Dualitas Alam Semesta, Menuju Kearifan Puncak


“Yang mulia dapat memerintahkan para sarjana untuk menelaah- (disunting)-Penelaahan seperti ini akan membuktikan bahwa hukum kausalitas, yang menjadi sandaran semua pengetahuan, didasarkan pada pengetahuan rasional, bukan pengetahuan inderawi. Pemahaman universal dan hukum-hukum umum, yang menjadi dasar semua argumentasi, juga rasional dan tidak inderawi. (disunting) –Kenyataan bahwa materi dan setiap objek material memerlukan ‘cahaya’ murni, yang benar-benar bebas dari sensibilitas, dan bahwa konsepsi esensi manusia yang intuitif secara pasti akan mengatasi indra manusia itu sendiri -(disunting) –Hingga jelaslah bagi Yang Mulia bahwa pengetahuan hakekatnya benar-benar terpisah dari materi dan karenanya itu, tidak terikat oleh hukum-hukum materi.”
Begitulah  sepenggal surat Imam Khomeini kepada Michael Gorbachev. (saya sunting sebagian tanpa mengurangi muatannya). Sebuah surat yang menyarankan kepada pemimpin besar Rusia saat itu agar mampu menyikapi kemelut Internasional jangan hanya dari sisi pandangan materialis saja. --Surat ini ingin menjelaskan perihal sebab kenapa sang Imam menjatuhkan hukuman mati kepada Salman Rusdhi yang dianggapnya telah menghina Al qur an.

Kedua pemimpin ini telah mewakili perseteruan dua kutub pemahaman. Sejak dari awalnya dahulu, kedua kutub ini memang  telah memisah sebagaimana kutub bumi (yaitu) dengan Kutub utara dan Kutub selatan-nya. Dimana kemudian di tengahnya,  jiwa-jiwa manusia di dalamnya berbondong-bondong menuju kutubnya sendiri-sendiri, mengikuti ‘kecenderungan’ jiwa mereka , baik dengan  suka rela ataupun terpaksa. Apakah mau menuju kutub matrialis ataukah menuju kutub spiritualis. Kadang bahkan --sering--manusia sendiri juga tidak menyadari jikalau dirinya berada di dalam kutub-kutub tersebut. Lebih seringnya lagi manusia 'gamang' berada diantara kedua kutub itu. Dirinya dalam 'keraguan' akan menuju kutub yang manakah itu. Keadaan ini justru lebih berbahaya bagi jiwa manusia.

Begitulah, akhir ceritanya dimana kemudian kedua kutub SPIRITUALIS dan kutub MATRIALIS. Mengambil jalan, bermusuhan, dari sejak jaman purbakala. Masing-masing kutub mencoba mempengaruhi kutub lainnya. Menjadikan iklim bumi sebagaimana keadaan sekarang ini. Dan ditengahnya manusia porak-poranda memaknai keadaan dirinya. Kesulitan menemukan 'jatidirinya'.

Dengan adanya kedua kutub ini, akhirnya suasana didalam benak manusia kadang bergolak ketika mendapatkan informasi. Informasi dari kedua kutub inilah yang nantinya akan menimbulkan ‘turbulensi’. -- Sebagaimana bumi yang kadang memunculkan badai, kadang memunculkan hawa panas, kadang hawa dingin menyebar. Kadang angin topan dan lain sebagainya. -- Informasi yang kita terima kemudian akan membuat jiwa bergolak. Membangkitkan emosi dan amarah. -- Jika informasi yang diterima tersebut tidak sesuai dengan kutub sang jiwa. Misalnya jika dia seorang matrialis maka dia tidak akan bisa terima pendapat spiritualis, begitu juga sebaliknya. Kaum spiritualis tidak akan mau menerima pendapat kaum matrialis. Begitulah peradaban manusia dibangun melalui perseteruan dua kutub. Dua kutub yang akan selalu menimbulkan perang. Kesadaran terhijab dualitas alam semesta ini.

Dan begitulah pertempuran nyata kedua paham yang semula hanya bermain di dalam benak manusia, yang mana kemudian,  dalam realitasnya telah  mewujud, menjadi sebuah  aksi manusia. Aksi yang kemudian dapat kita maknai sebagai ‘radikalisme’,  ‘fundamentalisme’ oleh kutub lainnya. Tapi disisi sebaliknya aksi seperti ini justru ini dimaknai sebagai ‘aksi suci’ oleh kutub satunya, mereka merasa telah mewakili Tuhan, mereka merasa membela ‘kebenaran’ Tuhan, menjadi aksi ‘sah’ saja atas nama kebenaran Tuhan-Nya. Perang-perang inilah yang kemudian mengkerucut menjadi Perang Dunia. Perang yang hakekatnya memperebutkan kesadaran manusia. Semisal Perang Mahabarata, Perang Shifin, Perang Dunia I & II, Perang Parareg, dan masih banyak perang lainnya.  Dan banyak lagi lainnya.

Gejala ini tidak saja menjangkiti agama saja namun menjangkiti semua pemahaman di muka bumi ini. Semua orang akan membela pemahamannya, baik itu atheis ataupun beragama. Baik yang moderat ataupu sekuler.  Baik yang spiritualis maupun matrialis. Semua akan terjangkiti penyakit endemik ini.
.
Pemahaman akan dualitas alam semesta sebenarnya sudah di kenali oleh agama Hindu sejak dahulu kala. Para ahli agama Hindu para resi dan pertapa memahami benar akan adanya efek dualitas pada jiwa manusia. Kearifan Bhagavad Gita nampak sekali dalam memaknai dualitas alam semesta ini. Manusia di arahkan agar tidak terpengaruh dualitas alam semesta. Inilah kebenaran yang murni dari ajaran tertua di dunia ini.  Manusia di arahkan agar tida terpengaruh dualitas. Maka kemudian mereka menawarkan  methode-methodenya agar manusia terbebas dari efek dualitas dunia materi.

Efek dualitas rahsa begitu menghujam di jiwa manusia, efek ini sangat terasa di badan. Efek dualitas inilah yang menghancurkan akal dan logika manusia. Jiwa menjadi penuh prasangka, jiwa menjadi penuh dengan nafsu hewani. Sungguh efek ini  menjadi sangat nyata di badan ini.

Efek yang terasa di badan akhirnya menjadi daya dorong manusia untuk melakukan sesuatu agar dirinya terlepas dari efek ini. Jika marah maka segera dia ingin melampiaskannya, jika sedih maka dia ingin menangisinya, dan lain-lain. Mansuia di himpit oleh jiwanya sendiri. Yang kaya semakin sombong,. Yang suci menganggulkan kesuciannya, yang pinter merasa paling pinter, yang kuat ingin semakin kuat, yang menderita hidup dalam kepapa nya merengungi nasib nya iba diri dan rahsa mau mati, dan sebaganya dan sebagainya. Jiwa diaduk-aduk rahsa yang akan menjerumuskan dirinya. Terjerumus kepada rahsa yang kita kenali sebagai nafsu manusia. Nafsu yang kesemuanya itu menjadi 'daya dorong' sebuah aksi manusia. Nafsu yang mampu menjadi 'penggiat' untuk membangun peradaban manusia disis satunya, dan disisi sebaliknya nafsu akan mampu menghancurkan peradaban itu sendiri.  

Maka kemudian datang pengajaran Budha untuk meredam gejolak jiwa. Methode-methode penyucian jiwa sangat dalam di kaji oleh agama Budha. Methode yang sangat luar biasa, akan langsung dapat dirasakan di badan manusia. Bagi orang yang percaya dan mau memasuki kedalamannya.   Begitu juga dengan  Kristen dan Yahudi. Dan juga  Islam yang datang kemudian juga menawarkan konsep dan methodenya.   Semua dengan dinamaikanya. Terserah kepada jiwa manusia untuk memaknainya.

Semua agama mengarahkan kepada pemeluknya untuk melakukan penyucian jiwanya agar tidak terpengaruh oleh dualitas alam semesta ini, agar tidak mengikuti rahsa (baca; nafsu)  di jiwa. Agar manusia tidak dibelit dengan duka lara. Agar manusia tidak dipengaruhi oleh keseluruhan efek 'radiasi' dualitas yang akan mampu memporak porandakan akal dan logika manusia. Semua pengajaran agama mengarahkan pemeluknya kepada ini. Semua methode di kembangkan untuk menuju jalan tercepat bagi penyucian jiwa manusia itu sendiri.  Sayangnya sangat sedikit manusia yang mau memasuki ajaran agamanya masing-masing dengan totalitas dan sungguh-sungguh. Inilah masalah yang terjadi di setiap agama dan di setiap paham.

Jika manusia mau memasuki ajaran dan pahamnya (baca; agama) mereka masing-masing dengan sungguh-sungguh. Dan jika mereka mau membuka diri untuk suatu pengajaran. Maka pada ujung akhirnya mereka akan mampu melihat secara keseluruhan. Melihat kebenarannya, diantara itu semua. Sesungguhnya tidak ada spiritualis tanpa matrialis, dan tidak ada matrialis tanpa adanya spiritualis.-- Keadaan yang ghaib hakekatnya adalah realitas. Dan realitas adalah ghaib. Semua berada dalam sebuah kesatuan yang utuh berada dalam kesatuan dimensi, namun mereka juga  berada dalam 'makom' dimensinya  sendiri-sendiri. Tinggal terserah kita pengamat dalam memaknai keadaan saja.  Mau memasuki bagian yang mana. Namun kesemua dimensi hanya tunduk kepada DZAT yang mengatur system alam. Inilah kearifan puncak.  

Sungguh manusia pada dasarnya lemah, alih-alih mereka mau menggunakan methode yang di yakininya,  mereka justru ribut ber- promosi tentang methode mereka yang dianggap paling baik. Ributlah manusia akan hal ini.   Bahkan berjuta nyawa manusia melayang hanya dikarenakan ingin di nyatakan methode mereka yang paling baik.  Mereka kaum matrialis dan matrialis, antara kaum sipiritualis dan spiritualis  serta  antara matrialis dan spiritualis. Mereka perang sendiri mengorbankan jutaan para penganutnya sendiri. Duh..

Menurut pemahaman saya, agama adalah ageman (jawa) adalah baju. Baju yang akan kita kenakan saat menghadap kepada RAJA manusia. Baju apakah yang pas buat kita. Baju apakah yang pantas buat kita. Baju yang cocok. Baju yang sederhana namun mampu membuat kita percaya diri saat menghadap kepada Tuhan. Baju yang bagaimanakah itu ?. Meski saat ini saya yakin dnegan baju yang saya kenakan yang terbaik saat ini, namun belakang hari saya tidak tahu pakah perlu saya ganti atau tidak. Hanya da satu pemahaman bahwa saya harus mengenakan baju yang terbaik dalamkemampaun saya dan keterbatasan saya. Itu saja.

Maka jika kita merasa sudah yakin dengan mengenakan baju tersebut pakailah dengan kesungguhan dan keyakinan yang total.  Kenakan baju kita terlebih dahulu, cobalah pas ataukah tidak, apakah masih kebesaran, apakah masih kesempitan, apakah sudah kuno, apakah sudah up to date sesuai dengan modelnya. Ingatlah ketika mengahdap Presiden kitapun akan mencari baju yang paling baik buat diri kita agar kita merasa percaya diri. Seringkali baju kita saja belum pas kita kenakan namun kita sudah berambisa  untuk menelanjangi baju manusia lainnya. Kemudian dengan arogan  kita paksakan baju kita kepada manusia tersebut. Padahal kita sendiri masih nggak sreg dengan baju itu. Wah..Maka marilah kita bertanya kepada diri kita saja,  apakah baju kita sudah pas saat kita nanti menghadap-Nya. Menghadap sang  RAJA manusia., Tuhan manusia ?. 

Kurangilah mengurusi baju yang dikenakan orang lain, sebab hal itu akan membuat kita semakin tidak yakin diri. Terus perbaiki saja penampilan kita. Baju kita rapikan, kita strika, kita berikan pewangi, dan lain sebagainya. Maka ketika kita menghadap-NYA, kita sudah tenang, sebab baju kita inilah yang terbaik tentunya dalam kemampuan kita. Dalam batasan yang kita miliki. Jika posisi itu tercapai maka saat  itu ,  (ketika) kita melihat baju yang dikenakan manusia lainnya, kita akan mampu tersenyum ikhlas. Bertemu Raja dengan yakin diri.  Menghadapkan dirinya dengan baju yang di yakininya dalam sebuah kepasrahan total. . 

Dan dengan kebanggannya berkata , “Inilah baju yang terbaik  saya ya Allah, saya yakin dan mengharapkan ridho-Mu atas baju yang saya pakai ini”.  Karena dalam keyakinannya,  Tuhan saja yang berhak menilai baju siapakah yang benar (dalam) ketika menghadap-Nya. Sehingga hal ini tidak merisaukan lagi. Baju orang lain tidak membuatnya resah atau menjadikan diri kita iri bahkan dengki. Dalam keyakinannya, itulah baju yang akan menghantarkan dirinya menempati surga-Nya. Sebab inilah hal terbaik yang dia bisa. Bukan dalam anggapan lagi namun dalam keyakinan yang utuh.

Maka dengan pemahaman ini, kita tidak lagi di pengaruhi peperangan pemahaman. Pemahaman antara dua kutub para spiritualis dan para matrialis. .  Begitulah ke- arifan puncak. Dimana  manusia sudah di luar dualitas alam semesta. Melihat peradaban dunia manusia dengan terseyum. Sebab JIWA sudah bersama-NYA.

Seraya menjauhi Plato dan al farabi
Kuteliti dunia indra dengan mata sendiri
Tak pernah aku mengemis dan pinjam pandang orang lain
Dengan pandangan esndiri muncullah apa yang ku ingini
Tak seorang pun tahu bagaimana Diri muncul meng’ada
Tak ada dunia ruang dan waktyu berasal
Ku dengar hikmah ini dari Nabi lautan :
“Laut  tak lebih tua dari ombak buihnya”
Belajarlah dari kuntum bagaimana dia hidup, oh hati
Ia adalah lambang hidupmu yang mencari cahaya
Ia menyembul jauh dari kegelapan bumi
Tapi sejak lahir punya mata di sinar matahari
(Di kutip dari Kearifan Puncak :Hikmah al-Arsyiah oleh Mulla Shadra)

 Inilah ke arifan menurut saya. 

Wolohualam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali