Bashiroh
dapat sebagai sang pengamat , dapat sebagai sang hakim, yang akan mengadili
jiwa saat bersalah (hingga timbul siksa), dapat pula sang penunjukan jalan
menuju Dzat, karena dia-lah yang terdekat kepada Dzat. Perlu kontempelasi
dahulu , tundukkan pikiran (Jiwa) dengan pemahaman ini, agar tidak menghijab.
Mulai darai penciptaan manusia dahulu ikuti dengan rasa, sikulus rantai
makanan, kemana saja atom-atom bergerak di alam raya ini. Saat kita mati
kemana saja atom bergerak, kemudian terkumpul di tumbuh manusia, menjadi
kumpulan ide di dalam sperma. Dan terrciptalah manusia. Pahami ide-ide dasar
ini dahulu. Jangan langsung masuk. Tundukkan pikiran dengan pemahaman dahulu.
Mulai rasakan saja, kalau sudah 'ngeh' baru masuk ketahap latihan. Jangan
tanyakan kenapa saya bisa bicara begini, saya juga tidak tahu, saya bisa
berda dalam "HAL' yang melompat lompat. Inilah fungsi saya,
salam
--- Pada Jum, 14/5/10, IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au> menulis:
Dari: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Judul: Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Kepada: "Arif Budi utomo" <budiutomoarif@rocketmail.com>
Tanggal: Jumat, 14 Mei, 2010, 3:22 AM
Ya... ya.. Ininilah. Memang inilah dia. Ini yang saya
cari. Otak saya saat ini berfikir betul.
namun ketika saya mencoba ke arah itu, dek ... kok tidak sampai ke sana.
Masuk ke dalam diri bisa, inti atom masih bisa, kosong masih bisa.
Lalu bagaimana, kok kosong. Untuk sampai kosong tapi isi, belanjut ke ide dan
kehendak ini masing hilang, missing link. karena dari ide, ke kehendak, ke
niat sudah jelas, saat inipun bisa. Ada satu gap satu jurang yang belum ada
njalan.
Coba saya turuti saran yang pertama, yaitu "Dengarkan bashiroh" an
ikuti. Karena kalau ikuti jiwa tidak ketemu, ikuti raga lebih parah lagi.
tak ada yang diikuti cuma muetr-muet bolak balik nggak tentu.
Masih ada kendala "apakah mengikuti bashiroh" ini akan sampai ke
sini, ataukah ke arah lain, ataukah .... yaitu saya coba saja amati, dan
saksikan,
karena kita hanyalah penyaksi.
From: Arif Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
To: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Sent: Fri, 14 May, 2010 11:14:34 AM
Subject: Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Gunakanlah
mata hati, seringkali dengarkanlah bashiroh saja. Ikuti karena dia akan
menuntut kepada Dzat Mutlak. Sekarang kita semua masih dalam keadaan HAL
dalam derajatnya masing-masing belum ke makom yang sesungguhnya. Masuklah
ke dalam diri, ke dalam inti atom yang tersembunyi, hingga terasa tidak ada
inti lagi, hingga tidak ada yang bisa dibandingkan lagi, wilayah kosong
yang isi. Rasakan inti tersebut diliputi ide, dan kehendak,
kehendak menjadi NIAT, Niat kemudian menjadi gerak yang meliputi kita. Sang
MAHA GERAK yang MAHA HIDUP. Pertanda adanya gerak tersebut adalah aliran
masuk nafas, aliran keluar nafas. Rasakan kita, atom kita, badan kita
diliputi SANG MAHA GERAK, MAKA KEMUDIAN KITA HIDUP. Menjalankan seluruh
aktifitas.
Maka fungsi NIAT menjadi penting dalam setiap aktifitas kita. saat niat
diarahkan kepada pemberi gerak, maka itulah ibadah. Demikian. Walohualam
--- Pada Jum, 14/5/10, IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au> menulis:
Dari: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Judul: Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Kepada: "Arif Budi utomo" <budiutomoarif@rocketmail.com>
Tanggal: Jumat, 14 Mei, 2010, 2:50 AM
Ok, tepat sekali.
Bahasa inilah yang saya maksudnya, cuma saya belum mampu menggambarkan dan
menuliskannya.
Kondisi ini yang masih sulit dicerna dan digambarkan dengan keterbatasan
indera, karena selalu terfokus dan terbatasi atau daya ukur kita yang
dibatasi oleh keterbatasan indera. Mata kita, tidak setajam elang, hidung
kita tak setajam anjing, indera pencium panas tak sekuat ular, pendengaran
kita tak
sejauh ikan paus dan seluruh keterbatasan kita yang membuat kita ini
kecil bahkan sangat kecil. Sementara jiwa itu bisa meluas seluas duania,
maka raga yang sempit ini tidak mampu atau tidak siap menerima perubahan
ini.
From: Arif Budi
utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
To: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Sent: Fri, 14 May, 2010 10:38:55 AM
Subject: Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Dalam
dimensi Jiwa,seperti itu adanya. Semua menjadi realitas karena berada
pada tataran antimateri. Apapun bisa terjadi mau dimasa lalu atau masa
kini, atau mencipta apa saja, membuat realitas-realitas baru apa lagi.
Sebagaimana sang Pencipta yang mampu menciptakan apa saja. Dalam dimensi
Jiwa, bila kita berkehendak KUN, jadi maka jadilah. Kita menginginkan
jadi raja, seketika Jiwa kita telah menjelma menjadi Raja. Karena
sesungguhnya Jiwa sekali lagi adalah refleksi dari sang Penciptanya
sendiri. Ibarat cermin yang memantulkan cahaya. Jiwa adalah refleksi atas
pantulan tersebut. Kemudian sang Pencipta mensifati dirinya dengan Ar
rohman-Ar rohim. Inilah batasan 'karma' dalam hindu-budha, atau
sunatulloh dalam Islam, yang harus diemban dalam menjalankan rencana sang
Maha ini.
Dzat ini senantiasa sibuk dengan ide-kreasi-kehendak-nya, dia yang Maha
Hidup. Karena sesungguhnya dialah yang HIDUP bukan refleksinya, bukan
pantulan cahaya-NYA. Hidup dalam ide-ide dalam atom-atom yang membawa
kepada realitas. Atom ini tersimpan dimana saja, tersimpan rapat dalam
sperma. Berupa rangkaian DNA-RNA, perbedaan susunan atom ini, membedakan
ide yang terkandungnya, sehingga manusia memiliki potensi JIwa dengan
ukurannya masing-masing. Ide belum menjadi kehendak jika belum diucapkan
KUN. Maka ide ini kadang tidak muncul belum merupakan KEHENDAK, tersimpan
saja, bersama jutaan sperma lainnya yang mati.
Manusia dengan ilmu-nya mampu memberikan kesadaran ini, sehingga dia
tidak terjebak kepada ilusi. Ilusi adalah refleksi Jiwa yang tidak
diarahkan kepada Dzat pemilik ide. Bila kesadaran manusia berada pada
refleksi ini maka dia akan merasakan tersiksa.
Islam mengajarkan~sebagai penyempurnaan agama-agama terdahulu~dan
kitab-kitab terdahulu. Agar JIwa dalam kesadaran bersama Raga-nya.
Menyempurnakan takdirnya, penghayatan yang sempurna. Menjadi wujud
sempurna, ide dan jasadnya. Anti materi dan materi. Jiwa dan Raga. Agar
JIwa tidak meliar kemana saja, atau menciptakan realitas-realitas baru,
sebab mencipta adalah wilayah KEKUASAAN TUHANNYA. Agar manusia selamat.
Refleksi sejatinya hanya refleksi. Ketika dia berupaya merefleksikan
lagi, maka hakekatnya dia menyaingi Dzat awal yang menyebabkan dia
ter-refleksi. Maka kemudian dia akan tersiksa amat sangat.
Mengamati dan menganalisa adalah langkah bijak, untuk dapat mengenali dan
memahami hal ini, dengan sebuah keyakinan hakiki. Hingga mampu melihat
dengan keyakinannya bahwa Alam semesta sejatinya adalah hanya refleksi,
yang ada hanyalah ALLAH. Kita yang mengkabarkan dan menjadi saksi adanya
ALLAH ini, yang kelihatan lebih NYATA dari realitas alam semesta ini.
walohualam
--- Pada Jum, 14/5/10, IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au> menulis:
Dari: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Judul: Re: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Kepada: "Arif Budi utomo" <budiutomoarif@rocketmail.com>
Tanggal: Jumat, 14 Mei, 2010, 2:00 AM
Betul, kelihatannya sulit sekali berhubungan.
Pagi tadi saya membawa dan mengajak jiwamu sholat fajar bersama saya. Dan
saya bisa merasakan benar-benar kamu ada di belakang saya makmum sholat
fajar. Namun seperti tidak tahan belum sampai satu rokaat saya sudah
tidak merasakan lagi. Saya masih mendengan (merasakan) kamu mengamini ketika saya membaca AL Fathihah. Lalu banyak juga
seperti "jiwa" atau ruh atau apa saja yang ikut shalat bersama
saya. Namun juga baru pada rokaat pertama, waktu kedua semua
hilang. Nggak tahu apa sebabnya.
Saya setuju dan pas dengan penjelasan di bawah ini. Memang seperti itu
adanya. Betul tentang Ide atau dalam bahasa kita sering disebut kehendak. Ketika Allah berkehendak. Sekali lagi Ide atau
kehendak kita harus seperti yang saya jelaskan harus dalam batasan
Bismilahirrohman nirrohim. Dalam
perlindungan Allah, dengan menyebut nama Allah, meminta bantuan,
mengikuti. Karena kita tidak bisa melihat atau merasakan datangnya secara
langsung,
dan juga membuktikan apakah kehendakNya itu, maka yang harus dilatukan
adalah "Fitrah", menerima apapun informasi yang kita terima
itu. Mengolah, menganalisa, memutuskan kehendak kita (karena inilah kebebasan
yang diberikan untuk kita), dengan mengucapkan Bismillah.
Bismillah adalah wujud Kun atau kehendak dalam batasan yang diridhoiNya,
yaitu mengikuti jalanNya, bukan kebebasan liar tanpa batas.
dengan kondisi saya saat ini, saya merasakan bisa menghubungi jiwa-jiwa
yang lain, menyapa jiwa-jiwa keluarga kita, Tio, Barkah dan menanyakan
sebab dan penderitaan mereka, sebagaimana saya bisa menjenguk jiwamu,
bahkan mengajak sholat fajar bersama pagi tadi.
Apakah ini nyata? real?. halusinasi?. Tapi saya bisa merasakan seperti
rasa berdesirnya angin, say bisa merasakan seperti kalau kita merasakan
senang, gembira, sedih dll.
Bukan sebuah pemikiran, atau bayangan, ketika kita berfikir, tak ada
desir atau "rasa". Entahlah, wallahu aklam.
Saya hanya mengamati, menerima informasi, tanpa memberi penilaian, tak
merisaukan apakah ini benar, apakah ini nyata, informasi yang saya terima
saya simpan saja, suatu saat akan saya pergunakan kalau perlu.
From: Arif
Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
To: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Sent: Fri, 14 May, 2010 9:25:18 AM
Subject: Bls: Kondisi jiwa: zero mind
Keadaan
saya memang senantiasa begitu , super sensitif. Kalau dalam sufi di
kenal sebagai 'HAL', yaitu keadaan yang selintas datang pada makom
spiritual namun bukan makom itu sendiri. kalau makom adalah 'hal' yang
sudah inheren, menetap. Dalam keadaan seperti itu saya berkutat dalam
kontempelasi saya sendiri. Suara dan informasi dari luar kadang
menambah rasa , hanya bisa dilakukan dengan istirahat dan tafakur.
Jadi banyakan tidurnya.
Sesungguhnya yang kita latih adalah bukan 'zero mind' ,. Itu hanyalah
untuk memudahkan dalam penyampaian saja. Saat kita telah zero ~kemudian
pelan-pelan kita bangkitkan kesadaran dari zero ada sesuatu kekuatan,
maha dasyat, kosong tapi ada. Kekuatan itu memiliki ide, Ada sebuah ide
dasar, dari ide menjadi pikiran, dari pikiran menjadi realitas,. Ide
dasar termuat pada quark dan neutronio atom, menjadi atom, membentuk
senyawa, membentu benda, dan seterusnya. Dari situ kemudian kita
keluar menjadi realitas alam semesta, diri kita. Realitas alam semesta
kemudian. Semua dalam kesadaran kita saja. Saat kita tidur kesadaran
akan diri kita tidak ada. Jiwa kita tidak ada, ditahan oleh kesadaran
hakiki/universal/murni. Allah.
Ide-ide dasar dalam atom tadi, dalam tubuh manusia, mewujud menjadi
JIWA. Maka jiwa kadang dapat berupa angan, pikiran, menjadi
memory. Maka JIwa adalah refleksi dari sang penciptanya sendiri.
Kumpulan dari ide. Kumpulan ide ini harus melebur kepada kesadaran
hakiki, Dzat Allah.
Karena berwujud ide~ Karena itu Jiwa mampu berada dimana-mana , bahkan
menciptakan realitas-realitas baru. Dalam ajaran Hindu karena kekuatan
Jiwa (ilusinya) Jiwa dapat lahir beberapa kali. Ide-ide yang berkumpul
membentuk eter~ sebuah frekwensi yang mampu memasuki raga siapa saja.
Inilah teori reinkarnasi. Raganya diri kita namun, pemikiran (ide/jiwa)
adalah Ronggowarsito, atau mungkin sultan Agung. Sebab apa ?. Ide ini
tersimpan dalam susunan atom, yang senantiasa akan memunculkan
radiasinya. Efek radisasi akan bertahan dialam semesta, Ingat hukum
kekekalan energi..?. Jadi siapapun yang mampu menggetarkan atom2 ini
akan mampu berada diwilayah manapun yang dia suka, bahkan membentuk
realitas-realitas baru. Inilah penjelasan kenapa, kita mesti membentuk
imajinasi kita, seperti yang mas sering utarakan. Roh harus menciptakan
takdirnya sendiri dahulu. Kalau ingin jadi presiden, siapkan jiwa jadi
presiden dahulu, nanti raga mengikuti, mas pernah mengatakan itu.
Namun bila Jiwa menciptakan realitasnya sendiri, bersiap-siaplah untuk
menerima efek sampingnya. Yaitu penderitaan, kesedihan, kesakitan, dan
lain sebagainya. Kecuali jiwa mengembalikan dahulu ide-ide tersebut,
kepada Dzat pemilik sejati atas Ide atas KUN. Sehingga yang bekerja
adalah sang pemilik Ide itu sendiri dan kita tinggal mengikuti. Kita
tinggal mengamati atas bekerjanya ide-ide tersebut.
Yang mas alami adalah terbukanya hijab, sehingga ide-ide mampu terlihat
dengan sangat nyata, berupa kumpulan memory yang sangat nyata.
Sebagaimana seandainya kita masuk ke dalam sebuah film yang sedang
diputar.
Ide-ide ini saling terikat (baca; Jiwa) satu dan lainnya, membentuk
sebuah rencana besar. Saling melengkapi saling bersubititusi,
bersublimasi, menjadi sebuah Takdir (program). Sehingga jika kita mampu
membuka hijab ini, maka kita akan mampu berkomunikasi dengan jiwa-jiwa
yang lain. Bila kita lebih kuat kita dapat mempengaruhi sesuai dengan
keinginan kita. Agak berbeda dengan hypnotis. Kalau hypnotis
memanipulasi. Maka yang ini hanya menyamakan frekwensi atas ide-ide,
sehingga orang tersebut akan merasa dekat, tunduk, atau apa saja yang kita
inginkan.
Kemampuan inilah yang dimiliki para resi. Kemampuan ini akan memuluskan
jalan bagi sebuah rencana, jikalau memang menjadi Takdir kita bersama.
maka sekarang sudah menjadi tampak dengan ini. Mas, silahkan
berkontempelasi dengan ini. karena saya belum diijinkan untuk kontak
langsung, akan mempengaruhi JIwa saya. sebab radiasi mas, sudah terlalu
tinggi. (ada yang ingin ditanyakan bisa lewat email saja-maaf harus
begitu)
salam
--- Pada Kam, 13/5/10, IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au> menulis:
Dari: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Judul: Kondisi jiwa: zero mind
Kepada: "arif" <budiutomoarif@rocketmail.com>
Tanggal: Kamis, 13 Mei, 2010, 10:13 AM
Seperti yang saya jelaskan
dalam email sebelumnya.
Jiwa saya bisa melayang ke masa lalu, bahkan saat saya masih bayi.
Kondisi saya waktu digodok oleh Almarhum Bp. DImasukkan ke kolam
dingin.
Masih bisa saya rasakan dinginnya air, lalu pegangan tangan dan doa-doa
yang dibisikkan.
Sepertinya doa Al Ikhlas.
Masuk, bleng, lalu timbul banyak kesadaran, sesuatu yang sebelumnya tak
terlihat menjadi jelas.
Selama ini proses peluasan jiwa yang saya atau kita lakukan kurang
tepat bahkan salah.
Prose pelatihan jiwa kita berdasarkan proses zero mind, kekosongan,
seperti kertas putih yang belum ditulis,
bersih. Ini adalah paradigma dan asumsi yang salah.
Seharusnya proses kita berpijak seperti kondisi bayi yang baru lahir,
beberapa menit atau jam, yaitu kondisi "Fitrah".
Keadaan suci tanpa dosa, tapi bukan suatu kekosongan.
Ada satu kekuatan yang maha dahsyat yang melindungi bayi ini dari
berjuta mara bahaya, ada tangan-tangan yang kuat yang menjaga
si bayi ini. Ada proses penyerapan informasi yang sangat hebat, yang
bisa menyimpan berjuta informasi sekaligus, tanpa menolak, tanpa
analisa, bleng, kondisi siap tempur, kondisi siap menerima, kondisi on
siaga penuh dengan benteng yang luar biasa yaitu "ruh".
Cukup berat menjelaskannya, namun yang pasti kondisi zero mind yang
kita perlukan bukanlah jiwa yang kosong jiwa yang bersih saja,
itu tidak cukup, tapi jiwa yang mebawa sifat dasar kita, jiwa yang
membawa pakaian pelindung. Jiwa yang siap menerima jutaan badai
informasi melalui seluruh panca inder, kulit, tangan, hidund dsb.
Seperti halnya tubuh kita yang membawa pelindung bawaan yang melindungi
isi organ tubuh yaitu kulit kita. Kemudian kita perlu menambah
pelindung berupa pakaian luar.
Maka jiwa membawa pelindung bawaan yang menjaga jiwa dari badai
informasi yang merusak yaitu ruh. kalau badan memerlukan pakaian, yang
harus diperbarui setiap beberapa waktu.
Maka jiwa juga perlu pakaian luar yaitu agama, pengalaman rohani, dsb,
dan ini perlu diperbarui setiap saat.
Ok, maka siap-siaplah kita kembali ke Fitrah.
Padahal setiap Iedul Fitri, kita menyebut dan berdoa kita kembali ke
Fitrah, namun dengan ucapan saja tanpa isi atau makna di dalamnya.
|
|
|
|
Komentar
Posting Komentar