Kisah Spiritual, Reinkarnasi Fakta Dunia Paralel
"Seperti
halnya seseorang mengenakan pakaian baru, dengan meninggalkan pakaian lama,
begitu pula, sang roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan
meninggalkan badan-badan tua yang tidak berguna lagi" (Bhagavad-gita 2.22)
Maharaja
Bharata, seorang raja yang mulia dan suci di India, terpaksa menjelma satu kali
didalam badan seekor rusa sebelum mencapai bentuk manusia lagi karena ikatan
yang sangat keras terhadap seekor rusa.
Pada suatu hari, Bharata
melihat anak rusa itu terapung di sungai, dan dia merasa kasihan. Bharata
mengangkat binatang itu dari air, dan oleh karena dia mengetahui bahwa anak
rusa itu tidak mempunyai induk, kemudian dia bawa anak rusa itu ke asramanya.
Perbedaan jasmani tidak ada artinya dari segi pandangan seorang rohaniawan yang
bijaksana: oleh karena Bharata sudah insyaf akan dirinya, ia melihat semua
makhluk hidup dengan pandangan yang sama, dengan mengetahui bahwa roh dan roh
yang utama (Tuhan Yang Maha Esa) berada didalam badan semua makhluk.
Bharata sedang semedi,
dan seperti biasa dia mulai memikirkan si rusa dan tidak berfikir tentang
Tuhan. Konsentrasinya terputus, dan dia memandang kesana kemari untuk melihat
dimana anak rusa, dan dan ketika dia tidak dapat menemukan rusa itu, pikirannya
menjadi goyah, bagaikan orang pelit yang telah kehilangan uangnya. Dia bangun
dan mencari-cari di daerah sekitar asrama-nya. Tetapi rusa itu
tidak dapat ditemukan dimana-mana.
"Bharata
berfikir," kapan rusaku kembali?. Apakah dia selamat dari harimau dan
binatang lainnya?. Kapankah saya akan melihat si rusa sekali lagi mengembara di
tamanku dan makan rumput hijau yang segar?. Bharata
tidak menahan dirinya. karena itu, ia keluar mencari rusa itu. Dengan mengikuti
jejak telapak kakinya. Dalam kegilaannya, Bharata mulai bicara dengan dirinya
sendiri,
"Makhluk
itu begitu tercinta sehingga saya berpikir seolah-olah saya kehilangan anakku
sendiri. Oleh karena demam kerinduan yang membakar didalam hatiku, saya merasa
seolah-olah berada di tengah-tengah kebakaran yang berkobar di hutan, sekarang
hatiku berkobar dengan api keduka-citaan"
Bharata sangat bingung
mencari rusa yang hilang di jalan-jalan yang berbahaya di hutan, dan tiba-tiba
dia jatuh dan mendapat luka parah. Bharata tergeletak di sana pada saat hampir
meninggal, dan dia melihat bahwa rusa nya tiba-tiba muncul dan duduk di
sisinya, menjaga dirinya seperti putra mencintai ayahnya. Demikian, pada saat
menemui ajalnya, pikiran sang Raja Bharata berpusat sepenuhnya kepada rusa itu.
Dalam
penjelmaan berikutnya, maharaja Bharata didapati menjelma, lahir, masuk ke
dalam tubuh seekor rusa. Bhagavad-gita
telah menjelaskan bahwa, keadaan manapun yang diingat seseorang pada saat ia
meninggalkan badannya, pasti keadaan itulah yang akan dicapainya. Begitu
juga keadaan Bharata, pada saat yang diingat saat matinya adalah seeokor Rusa,
maka diceritakan ruhnya dikehidupan berikutnya ‘mengarah’ menjelma kepada
seeokor rusa. Sang Bharata reinkarnasi pada tubuh seekor Rusa. Begitulah
diceritakan Bhagavat-gita. (Konsep ini senafas
dengan konsep Islam, ketika seseorang
saat matinya mengucapkan La ila ha ilallah maka dirinya dijamin masuk
surga-sebab objek berfikirnya kepada Allah-pen)
Bharata
sudah mendapat pelajaran yang berharga, ketika dia dapati dirinya menjadi rusa. Dia dapat melanjutkan kemajuannya dalam
keinsyafan diri. Sebab tingkat spiritualnya telah mencapai tingkat yang tinggi sekali. Karena itu walaupun dia sudah menjadi rusa, dirinya mengulang kembali, melepaskan jiwa dari
segala keinginan material. Dia meninggalkan pergaulan dengan segala rusa, jantan maupun
betina, meninggalkan ibunya di pegunungan Kalanjara, tempat lahirnya. Ia
kembali ke pulaha-asrama, tempat ia telah mempraktekkan semedi didalam
penjelmaan yang lalu.
Kali ini dia hati-hati supaya tidak pernah lupa
kepada kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Ia tinggal dekat asrama orang-orang
suci dan resi-resi yang mulia, dan menghindari segala hubungan dengan orang
duniawi, hidup dengan sederhana sekali, dan hanya makan daun yang keras dan
kering. Pada saat meninggal, Bharata meninggalkan badan rusa, dan dengan suara
keras ia mengucapkan doa berikut
"Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber segala
pengetahuan, penguasa seluruh ciptaan, dan roh yang utama didalam hati setiap
makhluk hidup."
Dalam penjelmaan
berikutnya, maharaja Bharata lahir dalam keluarga seorang Brahmana yang suci
dan murni, dan didalam penjelmaan itu dia bernama Jada Bharata. Atas karunia Tuhan, sekali lagi dia dapat ingat
kepada penjelmaan-penjelmaan yang lalu .Kemudian dari dialah yang mengkisahkan cerita ini.
(Ilustrasi diatas dikutip
dari sebuah kitab yang dikarang oleh Om Visnupada, sebagai arahan untuk
mengerti apa itu reinkarnasi) .
Banyak
sekali jika kita telusuri kisah-kisah para satria serta bangsawan dan juga
pembesar negri dimasa lalu yang menjauhi
kehidupan duniawi memilih kehidupan sebagai resi. Mereka melakukan olah ruhani
dengan bertapa, menyepi, menjauhkan diri dari nafsu badani, dan juga
mereka melakukan laku spiritual yang semisal dengan itu. Kekuatan
pengolahan jiwa mereka, kemampuan spiritual mereka banyak kemudian melahirkan
kisah-kisah lainnya lagi. Jiwa mereka seperti mampu menciptakan
realitas-realita baru. Maka dalam kisah para resi ini kita dapat mengambil
pelajaran bagaimana keadaan jiwa ketika sudah diolah sedemikian rupa.
Begitu
hebatnya olah spiritual para resi ini, sehingga saat mana jiwa diarahkan kepada objek berfikir
yang mereka inginkan, maka bisa jadi saat itu juga, jiwa sudah dalam realitas
yang dipikirkannya tersebut. Dalam sebuah kisah, ada seorang resi yang sedang
bertapa, kemudian objek fikirannya mengarah kepada kerajaan yang
ditinggalkannya. Begitu koordinat positioning jiwa terbentuk, maka jiwa sang
resi seperti langsung memasuki ‘lorong waktu’ menuju kepada koordinat yang
diinginkan fikirannya. Maka menjelmalah dirinya disana. Menjadi realitas
kehidupan manusia biasa, dengan menempati raga yang baru. Dan juga sebutan
dengan nama baru. Seakan-akan dirinya menjelma menjadi orang lain. Padahal
sementara itu raga aslinya masih berada di tempat semedinya, di pulasara nya. Mulailah dirinya kemudian menjalin kisah berikutnya, sebagai manusia normal lainnya, terjalinlah takdir-takdir
baru bagi dirinya, sebagaimana kisah para raja.
Begitulah
kisah kemudian dirajut, mengharu birukan dirinya, kisah-kisah sedih dan duka
lanyaknya kehidupan manusia normal biasa lainnya. Jiwanya telah menciptakan
realitas baru bagi kehidupannya sendiri. Namun seiringnya waktu di masa-masa
setelah kekuasaannya sebagai raja mulai usai, dimana dirinya merasa harus
kembali mengolah jiwanya, dirinya mulai
tersadar, siapakah hakekat dirinya itu dan untuk apakah dirinya hidup di dunia
ini.
Proses
penyadaran ini juga tidaklah mudah. Banyak tempat dia datangi, banyak guru
dikunjungi, banyak laku dia jalani. Semua rasanya sia-sia, saat mana dirinya
akan menyucikan jiwanya menghadap Tuhan, untuk moksa, selalu saja terhalang dan
terhalang lagi. Lelah jiwanya, hingga mendekati keputus asaan. Tidak terbilang
hari, dia terus menjalani derita yang bertubi-tubi. Siksaan lahir dan batin,
jiwanya benar-benar seperti dalam neraka. Tidak mampu pulang dan tidak mampu
pergi. Seperti didalam tong yang sedang dibakar saja. Kemudian dari seorang
resi yang sakti dirinya mengetahui bahwa ternyata jiwanya masih tertahan dalam
sebuah proses reinkarnasi.
Akhirnya
dia mendatangi seorang resi maha guru lain yang lebih paham untuk menanyakan perihal dirinya. Kemudian oleh sang
resi dibeberkanlah hakekatnya siapa dirinya yang asli. Diceritakan bahwa raga
aslinya masih bertapa, semedi di
tempatnya. Maka oleh sang resi diminta agar dirinya menempuh perjalanan kesana
, untuk mendapati raga aslinya.Mengulang kembali semedi dari awalnya lagi.
Menjalani prosesi penyucian jiwa sewajarnya, sesuai dengan hukum-hukum alam.
Sesampainya disana, benar, meninggal-lah sang raja disana beberapa langkah dari raga aslinya. Seketika jiwanya kembali kepada
raga aslinya.
Dari
sang resi dirinya kemudian mengetahui, bahwa Jiwa tidaklah diperbolehkan
menciptakan ‘realitas’ sekehendak dirinya sendiri. Jiwa harus tunduk atas
hukum-hukum alam. Begitulah hikmah yang diajarkan sang resi. Saat mana, ketika jiwa menciptakan realitasnya
sendiri, maka bersiaplah untuk
menemukan kehancurannya. Jiwa akan memasuki dimensi dunianya yang paralel. Dan jiwa tidak akan mungkin mampu kembali lagi. Dapat saja kemudian Jiwa
akan tertahan di alam materi, di batu, pohon, pada anjing, kucing, atau babi.. Bahkan
bisa dimana saja. Tergantung atas apa yang menjadi objek dalam fikirkannya. Begitulah
hukum-hukum reinkarnasi. Kecuali Tuhan menghendaki, dengan memberikan
kesadaran kepada dirinya, untuk mengetahui hakekat jatidirinya lagi, sehingga
kemudian dia mampu menyucikan dirinya kembali.
Inilah
yang menjadi mata rantai pemahaman Mas Dikonthole. Menjadi benang merah atas
pemahaman satu dan lainnya perihal ‘tauhid’.
Membedah
pemahaman
Pemahaman
reinkarnasi ini seperti berpilin-pilin,
saat mana ajaran Islam datang yang ,
kemudian menolak dengan keras dan sangat tegas adanya reinkarnasi. Masyarakat muslim
sendiri terpecah, sebagian kemudian menjadi gamang antar percaya dan tidak
percaya, anatara yakin dan tidak yakin. Namun faktanya, kesadaran kolektif lebih cenderung meyakini bahwasanya fenomena reinkarnasi ini
nyata dan real dan tidak bisa diabaikan begitu saja.
Karenanya
Mas Dikonthole sendiri yakin, mereka umat Islam sendiri dalam keraguan yang
tersembunyi atas fakta ini. Sehingga oleh karena itu, kita dapati banyak umat
yang akhirnya menjadi masa bodoh saja. Fenomena reinkarnasi mereka anggap
sebagai fenomena para Jin biasa. Bahkan mungkin dianggap sebagai orang yang
sakit jiwa atau mungkin semacam orang yang kerasukan. Sehingga orang-orang ini,
diperlakukan seperti pesakitan saja. Dikirim ke rumah sakit jiwa atau mungkin
di rukyah ala para kyai Ibukota.
Padahal
bagi yang mengalaminya fenomena ini, sangat real, dan juga banyak masyarakat meyakini
sekali, dengan adanya bukti-bukti atas fenomena tersebut, begitu tak
terbantahkan sampaipun ilmu pengetahuan tidak mampu menjelaskannya. Oleh karena
itu, benturan dua pemahaman ini mengakibatkan kegamangan yang serius. Adanya
dua kubu ‘kesadaran’ yang bersiteru ini,pada gilirannya, hanya melahirkan keyakinan ‘keimanan semu’, sebab masih ada
keraguan yang tersembunyi atas reinkarnasi itu sendiri, terutama bagi orang
Jawa yang kebetulan Islam.
Prosesi
reinkarnasi Dalai lama yang fenomenal, dan bagaimana kaum biksu disana (yang) mampu
menghitung dengan tingkat akurasi yang tinggi, atas prosesi reinkarnasi. Melalui
perhitungan dan methode peramalan, dan dengan melihat tanda-tanda alam, mereka para biksu disana mampu menghitung
dimana koordinat sang Dalai Lama akan reinkarnasi. Pendek kata, kemana dan
dimana sang Dalai Lama akan reinkarnasi mampu mereka hitung dengan akurasi
tinggi. Oleh karena itu reinkarnasi menjadi sebuah keniscayaan saja, dan menjadi
keyakinan para pengusungnya, sebab fakta-faktanya memang tidak bisa begitu saja diabaikan. Inilah
dilematikanya.
Demikianlah
yang dialami Mas Dikonthole, sepanjang hidupnya. sebab dirinya adalah saksi
atas prosesi reinkarnasi, dirinya mengalami kejadian-kejadian yang dikisahkan
oleh para sespuh dan pinisepuh Jawa. Dirinya merasa bahwa ada ‘entitas’ orang
masa lalu yang selalu mengusik kesadarannya. Dirinya seperti terus diajak
mengembara ke masa-masa lalu. Hingga tersusunlah rangkaian cerita yang tersaji
dihadapan sidang pembaca ini. Bagaimanakah dirinya harus menyikapinya. Sungguh
benturan keimanan yang sangat dahsyat tengah dialaminya. Sebab kesadaran Islam
jelas menolak pemahaman ini.
Untuk
menarik benang merah atas dua
pemahaman yang seperti bersiteru perihal reinkarnasi ini, maka Mas Dikonthole
mengajak kita untuk membedah pemahaman atas firman Allah pada surah Ar rohman
ini,
Rabb yang memelihara kedua
tempat terbit matahari(Timur)
dan Rabb yang
memelihara kedua tempat
terbenamnya (Barat) .
(QS. 55:17) Dia membiarkan dua lautan mengalir
yang keduanya kemudian bertemu, (QS. 55:19) antara keduanya ada batas yang tidak
dilampaui oleh masing-masing . (QS. 55:20) Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (QS.
55:22)
Mari kita luruhkan dan endapkan sejenak, seluruh pemahaman yang kita miliki. Masuki apa adanya,
sederhana saja. Perumpamaannya adalah dua Timur dan dua Barat, kemudian dalam
ayat selanjutnya diberikan perumpamaan lain dua lautan mengalir dan bertemu,
keduanya ada batas, dari keduanya keluar mutiara dan marjan. Ilustrasinya
adalah semisal dua kehiduan yang paralel, inilah kehidupan manusia.
Kehidupan yang saling berpasangan, dimana dalam satu sisinya ada matahari yang
terbit dan matahari terbenam, begitu juga disisi lainnya. Ada dua Timur dan dua Barat yang paralel. Pada dua sisi ada
kehidupan sebagaimana manusia biasa, itu adalah lautan kehidupan manusia, dimasing-masing
sisi kehidupan yang paralel itu ada perhiasan dunianya masing-masing. Kedua kehidupan ini tidak saling bertemu
sebab ada batasan yang tidak mungkin dilampaui. (Mari luruhkan sejenak-pen).
Marilah kita masukan pemahaman dari para resi yang diilustrasikan
diatas, bagaimana jika kita anggap bahwa
jiwa sang resi teryata memasuki sisi dunia lainnya ini. Ibarat sebuah
cermin, maka sang resi masuk kedalam cermin tersebut. Masuk kedalam dunia
bayangan. Seperti cerita komik bukan ?. Orang yang sudah memiliki kemampuan
kesadaran yang tinggi akan berada pada dimensi kesadaran yang lebih tinggi
sehingga dirinya akan mampu menyadari adanya keberadaan dua dimensi ini.
Dimensi kehidupan yang paralel dengan kehiudpan manusia ini. Maka dikatakan
Tuhan dari dua Timur dan dua barat, sebab disemua sisi sama keadaannya. Ityulah
hasil oleh spiritual, emngolah kekuatan jiwa.
Maka jika kita mengolah kesadaran (jiwa) seperti para resi misalnya, hasil pemahaman
yang akan didapat adalah pemahaman seperti itu. Jiwa yang digetarkan sedemikian
hebat akan memasuki dimensi lainnya, dimensi sisi kehidupan lainnya. Dapatlah
dikatakan adalah dimensi kehidupan sang Qorin itu sendiri. Kesadaran AKU sejati
akan memasuki kehidupan sang Qorin tersebut. Mka kali berikutnya sang Qorinlah yang
kemudian menjalani kehidupan baru disisi yang satunya lagi, lengkap dengan romansa
kehidupannya.
Sang Qorin inilah yang mengalami
takdir-takdir kehidupan lainnya. inilah akibat dan sebab saat meditasi tidak lurus
kepada Allah. Sehingga pada gilirannya sang ‘Kesadaran
Aku Sejati’ menyasar mengikuti dan menyatu kepada kesadaran sang Qorin (saudara kembar). Untuk menjalani fase kehidupan lainnya lagi, disisi kehidupan dunia satunya. Jika sang Qorin tidak tersadar atas hakekat dirinya yang merupakan satu
pasangan dengan AKU sejati , dan lekas kembali kepada hakekatnya, maka sang
Qorin akan terus mengalami reinkarnasi sepanjang jaman, sehingga keadaan sang
AKU sejati juga akan mengalami siksaan yang luar biasa.
Perhatikan pemahaman tersebut akan sejalan dengan hasil olah spiritual para resi yang mengalami kejadian fenomena reinkarnasi ini. Dimana diceritakan bahwa sang Qorin harus terus mencari raga-raga baru untuk membimbing jalannya agar dapat bersatu kembali dengan sang AKU sejati yang telah terpisah darinya itu. (Semisal sang resi dalam ilustrasi diatas).
Perhatikan pemahaman tersebut akan sejalan dengan hasil olah spiritual para resi yang mengalami kejadian fenomena reinkarnasi ini. Dimana diceritakan bahwa sang Qorin harus terus mencari raga-raga baru untuk membimbing jalannya agar dapat bersatu kembali dengan sang AKU sejati yang telah terpisah darinya itu. (Semisal sang resi dalam ilustrasi diatas).
Maka
dalam kejadian nyata sehari-hari, Mas Dikonthole dapati bahwasanya yang mampu
reinkarnasi hanyalah orang-orang masa lalu yang memiliki kemampuan spiritual
yang tinggi yaitu orang-orang yang mengolah jiwa mereka sedemikian hebatnya.
Seperti para raja, para ksatria, para resi, dan kaum kebatinan lainnya dan juga
para syekh , para wali, dan lain sebagainya. Sebab dimungkinkan hanya mereka-merekalah
yang mampu menggetarkan jiwanya itu, namun ini masih menjadi spekulasi apakah benar, sebab dikarena mereka (telah) salah dalam meletakan objek berfkirnya dalam
semedinya atau mereka saat kematiannya tidak mengarahkan objek berfikirnya
kepada Allah, maka sang Qorin nya mengalami reinkarnasi ?. Maka kebenaran keadaan ini
hanya sebatas dalam keyakinan Mas Dikonthole saja. Mengapa ?,
Sebab
hal itu berkaitan juga dengan pengajaran Islam (tauhid) yang dengan
sangat elegan mengajarkan umat muslim atau siapapun yang berserah (Islam) bahwa
pada bilamana saat akhir hayatnya mampu untuk mengarahkan objek berfkirnya
hanya kepada Allah (La ila ha ilallah), sebagaimana juga yang dilakukan sang Resi
Bharata dalam ilustrasi dimuka. maka jiwanya akan langsung menuju kepada Allah. Sehinga sang sang Qorin juga dapat
ikut moksa menempati nirvananya.
Karenanya, jika kita mampu begitu, sang Qorin dikemudian hari, tidak perlu menempati raga-raga baru, sang Qorin tidak perlu mengalami fase reinkarnasi lagi. Inilah yang menurut Mas Dikonthole menjadi benang merah kedua pemahaman. Kedua pemahaman yang bermaksud menjelaskan satu fakta kejadian dengan sudut pandang yang berbeda. Hakekatnya hanyalah perbedaan dalam memaknai suatu kejadian yang sama. Maka kembalinya adalah kebijakan dan kearifan kita dalam menyikapi perbedaan cara pandang ini. Begitulah pemahaman Mas Dikonthole atas fenomena reinkarnasi ini.
Karenanya, jika kita mampu begitu, sang Qorin dikemudian hari, tidak perlu menempati raga-raga baru, sang Qorin tidak perlu mengalami fase reinkarnasi lagi. Inilah yang menurut Mas Dikonthole menjadi benang merah kedua pemahaman. Kedua pemahaman yang bermaksud menjelaskan satu fakta kejadian dengan sudut pandang yang berbeda. Hakekatnya hanyalah perbedaan dalam memaknai suatu kejadian yang sama. Maka kembalinya adalah kebijakan dan kearifan kita dalam menyikapi perbedaan cara pandang ini. Begitulah pemahaman Mas Dikonthole atas fenomena reinkarnasi ini.
Maka tugas dan kewajiban Mas Dikonthole sekarang ini adalah mengajak
‘entitas’ orang masa lalu yang reinkarnasi pada dirinya ini untuk kembali
kepada-NYA. Mas Dikonthole harus mengarahkan diri (sang entitas masa lalu) agar mampu kembali kepada pasangannya yaitu
kembali kepada Aku sejatinya. Dimana menurut penglihatananya adalah Banyak Wide atau Aria Wiraredja atau
Cindelaras atau Raden Panji Inu Kertapati dalam hikayat tanah Jawa. Dimana
dalam dimensi ruang dan waktu yang paralel mungkin saja masih bersemedi di alamnya sana.
(Namun dalam dimensi ruang dan waktu Mas Dikonthole leluhurnya sudah meninggal, baca
kajian dimensi ruang dan waktu di pondokcinde.blogspot.coml)
Mas Dikonthole tidak boleh terbawa oleh kekuatan spiritualnya sehingga
akan menciptakan realitas-realitas baru. Jika dirinya tidak mampu yakinlah
bahwa dirinya juga akan ikut ‘entitas’ orang masa lalu untuk menjalani
perputaran reinkarnasi lagi. Maka dirinya juga akan tersiksa hebat. Inlah
filosofi neraka bagi Aku sejati, menurut pemahaman Mas Dikonthole. Begitulah kesadaran, jika kita masuk
mengolahnya maka kita akan mampu memasuki dimensi dua Barat dan dua Timur yaitu
dimensi dua kehidupan yang paralel.
wolohualam
Saya Cenderung Reinkarnasi adalah orang masa lalu yang mempunyai tugas tertentu di masa kini sehingga mengharuskan untuk (qorin) menempati Raga Barunya..saya yakin tiap manusia qorin hanya satu saja
BalasHapus