namun entah mengapa dirinya masih ragu. Sampai disitu mimpinya terhenti.  Dalam kesadaran Mas Dikonthole diberitahukan bahwa orang tua itu adalah seorang wali. Namun tidak begitu jelas karena memang dalam penyamaran.   Dia akan diberikan tasbih , tongkat dan sajadah jika mau ikut dirinya menyebrang. Sayang saat itu Mas Dikonthole tidak tertarik.

Mimpi tersebut begitu kuat melekat pada kesadaran Mas Dikonthole, terus menggayuti dalam kehidupannya. Sepertinya setiap fase adalah sebuah pengajaran yang harus dijalaninya. Kemudian sampai pada akhirnya di malam Idul fitri, sebuah mimpi maha dahsyat mengguncang kesadarannya. Seakan akan dalam mimpinya bumi dan langit tengah bergoncang ada kejadian alam yang diluar kewajaran. Gerhana bulan dan gerhana matahari terjadi dalam 24 jam, sehari semalam. Sungguh alam semesta seperti terbalik, lautan bergolak, angin tak tenang, langit seakan mau runtuh. Mendung, gelap pekat terjadi dimana-mana.

Mas Dikonthole menyaksikan gerhana bulan, dan mengikutinya sampai pagi harinya. Besoknyanya ditunggu matahari tidak mau muncul, dan sementara itu alam semesta berguncang karenanya. (Ternyata kegelapan disebabkan adanya gerhana matahari total). Jiwa Mas Dikonthole seperti tengah di dalam tong yang dibakar, benar-benar terjepit, sesak nafas, seperti tenggelam, mau mengeluarkan nafas saja tidak mampu. Di jepit bumi dan ditindih langit. Berjam-jam keadaan dirinya di mimpi dalam keadaan begitu. Menjelang tengah hari , memasuki sore perlahan-lahan matahari mulai kelihatan sinarnya. Alam mulai agak tenang dalam kesadaran Mas Dikonthole. Nah dalam situasi pergantian alam yang sangat menentukan itulah muncul sosok seorang resi yang sangat berwibawa, mengajarkan sebuah kalimat kepada Mas Dikonthole, “ La ila ha ilallah Muhammadar rosululloh, ingatlah itu maka engkau akan selamat.”.

Kalimat tersebut begitu dalam menghujam, seperti terus bergaung dalam kesadaran Mas Dikonthole, terus dan terus menghujam hingga ke pori-pori. Sampai kemudian Mas Dikonthole tergagap, terbangun dan menggigil ketakutan atas mimpi yang baru saja dialaminya. Benar-benar seperti nyata adanya. Begitu terbangun nafasnya tersengal-sengal, begitu kuat sensasi peristiwa baru saja. Sungguh dia ama takut sekali. Kemudian dia bangun mengambil air wudhu, minum segelas air dingin. Sementara diluar sana suara tasbih dan tahmid tengah berkumandang. Maka diirinya ikut melafadkan kalimah takbir bersama suara dari masjid belakang rumah.


Mimpi di tahun berikutnya selanjutnya terjadi. Dalam mimpinya Mas Dikonthole dikerumuni sekian ratus buruh yang begitu gaharnya. Sangat tidak berrsahabat. Seperti sedang demo, dan segera akan menyerang Mas Dikonthole. Posisi Mas Dikonthole memang menjadi penanggung jawab perusahaan disitu. Dalam situasi, genting itu, dimana Mas Dikonthole terjebak di selokan parit, tiba-tiba nenek Mas Dikonthole yang sudah meninggal hadir ditengah-tengah kerumunan. Entah berapa banyak patah kata dia lontarkan kepada kerumunan buruh.  Entah apa saja yang dikatakan, namun yang Mas Dikonthole ingat, hanya satu kalimat saja yang mengatakan bahwa Mas Dikonbthole adalah orang terpilih, kalau mereka tidak percaya disuruh melihat keatas kepalanya.

Tanpa terasa , Mas Dikonthole turut memperhatikan, dan seperti tersihir, nampak di atas kepala Mas Dikonthole muncul sinar kemilauan, keemasan dalam pedar putih nyaman tak menyilaukan namun sangat kuat, membuat kami terpaku, dalam diam, namun aliran hawa nyaman terasa sekali. Cahaya tersebut menyinari, ke segala penjuru, memendar dari sebuah  dari lingkaran yang tak bertepi dan di dalamnya terbaca jelas MUHAMMAD dalam huruf arab. Suasana ditempat itu jadi lengang, dan sepi, dan lengang. Semua terdiam, semua seperti terpana. Seakan-akan tak percaya, melihat orang-orang tak percaya, sang nenek menunjuk sekali lagi kepada langkah seseorang yang tak begitu jelas, untuk melihat kepada seseorang yang sedang melangkah.

