Kisah Spiritual, Ilmu Leluhur Yang Diturunkan
Yah, hari ini memang ada daya dorong luar biasa, seperti
ada misi, yang memaksanya harus bertemu dengan seseorang di Depok. Sebenarnya
sudah sejak kamis (11/4) kemarin daya dorong tersebut mengkristal. Entah
mengapa dia merasa harus bertemu dengan salah satu adik Sang Prabu. Akalnya
jelas menolaknya. Bertanya untuk apa ?. Apa juga kata orang nanti ?. Klenik
lah, tahayullah, atau jangan-jangan dirinya akan disangka sebagai penyebar
ajaran sesat semisal Eyang Subur. “ Ugh..jangan
deh, jangan..!.” Dia tidak mau itu
terjadi pada dirinya. Apalagi dia beberapa kali mengirim email dan sms kepada
Sang Prabu dan tidak mendapatkan respon
yang cukup. Semakin diabaikannyalah
daya itu. “Ah biar sajalah, mungkin dirinya salah mengenali daya di raganya itu.” Begitulah pikirannya kemarin itu.
Lain fikirannya, lain pula kemauan sang alam. Memasuki
maghrib ada gumpalan hawa menekan ulu
hatinya. Menekannya begitu kuat, seperti
ditusuk dengan sebilah belati, kemudian diputar sehingga seluruh jaringan turut
berputar. Nyeri sekali, luar biasa nyerinya tak terkata. Kalau orang orang awam
menyebutnya sebagai angin duduk. Angin yang akan mampu merenggut nyawa manusia
pada posisi apa saja. Seiring dengan itu, badannya tiba-tiba seperti sebuah
balon yang dipompa. Mengembang dan
terasa badannya semakin membesar saja.
Angin yang masuk ke badannya begitu terasa. Dirinya
benar-benar seperti mampu menyaksikan bagaimana angin tersebut mengisi sel-sel
ketubuhannya, perlahan dan pasti angin tersebut menerobos, dan kemudian
berputar-putar diseluruh tubuhnya. Ketika sudah penuh, angin itu bergerak
menjelajahi setiap rongga di dalam raganya, menimbulkan pusaran yang terus
mengaduk-aduk jiwa raga dan pikirannya, menimbulkan rasa negh dan sakit kepala yang
akut. “Ada apakah ini..!” Keluh Mas
Thole saat itu. Dia tidak memiliki prasangka apapun. “Apakah terkait dnegan suasana alam yang dia lihat dipagi hari tadi..”
Hanya itu yang mampu dianalisanya.
Diambillah air wudhu dilakukanlah sholat maghrib. Sholat
yang biasa saja dalam ukurannya. Namun perlahan sedikit mampu mengurangi rasa
sakit di ulu hati, sementara angin masih
terus bergolak di dalam raganya. Menimbulkan bunyi aneh di dalam perutnya. Setelah basa-basi sebentar
dengan owner perusahaan. Selanjutnya Mas Thole berpamitan pulang. Sepanjang
perjalanannya itulah, penderitaannya menghebat. Angin itu terus bergolak,
seperti tengah menumpahkan amarahnya, menimbulkan sensasi aneh.
Kadang angin itu mendesak ke ulu hati, kadang ke jantung
menekan dengan kuat, kadang di perut, dll. Menimbulkan rasa lemas dan lemah
luar biasa. Ruh nya seperti dikunci dan tak mampu menggerakkan badannya. Tiap
kali dia harus berhenti untuk mengeluarkan angin yang menerjang ingin keluar
dari mulutnya, menimbulkan suara yang tak enak didengar. Tiga jam dalam
perjalanan pulang diatas motornya, dia dalam keadaan begitu. Lemasnya tak
terkira, lemahnya tak terkata lagi. Maka sesampainya dirumah dia sudah tidak
mampu menyangga badannya. Hanya sekedar meminum teh panas saja dia sudah tidak
punya daya lagi.
Dalam keadan setengah sadar, Mas Thole seperti merasakan
saat istrinya menggosok dirinya dengan minyak kayu puti dan memaksanya untuk
minum jamu tolak angin. Setelah itu blash...kesadarannya hilang sama sekali.
Hanya pusaran angin saja yang terus terasa di badannya. Keadaannya itu,
berlangsung sampai pagi. Hanya ter bangun
sholat subuh, dan begitu lagi sampai jam 10 pagi. Badannya benar-benar
seperti bukan miliknya lagi. Maka karena itu di pagi ini dia terpaksa harus
ijin tidak bisa berangkat sebagaimana jam kerja.
Begitulah keadaannya, dengan sisa-sisa tenaga, dia
berusaha untuk tetap bekerja. Sebab dia hanya seorang free
lance saja. Jika tidak bekerja akan dipotonglah pembayarannya. Disepanjang
perjalanan ke kantor kembali dianalisanya kejadian yang tak biasa itu. Dan
terlintas saja, untuk menghubungi Sang Prabu via sms mengatakan bahwa dia harus
bertemu dengan adiknya itu. Entah bagaimana harus bertemu hari ini juga.
Syukurlah Sang Prabu meresponnya. Maka
dibuatah perjanjian, mereka bertemu di stasiun Depok lama, jam 6 sore selepas
pulang kerja. Dan saat sekarang inilah Mas Thole berada sdang dalam perjalanan
kesana. Setelah seperti biasa bersapa dengan Ratu Sima via email, mengkhabarkan
perkembangan perjalanan spiritual ini.
Sulit diceritakan dengan logika bagaimana perjalanan yang
biasa saja ke Depok, serasa begitu beratnya. Tulang serasa tak mampu mengyangga
badannya. setiap langkahnya adalah sebuah perjuangan. “Mengapa dengan badannya ini..?” Mas Thole hanya bisa pasrah saja.
Menaiki tangga stasiun Tanah Abang seperti mendaki langit. Setiap langkah dia
harus berhenti dan mengatur nafasnya kembali. “Apakah memang dia sudah setua ini..?” Batinnya, mengapa mendaki tangga saja seperti
seorang jompo saja. Nafasnya benar-benar tinggal satu-satu. Bila diceritakan kepada orang lain, pasti
akan menjadi bahan tertawaan saja. Biarlah ini dia lakoni sendiri saja, biarlah
hanya Allah dan dia saja yang mengerti ini. Sungguh jika tiada daya dari Allah
maka kita manusia tidak bisa apa-apa. Bahkan hanya menggerakan jari pun tentu
tidak akan bisa. palagi melangkahkan kaki, membawa badan ini ?. Sungguh semua
daya dari Allah adanya.
Raganya tidak apa-apa mengapa tiada daya ?. Maka kembali
dirinya dibenturkan atas pemahaman realitas dan ghaib, dengan keadaanya ini. Manakah
yang lebih realitas, lebih nyata; lampu
yang menyala ataukah arus listriknya ?. Dan manakah yang nyata apakah program
yang diinstal di komputer ataukah tampilan yang kita lihat di layar monitornya
?. Dari sisi manakah kita akan melihat realitas dan ghaibnya. Lampu tidak
akanmenyala jika tidak ada aliran listrik. Layar monitor tidak akan terbaca
jika tidak ada program yang dinstal di dalamnya. Lantas bagaimanakah dengan
program yang diinstal di komputer, program tersebut mampu membangun cerita yang kemudian akan
kita saksikan di layar monitor kita. Kita semua tinggal menyaksikannya
saja. Program tersebut ternyata menyusun
materi-materi, agar terbentuk sebagaimana yang diinginkannya di layar kaca dan
sekaligus dengan seluruh atribut yang melengkapi romansanya.
Bagaimanakah jika itu semua kita analogikan dikehidupan
nyata ini. Bukankah alam nyata semisal dengan itu. Alam nyata adalah semisal
monitor yang merupakan refleksi dari program-program yang sudah diistal sebelumnya. Program yang sudah di instal di simpan dalam
Lauh Mahfuz. Rangkaian kejadiannya persis bagaimana cara bekerjanya sebuah
komputer. Maka manakah yang lebih nyata kalau begini keadaannya. Jika manusia
tahu ada program yangmengatur itu semua, maka yakinlah bahwa dia akan
berbendapat bahwa program itulahyang lebih nyata. Seperti itulah jalan pemikiran para
programer. Mereka mampu memnyusun jalan cerita, mereka mampu membuat suatu
program animasi apa saja, yang kemudian dapat kita saksikan di layar monitor.
Disinilah Mas Thole ingin menggaris bawahi semua
kejadian, agar kita semua tidak terjebak
ke dalam suatu anggapan keliru.
Menganggap bahwa kita memiliki kekuatan yang mampu merubah kejadian.
Kita seperti merasa bahwa kita memiliki kelebihan untuk mencipatkan suatu
keajaiban. Kemudian dengan ini kita merasa hebat. Dan menafikan keberadaan sang
Programer, menafikan keberadaan Tuhan yang sudah mengatur semua kejadian di
muka bumi ini. Sungguh bahkan semisal
daun yang jatuhpun, keadaan itu sudah
pula diatur-Nya. Sebagaimana ilustrasi di komputer yang saya
usung tersebut. Sungguh manusia hanya bisa merasa, dan merasa bisa saja. Manusia
tidak mengerti bahwa semua sudah dalam
liputan-Nya.
Pemahaman ini perlu sekali Mas Thole sampaikan kepada
semua rekan yang seperjalanan dalam spiritual. Terutama adalah keluarga Sang
Prabu yang dianugrahi Tuhan memiliki kemampuan diatas manusia-manusia biasa
lainnya. Sebuah anugrah alam yang hanya diberikan kepada orang-orang terpilih.
Di dalam kekuatan yang besar terkandung suatu tanggung jawab yang besar sekali.
Inilah statement yang harus merasuk kedalam jiwa mereka. Tidak ada kekuatan
yang tidak akan dimintakan pertanggung jawabannya. Baik itu digunakan ataupun
tidak. Merka harus tahu itu. Banyak sekali manusia-manusia yag diberikan
kekuatan ini (baca kajian simbol Shaad) ternyata malah dengan kekuatan tersebut
membuat mereka berpaling dan ingkar kepada Allah.
Mas Thole mewanti-wanti dengan sungguh-sungguh, sekali
lagi, bahwa baik digunakan ataupun tidak
kekuatan dan kelebihan tersebut tetap akan dimintakan pertanggung jawabannya.
Jika tidak digunakan maka jadilah dia manusia yang merugi. Jika digunakan untuk
jalan kemungkaran maka dia juga termasuk manusia yang merugi pula. Pilihannya
adalah dia harus menggunakan kemampuannya untuk di jalan Allah maka dia akan termasuk
golongan orang-orang yang beruntung. Semua
berjalan secara sunatulloh, baik mereka sadari atau tidak sadari kemampuan
tersebut, tetap akan dimintakan pertanggung-jawabannya. Itulah konsekwensi alam
atas mereka yang diberikan kelebihan. Baik pun meraka berdalih tidak tahu,
tidak merasa atas kelebihan diri mereka,
atau dalih-dalih lainnya, tetap juga mereka akan dimintakan pertanggung jawabkan.
Tidak ada celah atas mereka, pilihannya hanyalah sukarela atau terpaksa.
Tidakkah mereka berfikir bahwa Allah telah menunjukkan
kekuasaan dan kebesarannya pada diri mereka. Tidakkah itu sudah ditunjukkan
berulang kali sesuatu yang tidak biasa itu. Apakah mereka menganggap bahwa itu
suatu permainan anak kecil saja ?. Dan menganggap itu sebagai hal remeh ?. Jika begitu keadaannya, akan berlakulah
kepastian dari Allah atas orang-orang yang ingkar nikmat. Tidakkah mereka merasa bahwa ada yang tidak
biasa pada diri mereka itu. Mengapakah mereka tidak bersyukur, dan menggunakan
kelebihannya untuk berjalan di jalan Allah. Perlu bukti-bukti apalagi sehingga
meereka semua paham. Jika sekarang ini sudah saatnya, bahwa mereka diminta
untuk menggunakan kekuatan (shaad) yang sudah
diberikan alam kepada diri-diri mereka itu. Begitulah suara awan yang
tertangkap oleh Mas Thole, yang secara lamat Mas Thole sadar bahwa itu
disampaikan oleh sosok awan yang menyerupai wajah Sang Prabu Siliwangi. Hal itu
disadari setelah-nya.
Bagaimana tidak keras ancaman yang disampaikan atas diri
mereka. Kemampuan ilmu (shaad) yang dimiliki oleh Sang Prabu Siliwangi,
diturunkan dan diwariskan kepada mereka sekeluarga. Sang Prabu Siliwangi mampu
menaklukan jin dan syetan, mampu berbicara dengan hewan, angin, dan awan. Alam
semesta adalah raganya, maka sang Prabu mampu merasakan gejolakan rahsa yang terjadi
di alam ini. Sebagaimana dia merasakan tubuhnya sendiri. Sang Prabu mampu menyaksikan dan merasakan
sedihnya alam, mampu merasakan marahnya sang alam, dsb dsb. Masih ditambah
kemampuan olah pikir sang Prabu Siliwangi, kecerdikannya, ahli strategy, dan
lain sebagainya, sungguh manusia yang pilih tanding di jamannya. Dan
ilmu-ilmu itu, diwariskan dan
diturunkan kepada satu keluarga. Benarkah mereka tidak merasa
diberikan kelebih atas lainnya ?. Kembali Mas Thole hanya menarik nafas dalam,
menyerahkan urusan keyakinan kepada masing-masing orangnya. Dan kepada sidang
pembaca, Mas Thole berpesan agar bijak menyikapi kisah-kisah ini.
Mas Thoole tidak ingin mengkisahkan bagian yang akan
membuat fitnah. Cukuplah dirinya yang menjadi saksi, sebab wilayah tersebut
jika diceritakan akan menimbulkan bahaya berkelanjutan. Kejadian ghaib hingga
saat ini masih terus diperdebatkan. Meskipun manusia sudah berulang kali
ditunjukkan bahwa keghaiban adalah sebuah realitas. Jaman
dahulu kemampuan berbicara jarak jauh~ lintas benua, masih masuk dalam ranah ghaib. Masih
digolongkan ke dalam ilmu klenik. Namun sekarang ini hal tersebut sudah masuk
ke dalam ilmu science dengan diketemukannya radio dan hand phone.
Pada kisah berpindahnya singgasana Ratu Bilkis,
kejadiannya juga sama saja, masih
sesuatu yang ghaib. banyak orang berspekulasi. Namun tidak bagi Mas Thole,
perpindahan tersebut merupakan keniscayaan, hanya usikan pada materi saja.
Suatu saat manusia pasti akan mampu menemukan alat yang dapat memindahkan
materi. Suatu hal yang pasti, sebab al qur an sudah mengisyaratkannya. Maka manakah yang ghaib dan manakah yang
realitas sekarang ini ?, sesungguhnya semua itu sesuatu yang berimpit saja. Tergantung pada dimensi
manakah kesadaran manusianya itu.
Mas Thole bernafas panjang, mencari pijakan atas alur
kisahnya ini. Pesan-pesan alam yang harus disampaikan terasa keras sekali kali
ini. Maka dia harus banyak diam berdialog dengan mereka. Mencoba memberikan
pemikiran yang tak sama. Bahwa setiap manusia berada dalam makomnya
masing-masing, hidayah semua dari Allah. Kita tidak bisa memaksakan pemahaman
kita kepada orang lainnya. Dan alam mencoba mengerti apa yang diutarakan Mas
Thole sehingga bahasa dalam kisah inipun tidak sekeras dan setajam yang
seharusnya. Hanya saja alam menyesalkan, tidakkah mereka punya hati ?. Tidakkah
manusia memeiliki hati yang dengan itu mereka dapat membedakan mana kefasikan
dan mana ketakwaan. Dengan hati itulah manusia akan mengenali manakah daya
Allah dan manakah yangbukan. Bukalah hati, ingatlah Allah sang Maha Pencipta.
Hanya itu, yang dipinta.
Hmm..Mas Thole tidak mampu berkata lagi. Semua urusan dia
kembalikan kepada Allah. Tugasnya malam ini adalah membuka hijab salah satu
adik Sang Prabu. Dalam kesadarannya adiknya yang satu ini memiliki sesuatu yang
menggiriskan sekali. Bahkan syetanpun akan mampu ditundukannya. Dia mengerti
bahasa rahsa, bahasa yang belum menjadi informasi. Bahasa yang belum berbetuk
kata. Maka bahasa makhluk apapun yang memeiliki intelejensia akan mampu
dipahaminya. Dia juga mampu menyelusup mempengaruhi jalan pikiran orang
tersebut melalui rangkaian yang tak terbaca. Luar biasa sekali. Bukan hipnotis
atau sejenis ilmu dangkal lainnya. Sungguh ini adalah bahasa program pada alam
semesta. bgaiman jika bahasa program ini mampu dia baca kemudian dia susupi
dengan virus ?. Tentunya tidaklah perlu dibicarakan lagi, bagaimana akibatnya
itu.
Keadaan raganya memang memprihatinkan sekali. Sebuah
peristwa hebat telah mengguncang batinnya. Maka dirinya tidak sadar jika ada
sesuatu gumpalan hitam pekat yang menempel di punggungnya. Seperti sebuah
benalu yang akan terus merasuki jiwanya. Merusak secara perlahan otak dan
pikirannya. Dan jika sudah terlambat, kekuatannya tidak akan mampu
dikendalikannya. Dia akan menuruti apa saja yang terlintas, sudah tentu
akibatnya akan membuat frekwensi lalu lintas pikiran manusia terganggu.
Kemampuannya ini akan mengganggu sistem navigasi manusia,
sehingga manusia akan hilang kendali dan melakukan kecerobohan-kecerobohan yang
akan dapat membahayakan diri manusia itu sendiri dan juga lainnya. Jika orang
nya kebetulan dekat dengan api, maka dia akan melakukan kebodohan yang tak
dimengertinya. Akibatnya tentu saja kebakaran hebat disana. Semoga Allah
senantiasa menjaganya. Dia memang tidak tahu keadaanya itu. Maka kerena itulah alam rupanya mengutus Mas Thole, sebab begitu
pentingnya, jangan sampai nanti terlambat. Dengan pintu dimensi Pajajaran sudah
terbuka, maka keadaan dirinya hanya menghitung hari. Inilah rupanya menjadi
sebab, alam memaksa Mas Thole untuk kesana. Sebelum semuanya terlambat. Mas
Thole hanya menghela nafas tidak mengerti. Seserius inikah keadaannya ?. He eh,
kembali dirinya dipaksa agar mampu meyakini dimensi ghaib ini. Walau, semua itu
tidaklah semudah yang digambarkan.
Jika kemudian ketiga adik Sang Prabu terbuka hijabnya,
maka semua itu hanya karunia Allah semata. Ketiga adik Sang Prabu sudah mampu dikenali Mas Thole, mereka
orang-orang masa lalu dari jaman jauh sebelum berrdirinya kerjaan Sang Prabu
sendiri. Mereka masih sejaman dengan kerajaan Sunda Kuno. Mereka hidup pada
kira-kira abad 8 M, 10 M dan 12 M.Mas Thole hanya merasa tugasnya cukup dengan adik yang satunya saja. Dan
anehnya sepulangnya dari tempat kejadian. Badannya sudah enak digerakannya
lagi. Semua berjalan sebagaimana biasanya. Nafasnya sudah tidak satu-satu lagi.
Dia mampu manghirup nafas segar sebagaimana biasanya. Subhanalloh..sungguh Maha
Tinggi Engkau Ya Allah. Ampunilah hambamu yang lemah ini, yang tidak pernah
mengerti , yang selalu saja berdalih, dan selalu saja membantah perintah-Mu.
Malam semakin menggelap, Mas Thole kembali melaju dengan
KRL malam. Commuter terakhir yang menuju Bekasi, telah menunggunya. Terlambat 5
menit saja dia bisa saja bermalam di stasiun itu. Sebab jika dengan angkutan
biasa mungkin bisa 4 jam sampai di rumah nya lagi. Kecuali jika dia naik taksi.
Alhamdulillah semua berjalan lancar saja. Segala puji bagi AllahTuhan sekalian
alam.
wolohualam
Komentar
Posting Komentar