Kisah Spiritual, Renungan Atas Rahasia Mimpi
Mas
Dikonthole sebenarnya tidak mengenal baik Ayahnya. Sebab sedari kecil memang
sudah dititipkan. Banyak cerita perihal Ayahnya itu didapat dari pamannya. Diceritakan
bahwa pamannya pernah belajar spiritual dari Ayahnya. Ayahnya Mas Dikonthole dulunya semasa hidup, memiliki
banyak sekali ‘kesaktian’, salah satunya bisa berjalan layaknya terbang diatas
dedaunan. Seperti kisah komik silat SH. Mintaraja, dan katanya ilmu itu juga
diturunkan kepada pamannya. Dari Ayahnya inilah kemudian pamannya banyak
belajar, hingga kemudian menjadi paranormal sakti yang banyak dikenal
dimana-mana.
Jangankan
hanya ular, singa, atau binatang buas lainnya, alam dedemitpun sudah sering
kali diporak porandakan oleh sang paman dengan kesaktiannya itu. Maka sang
paman banyak sekali mengkoleksi senjata-senjata yang kadang berdatangan
sendiri, dan kadang juga dari memenangkan pertempuran, dimana menurut sang
paman makhluk itu menjelma menjadi senjata. Sebagai bentuk pengambdian mereka
kepada pemenangnya. Maka tidak saja keris, pedang, trisula, tombak, batu-batu
aji, dan benda-benda aneh lainnya, dahulu menjadi koleksi pribadi yang tidak
terhitung jumlahnya.
Keluarga
besar Mas Dikonthole memang tidak jauh dari hal-hal ghaib dan aneh bagi
masyarakat. Hampir pada setiap keturunannya, salah satunya pasti memiliki
kemampuan supranatural. Kemampuan yang memang tidak pernah mereka minta. Maka
fenomena ‘menitis’ inilah yang terus mengusik kesadaran Mas Dikonthole.
Bagi
Mas Dikonthole kecil, kemampuan aneh-aneh keluarganya, neneknya, pamannya,
ayahnya, dan juga saudara-saudara sepupu lainnya, Menimbulkan perasaan yang ‘enggan
dan risih’. Sungguh dirinya tidak mau seperti ayahnya yang terkesan
aneh dimata masyarakat lainnya. Dimana sang Ayah kadang sering menyendiri,
berbincang kepada alam, kepada makhluk-makhluk ghaib. Kadang tidak melihat
tempat dan waktu . Maka orang sering menganggapnya ‘aneh’ saja. Dengan kata lebih
halus lagi dari sebutan ‘gila’. Mas Dikonthole tidak ingin seperti Ayahnya, yang
ter aliensi oelh lingkungannya. Sebuah penolakan yang alami, sebab dirinya
tidak mau disangka termasuk kedalam golongan ‘orang-orang
aneh’.
Benar-benar
dirinya ‘alergi’ atas kemampuan supranatural yang tidak wajar dari keluarganya.
Olah spiritual yang mereka lakukan. Seperti pati geni, tapa bisu, tapa ing
rame, tapa kungkum, dan segala varian
bertapa. Juga jenis puasa, mulai dari puasa mutih, puasa ngrokot, puasa
ngebleng, dan laku-laku lainnya. Olah laku seperti itu baginya hanya kan
menjadikan diri kita ter ‘aliensi’ saja, kita akan menjadi ‘terasing’ saja dari
masyarakat. Inilah keyakinan Mas Dikonthole kecil. Mas Dikonthole memahami bahwa kesadaran kolektif masyarakat
tidak pro kepada laku model begini. Jamannya sudah bergeser dan kesadaran juga
sudah bergerak menempati koordinat yang baru.