Semua mata memandang kea rah yang ditunjukkan, Nampak  seorang lelaki berjalan menjauh, diatas kepalanya terdapat selingkaran cahaya putih menyilaukan, dan didalam lingkaran tersebut ada tulisan lafad ALLAH yang berwarna kuning keemasan dengan pancaran putih menyilaukan disekelilingnya.  Sang nenek berkata tegas kepada Mas Dikonthole “ ikutilah orang itu !”, perintah sang nenek. Maka bergegas Mas Dikonthole berlari mengejar lelaki yang terus menjauh, hingga yang Nampak lafad ALLAH saja dari kejauhan.

Hari berikutnya~setelah mimpi melihat lafadz Allah dan Muhammad~ Mas Dikonthole mengarungi mimpi mimpi yang panjang, tidak hanya hitungan hari, namun mimpi berlangsung bahkan sampai ber burbulan-bulan, dengan tema yang berurutan. Mimpi dimulai, saat dirinya serasa dalam sebuah perjalanan dan pendakian panjang dan dalam sekali. Bermimpi melewati padang sabana dan hutan. Perjalanan ini serasa memakan waktu cukup lama,kemudian sampailah dipersawahan, disana bertemu lagi kembali dengan sang nenek yang sedang panen ikan dan Mas Dikonthole disuruh disitu untuk membantu memanen ikan. Namun Mas Dikonthole hanya sebentar membantu sang nenek, kemudian dia dalam mimpinya menlanjutkan perjalanannya kembali, mengikuti kemana arahnya, dalam kesadarannya dia sedang menuju ke suatu daerah yang bias disebut mirip dengan usrga.

Dalam perjalanan di mimpi berikutnya,  bertemu dengan sesorang yang memberikan  makan dan minum, terjadi dialog yang cukup intens. Hari-hari berikutnya,  masih bermimpi berputar disini, hingga akhirnya  tidak ketemu bapak yang ada di sawah. Karena tidak ketemu bapak tua,  melanjutkan perjalanan lagi (di mimpi hari berikutnya), Mas Dikonthole mulai mendaki perbukitan, perjalanan mendaki lagi sukar, nyaris hampir terpeleset, dibawah  melihat aliran air cukup deras. Sering terpeleset dan nyaris jatuh, terlihat jelas bagaimana tanah berguguran. Terlihat dasarnya sangat curam, namun airnya jernih sekali.  Perjalanan ini juga memakan waktu beberapa hari, bersambung terus berupa mimpi dari hari kehari.

Hingga akhirnya di penghujung perjalanan Mas Dikonthole melihat lautan, di dapati beberapa orang disana, yang sepertinya juga sedang menempuh perjalanan yang sama,  menuju ke tempat yang sama, rasanya dia mengenalnya diantaranya ada kakak, adik dan saudara-saudaranya, namun selebihnya tidka begitu jelas,  semua berjumlah 7 orang. Ke 7 orang tersebut berhenti memandang lautan. Memandang  sepertinya perjalanan buntu, sebab tidak ada mode transportasi apapun disitu, untuk menyebrang.  Ditengah kebingungan, ada suara tanpa wujud yang mengatakan bahwa jalur yang Mas Dikonthole  tempuh adalah jalurnya nabi Musa, saat membelah lautan di kejar fir'aun. Untuk itu diminta agar berdoa kepada Allah agar lautan dibelah seperti halnya nabi Musa dulu.

Serentak rombongan tersebut berdoa dipimpin Mas Dikonthole. Mereka kemudian  berdoa dengan khusuk agar lautan dibelah, sungguh ajaib dan luar biasa, lautan tiba-tiba terbelah. Suaranya terbelahnya lautan begitu m,enggelegar, seperti air terjun yang tumpah, , membahana mengeluarkan suara maha dasyat, ombak bergulung-gulung, arus bertolakan, berbalik menggulung dari bawah keatas, mencekam , mencekat tenggorakan mereka. Dan mereka hanya mampu bertasbih dan bertahmid serta ber-takbir, (Mas Dikonthole tak mampu menceritakan dasyatnya peristiwa itu). 

Dari air yang saling bertolakan dan menggulung membentuk dinding dua sisi, muncullah  sebuah jalan. Sebuah jalan panjang tak bertepi, dari sebatas mata kaki, hingga kedalaman air yang tak dapat kami ukur ketinggiannya. lorong yang gelap, namun dengan mengucap bismillah perlahan kami langkahkan kaki menapaki dasar laut, sambil terus hati merasa takjub yang tidak terperi.

Sepanjang perjalanan  mereka tak  bicara, saking asyiknya melihat pemandangan kanan kiri yang luar biasa, ada ikan hiu, dan juga nampak keindahan laut lainnya. Saking takjubnya, tanpa terasa Mas Dikonthole ingin menjamahnya,  plos....hati tersentak, terasa benar air, namun kenapa tangan Mas Dikonthole tidak terasa basah sama sekali, ditariknya tarik tangan ...benar tangannya tidak basah... terbengonglah dirinya. 


Namun tak lama   , mereka kemudian harus melanjutkan perjalanan, dalam mimpi, perjalanan  lamanya hampir satu hari menempuh perjalanan dasar laut, hari hampir malam lagi mereka semua harus sholat. Namun dimanakah ada masjid ditempat seperti ini, semua saling berpan dangan mata. Kembali suara tanpa wujud mengatakan bahwa sehabis lautan ini setelah melewati perbukitan ada danau disana ada masjid nanti semua bisa sholat. Maka mereka percepat langkah.

Mimpi kemudian Bersambung....di hari berikutnya. Setelah melewati bukit, benar mereka menemukan sebuah danau yang sangat luar biasa indahnya, mereka percepat langkah ....setibanya ditempat, Mas Dikonthole ternganga....subhanalloh.....ada masjid berada di dalam danau yang airnya sangat bening , jernih tembus pandang seluruh detail-detail bangunannya. Seluruh badan masjid berada dalam air, kecuali empat menara besarnya yang muncul dipermukaan dan menyemburkan air yang tak putus-putus. Sejenak mereka terdiam, setelah di perhatikan detailnya, masjid ini mirip sekali dengan masjid Nabawi... (kebetulan Mas Dikonthole pernah umroh dan melihat langsung masjid nabawi), hingga tau betul detailnya. Subhanalloh.

Tak berlama lama, mereka sholat, masalah muncul dimanakah  harus berwudhu dan sholat, kalau masjidnya ada dalam air. Mereka berembug dan dalam kebingungan lagi, tak lama muncul suara lagi yang mengatakan kalau mau sholat kami harus terjun ke dalam air dan sholat di dalam masjid.. Mas Dikonthole agak khawatir bagaimana sholat dalam air, bukankah harus bernafas, bisa mati , saat dalam keraguan , dua orang dari mereka,  langsung terjun ke dalam. Melihat kedua orang tak apa-apa, Mas Dikonthole akhirnya ikut terjun.....subhanalloh...ini air tapi tidak membasahi badan mereka.

Mereka seperti bagai berenang di lautan eter (sulit  menceritakan bagian ini), mereka turun ke dasar ..lagi-lagi mereka takjub...lantainya sangat luar biasa...tanpa tahu dari mana mereka mengerti bahwa lantai masjid terbuat dari batu milik  ratu Balqis seperti yang diceritakan al qur'an , bak lantai kaca...mereka dapat melihat air yang mengalir di bawahnya. Mereka berjalan diatas nya untuk mendapatkan air wudhu.

Masih dalam cerita di mimpi yang bersambung. Singkat cerita akhirnya mereka semua sholat, namun ada juga dari rekan  seperjalanan yang tidak berani turun untuk sholat. Tidak dapat  ceritakan juga keindahan ruang masjid yang luar biasa , tertata sangat rapi dan sangat harum, anehnya air tidak masuk ke dalam ruangan. Selesai sholat mereka naik ke permukaan, dan  istirahat sejenak,  menyaksikan air yang seakan bertasbih keluar dari empat menara.

Mimpinya kemudian masih terus berlanjut, bagaimana kemudian setelahnya Mas Dikonthole seakan dalam perjalanan menuju kampong surga, dimana dirinya melewati padang pasir, dimana dirinya diterjanga badai pasir, dan kemudian mampu menyelamatkan diri. Mimpi yang seakan begitu nyata, seperti mati hidup saja. Dimana juga dirinya harus menunggu teman seperjalanan, bagaimana dirinya singgah di tempat-tempat tertentu. Semua seperti nyata di dalam mimpi-mimpinya  yang berlangsung ber bulan-bulan. Dirinya tidak mengerti dengan mimpi-mimpi yang dialaminya waktu itu, sungguh itu sudah lama terjadi. Jikalupun sekarang ada yang dimengerti apakah itu kebetulan ?. 

Sungguh mimpi dan kenyataan hanyalah setipis kertas yang tembus pandang. Tinggal selangkah saja, sampailah kita. Maka benarkah mimpi adalah sebuah perlambang ?. Ataukah kenyataan adalah (realitas) yang berupa mimpi (ghaib) ?. Atau mimpi adalah (ghaib)  yang jadi kenyataan (realitas) ?. Walaohualam
. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali