Kajian Akhlak, Membongkar Hijab Kesadaran


Merubah Kesadaran Diri

Kesadaran kolektif bangsa kita memang sedikit membingungkan. Dalam penggunaan bahasa saja misalnya mudahsekali diplesetkan. Cobalah kita menyebut nama TUHAN. Mulai dari perlahan kemudian kita percepat. TU..HAN !. TU..HAN ! TU..HAN ! TU..HAN ! TU..HAN !. TU..HAN ! TU..HAN ! TU..HAN..TU !. Bagaimana akhirnya,  bukan lagi kata TUHAN namun sudah berganti menjadi kata  HANTU !. Lha..kalau begini bukannya para HANTU akan dengan mudah ber kamuflase menjadi TUHAN !. Hik..mengerikan sekali !.  

Memang begitulah kejadiannya, dalam kesadaran diri, bahkan dalam kesadaran kolektif, baik di sadari atau tidak banyak HANTU-HANTU yang secara tersamar telah menjadi TUHAN TUHAN kita. Kenapa ?. Karena kemanapun kita menghadap hanya wajah HANTU HANTU itulah yang muncul dalam kesadaran diri kita. Dalam pikiran dan dalam jiwa kita.  Hantu-hantu ini dapat berupa apa saja. Mungkin mulai dari istri kita, suami kita, anak kita, mertua kita, tetangga kita, meningkat kepada pimpinan kita, customer kita, sahabat atau lain-lainnya. Atau mungkin juga berupa jabatan, kekayaan,rumah, mobil, gengsi, life style, dan lain sebagainya. Atau mungkin juga, orang-orang suci, para kyai, para ustad, dan lainnya yang di Tuhankan oleh sebagian manusia.  Atau mungkin juga berupa kesaktian, karomah, ajian, keris, batu, patung atau lain-lainnya. Masih mungkin juga ego diri, ego kelompok, juga lainnya lagi. Nha, bisa juga malahan gagasan, ide, atau malahan kreasi-kreasi manusia itu sendiri, yang dianggap Tuhan.

Maka tak heran jika kemudian munculah banyak anehdot dalam kehidupan kita seperti misalnya; Kelompok Ikatan Suami Takut Istri (Isti), he..he… masih ada lainnya ?, Adakah lainnya lagi !. Masih ada yang takut atasan, ada yang takut miskin, ada yang takut mati, dan sebagainya dan sebagainya. Ketakutan yang tidak pernah kita ketahui kenapa terjadi. Sebagaimana kita takut akan hantu. Hantu itu dapat berwujud apa saja, betapa kita terlena !. Ketika kesadaran kita di hadapkan terus kepada hantu-hantu tersebut, maka kita akan takut kepada itu. Bukannya takut kepada Allah, begitulah kejadiannya nanti. Maka kesadaran diri kita menjadi terbelenggu dan terhijab oleh hantu-hantu yang kita buat sendiri.

Hantu yang menyaru dan ber kamuflase, yang kemudian tanpa kita sadari sudah mengambil alih kesadaran ber Tuhan pada diri kita.  (Islam menyebutnya Syirik). Maka sadarilah, sesuatu dari luar diri kita yang kita masukkan dengan sadar ke dalam kesadaran diri kita, akan menghijab kita ketika kita ber silatun kepada Allah. Maka HANTU dan TUHAN, menjadi kata yang sangat tipis bagi jiwa mengenalinya. Berhati-hatilah apakah benar TUHAN yang bersemayam dalam hati kita dalam kesadaran kita atau malahan HANTU-HANTU yang kita buat sendiri. 

Seperti itu kejadiannya, begitu berpilin-pilinnya kesadaran manusia, menyebabkan kebingungan sendiri dalam menghadap kepada Tuhan yang satu, di karenakan diri kita terhijab pleh Hantu-hantu tersebut. Sehingga diri menjadi  sulit sekali menerima kalimat “La haula wala quata ila billah “.  Pada gilirannya, jiwa kita akan sulit sekali menerima kalimat “La ila ha ilallah Muhammadarosululloh”. (Lihat tulisan Bpk. Deka “Dihalangi Allah”)


Menguak Kesadaran Kolektif

Wahai orang yang bersilimut !
Bangunlah, lalu berilah peringatan !
Dan agungkanlah Tuhanmu,
Dan bersihkanlah pakaianmu,
Dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji,
Dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak,
Dankarena Tuhanmu, bersabarlah,
Maka apabila sangsakala ditiup,
Bagi orang-orang kafir tidaklah mudah,
Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya.
(QS. Al Mudatstsir 1-11)


Maka ketika kita telah selesai dengan Allah, ketika kita telah selesai dengan rosululloh, dan  ketika juga  kita telah selesai dengan diri sendiri. Saatnya , ketika itu, kita telah menemukan kesadaran diri. Hakekat Kesadaran  diri kita sebagai manusia. Sebagai sang Khalifah.  Maka setelahnya bangunlah, bangkit, bukalah selimut diri kita, khabarkanlah apa-apa yang telah kita alami. Khabarkanlah apa yang telah Allah ajarkan kepada diri kita ini. Bagaimana ketika Allah menyusupkan ketenangan, bagaimana rasanya ketika jiwa kita tenang, bagaimana rasanya ketika jiwa kita puas dalam ikhtiar lahir dan batin (yang ketika itu) sudah kita lakukan dengan sungguh-sungguh, dan bagaimana setelahnya (ketika) kita kemudian ridho atas takdir-takdir yang menimpa diri kita. Khabarkanlah saja, tugas kita hanyalah ber amar makruf nahi munkar, ber silaturahmi , ber empati atas sesama manusia, membawa berita gembira, membawa berita tentang kebenaran Al qur’an dan sunnah, bukanlah mengajari apalagi menghakimi. Kata Allah ;  “Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya”. (QS. Al Mudatstsir 1-11).

 Terlihat begitu sederhana ya..?. Namun kenyataannya ketika kesadaran diri kita berbenturan dengan dengan kesadaran kolektif, kesadaran orang lain,  diantara keluarga kita saja,istri-suami atau anak misalnya,  dampaknya akan begitu hebat, mengguncang keyakinan diri kita. Lantas bagaimana caranya kita mengkhabarkan ?. Belum saja kita ngomong sudah dianggap aneh, atau dikatakan apa saja. Ugh..!. Sementara untuk mengelola kesadaran diri kita saja, butuh energy yang luar biasa besarnya, butuh  pengorbanan dan perjuangan maha berat . Betul-betul jalan mendaki lagi sukar bagi  jiwa kita yang mengalaminya, berat bagi kesadaran diri kita yang terombang ambing bagai di terpa badai. (Bagaimana kesulitannya akan di kaji dalam kajian terpisah)

Namun khabarkanlah saja, khabarkan melalui apa saja, melalui lisan, melalui tulisan, melalui angin, melalui cipta-kreasi, melalui tindakan dan perbuatan kita, melalui apa saja yang kita bisa, semampu kita, sesuai dengan kondisi kita saat terkini. Berupaya mempengaruhi kesadaran kolektif masyarakat ke arah kebaikan, memberikan pembanding  dan keseimbangan atas berita-berita lainnya.  Menjadi kekuatan perubahan atas kesadaran kolektif masyarakat kita. Bangsa Indonesia. Semoga kita di mudahkan-Nya.

Mampukah diri kita dalam memberikan khabar kepada orang terdekat ?. Istri atau suami misalnya ?. Bagaimanakah tolak ukurnya ?.  Apakah akan secara otomatis ketika kita sudah menerima Islam maka orang terdekat kita kemudian juga akan menerima Islam ?. Apakah jika kita gagal dalam memberikan contoh, khabar, atau sharing kepada istri atau suami kita, lantas akan dianggap sama saja. Aapakah kemudian, seorang  suami atau istri akan diukur ke Islaman nya berdasarkan perilaku pasangannya ?. Masih banyak pertanyaan lainnya lagi.

Kita harus menyadari, bahwa kesulitan utama dalam  mendobrak kesadaran kolektif, (ketika) kita menyampaikan khabar justru datang dari orang-orang terdekat kita sendiri. Biasanya penentangan utama muncul dari pasangan kita sendiri. Dalam logika kita, seharusnya sang  suami ataupun  sebaliknya sang   istri akan lebih mudah percaya kepada kita, sebab mereka adalah orang terdekat kita. Tetapi faktanya malah justru sebaliknya.  Pasangan kita lebih sering menolak khabar yang disampaikan oleh pasangannya masing-masing ,  bahkan tidak jarang melakukan penentang yang nyata atas khabar yang sedang kita sampaikan. Khabar akan kebenaran Islam.  Maka jika kita mendapatkan istri atau suami kita  telah mau menerima khabar tersebut, mau merelakan pasangannya berada di jalan Allah, maka bersyukurlah karena kita telah mendapatkan perhiasan terindah di dunia ini. Teman seperjalanan dalam spiritual. Maka peganglah dia erat-erat.  

Namun jika pasangan kita ber perilaku sebaliknya. Kalau begitu kejadiannya, maka cepat-cepatlah berkumpul dengan orang sholeh, orang yang sama-sama memahami, teman se perjalanan dalam spiritual. Sebab kegalauan jiwa akan sangat berbahaya bagi dirinya. Apakah dengan penentangam  istri atau suami atau lainnya nanti, dia akan menjadi  kafir setelah ber-iman ?. Disinilah ujiannya. Disinilah letak pengajaran Allah bagi dirinya.

“Wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah maha Pengampun, Maha Penyayang “. (QS. At Taghabun, 14)

“ Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar”.   (QS. At Taghabun, 15)

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlahinfakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang yang beruntung”. (QS. At Taghabun, 16)

Masing-masing orang tidaklah sama, telah di berikan kadar dan ukurannya, sanggupkah mereka lepas dari ke semuanya itu. Sanggupkah dengan keadaannya yang demikian itu dia tetap memiliki rasa sambung kepada Allah ?. Sebab penentangan istri atau suami kepada dirinya, akan menjadikan dirinya tidak memiliki pegangan. Coba saja bagaimana rasanya  jika setiap hari, setiap detik dalam rumah tangga kita, ada ketidak sepahaman ?. Kesadaran kita akan tersedot ke arah masalah-masalah itu, kita akan kesulitan menuju kepada Allah. Inilah salah satu bentuk HANTU lainnya, yang kemudian menjadi TUHAN kita, jika kita tidak mampu melepaskan diri, dari keterikatan ini.  Sungguh halus sekali, hantu-hantu yang kita ciptakan tersebut, menyaru menjadi Tuhan-Tuhan kita. Bagaimana   tidak, jika setiap kali kita sholat justru yang selalu muncul adalah wajah suami atau wajah istri yang lagi be-te, bukannya wajah Allah. He..he..Hik..!. Bukankah Hantu tersebut  akan menjadiTuhan ?.

Jika kita mampu lepas dari semua itu, maka bersyukurlah sebab kita telah melewati hal tersulit dalam hidup kita. Maka jika kemudian semua diri, berupaya sebisa, semampu dirinya, meski dalam keterbatasan dirinya yang ada, dia tetap mau mengkhabarkan berita-berita baik tentang Islam. Berita baik tentang Iman, berita baik tentang Ikhsan. Bersedia membendung derasnya arus informasi dari luar Islam. Memberikan berita pembanding, menjadi saksi atas berita-berita yang benar. Setiap diri menjadi saksi. Maka umat Islam tentunya hanya akan mau menerima informasi yang benar saja, informasi yang tidak  real akan dianggap sebagai spam  atau bahkan akan di delete dari memory kesadarannya. Umat Islam hanya kan mau menerima Islam yang realitas saja,  bukan gagasan manusia yang bermain di angan-angan. Karena hakekatnya realitas adalah Islam itu sendiri. Semoga. Walohualam.  


salam

arif


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali