Kisah Spiritual, Reinkarnasi Fakta Dunia Paralel


Mas Dikonthole,  akan bercerita tentang pemahaman reinkarnasi agar kita menjadi jelas. Srimad-Bhagavatam, tersusun tiga ribu tahun sebelum masa ovid, berisi cerita istimewa,  juga berikut mengungkapkan prinsip-prinsip reinkarnasi dalam pelaksanaan dengan cara mengesankan.

"Seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru, dengan meninggalkan pakaian lama, begitu pula, sang roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan tua yang tidak berguna lagi" (Bhagavad-gita 2.22)

Maharaja Bharata, seorang raja yang mulia dan suci di India, terpaksa menjelma satu kali didalam badan seekor rusa sebelum mencapai bentuk manusia lagi karena ikatan yang sangat keras terhadap seekor rusa.

Pada suatu hari, Bharata melihat anak rusa itu terapung di sungai, dan dia merasa kasihan. Bharata mengangkat binatang itu dari air, dan oleh karena dia mengetahui bahwa anak rusa itu tidak mempunyai induk, kemudian dia bawa anak rusa itu ke asramanya. Perbedaan jasmani tidak ada artinya dari segi pandangan seorang rohaniawan yang bijaksana: oleh karena Bharata sudah insyaf akan dirinya, ia melihat semua makhluk hidup dengan pandangan yang sama, dengan mengetahui bahwa roh dan roh yang utama (Tuhan Yang Maha Esa) berada didalam badan semua makhluk.

Bharata sedang semedi, dan seperti biasa dia mulai memikirkan si rusa dan tidak berfikir tentang Tuhan. Konsentrasinya terputus, dan dia memandang kesana kemari untuk melihat dimana anak rusa, dan dan ketika dia tidak dapat menemukan rusa itu, pikirannya menjadi goyah, bagaikan orang pelit yang telah kehilangan uangnya. Dia bangun dan mencari-cari di daerah sekitar asrama-nya. Tetapi rusa itu tidak dapat ditemukan dimana-mana.

"Bharata berfikir," kapan rusaku kembali?. Apakah dia selamat dari harimau dan binatang lainnya?. Kapankah saya akan melihat si rusa sekali lagi mengembara di tamanku dan makan rumput hijau yang segar?.  Bharata tidak menahan dirinya. karena itu, ia keluar mencari rusa itu. Dengan mengikuti jejak telapak kakinya. Dalam kegilaannya, Bharata mulai bicara dengan dirinya sendiri,  

"Makhluk itu begitu tercinta sehingga saya berpikir seolah-olah saya kehilangan anakku sendiri. Oleh karena demam kerinduan yang membakar didalam hatiku, saya merasa seolah-olah berada di tengah-tengah kebakaran yang berkobar di hutan, sekarang hatiku berkobar dengan api keduka-citaan"

Bharata sangat bingung mencari rusa yang hilang di jalan-jalan yang berbahaya di hutan, dan tiba-tiba dia jatuh dan mendapat luka parah. Bharata tergeletak di sana pada saat hampir meninggal, dan dia melihat bahwa rusa nya tiba-tiba muncul dan duduk di sisinya, menjaga dirinya seperti putra mencintai ayahnya. Demikian, pada saat menemui ajalnya, pikiran sang Raja Bharata berpusat sepenuhnya kepada rusa itu.

Dalam penjelmaan berikutnya, maharaja Bharata didapati menjelma, lahir, masuk ke dalam tubuh seekor rusa. Bhagavad-gita telah menjelaskan bahwa, keadaan manapun yang diingat seseorang pada saat ia meninggalkan badannya, pasti keadaan itulah yang akan dicapainya. Begitu juga keadaan Bharata, pada saat yang diingat saat matinya adalah seeokor Rusa, maka diceritakan ruhnya dikehidupan berikutnya ‘mengarah’ menjelma kepada seeokor rusa. Sang Bharata reinkarnasi pada tubuh seekor Rusa. Begitulah diceritakan Bhagavat-gita. (Konsep ini senafas dengan konsep Islam, ketika seseorang  saat matinya mengucapkan La ila ha ilallah maka dirinya dijamin masuk surga-sebab objek berfikirnya kepada Allah-pen)

Bharata sudah mendapat pelajaran yang berharga, ketika dia dapati dirinya menjadi rusa.  Dia dapat melanjutkan kemajuannya dalam keinsyafan diri. Sebab tingkat spiritualnya telah mencapai tingkat yang tinggi sekali. Karena itu walaupun dia sudah menjadi rusa, dirinya mengulang kembali, melepaskan jiwa  dari segala keinginan material. Dia meninggalkan pergaulan dengan segala rusa, jantan maupun betina, meninggalkan ibunya di pegunungan Kalanjara, tempat lahirnya. Ia kembali ke pulaha-asrama, tempat ia telah mempraktekkan semedi didalam penjelmaan yang lalu.

Kali ini dia hati-hati supaya tidak pernah lupa kepada kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Ia tinggal dekat asrama orang-orang suci dan resi-resi yang mulia, dan menghindari segala hubungan dengan orang duniawi, hidup dengan sederhana sekali, dan hanya makan daun yang keras dan kering. Pada saat meninggal, Bharata meninggalkan badan rusa, dan dengan suara keras ia mengucapkan doa berikut

"Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber segala pengetahuan, penguasa seluruh ciptaan, dan roh yang utama didalam hati setiap makhluk hidup."

Dalam penjelmaan berikutnya, maharaja Bharata lahir dalam keluarga seorang Brahmana yang suci dan murni, dan didalam penjelmaan itu dia bernama Jada Bharata. Atas karunia Tuhan, sekali lagi dia dapat ingat kepada penjelmaan-penjelmaan yang lalu .Kemudian dari dialah yang mengkisahkan cerita ini.

(Ilustrasi diatas dikutip dari sebuah kitab yang dikarang oleh Om Visnupada, sebagai arahan untuk mengerti apa itu reinkarnasi) .

Banyak sekali jika kita telusuri kisah-kisah para satria serta bangsawan dan juga pembesar negri dimasa lalu  yang menjauhi kehidupan duniawi memilih kehidupan sebagai resi. Mereka melakukan olah ruhani dengan bertapa, menyepi, menjauhkan diri dari nafsu badani,  dan juga  mereka melakukan laku spiritual yang semisal dengan itu. Kekuatan pengolahan jiwa mereka, kemampuan spiritual mereka banyak kemudian melahirkan kisah-kisah lainnya lagi. Jiwa mereka seperti mampu menciptakan realitas-realita baru. Maka dalam kisah para resi ini kita dapat mengambil pelajaran bagaimana keadaan jiwa ketika sudah diolah sedemikian rupa.

Begitu hebatnya olah spiritual para resi ini, sehingga saat mana jiwa diarahkan kepada objek berfikir yang mereka inginkan, maka bisa jadi saat itu juga, jiwa sudah dalam realitas yang dipikirkannya tersebut. Dalam sebuah kisah, ada seorang resi yang sedang bertapa, kemudian objek fikirannya mengarah kepada kerajaan yang ditinggalkannya. Begitu koordinat positioning jiwa terbentuk, maka jiwa sang resi seperti langsung memasuki ‘lorong waktu’ menuju kepada koordinat yang diinginkan fikirannya. Maka menjelmalah dirinya disana. Menjadi realitas kehidupan manusia biasa, dengan menempati raga yang baru. Dan juga sebutan dengan nama baru. Seakan-akan dirinya menjelma menjadi orang lain. Padahal sementara itu raga aslinya masih berada di tempat semedinya, di pulasara nya. Mulailah dirinya kemudian menjalin kisah berikutnya, sebagai manusia normal lainnya, terjalinlah takdir-takdir baru bagi dirinya, sebagaimana kisah para raja.

Begitulah kisah kemudian dirajut, mengharu birukan dirinya, kisah-kisah sedih dan duka lanyaknya kehidupan manusia normal biasa lainnya. Jiwanya telah menciptakan realitas baru bagi kehidupannya sendiri. Namun seiringnya waktu di masa-masa setelah kekuasaannya sebagai raja mulai usai, dimana dirinya merasa harus kembali mengolah jiwanya,  dirinya mulai tersadar, siapakah hakekat dirinya itu dan untuk apakah dirinya hidup di dunia ini.

Proses penyadaran ini juga tidaklah mudah. Banyak tempat dia datangi, banyak guru dikunjungi, banyak laku dia jalani. Semua rasanya sia-sia, saat mana dirinya akan menyucikan jiwanya menghadap Tuhan, untuk moksa, selalu saja terhalang dan terhalang lagi. Lelah jiwanya, hingga mendekati keputus asaan. Tidak terbilang hari, dia terus menjalani derita yang bertubi-tubi. Siksaan lahir dan batin, jiwanya benar-benar seperti dalam neraka. Tidak mampu pulang dan tidak mampu pergi. Seperti didalam tong yang sedang dibakar saja. Kemudian dari seorang resi yang sakti dirinya mengetahui bahwa ternyata jiwanya masih tertahan dalam sebuah proses reinkarnasi.

Akhirnya dia mendatangi seorang resi maha guru lain yang lebih paham untuk  menanyakan perihal dirinya. Kemudian oleh sang resi dibeberkanlah hakekatnya siapa dirinya yang asli. Diceritakan bahwa raga aslinya  masih bertapa, semedi di tempatnya. Maka oleh sang resi diminta agar dirinya menempuh perjalanan kesana , untuk mendapati raga aslinya.Mengulang kembali semedi dari awalnya lagi. Menjalani prosesi penyucian jiwa sewajarnya, sesuai dengan hukum-hukum alam. Sesampainya disana, benar, meninggal-lah sang raja disana beberapa langkah dari raga aslinya. Seketika jiwanya kembali kepada raga aslinya.

Dari sang resi dirinya kemudian mengetahui, bahwa Jiwa tidaklah diperbolehkan menciptakan ‘realitas’ sekehendak dirinya sendiri. Jiwa harus tunduk atas hukum-hukum alam. Begitulah hikmah yang diajarkan sang  resi. Saat mana, ketika jiwa menciptakan realitasnya sendiri, maka bersiaplah untuk menemukan kehancurannya. Jiwa akan memasuki dimensi dunianya yang paralel. Dan jiwa tidak akan mungkin mampu kembali lagi. Dapat saja kemudian Jiwa akan tertahan di alam materi, di batu, pohon, pada anjing, kucing, atau babi.. Bahkan bisa dimana saja. Tergantung atas apa yang menjadi objek dalam fikirkannya. Begitulah hukum-hukum reinkarnasi.   Kecuali Tuhan menghendaki, dengan memberikan kesadaran kepada dirinya, untuk mengetahui hakekat jatidirinya lagi, sehingga kemudian dia mampu menyucikan dirinya kembali.

Inilah yang menjadi mata rantai pemahaman Mas Dikonthole. Menjadi benang merah atas pemahaman satu dan lainnya perihal ‘tauhid’.

Membedah  pemahaman

Pemahaman reinkarnasi  ini seperti berpilin-pilin, saat mana ajaran  Islam datang yang , kemudian menolak dengan keras dan sangat tegas adanya reinkarnasi. Masyarakat muslim sendiri terpecah, sebagian kemudian menjadi gamang antar percaya dan tidak percaya, anatara yakin dan tidak yakin. Namun faktanya,  kesadaran kolektif lebih cenderung   meyakini bahwasanya fenomena reinkarnasi ini nyata dan real dan tidak bisa diabaikan begitu saja.

Karenanya Mas Dikonthole sendiri yakin, mereka umat Islam sendiri dalam keraguan yang tersembunyi atas fakta ini. Sehingga oleh karena itu, kita dapati banyak umat yang akhirnya menjadi masa bodoh saja. Fenomena reinkarnasi mereka anggap sebagai fenomena para Jin biasa. Bahkan mungkin dianggap sebagai orang yang sakit jiwa atau mungkin semacam orang yang kerasukan. Sehingga orang-orang ini, diperlakukan seperti pesakitan saja. Dikirim ke rumah sakit jiwa atau mungkin di rukyah ala para kyai Ibukota.

Padahal bagi yang mengalaminya fenomena ini, sangat real, dan juga banyak masyarakat meyakini sekali, dengan adanya bukti-bukti atas fenomena tersebut, begitu tak terbantahkan sampaipun ilmu pengetahuan tidak mampu menjelaskannya. Oleh karena itu, benturan dua pemahaman ini mengakibatkan kegamangan yang serius. Adanya dua kubu ‘kesadaran’ yang bersiteru ini,pada gilirannya, hanya melahirkan  keyakinan ‘keimanan semu’, sebab masih ada keraguan yang tersembunyi atas reinkarnasi itu sendiri, terutama bagi orang Jawa yang kebetulan Islam.

Prosesi reinkarnasi Dalai lama yang fenomenal, dan bagaimana kaum biksu disana (yang) mampu menghitung dengan tingkat akurasi yang tinggi, atas prosesi reinkarnasi. Melalui perhitungan dan methode peramalan, dan dengan melihat tanda-tanda alam,  mereka para biksu disana mampu menghitung dimana koordinat sang Dalai Lama akan reinkarnasi. Pendek kata, kemana dan dimana sang Dalai Lama akan reinkarnasi mampu mereka hitung dengan akurasi tinggi. Oleh karena itu reinkarnasi menjadi sebuah keniscayaan saja, dan menjadi keyakinan para pengusungnya, sebab fakta-faktanya memang  tidak bisa begitu saja diabaikan. Inilah dilematikanya.

Demikianlah yang dialami Mas Dikonthole, sepanjang hidupnya. sebab dirinya adalah saksi atas prosesi reinkarnasi, dirinya mengalami kejadian-kejadian yang dikisahkan oleh para sespuh dan pinisepuh Jawa. Dirinya merasa bahwa ada ‘entitas’ orang masa lalu yang selalu mengusik kesadarannya. Dirinya seperti terus diajak mengembara ke masa-masa lalu. Hingga tersusunlah rangkaian cerita yang tersaji dihadapan sidang pembaca ini. Bagaimanakah dirinya harus menyikapinya. Sungguh benturan keimanan yang sangat dahsyat tengah dialaminya. Sebab kesadaran Islam jelas menolak pemahaman ini.

Untuk menarik benang merah atas dua pemahaman yang seperti bersiteru perihal reinkarnasi ini, maka Mas Dikonthole mengajak kita untuk membedah pemahaman atas firman Allah pada surah Ar rohman ini,

Rabb yang memelihara kedua tempat terbit matahari(Timur)  dan Rabb yang memelihara kedua tempat terbenamnya (Barat)  . (QS. 55:17) Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, (QS. 55:19) antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing . (QS. 55:20)  Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (QS. 55:22)

Mari kita luruhkan dan endapkan sejenak, seluruh pemahaman  yang kita miliki. Masuki apa adanya, sederhana saja. Perumpamaannya adalah dua Timur dan dua Barat, kemudian dalam ayat selanjutnya diberikan perumpamaan lain dua lautan mengalir dan bertemu, keduanya ada batas, dari keduanya keluar mutiara dan marjan. Ilustrasinya adalah semisal dua kehiduan yang paralel, inilah kehidupan manusia. Kehidupan yang saling berpasangan, dimana dalam satu sisinya ada matahari yang terbit dan matahari terbenam, begitu juga disisi lainnya. Ada dua Timur dan dua Barat yang paralel. Pada dua sisi ada kehidupan sebagaimana manusia biasa, itu adalah lautan kehidupan manusia, dimasing-masing sisi kehidupan yang paralel itu ada perhiasan dunianya masing-masing.  Kedua kehidupan ini tidak saling bertemu sebab ada batasan yang tidak mungkin dilampaui. (Mari luruhkan sejenak-pen).

Marilah kita masukan pemahaman dari para resi yang diilustrasikan diatas, bagaimana jika kita anggap bahwa  jiwa sang resi teryata memasuki sisi dunia lainnya ini. Ibarat sebuah cermin, maka sang resi masuk kedalam cermin tersebut. Masuk kedalam dunia bayangan. Seperti cerita komik bukan ?. Orang yang sudah memiliki kemampuan kesadaran yang tinggi akan berada pada dimensi kesadaran yang lebih tinggi sehingga dirinya akan mampu menyadari adanya keberadaan dua dimensi ini. Dimensi kehidupan yang paralel dengan kehiudpan manusia ini. Maka dikatakan Tuhan dari dua Timur dan dua barat, sebab disemua sisi sama keadaannya. Ityulah hasil oleh spiritual, emngolah kekuatan jiwa.

Maka jika kita mengolah kesadaran (jiwa)  seperti para resi misalnya, hasil pemahaman yang akan didapat adalah pemahaman seperti itu. Jiwa yang digetarkan sedemikian hebat akan memasuki dimensi lainnya, dimensi sisi kehidupan lainnya. Dapatlah dikatakan adalah dimensi kehidupan sang Qorin itu sendiri. Kesadaran AKU sejati akan memasuki kehidupan sang Qorin tersebut. Mka kali berikutnya sang Qorinlah yang kemudian menjalani kehidupan baru disisi yang satunya lagi, lengkap dengan romansa kehidupannya.

Sang Qorin inilah yang mengalami  takdir-takdir kehidupan lainnya. inilah akibat dan sebab saat meditasi tidak lurus kepada Allah. Sehingga pada gilirannya sang ‘Kesadaran Aku Sejati’ menyasar mengikuti dan  menyatu kepada kesadaran sang Qorin (saudara kembar). Untuk menjalani fase kehidupan lainnya lagi, disisi kehidupan dunia satunya.  Jika sang Qorin tidak tersadar atas hakekat dirinya yang merupakan satu pasangan dengan AKU sejati , dan lekas kembali kepada hakekatnya, maka sang Qorin akan terus mengalami reinkarnasi sepanjang jaman, sehingga keadaan sang AKU sejati juga akan mengalami siksaan yang luar biasa. 

Perhatikan pemahaman tersebut akan sejalan dengan hasil olah spiritual para resi yang mengalami kejadian fenomena reinkarnasi ini.  Dimana diceritakan bahwa  sang Qorin harus terus mencari raga-raga baru untuk membimbing jalannya agar dapat bersatu kembali dengan sang AKU sejati yang telah terpisah darinya itu. (Semisal sang resi dalam ilustrasi diatas).

Maka dalam kejadian nyata sehari-hari, Mas Dikonthole dapati bahwasanya yang mampu reinkarnasi hanyalah orang-orang masa lalu yang memiliki kemampuan spiritual yang tinggi yaitu orang-orang yang mengolah jiwa mereka sedemikian hebatnya. Seperti para raja, para ksatria, para resi, dan kaum kebatinan lainnya dan juga para syekh , para wali, dan lain sebagainya. Sebab dimungkinkan hanya mereka-merekalah yang mampu menggetarkan jiwanya itu, namun ini masih menjadi spekulasi apakah benar, sebab dikarena mereka (telah) salah dalam meletakan objek berfkirnya dalam semedinya atau mereka saat kematiannya tidak mengarahkan objek berfikirnya kepada Allah, maka sang Qorin nya mengalami reinkarnasi ?. Maka kebenaran keadaan ini hanya sebatas dalam keyakinan Mas Dikonthole saja. Mengapa ?, 

Sebab hal itu berkaitan juga dengan pengajaran Islam (tauhid) yang  dengan sangat elegan mengajarkan umat muslim atau siapapun yang berserah (Islam) bahwa pada bilamana saat akhir hayatnya mampu untuk mengarahkan objek berfkirnya hanya kepada Allah (La ila ha ilallah), sebagaimana juga yang dilakukan sang Resi Bharata dalam ilustrasi dimuka. maka jiwanya akan langsung menuju kepada Allah. Sehinga sang  sang Qorin juga dapat ikut moksa menempati nirvananya. 

Karenanya, jika kita mampu begitu,  sang Qorin dikemudian hari, tidak perlu menempati raga-raga baru,  sang Qorin tidak perlu mengalami fase reinkarnasi lagi.  Inilah yang menurut Mas Dikonthole menjadi benang merah kedua pemahaman.  Kedua pemahaman yang bermaksud menjelaskan satu fakta kejadian dengan sudut pandang yang berbeda. Hakekatnya hanyalah perbedaan dalam memaknai suatu kejadian yang sama. Maka kembalinya adalah kebijakan dan kearifan kita dalam menyikapi perbedaan cara pandang ini. Begitulah pemahaman Mas Dikonthole atas fenomena reinkarnasi ini.

Maka tugas dan kewajiban Mas Dikonthole sekarang ini adalah mengajak ‘entitas’ orang masa lalu yang reinkarnasi pada dirinya ini untuk kembali kepada-NYA. Mas Dikonthole harus mengarahkan diri (sang entitas masa lalu)  agar mampu kembali kepada pasangannya yaitu kembali kepada Aku sejatinya. Dimana menurut penglihatananya adalah Banyak Wide atau Aria Wiraredja atau Cindelaras atau Raden Panji Inu Kertapati dalam hikayat tanah Jawa. Dimana dalam dimensi ruang dan waktu yang paralel mungkin saja masih bersemedi di alamnya sana. (Namun dalam dimensi ruang dan waktu Mas Dikonthole leluhurnya sudah meninggal, baca kajian dimensi ruang dan waktu di pondokcinde.blogspot.coml)

Mas Dikonthole tidak boleh terbawa oleh kekuatan spiritualnya sehingga akan menciptakan realitas-realitas baru. Jika dirinya tidak mampu yakinlah bahwa dirinya juga akan ikut ‘entitas’ orang masa lalu untuk menjalani perputaran reinkarnasi lagi. Maka dirinya juga akan tersiksa hebat. Inlah filosofi neraka bagi Aku sejati, menurut pemahaman Mas Dikonthole.   Begitulah kesadaran, jika kita masuk mengolahnya maka kita akan mampu memasuki dimensi dua Barat dan dua Timur yaitu dimensi dua kehidupan yang paralel.

wolohualam



Komentar

  1. Saya Cenderung Reinkarnasi adalah orang masa lalu yang mempunyai tugas tertentu di masa kini sehingga mengharuskan untuk (qorin) menempati Raga Barunya..saya yakin tiap manusia qorin hanya satu saja

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali