Kisah Spiritual, Prosesi Putra Mataram

Dia yang berjalan melintasi malam
adalah dia yang kemarin dan hari ini
kata-katanya telah menjadi ribuan cerita
sebab dialah saksi dan bukti sebuah perjalanan
menjadi sebuah hati yang tersakiti
oleh cinta dalam misteri kekuasaan,
politik dan bakti sebuah negri
dan..
Diamnya sendirian menyapu angin
karena cinta yang ditangisi akhirnya terbukti
sampai kemana saja 
dia meratapi dirinya sendiri
tak lelah...jua.
He-eh..!.
...

Bila langit tak bertepi dan hujan juga tak mau berhenti. Kilatan petirnya memukau hati. Disana , dipemberhentian nanti.  Saat semuanya sudah terganti. Yakini bila semua pasti akan terjadi. Hujan awan angin petir dan api. Geriapnya kini dan nanti akan menemani.  Tanah, kayu, logam, air, dan juga  api. Semua elemen, semua unsur telah merapati. Saatnya akankah kini lusa ataupun  nanti tidaklah usah peduli. Karena sebab sang waktu berjalan dengan pongahnya sendiri.

Lihat, lihatlah. Luluh lantak singgasana, berserakan bagai daun kering terhampar di tanah. Dan pohon kemuning akan segera saja di tanam, sebab suatu saat kelak dapat jadi peneduh. Meski hanya jasad bersemayam.  Namun baktinya sudah disini. “Lihatlah Ayahanda, ananda bersimpuhi, dalam gamang dan sakti hati  !. Bertanya tak mengerti, bilamanakah ini semua terjadi !. Tidakkah Ayahanda punya hati ?.“  Bersujud dipeluknya bongkahan batu dan semen serta pasir kali.   Makam sang Panembahan Senopati bagai  pagi tak tersiangi, berantakan dihantam air bah emosi. Tidak ada singgsana, tahta, atau wanita.  Keperkasaan tak bersisa hanya tulang tersaput  jelaga.

Disana, langit terbelah, sebab tangisnya tak terkendali. Hanya remah tanah merapat bagai gundukan yang membisu. Tangan terkepal memegang nisan. Dia sendirian disana dengan raga terkini. Menahan seonggok rahsa yang membelit, menggayuti hati.  Satu demi satu air mata membasahi pusara. Raungannya meratapi waktu yang terjadi, tengah dalam menyesali.  Setelahnya seketika, kilatan mata  karena marahnya. Tertengadah menatap nisan Ki Juru Mertani, acuh tak peduli.  Dia seorang putri, kini berdiri bersimbah air mata pedih dan perih. Tak sadar jika dia kemari, melangkah ke tempat ini, membawa kaki,  dengan hati tak mengerti,  dan terus  bertanya. “Kenapakah harus kesini. Mengapa raga seperti tak terkendali.”

Sepanjang mata memandang hanyalah nisan mati. Sementara jiwanya hidup bagai bara api, yang sanggup membakar hutan perdu dan mahoni. Belantara kesedihannya tak terkira lagi. Hingga badannya ringkih karena sebab  menahan belasan sakit hati. Sebuah belati iba diri menikam jantungnya. Nampak semua dalam aura, maka wajahnya, serasa tersaput duka. Alisnya hitam menahan semua. Mengapa terjadi pada dirinya ?. Dia tak mengerti itu, hinggapun  saat mana menginjakkan kaki disini, de makam inipun dia tak mengerti karena  sebab apa.  Jika begitu siapakah dia sesungguhnya ?. Jika apa yang dirasa dan apa yang dikerjakan tak dipahaminya ?. Berjalan bagai orang papa, di kemarau panjang.  Adakah yang dimengerti ?. Tidak !. Tidak ada yang mengerti ?.  Dia dipanggil Gusti Putri, adakah yang mengenali ?. Sementara dia sendiri tidak tahu itu. Jikalau masa lalunya adalah seorang putri raja yang sangat disegani dan ditakuti seluruh negri.

Yang dia tahu dan  yang dia mengerti hanyalah rahsa kesedihan, nelangsa, iba diri, dan rahsa bersalah itu. Rahsa yang membawanya kesini ke komplek pemakaman para raja di Kota Gede, tempat bersemayamnya Panembahan Senopati dan Ki Juru Mertani. Lantas, bagaimana ketika lukanya tidak lagi berhitung hari. Mestikah akan terus diikuti ?. Lantas bilamanakah jika dia tahu bahwa dendamnya sudah melintasi jauh sekali, melintasi peradaban. Dan bagaimana keadaannya, jika hal itu dia rasakan bagai sebuah mimpi, seperti baru kemarin terjadi ?. Dia merasa  baru kemarin pagi, ugh, baru saja selintas pergi, jiwa masih berdua dengan suami. He eh, dan dia sungguh tak menerima jika sesungguhnya itu cerita sudah berabad-abad lalu. Cerita dimana suami mati mengenaskan didepan matanya sendiri.  Meski sudah diceritakan ribuan kali. Saat mana kepala suaminnya dibenturkan hingga mati oleh ayahandanya sendiri.  Itu adalah takdir illahi Robbi. Dia tak yakin itu. Dia terus saja menyesali dirinya kenapakah begitu ?. Ugh..lelah sudah menasehati.

Maka disana dimakam sang Panembahan Senopati, bauran rahsa mengaharu biru menghilangkan kesadarannya. Tak lagi jelas seperti apa rahsanya. Kadang jeritan tak bertenaga , lirih hanya nelangsa saja.  Seperti erangan anak kucing yang menungu ibunya. Hik..Begitulah keadaan Gusti Putri Ratu Pambayun. Sosok gadis belia yang meninggal saat dirinya tak kuasa menghadapi tragedy cintanya luar biasa, atas nama tahta, harta dan kuasa. Sebagaimana wanita lainnya yang menjadi alat politik penguasa. Sebagai gratifikasii kepada lelaki untuk memuluskan sebuah jalan untuk sebuah kejayaan. 

Antara sadar dan tidak, raga terkininya serasa tahu, mengerti itu,  dan juga kenal dengan nama itu. Logika pikirannya sempat kebingungan sebab dia merasa sangat lekat dengan tokoh yang satu itu. Tapi kapan, dan dimana, mengapa dia seperti pelakunya saja. Kesedihannya itu adalah miliknya juga. Padahal dia manusia biasa-biasa saja dalam kehidupan kota yang teramat biasa. Namun mengapa semua seperti ditunjukkan berkali-kali. Apalagi saat mana sehari sebelum dirinya ziarah ke makam Panembahan Senopati,  saat ketika dua orang wartawan tanpa dimintanya mendekatinya, yang tengah duduk bersimpuh di sebuah makam. Kemudian baru diketahuinya jika makam tersebut ternyata makam Ki Ageng Mangir dimana sebagian makamnya berada diluar yang tegah diduduki sekarang.  

Kemudian tanpa dimintanya kedua orang tersebut  menceritakan hal ihwal Ki Ageng Mangir.  Seperti ada kekuatan yang menyuruh mereka. Bla..bla..kedua orang tersebut asyik saja bercerita. Sementara dia hanya mampu bengong saja, bertanya untuk apa mereka bercerita padanya. Kesadarannya seperti dotarik kesana kemari.  Selesai dengan itu mereka berdua kemudian pergi begitu saja. menyisakan pertanyaan yang lainnya. Sungguh dia tidak mengerti.  Namun memang seperti ada rahsa nelangsa disana, ada rasa bersalah yang hebat luar biasa, menusuk tepat sekali di jantungnya, mendengar nama itu disebutkan. Hampir saja dia mengalami sesak nafas dibuatnya. Mengapa dirinya seperti mengenal tokoh-tokoh tersebut. Dan mengapa pula saat ketika berada di kompleks pemakaman ini, jiwanya seperti diluar kendalinya. Ugh..sungguh misteri dan membingungkan dirinya.

Semua baru jelas,  ketika semua simpul terangkai.  Kejadian demi kejadian yang dialami seperti terbaca jelas oleh raga terkininya. Burhan sedikit demi sedikit membuka mata batinnya ada sesuatu yang tak wajar dalam dirinya. Benarkah ada reinkarnasi ?.   Pertanyaan itu terus bergayutan. Hingga tanpa sengaja dia membaca sebuah blog. Dan kemudian hari Mas Thole membantu prosesi pengenalan jatidiri. Semua sudah jelas keadaannya kini. Dan bertekad untuk mengkhiri kegamangan atas dirinya tersebut. Hm..tuntas sudah sebuah cerita. Kisah yang terus tersimpan dalam sel-sel ketubuhannya. Cerita akan terus bergulir. Siapakah sejatinya dirinya ?. Mengapakah dia turun dan reinkarnasi ?. Semua akan diselaraskan kini dengan kehidupan terkini. Hanya doa semoga saja dia istikomah menjalani laku spiritual ini.

Bagaimanakah kemudian keadaannya, maka rangkaian SMS yang dijalin dengan Mas Thole, untuk mengikuti perkembangan dirinya, akan dicuplikan menjadi satu rangkaian spiritual ;

“Walaikumsalam. Badan masih pegal2. Penyelarasan belum tuntas. Gusti Pembayun ini  manja, ga bisa dikerasin. Nangis terus, sedang cari sinergi, supaya ga terlalu split personality. Bisa aneh saya kalau begini “

“Ya, saya usahakan secepatnya selaras. Saya nggak mau prosesi lagi dan energy sedihnya ke transfer lagi. Dia harus ikhlas secepatnya.”

“Permasalahan terbesar adalah dia merasa salah sama suaminya. Masa saya harus cari dia (suaminya-pen).Ga bisalah, saya udah ga semuda dia..dst “

“Tapi dia jatuh cinta pak,dan dia nggak tau kalau bapaknya akan membunuh suaminya. Aduuuh, nulisnya ini aja mata saya sudah berlinang lagi, sulit menahan rahsa ini.”

Begitulah sebagian cuplikannya. Semua argumentasinya coba dipatahkan oleh Mas Thole, faktanya adalah sebuah misi. Gusti Putri Pembayun diutus oleh Ayahandanya untuk membunuh Ki Ageng Mangir, maka menyamarlah Gusti Putri Ratu Pembayun.  Dengan penyamarannya itu dia berhasil mendekati Ki Ageng Mangir, bahkan kemudian dijadikan istri terkasihnya, satu-satunya istrinya sangat dicintai Ki Ageng Mangir. Sampai disini tidak ada masalah, sesuai sudah rencananya. Yang menjadi masalah adalah ketika Gusti Puti Pambayun pun juga  kemudian malah ikut jatuh cinta juga. Cinta  yang amat sangat kepada Ki Ageng Mangir, dia baru merasa setelah dirinya menjalani perkawinannya itu. Kasih sayang Ki Ageng Mangir suaminya yang luar biasa mampu meluluhkan jiwanya yang keras lagi memandang rendah lelaki. Dari sinilah cerita kemudian dibangun. Dalam episode cinta terlalu. He eh.

Berkali-kali saat Ayahandanya menanyakan kapan misi akan dilaksanakan, kapan kiranya dirinya membunuh Ki Ageng Mangir. Gusti Putri selalu mengelak, dengan pelbagai alasan. Entah sudah berapa lama, sehingga akhgirnya membuat Ayahandanya Panembahan Senopati tidak sabar kemudian mengatur strategy untuk menjebak Ki Ageng Mangir. Maka terjadilah peristiwa yang sangat mengguncangkan tanah jawa itu. Seharusnya misi selesai dengan matinya Ki Ageng Mangir. Namun tidak dengan hati. Gusti Putri sungguh-sungguh saat itu telah jatuh cinta, sungguh dia mencintai suaminya dnegan tulus dan dengan hatinya yang terdalam. Semisal cinta Zulaikha kepada nabi Yusuf. Apakah yang bisa kita petikk hikmah dari kejadian ini ?.

Kesalahan Gusti Putri Ratu Pambayun pada awalnya hanyalah  dalam niat perkawinannya itu. Dia niatnya menikahi Ki Ageng Mangir adalah untuk membunuhnya, menjalankan misi Ayahandanya. Namun jika kemudian jalan cerita menjadi lain. Gusti Putri malahan jatuh cinta betulan, itu lain persoalan. Allah telah mengabulkan doanya, yaitu dengan terbunuhnya Ki Ageng Mangir sesuai dengan misi awalnya. Doa diawal saat mula dirinya akan menjalankan misinya sudah diijabah Allah. Bila saat dikabulkannya dirinya sudah tidak dalam dimensi yang sama, hatinya sudah tidak ingat lagi dengan permintaannya kepada Allah sebagaimana diawal misi. Siapakah yang patut disesali. Allah akan selalu mengabulkan permintaan hamba-Nya, inilah hukum kepastian sebab dia Maha Pemurah. Masalahnya adalh bagaimana manusia kemudian memaknainya.

Ini yang luput dari kesadaran Gusti Putri, rasa sesal dan rasa ibanya seharusnya tidak perlu sampai berlarut demikian. Apapun itu  jika diniatkan kepada selain Allah hasilnya pasti akan berbalik kepada dirinya sendiri. Itulah hukum-hukum Allah. Ketika dia terlalu mencintai suaminya, ketika dia terlalu mencintai ayahandanya. Maka dia telah menjatuhkan cintanya kepada selain Allah. Ketika dirinya tidak mampu berserah atas semua yang terjadi dan menganggap itu sebagai takdir illahi. Maka jelas sekali akibatnya dia akan termakan oleh cintanya sendiri. Cintanya akan menjadi energi yang berbalik menghancurkan dirinya sendiri. Itulah hukumnya. 

Cinta yang demikian ini akan melintasi peradaban, menjadi beban cinta bagi anak keturunannya. Residu rahsanya seumpamanya radiasi nuklir adanya, demikian dahsyat, jarang sekali manusia biasa mampu menahannya. Itulah yang dialami raga terkini Gusti Putri Ratu Pambayun. Dan itulah yang terjadi pada orang-orang masa lalu, sangat jarang mereka yang mampu bertahan karena sebab ini. Jika tidak karena pertolongan Allah mereka bisa mati muda atau menjadi ‘gila’.

Karena itulah Mas Thole merasa berkewajiban memberikan pemahaman kepada Gusti Putri dengan  terus mengeksplorasi keadaannya, agar bashirohnya paham dan mampu mengamati bahwa ada entitas lain didalam tubuhnya. Agar dirinya Sang Aku Sejati mampu menjadi imam atas jiwa dan raganya itu. Ada entitas yang reinkarnasi di dalam raganya. Entitas yang ingin dikenali. Entitas yang sengaja diturunkan oleh Allah untuk sebuah urusan. Itu adalah kehendak-Nya, sebab dan untuk apa, hanya Allah yang tahu. KIta diwajibkan ikhlas menerima sebagai bagian dari instrumen ketubuhan kita, sebagai sesuatu yang wajar dan harus disadari oleh Aku Sejati (mim).

Semua pemahaman ini harus terus di afirmasikan,  itu dilakukan agar raga terkininya mampu meliputi entitas tersebut sehingga keadaannya dia yang akan menjadi sang imam. Berulang kali disampaikan bahwa dia yang akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Allah atas raga terkininya bukan entitas yang reinkarnasi. Masing-masing akan dimintakan pertanggung jawabannya. Jika dia juga tidak mampu ber-Islam maka dia juga akan dimintakan pertanggng jawaban. Maka masing-masing harus saling menasehati dalam Islam. Itulah hukumnya.

Entah mengapa Mas Thole terus membombardir Gusti Putri Ratu Pembayun, dengan banyak pertanyaan. Dan entah mengapa pula dia saat itu merespon terus, sesuatu yang aneh saja mengingat biasanya dia dalam kesibukan kerjanya. Dalam mata batinnya dia harus segera disempurnakan fase reinkarnasinya hari itu juga. Karena hari itu adalah sudah waktunya.   Dialah salah satu satria pilihan alam, dialah Putra Mataram  yang akan membantu misi mewujudkan Nusantara Baru.  Alhamdulillah usahanya tidak sia-sia, ketika dia diminta untuk segera mengambil sikap,  ada sebaris SMS yang kemudian menjadi sebuah ikrar,

“Ya, saya sudah memutuskan saya datang ke rumah bapak. Masa lalu sudah selesai. Saya hadir lagi disini punya misi. Insyaallah. Salam”

Blegh..!. Inilah ikrar yang diminta alam. Kesiapannya untuk menjalankan misi. Seper-sekian detik dalam lintasan meditasinya Mas Thole mengkhabarkan keapada alam, dan kemudian alam merespon balik secepat itu pula. Setelahnya kemudian Mas Thole mengirimkan balasan SMS, yang kemudian dirangkaikan;

Selamat datang Putra Mataram, kesatria terpilih, berjalanlah lurus di jalan-Nya. Insyaallah, dalam ridho-Nya.  Alam akan memberi tanda, perhatikanlah.  Amin 3x.”

“Sudahkah lihat keluar suasana alam..?”

“Iya pak, saya sampai kaget. Saya sedang di mushola kantor. Melihat keluar jendela, hujan deras dan kilat di langit, diatas gedung KPK yang kebetulan bersebrangan dengan kantor saya. Subhanalloh, dan itu hanya beberapa menit setelah SMS bapak tadi.”

Dan itulah jawaban yang sepertinya sudah diduga Mas Thole. Semua seperti untuk meyakinkan saja. Rangkaian SMS tersebut memang dikirimkan dalam suasana mistis yang melingkupi. Mas Thole benar-benar dalam merasa suasana alam yang meliputi dirinya. Dia didalam ruangan lantai 2, tidak bisa melihat keluar, dia tidak tahu suasana seperti apa. Namun yang jelas saat dia mulai SMS awal suasana di Jakarta kota masih terang. Dia tidak mengerti, benarkah itu terjadi secara kebetulan saja, atau memang hujan dan petir tersebut pertanda alam atas lahirnya kesatria baru. Itulah keyakinan Mas Thole, kelahiran kesatria terpilih pasti akan diiringi tanda-tanda alam. Dia sudah selesai dengan itu.. Maka dengan entengnya di SMS tersebut. Mengajak agar memperhatikan langit. Sebab dirinya yakin bahwa Gusti Putri Pambayun adalah salah satu kesatria terpilih sebagaimana juga keyakinan Ratu Sima, yang sempat mengirimkan emailnya. Subhanalooh.

Keyakinan tersebut lebih diperkuat lagi saat mana Mas Thole melewati jalan Casablanca, ternyata hujan hanya   sebentar, sebelum ashar telah usai, dan lagi hanya terjadi dia area seputar itu saja. Hujan hanya deras mengguyur daerah selewat Tanah Abang dan sebelum masuk tebet, daerah segitiga mas.  daerah seputar itu terlihat sangat pekat mendungnya, namun jauh disana malah terang benderang, selewat Tebet saja sudah terang. “Ugh.  benarkah ini..?” Semoga saja benar adanya. Hati penuh syukur dengan bertgabungnya satu kesatria pilihan alam lagi, maka kekuatan sekarang sudah mulai bertambah. Alhamdulillah.  



Dia yang berjalan melintasi malam
adalah dia yang kemarin dan hari ini
kata-katanya telah menjadi ribuan cerita
sebab dialah saksi dan bukti sebuah perjalanan

Bila langit tak bertepi dan hujan juga tak mau berhenti. Kilatan petirnya memukau hati. Disana , dipemberhentian nanti.  Saat semuanya sudah terganti. Yakini bila semua pasti akan terjadi. Hujan awan angin petir dan api. Geriapnya kini dan nanti akan menemani.  Tanah, kayu, logam, air, dan juga  api. Semua elemen, semua unsur telah merapati. Saatnya akankah kini lusa ataupun  nanti tidaklah usah peduli. Sebab para Kesatria yang terpingit pasti akan kembali, dia datang untuk membebaskan negri dari penjajahan nafsu. Membela negri ini agar nyaman ditinggali. Mewujudkan Nusantara Baru.

Wolohualam.



Komentar

  1. Assalamu'alaikum Mas Arif. Baru sbentar ini saya membaca artikel anda di kompasiana, mengenai ilmu laduni yang saya ketahui erat hubungannya dengan cerita Nabi khidir. Apakah konteks ilmu laduni tersebut erat kaitannya dengan mengkaji diri? jika boleh kiranya, sudilah mas arif berbagi sedikit ilmu kepada saya yang haus akan ilmu. trimakasih. Wassalam :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insyaallah begitu keadaannya, silahkan berselancar terlebih dahulu mas, banyak terserak di kajian-kajian saya di awal. Sebab kajian-kajian di awal adalah pemahaman tauhid terlebih dahulu sebelum memasuki makrifat atau memahami sebuah kisah. Salam Insyaallah

      Hapus
  2. Assalamualaikum mas arif perjalanan spiritual yg mencerahkan suatu penyegaran bagi saya. Suatu anugerah bisa bertemu mas arif yg notabenya tdk jauh beda dngn posisi saya saat ini tetapi mas lebih berpengalaman & memang saya mungkin juga bagian dari pion2 catur yg dlm kendali-Nya rencana-Nya. Saya butuh bimbingannya mas hp: 085 655 702 663
    Fb: markus steamy

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali