Diskusi Tasawuf, Mengungkap Jatidiri 'AKU'


Pengantar : Rangkaian diskusi ini sengaja dihantarkan kembali. Diskusi yang sudah lama terpendam. Entah kenapa ingin dituangkan kembali. Agar diri ini kembali mengulang pengajaran Allah. Mohon maaf karena diposting apa adanya, maka rangkaian diskusi dimulai dari bagian bawah tulisan ini, berdasarkan waktunya. Salam

From: Arif Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
To:
 IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au> 
Sent:
 Friday, 14 May 2010 7:36 PM
Subject:
 Bls: Bls: Bls: Bls: Kondisi jiwa: zero mind

Pada saatnya sang AKU harus kembali jua,  INALILAHI WAINAILAHI ROJIUN, janganlah sang AKU , mengaku aku lagi. Dari Allah kembali ke Allah. maka selesai sudah tugas sang AKU. Meski Raga kita masih mengikuti takdirnya namun sang AKU, telah kembali dalam dekapan TUHANNYA. Maka yang tampak adalah pujian Alhamdulillah. Sebab semuanya adalah hanya Allah adanya. SEGALA PUJI BAGI ALLAH. segala daya yang menggerakan adalah ALLAH adanya LAHAULA WALA KUWATA ILLA BILLAH. Sungguh tanpa batas semuanya diman-mana, pada mikro kosmos, pada makro kosmos. Maka tak lelah kita ber tak bir ALLAH HU AKBAR. Selesai sudah makrifat kita sampai disini.  Itulah hakekat do'a dan pujian kita. saat kita mampu melafadz satu tasbih saja, gunung kan hancur luluh.




Dari: Arif Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
Kepada:
 IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Terkirim:
 Jum, 14 Mei, 2010 17:59:46
Judul:
 Bls: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Kalau sudah semua terakumulasi, telah berada dalam kesadaran sang observer, maka kita telah mengamati 'hal' sebuah ilusi, yang dengan kesadaran sang 'AKU' menjadi sebuah persepsi. Ingat Oberserver tetap subjektive, meski hanyalah mengamati, namun akan selalu dikonversi terhadap pemahamannya(baca; memory). Inilah EGO manusia. Alam semesta tidaklah kelihatan sebagaimana adanya, tubuh kita tidaklah seperti itu. Hanya rangkaian atom, rangkaian atom yang kemudian bila kita singkap , nyatanya hanyalah kekosongan. Maka yang tadi nampak nyata nyatanya hanyalah ~semua ilusi saja, Maka pasrahkan 'sang pengamat' 'sang hakim' atau apa saja sebutannya.(.Di Islam disebut AKU. ) Pasrahkan pengamatan kita, jangan berpresepsi lagi, akui kelemehan kita. kepada Dzat yang sering kita tasbihkan ...SUBHANALLOH , Dzat yang maha suci, pasrahkan kepada dzat ini, sebut terus dengan lirih, terus menerus, asosiasikan kita kepada dzat ini,kepasrahan total tanpa reserve, pengamat tidak ada lagi. Akui Ego kita telah melakukan pengamatan kepada alam semesta yang ilusi Pasrahkan kepada Dzat ini. Hanya Dzat inilah yang mutlak adanya, bukan ilusi.. kita bersamanya..suci bersama-NYA bebas dari ilusi dan persepsi...bersama kehadirannya..tidak akan ada ilusi.

Kalau masih sulit; coba imajinasikan, jikalau semua manusia di alam semesta tidur semua, apakah masih ada alam semesta ini..?. Saat kita memikirkan sesuatu benda, maka benda lainnya tak terpikirkan lagi alias tidak ada dalam kesadaran kita. Maka benda sejatinya adalah ilusi sebuah kesadaran. KESADARAN MURNI ADALAH KESADARAN , Dzat yang senantiasa hidup dan bergerak. YANG BEBAS DARI ILUSI DAN PERSEPSI ~YANG MAHA SUCI. Inilah arti Subhanalloh...dalam sujud kita...maka pasrahkan disini. 

Dari pemahaman ini kita akan mendapatkan pemahaman "BAHWA SEJATINYA BUKAN KITA YANG MELEMPAR NAMUN ALLAHLAH YANG MELEMPAR". Tidak ada lagi kehendak kita, yang ada adalah kehendak Allah. Bukan lagi kita yang menggerakkan tubuh kita, namun Allah yang menggerakan atas kesadaran diri kita. maka disini kita telah stabil...tercapailah JIWA YANG TENANG ITU.



Dari: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Kepada:
 Arif Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
Terkirim:
 Jum, 14 Mei, 2010 13:13:20
Judul:
 Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind

Ketika membaca ini, kok terasa ada sesuatu yang bergerak-gerak di dada saya, seperti rasa berdebar mau ujian, tapi bukan, pokoknya berdesir, dan bergerak-gerak.
Rasa ini rasa yang belum pernah saya.
Sudah dulu, saya belum bisa menuliskan.

Saya amati dulu.



From: Arif Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
To:
 IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Sent:
 Fri, 14 May, 2010 1:55:42 PM
Subject:
 Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind

Bashiroh dapat sebagai sang pengamat , dapat sebagai sang hakim, yang akan mengadili jiwa saat bersalah (hingga timbul siksa), dapat pula sang penunjukan jalan menuju Dzat, karena dia-lah yang terdekat kepada Dzat. Perlu kontempelasi dahulu , tundukkan pikiran (Jiwa) dengan pemahaman ini, agar tidak menghijab. Mulai darai penciptaan manusia dahulu ikuti dengan rasa, sikulus rantai makanan, kemana saja atom-atom bergerak di alam raya ini. Saat kita mati kemana saja atom bergerak, kemudian terkumpul di tumbuh manusia, menjadi kumpulan ide di dalam sperma. Dan terrciptalah manusia. Pahami ide-ide dasar ini dahulu. Jangan langsung masuk. Tundukkan pikiran dengan pemahaman dahulu. Mulai rasakan saja, kalau sudah 'ngeh' baru masuk ketahap latihan. Jangan tanyakan kenapa saya bisa bicara begini, saya juga tidak tahu, saya bisa berda dalam "HAL' yang melompat lompat. Inilah fungsi saya,

salam

--- Pada Jum, 14/5/10, IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au> menulis:


Dari: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Judul: Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Kepada: "Arif Budi utomo" <budiutomoarif@rocketmail.com>
Tanggal: Jumat, 14 Mei, 2010, 3:22 AM
Ya... ya.. Ininilah. Memang inilah dia. Ini yang saya cari. Otak saya saat ini berfikir betul.
namun ketika saya mencoba ke arah itu, dek ... kok tidak sampai ke sana. Masuk ke dalam diri bisa, inti atom masih bisa, kosong masih bisa.
Lalu bagaimana, kok kosong. Untuk sampai kosong tapi isi, belanjut ke ide dan kehendak ini masing hilang, missing link. karena dari ide, ke kehendak, ke niat sudah jelas, saat inipun bisa. Ada satu gap satu jurang yang belum ada njalan.

Coba saya turuti saran yang pertama, yaitu "Dengarkan bashiroh" an ikuti. Karena kalau ikuti jiwa tidak ketemu, ikuti raga lebih parah lagi.
tak ada yang diikuti cuma muetr-muet bolak balik nggak tentu.

Masih ada kendala "apakah mengikuti bashiroh" ini akan sampai ke sini, ataukah ke arah lain, ataukah .... yaitu saya coba saja amati, dan saksikan,
karena kita hanyalah penyaksi.




From: Arif Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
To:
 IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Sent:
 Fri, 14 May, 2010 11:14:34 AM
Subject:
 Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Gunakanlah mata hati, seringkali dengarkanlah bashiroh saja. Ikuti karena dia akan menuntut kepada Dzat Mutlak. Sekarang kita semua masih dalam keadaan HAL dalam derajatnya masing-masing belum ke makom yang sesungguhnya. Masuklah ke dalam diri, ke dalam inti atom yang tersembunyi, hingga terasa tidak ada inti lagi, hingga tidak ada yang bisa dibandingkan lagi, wilayah kosong yang isi. Rasakan inti tersebut diliputi  ide,  dan  kehendak, kehendak menjadi NIAT, Niat kemudian menjadi gerak yang meliputi kita. Sang MAHA GERAK yang MAHA HIDUP. Pertanda adanya gerak tersebut adalah aliran masuk nafas, aliran keluar nafas. Rasakan kita, atom kita, badan kita diliputi SANG MAHA GERAK, MAKA KEMUDIAN KITA HIDUP. Menjalankan seluruh aktifitas. 

Maka fungsi NIAT menjadi penting dalam setiap aktifitas kita. saat niat diarahkan kepada pemberi gerak, maka itulah ibadah. Demikian. Walohualam

--- Pada Jum, 14/5/10, IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au> menulis:


Dari: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Judul: Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Kepada: "Arif Budi utomo" <budiutomoarif@rocketmail.com>
Tanggal: Jumat, 14 Mei, 2010, 2:50 AM
Ok, tepat sekali.
Bahasa inilah yang saya maksudnya, cuma saya belum mampu menggambarkan dan menuliskannya.
Kondisi ini yang masih sulit dicerna dan digambarkan dengan keterbatasan indera, karena selalu terfokus dan terbatasi atau daya ukur kita yang
dibatasi oleh keterbatasan indera. Mata kita, tidak setajam elang, hidung kita tak setajam anjing, indera pencium panas tak sekuat ular, pendengaran kita
tak
 sejauh ikan paus dan seluruh keterbatasan kita yang membuat kita ini kecil bahkan sangat kecil. Sementara jiwa itu bisa meluas seluas duania,
maka raga yang sempit ini tidak mampu atau tidak siap menerima perubahan ini.
 


From: Arif Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
To:
 IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Sent:
 Fri, 14 May, 2010 10:38:55 AM
Subject:
 Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Dalam dimensi Jiwa,seperti itu adanya. Semua menjadi realitas karena berada pada tataran antimateri. Apapun bisa terjadi mau dimasa lalu atau masa kini, atau mencipta apa saja, membuat realitas-realitas baru apa lagi. Sebagaimana sang Pencipta yang mampu menciptakan apa saja. Dalam dimensi Jiwa, bila kita berkehendak KUN, jadi maka jadilah. Kita menginginkan jadi raja, seketika Jiwa kita telah  menjelma menjadi Raja. Karena sesungguhnya Jiwa sekali lagi adalah refleksi dari sang Penciptanya sendiri. Ibarat cermin yang memantulkan cahaya. Jiwa adalah refleksi atas pantulan tersebut. Kemudian sang Pencipta mensifati dirinya dengan Ar rohman-Ar rohim. Inilah batasan 'karma' dalam hindu-budha, atau sunatulloh dalam Islam, yang harus diemban dalam menjalankan rencana sang Maha ini. 

Dzat ini senantiasa sibuk dengan ide-kreasi-kehendak-nya, dia yang Maha Hidup. Karena sesungguhnya dialah yang HIDUP bukan refleksinya, bukan pantulan cahaya-NYA. Hidup dalam ide-ide dalam atom-atom yang membawa kepada realitas. Atom ini tersimpan dimana saja, tersimpan rapat dalam sperma. Berupa rangkaian DNA-RNA, perbedaan susunan atom ini, membedakan ide yang terkandungnya, sehingga manusia memiliki potensi JIwa dengan ukurannya masing-masing. Ide belum menjadi kehendak jika belum diucapkan KUN. Maka ide ini kadang tidak muncul belum merupakan KEHENDAK, tersimpan saja, bersama jutaan sperma lainnya yang mati.

Manusia dengan ilmu-nya mampu memberikan kesadaran ini, sehingga dia tidak terjebak kepada ilusi. Ilusi adalah refleksi Jiwa yang tidak diarahkan kepada Dzat pemilik ide. Bila kesadaran manusia berada pada refleksi ini maka dia akan merasakan tersiksa.