Kesadaran
kolektif dewasa ini akan menganggap
bahwa laku ‘orang jawa’ seperti itu akan menyalahi agama, hanya sebuah laku yang
masuk kedalam katagori bidah. Maka jika dirinya juga mengikuti laku tersebut,
dia khawatir hanya akan mengundang
permusuhan saja. Dia akan diolok teman-temannya. Maka sejak mula, sedari kecil Mas Dikonthole
sudah menolak keinginan jiwa dan ajaran sang paman untuk
melakukan laku-laku itu. Meski panggilan
jiwa terus mendorong untuk berspiritual sebagaimana nenak moyangnya. Mas
Dikonthole benar-benar tetap bertahan menolak keinginan itu, dia tidak mau
terasing dari teman-temannya. Keadaan seperti itu tetap dipegang hingga dewasa.
Hingga suatu saat, dirinya mulai diajari oleh seseorang dari mimpi-mimpinya.
Mulailah
dari hari demi hari Mas Dikonthole diajari oleh seorang tua melalui mimpi.
Mimpi yang selalu bersambung. Masih lekat dalam ingatan ketika seorang kakek
tua, mulai datang, bersorban dipundaknya membawa tasbih dan sebuah tongkat.
Dalam mimipinya seorang tua itu selalu mengjak Mas Dikonthole untuk selalu
mengikutinya. Maka mulai saat itulah pengembaraan spiritual dialam mimpi
terjadi. Hingga sampai pada akhirnya sampai disebuah sungai besar sekali. Mas
Dikonthole diajak untuk menyebrang, namun entah mengapa dirinya masih ragu.
Sampai disitu mimpinya terhenti. Dalam
kesadaran Mas Dikonthole diberitahukan bahwa orang tua itu adalah seorang wali.
Namun tidak begitu jelas karena memang dalam penyamaran. Dia akan diberikan tasbih , tongkat dan
sajadah jika mau ikut dirinya menyebrang. Sayang saat itu Mas Dikonthole tidak
tertarik.
Mimpi
tersebut begitu kuat melekat pada kesadaran Mas Dikonthole, terus menggayuti
dalam kehidupannya. Sepertinya setiap fase adalah sebuah pengajaran yang harus
dijalaninya. Kemudian sampai pada akhirnya di malam Idul fitri, sebuah mimpi
maha dahsyat mengguncang kesadarannya. Seakan akan dalam mimpinya bumi dan
langit tengah bergoncang ada kejadian alam yang diluar kewajaran. Gerhana bulan
dan gerhana matahari terjadi dalam 24 jam, sehari semalam. Sungguh alam semesta
seperti terbalik, lautan bergolak, angin tak tenang, langit seakan mau runtuh.
Mendung, gelap pekat terjadi dimana-mana.
Mas
Dikonthole menyaksikan gerhana bulan, dan mengikutinya sampai pagi harinya. Besoknyanya
ditunggu matahari tidak mau muncul, dan sementara itu alam semesta berguncang karenanya. (Ternyata kegelapan
disebabkan adanya gerhana matahari total). Jiwa Mas Dikonthole seperti tengah di
dalam tong yang dibakar, benar-benar terjepit, sesak nafas, seperti tenggelam,
mau mengeluarkan nafas saja tidak mampu. Di jepit bumi dan ditindih langit.
Berjam-jam keadaan dirinya di mimpi dalam keadaan begitu. Menjelang tengah hari
, memasuki sore perlahan-lahan matahari mulai kelihatan sinarnya. Alam mulai
agak tenang dalam kesadaran Mas Dikonthole. Nah dalam situasi pergantian alam yang
sangat menentukan itulah muncul sosok seorang resi yang sangat berwibawa,
mengajarkan sebuah kalimat kepada Mas Dikonthole, “ La ila ha ilallah Muhammadar rosululloh, ingatlah itu maka engkau
akan selamat.”.
Kalimat
tersebut begitu dalam menghujam, seperti terus bergaung dalam kesadaran Mas
Dikonthole, terus dan terus menghujam hingga ke pori-pori. Sampai kemudian Mas
Dikonthole tergagap, terbangun dan menggigil ketakutan atas mimpi yang baru
saja dialaminya. Benar-benar seperti nyata adanya. Begitu terbangun nafasnya
tersengal-sengal, begitu kuat sensasi peristiwa baru saja. Sungguh dia ama
takut sekali. Kemudian dia bangun mengambil air wudhu, minum segelas air
dingin. Sementara diluar sana suara tasbih dan tahmid tengah berkumandang. Maka
diirinya ikut melafadkan kalimah takbir bersama suara dari masjid belakang
rumah.
Mimpi
di tahun berikutnya selanjutnya terjadi. Dalam mimpinya Mas Dikonthole
dikerumuni sekian ratus buruh yang begitu gaharnya. Sangat tidak berrsahabat. Seperti
sedang demo, dan segera akan menyerang Mas Dikonthole. Posisi Mas Dikonthole
memang menjadi penanggung jawab perusahaan disitu. Dalam situasi, genting itu,
dimana Mas Dikonthole terjebak di selokan parit, tiba-tiba nenek Mas Dikonthole
yang sudah meninggal hadir ditengah-tengah kerumunan. Entah berapa banyak patah
kata dia lontarkan kepada kerumunan buruh.
Entah apa saja yang dikatakan, namun yang Mas Dikonthole ingat, hanya
satu kalimat saja yang mengatakan bahwa Mas Dikonbthole adalah orang terpilih,
kalau mereka tidak percaya disuruh melihat keatas kepalanya.
Tanpa
terasa , Mas Dikonthole turut memperhatikan, dan seperti tersihir, nampak di atas
kepala Mas Dikonthole muncul sinar kemilauan, keemasan dalam pedar putih nyaman
tak menyilaukan namun sangat kuat, membuat kami terpaku, dalam diam, namun
aliran hawa nyaman terasa sekali. Cahaya tersebut menyinari, ke segala penjuru,
memendar dari sebuah dari lingkaran yang tak bertepi dan di dalamnya
terbaca jelas MUHAMMAD dalam huruf arab. Suasana ditempat itu jadi lengang, dan
sepi, dan lengang. Semua terdiam, semua seperti terpana. Seakan-akan tak
percaya, melihat orang-orang tak percaya, sang nenek menunjuk sekali lagi
kepada langkah seseorang yang tak begitu jelas, untuk melihat kepada seseorang
yang sedang melangkah.
Semua
mata memandang kea rah yang ditunjukkan, Nampak
seorang lelaki berjalan menjauh, diatas kepalanya terdapat selingkaran
cahaya putih menyilaukan, dan didalam lingkaran tersebut ada tulisan lafad
ALLAH yang berwarna kuning keemasan dengan pancaran putih menyilaukan
disekelilingnya. Sang nenek berkata
tegas kepada Mas Dikonthole “ ikutilah orang itu !”, perintah sang nenek. Maka
bergegas Mas Dikonthole berlari mengejar lelaki yang terus menjauh, hingga yang
Nampak lafad ALLAH saja dari kejauhan.
Hari berikutnya~setelah mimpi melihat lafadz Allah dan Muhammad~ Mas Dikonthole mengarungi mimpi mimpi yang panjang, tidak hanya hitungan hari, namun mimpi berlangsung bahkan sampai ber burbulan-bulan, dengan tema yang berurutan. Mimpi dimulai, saat dirinya serasa dalam sebuah perjalanan dan pendakian panjang dan dalam sekali. Bermimpi melewati padang sabana dan hutan. Perjalanan ini serasa memakan waktu cukup lama,kemudian sampailah dipersawahan, disana bertemu lagi kembali dengan sang nenek yang sedang panen ikan dan Mas Dikonthole disuruh disitu untuk membantu memanen ikan. Namun Mas Dikonthole hanya sebentar membantu sang nenek, kemudian dia dalam mimpinya menlanjutkan perjalanannya kembali, mengikuti kemana arahnya, dalam kesadarannya dia sedang menuju ke suatu daerah yang bias disebut mirip dengan usrga.
Dalam
perjalanan di mimpi berikutnya, bertemu
dengan sesorang yang memberikan makan
dan minum, terjadi dialog yang cukup intens. Hari-hari berikutnya, masih bermimpi berputar disini, hingga
akhirnya tidak ketemu bapak yang ada di
sawah. Karena tidak ketemu bapak tua,
melanjutkan perjalanan lagi (di mimpi hari berikutnya), Mas Dikonthole
mulai mendaki perbukitan, perjalanan mendaki lagi sukar, nyaris hampir
terpeleset, dibawah melihat aliran air
cukup deras. Sering terpeleset dan nyaris jatuh, terlihat jelas bagaimana tanah
berguguran. Terlihat dasarnya sangat curam, namun airnya jernih sekali. Perjalanan ini juga memakan waktu beberapa
hari, bersambung terus berupa mimpi dari hari kehari.
Hingga
akhirnya di penghujung perjalanan Mas Dikonthole melihat lautan, di dapati
beberapa orang disana, yang sepertinya juga sedang menempuh perjalanan yang sama, menuju
ke tempat yang sama, rasanya dia mengenalnya diantaranya ada kakak, adik dan
saudara-saudaranya, namun selebihnya tidka begitu jelas, semua berjumlah 7 orang. Ke 7 orang tersebut berhenti
memandang lautan. Memandang sepertinya perjalanan buntu, sebab tidak ada mode transportasi
apapun disitu, untuk menyebrang. Ditengah kebingungan, ada
suara tanpa wujud yang mengatakan bahwa jalur yang Mas Dikonthole tempuh adalah jalurnya nabi Musa, saat
membelah lautan di kejar fir'aun. Untuk itu diminta agar berdoa kepada Allah
agar lautan dibelah seperti halnya nabi Musa dulu.
Serentak
rombongan tersebut berdoa dipimpin Mas Dikonthole. Mereka kemudian berdoa dengan khusuk agar lautan dibelah, sungguh
ajaib dan luar biasa, lautan tiba-tiba terbelah. Suaranya terbelahnya lautan
begitu m,enggelegar, seperti air terjun yang tumpah, , membahana mengeluarkan
suara maha dasyat, ombak bergulung-gulung, arus bertolakan, berbalik menggulung
dari bawah keatas, mencekam , mencekat tenggorakan mereka. Dan mereka hanya
mampu bertasbih dan bertahmid serta ber-takbir, (Mas Dikonthole tak mampu
menceritakan dasyatnya peristiwa itu).
Dari
air yang saling bertolakan dan menggulung membentuk dinding dua sisi, muncullah
sebuah jalan. Sebuah jalan panjang tak bertepi, dari sebatas mata kaki, hingga
kedalaman air yang tak dapat kami ukur ketinggiannya. lorong yang gelap, namun
dengan mengucap bismillah perlahan kami langkahkan kaki menapaki dasar laut,
sambil terus hati merasa takjub yang tidak terperi.
Sepanjang perjalanan mereka tak bicara, saking asyiknya melihat pemandangan kanan kiri yang luar biasa, ada ikan hiu, dan juga nampak keindahan laut lainnya. Saking takjubnya, tanpa terasa Mas Dikonthole ingin menjamahnya, plos....hati tersentak, terasa benar air, namun kenapa tangan Mas Dikonthole tidak terasa basah sama sekali, ditariknya tarik tangan ...benar tangannya tidak basah... terbengonglah dirinya.
Namun tak lama , mereka kemudian harus melanjutkan perjalanan, dalam mimpi, perjalanan lamanya hampir satu hari menempuh perjalanan dasar laut, hari hampir malam lagi mereka semua harus sholat. Namun dimanakah ada masjid ditempat seperti ini, semua saling berpan dangan mata. Kembali suara tanpa wujud mengatakan bahwa sehabis lautan ini setelah melewati perbukitan ada danau disana ada masjid nanti semua bisa sholat. Maka mereka percepat langkah.
Mimpi
kemudian Bersambung....di hari berikutnya. Setelah melewati bukit, benar mereka
menemukan sebuah danau yang sangat luar biasa indahnya, mereka percepat langkah
....setibanya ditempat, Mas Dikonthole ternganga....subhanalloh.....ada masjid
berada di dalam danau yang airnya sangat bening , jernih tembus pandang seluruh
detail-detail bangunannya. Seluruh badan masjid berada dalam air, kecuali empat
menara besarnya yang muncul dipermukaan dan menyemburkan air yang tak
putus-putus. Sejenak mereka terdiam, setelah di perhatikan detailnya, masjid
ini mirip sekali dengan masjid Nabawi... (kebetulan Mas Dikonthole pernah umroh
dan melihat langsung masjid nabawi), hingga tau betul detailnya. Subhanalloh.
Tak
berlama lama, mereka sholat, masalah muncul dimanakah harus berwudhu dan sholat, kalau masjidnya
ada dalam air. Mereka berembug dan dalam kebingungan lagi, tak lama muncul
suara lagi yang mengatakan kalau mau sholat kami harus terjun ke dalam air dan
sholat di dalam masjid.. Mas Dikonthole agak khawatir bagaimana sholat dalam
air, bukankah harus bernafas, bisa mati , saat dalam keraguan , dua orang dari mereka,
langsung terjun ke dalam. Melihat kedua orang tak apa-apa, Mas Dikonthole
akhirnya ikut terjun.....subhanalloh...ini air tapi tidak membasahi badan
mereka.
Mereka
seperti bagai berenang di lautan eter (sulit
menceritakan bagian ini), mereka turun ke dasar ..lagi-lagi mereka
takjub...lantainya sangat luar biasa...tanpa tahu dari mana mereka mengerti
bahwa lantai masjid terbuat dari batu milik ratu Balqis seperti yang
diceritakan al qur'an , bak lantai kaca...mereka dapat melihat air yang
mengalir di bawahnya. Mereka berjalan diatas nya untuk mendapatkan air wudhu.
Masih
dalam cerita di mimpi yang bersambung. Singkat cerita akhirnya mereka semua
sholat, namun ada juga dari rekan
seperjalanan yang tidak berani turun untuk sholat. Tidak dapat ceritakan juga keindahan ruang masjid yang
luar biasa , tertata sangat rapi dan sangat harum, anehnya air tidak masuk ke
dalam ruangan. Selesai sholat mereka naik ke permukaan, dan istirahat sejenak, menyaksikan air yang seakan bertasbih keluar
dari empat menara.
Mimpinya
kemudian masih terus berlanjut, bagaimana kemudian setelahnya Mas Dikonthole
seakan dalam perjalanan menuju kampong surga, dimana dirinya melewati padang
pasir, dimana dirinya diterjanga badai pasir, dan kemudian mampu menyelamatkan
diri. Mimpi yang seakan begitu nyata, seperti mati hidup saja. Dimana juga
dirinya harus menunggu teman seperjalanan, bagaimana dirinya singgah di
tempat-tempat tertentu. Semua seperti nyata di dalam mimpi-mimpinya yang berlangsung ber bulan-bulan. Dirinya
tidak mengerti dengan mimpi-mimpi yang dialaminya waktu itu, sungguh itu sudah
lama terjadi. Jikalupun sekarang ada yang dimengerti apakah itu kebetulan ?.
Sungguh mimpi dan kenyataan hanyalah setipis kertas yang tembus pandang. Tinggal
selangkah saja, sampailah kita. Maka benarkah mimpi adalah sebuah perlambang ?.
Ataukah kenyataan adalah (realitas) yang berupa mimpi (ghaib) ?. Atau mimpi adalah (ghaib)
yang jadi kenyataan (realitas) ?. Walaohualam
.
Komentar
Posting Komentar