Islam mengajarkan~sebagai penyempurnaan agama-agama terdahulu~dan kitab-kitab terdahulu. Agar JIwa dalam kesadaran bersama Raga-nya. Menyempurnakan takdirnya, penghayatan yang sempurna. Menjadi wujud sempurna, ide dan jasadnya. Anti materi dan materi. Jiwa dan Raga. Agar JIwa tidak meliar kemana saja, atau menciptakan realitas-realitas baru, sebab mencipta adalah wilayah KEKUASAAN TUHANNYA. Agar manusia selamat.
Refleksi sejatinya hanya refleksi. Ketika dia berupaya merefleksikan lagi, maka hakekatnya dia menyaingi Dzat awal yang menyebabkan dia ter-refleksi. Maka kemudian dia akan tersiksa amat sangat.

Mengamati dan menganalisa adalah langkah bijak, untuk dapat mengenali dan memahami hal ini, dengan sebuah keyakinan hakiki. Hingga mampu melihat dengan keyakinannya bahwa Alam semesta sejatinya adalah hanya refleksi, yang ada hanyalah ALLAH. Kita yang mengkabarkan dan menjadi saksi adanya ALLAH ini, yang kelihatan lebih NYATA dari realitas alam semesta ini. walohualam

--- Pada Jum, 14/5/10, IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au> menulis:


Dari: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Judul: Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Kepada: "Arif Budi utomo" <budiutomoarif@rocketmail.com>
Tanggal: Jumat, 14 Mei, 2010, 2:00 AM
Betul, kelihatannya sulit sekali berhubungan.
Pagi tadi saya membawa dan mengajak jiwamu sholat fajar bersama saya. Dan saya bisa merasakan benar-benar kamu ada di belakang saya makmum sholat fajar. Namun seperti tidak tahan belum sampai satu rokaat saya sudah tidak merasakan lagi. Saya masih mendengan (merasakan) kamu mengamini
ketika saya membaca AL Fathihah. Lalu banyak juga seperti "jiwa" atau ruh atau apa saja yang ikut shalat bersama saya. Namun juga baru pada rokaat pertama, waktu kedua semua hilang. Nggak tahu apa sebabnya.

Saya setuju dan pas dengan penjelasan di bawah ini. Memang seperti itu adanya. Betul tentang Ide atau dalam bahasa kita sering disebut kehendak.
Ketika Allah berkehendak. Sekali lagi Ide atau kehendak kita harus seperti yang saya jelaskan harus dalam batasan Bismilahirrohman nirrohim. Dalam perlindungan Allah, dengan menyebut nama Allah, meminta bantuan, mengikuti. Karena kita tidak bisa melihat atau merasakan datangnya secara langsung,
dan juga membuktikan apakah kehendakNya itu, maka yang harus dilatukan adalah "Fitrah", menerima apapun informasi yang kita terima itu. Mengolah, menganalisa, memutuskan kehendak kita (karena inilah kebebasan yang diberikan untuk kita), dengan mengucapkan Bismillah.

Bismillah adalah wujud Kun atau kehendak dalam batasan yang diridhoiNya, yaitu mengikuti jalanNya, bukan kebebasan liar tanpa batas.

dengan kondisi saya saat ini, saya merasakan bisa menghubungi jiwa-jiwa yang lain, menyapa jiwa-jiwa keluarga kita, Tio, Barkah dan menanyakan
sebab dan penderitaan mereka, sebagaimana saya bisa menjenguk jiwamu, bahkan mengajak sholat fajar bersama pagi tadi.

Apakah ini nyata? real?. halusinasi?. Tapi saya bisa merasakan seperti rasa berdesirnya angin, say bisa merasakan seperti kalau kita merasakan senang, gembira, sedih dll.
Bukan sebuah pemikiran, atau bayangan, ketika kita berfikir, tak ada desir atau "rasa". Entahlah, wallahu aklam.
Saya hanya mengamati, menerima informasi, tanpa memberi penilaian, tak merisaukan apakah ini benar, apakah ini nyata, informasi yang saya terima
saya simpan saja, suatu saat akan saya pergunakan kalau perlu.
 


From: Arif Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
To:
 IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Sent:
 Fri, 14 May, 2010 9:25:18 AM
Subject:
 Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Keadaan saya memang senantiasa begitu , super sensitif. Kalau dalam sufi di kenal sebagai 'HAL', yaitu keadaan yang selintas datang pada makom spiritual namun bukan makom itu sendiri. kalau makom adalah 'hal' yang sudah inheren, menetap. Dalam keadaan seperti itu saya berkutat dalam kontempelasi saya sendiri. Suara dan informasi dari luar kadang menambah rasa , hanya bisa dilakukan dengan istirahat dan tafakur.
Jadi banyakan tidurnya.

Sesungguhnya yang kita latih adalah bukan 'zero mind' ,. Itu hanyalah untuk memudahkan dalam penyampaian saja. Saat kita telah zero ~kemudian pelan-pelan kita bangkitkan kesadaran dari zero ada sesuatu kekuatan, maha dasyat, kosong tapi ada. Kekuatan itu memiliki ide, Ada sebuah ide dasar, dari ide menjadi pikiran, dari pikiran menjadi realitas,. Ide dasar termuat pada quark dan neutronio atom, menjadi atom, membentuk senyawa, membentu benda, dan seterusnya.  Dari situ kemudian kita keluar menjadi realitas alam semesta, diri kita. Realitas alam semesta kemudian. Semua dalam kesadaran kita saja. Saat kita tidur kesadaran akan diri kita tidak ada. Jiwa kita tidak ada, ditahan oleh kesadaran hakiki/universal/murni. Allah.  

Ide-ide dasar dalam atom tadi, dalam tubuh manusia, mewujud menjadi JIWA.  Maka jiwa kadang dapat berupa angan, pikiran, menjadi memory. Maka JIwa adalah refleksi dari sang penciptanya sendiri. Kumpulan dari ide. Kumpulan ide ini harus melebur kepada kesadaran hakiki, Dzat Allah.

Karena berwujud ide~ Karena itu Jiwa mampu berada dimana-mana , bahkan menciptakan realitas-realitas baru. Dalam ajaran Hindu karena kekuatan Jiwa (ilusinya) Jiwa dapat lahir beberapa kali. Ide-ide yang berkumpul membentuk eter~ sebuah frekwensi yang mampu memasuki raga siapa saja. Inilah teori reinkarnasi. Raganya diri kita namun, pemikiran (ide/jiwa) adalah Ronggowarsito, atau mungkin sultan Agung. Sebab apa ?. Ide ini tersimpan dalam susunan atom, yang senantiasa akan memunculkan radiasinya. Efek radisasi akan bertahan dialam semesta, Ingat hukum kekekalan energi..?. Jadi siapapun yang mampu menggetarkan atom2 ini akan mampu berada diwilayah manapun yang dia suka, bahkan membentuk realitas-realitas baru. Inilah penjelasan kenapa, kita mesti membentuk imajinasi kita, seperti yang mas sering utarakan. Roh harus menciptakan takdirnya sendiri dahulu. Kalau ingin jadi presiden, siapkan jiwa jadi presiden dahulu, nanti raga mengikuti, mas pernah mengatakan itu.

Namun bila Jiwa menciptakan realitasnya sendiri, bersiap-siaplah untuk menerima efek sampingnya. Yaitu penderitaan, kesedihan, kesakitan, dan lain sebagainya. Kecuali jiwa mengembalikan dahulu ide-ide tersebut, kepada Dzat pemilik sejati atas Ide atas KUN. Sehingga yang bekerja adalah sang pemilik Ide itu sendiri dan kita tinggal mengikuti. Kita tinggal mengamati atas bekerjanya ide-ide tersebut.

Yang mas alami adalah terbukanya hijab, sehingga ide-ide mampu terlihat dengan sangat nyata, berupa kumpulan memory yang sangat nyata. Sebagaimana seandainya kita masuk ke dalam sebuah film yang sedang diputar.

Ide-ide ini saling terikat (baca; Jiwa) satu dan lainnya, membentuk sebuah rencana besar. Saling melengkapi saling bersubititusi, bersublimasi, menjadi sebuah Takdir (program). Sehingga jika kita mampu membuka hijab ini, maka kita akan mampu berkomunikasi dengan jiwa-jiwa yang lain. Bila kita lebih kuat kita dapat mempengaruhi sesuai dengan keinginan kita. Agak berbeda dengan hypnotis. Kalau hypnotis memanipulasi. Maka yang ini hanya menyamakan frekwensi atas ide-ide, sehingga orang tersebut akan merasa dekat, tunduk, atau apa saja yang kita inginkan.

Kemampuan inilah yang dimiliki para resi. Kemampuan ini akan memuluskan jalan bagi sebuah rencana, jikalau memang menjadi Takdir kita bersama. maka sekarang sudah menjadi tampak dengan ini. Mas, silahkan berkontempelasi dengan ini. karena saya belum diijinkan untuk kontak langsung, akan mempengaruhi JIwa saya. sebab radiasi mas, sudah terlalu tinggi. (ada yang ingin ditanyakan bisa lewat email saja-maaf harus begitu)

salam


--- Pada Kam, 13/5/10, IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au> menulis:


Dari: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Judul: Kondisi jiwa: zero mind
Kepada: "arif" <budiutomoarif@rocketmail.com>
Tanggal: Kamis, 13 Mei, 2010, 10:13 AM
Seperti yang saya jelaskan dalam email sebelumnya.

Jiwa saya bisa melayang ke masa lalu, bahkan saat saya masih bayi.
Kondisi saya waktu digodok oleh Almarhum Bp. DImasukkan ke kolam dingin.
Masih bisa saya rasakan dinginnya air, lalu pegangan tangan dan doa-doa yang dibisikkan.
Sepertinya doa Al Ikhlas.
Masuk, bleng, lalu timbul banyak kesadaran, sesuatu yang sebelumnya tak terlihat menjadi jelas.

Selama ini proses peluasan jiwa yang saya atau kita lakukan kurang tepat bahkan salah.
Prose pelatihan jiwa kita berdasarkan proses zero mind, kekosongan, seperti kertas putih yang belum ditulis,
bersih. Ini adalah paradigma dan asumsi yang salah.

Seharusnya proses kita berpijak seperti kondisi bayi yang baru lahir, beberapa menit atau jam, yaitu kondisi "Fitrah".
Keadaan suci tanpa dosa, tapi bukan suatu kekosongan.
Ada satu kekuatan yang maha dahsyat yang melindungi bayi ini dari berjuta mara bahaya, ada tangan-tangan yang kuat yang menjaga
si bayi ini. Ada proses penyerapan informasi yang sangat hebat, yang bisa menyimpan berjuta informasi sekaligus, tanpa menolak, tanpa
analisa, bleng, kondisi siap tempur, kondisi siap menerima, kondisi on siaga penuh dengan benteng yang luar biasa yaitu "ruh".

Cukup berat menjelaskannya, namun yang pasti kondisi zero mind yang kita perlukan bukanlah jiwa yang kosong jiwa yang bersih saja,
itu tidak cukup, tapi jiwa yang mebawa sifat dasar kita, jiwa yang membawa pakaian pelindung. Jiwa yang siap menerima jutaan badai informasi melalui seluruh panca inder, kulit, tangan, hidund dsb.

Seperti halnya tubuh kita yang membawa pelindung bawaan yang melindungi isi organ tubuh yaitu kulit kita. Kemudian kita perlu menambah pelindung berupa pakaian luar.
Maka jiwa membawa pelindung bawaan yang menjaga jiwa dari badai informasi yang merusak yaitu ruh. kalau badan memerlukan pakaian, yang harus diperbarui setiap beberapa waktu.
Maka jiwa juga perlu pakaian luar yaitu agama, pengalaman rohani, dsb, dan ini perlu diperbarui setiap saat.

Ok, maka siap-siaplah kita kembali ke Fitrah.

Padahal setiap Iedul Fitri, kita menyebut dan berdoa kita kembali ke Fitrah, namun dengan ucapan saja tanpa isi atau makna di dalamnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali