Kisah Spiritual, Babad Kelam Tlatah Mataram
Air mata membasah,
mengalir diantara bulu-bulu mata. Diam disana amat lama, kemudian mengembun,
jatuh tersudut. Helaan nafas panjang
seperti tak pernah usai. Nampak seperti menahan beban ribuan semut rahsa yang sulit
ditahannya lagi. “He eh, apakah dirinya
terlalu keras kemarin ?.” Dia membatin penuh rahsa iba. “Dia
hanyalah sosok gadis berumur 20 an tahun, pantaskah dirinya begitu keras
menghardiknya ?.” Ugh..rasa sesal seperti membongkar hatinya. Menuntut sang
jiwa atas kesalahannya, berlaku sedemikian rupa. Kepada seorang putri raja yang
tengah dalam hysteria menahan beban jiwa, atas tragedy yang menimpa dirinya. Mas
Thole dalam lelah menahan residu rahsa, bersama angkot yang membawanya ke
Jakarta.
Ya, seorang putri raja
yang anggun luar biasa, cantik jelita. Telah hadir disana, dirumah Mas Thole,
meminta untuk dikenali. Datang kemarin lusa, dengan raga manusia masa kini.
Entah mengapa Mas Thole mengenali sebagai gadis muda belia. Hasratnya penuh
pesona. Mengajak semua pria untuk memandangnya. Gemulai badannya, meliuk
meruntuhkan iman satu demi satu para pria. Getar suaranya merdu seperti
seruling yang melenakan jiwa. Namun sayang sekali, semua kelebihannya itu,
tidaklah sebanding dengan nasib yang menimpa dirinya. Kecantikan dan
keanggunannya tidak membuahkan apa-apa. Tidak membawa kebahagian bagi dirinya. Ayahnya
menjadikan kecantikannya untuk senjata.
Dia dijadikan umpan
untuk menaklukan lawan politik Ayahnya yang raja. Sebagaimana ulah para raja
lainnya. Sungguh tragedy kemanusian yang meluluh lantakan seluruh kesadaran
manusia. “Dia hanya seorang gadis belia,
mengapa harus mengalami nasib sedemikian targisnya..?” Mas Thole hanya
mampu menahan perihnya saja. Sisa-sisa residu rahsa yang kemarin dihantarkan
sang ratu, dicobanya dipahaminya. “Apakah
terlalu keras dia menghardiknya kemarin ?”
“Gusti,
bisakah hentikan tangisan anda. Sudah ber abad-abad gusti dalam keadaan begini.
Sekarang ini Gusti telah dilahirkan di
raga terkini. Setelah melintasi seluruh peradaban dan jaman. Mengapa Gusti
masih tidak mengerti..?”. Mas
Thole seperti memaksakan pemahamannya kepada gadis itu, yang terus saja
menyesali dirinya. Terus menangis dengan kerasnya, menyalahkan semuanya.
Memangil-manggil ibunya. Memanggil suaminya. Dan bgerkali-kali menhujat Ayahnya.
Betapa tragisnya kematian suaminya itu.
Dia terus bercerita.
Bagaimana dirinya sudah terlanjur jatuh cinta kepada suaminya. Suaminya begitu
penuh perhatian. Suaminya begitu tulus menyintainya. Sungguh dia benar-benar
jatuh cinta. Padahal siapakah yang tidak tahu kesaktian Ki Ageng Mangir. Kekuasaan dan kesaktiannya telah menggetarkan
tanah jawa. Dan itu juga yang sangat menakuti. Sehingga Panembahan Senopati pun
juga turut khawatir, bahwa kekuasaan Ki
Ageng Mangir akan menggoyahkan posisi kerajaannya. Banyak sudah utusan
Panembahan yang pulang tanpa nyawa, ketika berhadapan dengannya. Namun dengan kecantikannya dan keanggungannya sebagai ratu dia mampu menaklukan hati Ki Ageng Mangir itu. Pada awalnya dirinya menyamar sebagai gadis desa. Dan Ki Ageng jatuh cinta padanya, tanpa memandang derajatnya. Itulah yang menggetarkan hatinya. Maka dia yakin akan ketulusan cinta suaminya itu. Mana ada jaman sekarang ini lelaki yang seperti itu.
Ki Ageng Mangir adalah
sosok pemuda yang sangat tampan, agung dan berwibawa. Sungguh sulit
menaklukannya. Sosok yang sangat di idam-idamkan bagi seluruh wanita. Dan entah
bagaimana ceritanya jika lelaki itu yang kemudian menjadi suaminya. Pada
awalnya adalah senbuah misi. Tugas sebagai seorang mata-mata ganda. Namun
kejadiannya dia malah menemukan seorang
lelaki mampu menaklukan hatinya dengan kelembutan dan cinta. Hampir saja
dirinya melupakan misi rahasia yang dibebankan Ayahnya, untuk membunuh Ki Ageng
Mangir.
Dari niat misi yang
dibawanya dari sang Ayah, kejadiannya jadi berbalik dirinya benar-benar jatuh
cinta. Skenario tidak sebagaimana yang disusun sang Ayah. Ayahnya melupakan
perasaan seorang wanita. Kini anaknya
benar-benar jatuh cinta dan sangat sayang kepada suaminya itu. Dan Ayahnya,
sang Panembahan
Senopati tidak percaya itu. Dalam anggapan sang Ayah, yang tahu tabiat
anaknya yang keras, sombong, dan selalu memandang rendah lelaki, tidak mungkin
anaknya akan jatuh cinta kepada lelaki. Banyak sudah lelaki yang raja
ditolaknya mentah-mentah, bahkan kadang diusir saat melamarnya. Maka menjadi
sangat tidak masuk diakal jika anaknya akan jatuh cinta. Itulah argumenatsi
sang Ayah. Maka alibi apapun dari sang anak yang belum juga mau melaksanakan
misinya, membuat kemarahan Ayahnyanya memuncak.
Diceritakan suatu hari
sang Ayah berbaik hati, dengan alasan untuk silaturahmi, dia disuruh menghadap
kepada sang Ayah. Dirinya harus membawa suaminya untuk ‘sowan’ sebagai layaknya seorang anak menantu kepada
Ayah mertuanya. Tentu saja, sebagaimana seorang wanita yang berbakti, hal itu
menyenangkan hatinya. Harapan sang Ayah akan menerima Ki Ageng Mangir sebagai
anak menantu yang direstui mengalahkan logikanya. Kenyataan bahwa Ki Ageng
Mangir adalah lawan Panembahan senopati diabaikannya.
Harapannya adalah sebagai
mana wanita-wanita lainnya, ingin suaminya diakui sebagai anak juga oleh orang
tuanya. Harapan inilah yang membuat
dirinya begitu semangat untuk datang. Meski pada awalnya dirinya agak curiga
dengan perubahan sikap sang Ayah, namun semua ditepiskannya. Diyakinkannya
suaminya, bahwa Ayahnya sekarang sudah berubah. Dengan bujuk rayu terus
diajaknya suaminya. Dan demi sayangnya Ki Ageng Mangir kepada istrinya. Maka
dia rela merendahkan dirinya untuk bersujud dihadapan lawannya ini, yang juga
telah menjadi Ayahnya. Dikalahkan semua ego , ditanggalkannya semua atribut
kerajaannya, dibuangnya harga dirinya, dia bersujud bersimpuh dikaki Panembahan
Senopati. Semua dilakukan demi membahagiakan sang Istri. Semua rahsa bercapur
mengharu biru, membuncah dalam jiwa dan sanubari Ki Ageng Mangir, antara harta,
tahta dan wanita, kini berhimpitan dalam jiwanya. Bagaimana dia mengalahkan
semuanya demi cinta kepada wanita. Tahta telah dibuangnya, harta baginya buat
apa. Dia hanya cinta kepada istrinya Ratu Pambayun. Cintanya benar-benar
telah mengalahkan logikanya.
Dia tahu bagaimana
telengasnya Panembahan Senopati. Seorang raja yang membunuh lawan-lawannya
tanpa berkedip. Seorang raja yang haus akan dipuja dan kekuasaan. Seorang raja
yang telah menorehkan kesadaran lainnya dalam peradaban manusia. Adalah seorang
raja yang telah mengajak kaum lelembut untuk berkolaborasi dalam dimensi
manusia. Seorang raja yang dengan kesaktiannya mampu mengawini seorang ratu
lelembut Nyi Roro Kidul. Ratu lelembut yang berkuasa dipantai selatan. Sehingga
karenanya mau mendukung kekuasaannnya. Kemudian menjadi
tradisi raja-raja setelahnya. Sungguh seorang raja yang sangat ambisius. Dia
sadar itu, kepada siapakah dirinya tengah bersujud.
Istrinya mengamati dari
jarak dua tombak. Hatinya berbungah saat menyaksikan adegan, seorang anak
menantu yang tengah bersimpah dikaki Ayah mertuanya. Sebuah keadaan yang tidak
dialaminya dahulu saat pernikahannya. Kini tengah disaksikannya dihadapan
matanya. Betapa dirinya tidak gembira. Lega sekali rahsanya., Beban batinya
seperti terlepas. Dia berharap ayahnya dan suaminya ini dapat akur sebagiamana
keluarga lainnya. Mereka smeua dapat mengalahkan ego diri mereka untuk
berkuasa. Itulah harapannya.
Lain yang dipikirkan
Ratu Pambayun. Lain pula apa yang dipikirkan Panembahan Senopati. Dia merasa
saat itulah kesempatan bagi dirinya membunuh lawan politiknya yang paling besar
dan kuat. Kapan lagi dia akan dapat membunuhnya jika tidak saat sekarang ini
saat kepala sang lawan ada ditangannya, tengah bersimpuh dikakinya. Kesempatan
yang tidak akan datang dua kali. Maka dipegangnya kepala Ki Ageng Mangir dengan
kuatnya, sepersekian detik, tanpa sempat Ki Ageng menyadari, kepala itu dibenturkan
dengan kerasnya kebatu pualam yang menyangga kursi kebesaran Panembahan Senopati. Pecah kepala, dan seketika itulah nyawa Ki Ageng Mangir melayang.
Menyaksikan adegan yang
tidak diduganya sama sekali, jelas Ratu Pembayun seketika histeris. Bagai
dihantam halilintar, gelap sesaat
keadaannya. Dan setelah itu dia meraung tak terkendali melihat tubuh suaminya
yang tak bernyawa. Langit bergetaran, alam ghaib terguncang menyambut hati yang
begitu sakitnya. Kemudian jiwanya melesat kealam semesta. Mengarungi cahaya
demi cahaya. Berkitaran menangis di mayapada. Menggiriskan sekali. Membuat
badai dimana-mana. Kekuatan cinta, kekuatan hati, dan bagaimana jika semua bersatu dalam tersakiti. Maka alam telah menceritakannya kembali. Disini, dirumah Mas Thole,
dia hadir dengan membawa luka, dan rahsa yang telah mengguncangkan semesta.
“Gusti..gusti..ingatlah
sekarang Gusti sedang dalam dimensi apa..?” Berulang kali Mas Thole mengingatkan, bahkan tak jarang
dengan bentakan, demikian kerasnya. Namun tangisnya seperti tak mampu
dihentikannya, dia berkali-kali memohon ampun. “Ampun paman..ampun paman, saya
mengerti..tapi…?.” Kembali
diulang-ulangnya kesedihannya atas kejadian yang menimpa itu. Dia menyesali
dirinya, menyesali kebodohannya, kenapa suaminya dia bawa kepada Ayahnya. Dia
padahal tahu itu, siapakah Ayahnya sesungguhnya. Tidak mungkin Ayahnya akan melepaskan suaminya.
Setelah puas memaki
Ayahnya, dia memanggil-manggil suaminya lagi. Sungguh dia ingin berbakti kepada
Ayahnya, namun disisi lainnya dia juga mencintai suaminya. Dualitas yang tidak mampu diselesaikannya. Dualitas hati, bagai buah simalakama, kini dia dalam gamang.
Jiwa gamang yang melintas peradaban, begitu mengguncang jiwa. Merinding Mas
Thole karenanya. Bulu-bulu seluruh badanya serasa berdiri karenanya. Kembali
Mas Thole mengingatkannya, bahwa waktunya tidak banyak, prosesi harus segera dihentikan.
Gusti Ratu Pambayun harus mulai menerima takdir dirinya. Alam ghaib sudah mulai
mendeteksi kehadirannya, maka dia harus kembali kepada kesadaran raga
terkininya. Jika tidak akan membahayakan jiwanya dan juga raga terkininya.
Entah mengapa, Mas
Thole merasa harus melakukan itu, harus segera menyudahi prosesi itu. Dalam mata
batinnya ada orang-orang yang akan mencari Gusti Ratu Pambayun. Ada orang yang memang tengah
diutus untuk memburunya. Sebab Gusti Ratu Pambayun adalah kunci yang akan mampu mengalahkan kaum lelembut
dari lautan. Dialah yang akan mampu menghadap anak buah Nyi Blorong (Nimas
Pandan Sari), seorang ratu ular dari kerajaan laut. Merupakan anak kesayangan Nyi
Roro Kidul. Ratu Pambayun yang akan mampu meredam sepak terjang Ratu Roro Kidul. Dan dia juga pula yang akan mengingatkan sang Panembahan Senopati yang sudah reinkarnasi terlebih dahulu. Untuk segera kembali ke jalan fitrahnya. Sebab keadaan sang Panembahan Senopati tetap tidak berubah, walau sudah
reinkarnasi berkali-kali. Begitu keadaan yang dilihat Mas Thole.
Ya, prosesi saat itu harus di akhiri. Sebentar lagi akan ada orang-orang
yang datang ke rumah yang akan memburunya. Begitulah ilapat yang diterima Mas
Thole, seperti genta yang ditabuh. Sehingga memaksa dirinya harus keras
terhadap Gusti Ratu Pambayun. Lawan-lawan politiknya sudah berinkarnasi juga
melalui raga-raga terkini. Mereka para spionase yang terus melacak
keberadaannya. Maka Gusti Ratu Pambayun harus segera meninggalkan tempat ini.
Meski seakan-akan terasa mengusirnya pergi. Dan meski keadaan dirinya yang
dalam kesedihannya tidak bisa dituntas hari ini. Meski kesedihannya masih terus
menggayutinya. Namun Mas Thole memaksakan hati, dia harus segera pergi demi
kebaikan dirinya itu.
Benar saja, setelah kepulangannya
dari menghantarkan raga terkini Gusti Ratu Pambayun, mencari ojek. Mas Thole berjalan kaki pulang ke rumah. Dari arah belakang datang dengan sepeda motor 2 orang diantarakan oleh Pak Aryo. “Ugh..apakah mereka ini firasat itu..?” Batin Mas Thole, mencoba meraba hatinya. “Benarkah karena
mereka ini , sehingga Gusti Ratu harus segera pergi..” Mas Thole membenarkan
dan dalam keyakinan itu. Merekalah para
pemburu orang-orang masa lalu. Dan untung saja mereka tidak berpapasan, selisih
hanya beberapa menit saja. Maka Mas Thole bersyukur sekali.
Kejadian itu sudah di
hari minggu lalu (21/4) lalu, keadaannya kini sudah semakin membaik. Beberapa
sms dicuplikan untuk menjadi bagian dari kisah spiritual ini. Sebuah kisah anak
manusia yang terus berusaha mencari jati dirinya. Sebuah kisah yang tak mungkin
hilang dari kesadaran manusia. Sebagaimana kisah Cinta Ratu Sima dan Begawan Kaliresi,
sebagaimana kisah cintanya Raden Panji dan Dewi Sekar Taji. Dan juga kisah cinta lainnya. Sungguh sebuah kisah cinta
yang hanya diketahui seperti apa rahsanya oleh pelakunya sendiri. Sebab kisah
cinta seperti itu tidak pernah mampu dibahasakan oleh bahasa manusia.
“Kemarin malam saya mimpi banjir besar. Saya jalan kearah air, tapi ada
yang memanggil-manggil saya dari belakang, akhirnya saya ikut orang-orang itu.
Kotanya seperti sudah ditinggalkan orang. Dua hari ini masih penyelarasan.
Kalau sedang sendiri seperti keadaan saya waktu di stasiuan saat pulang kemarin
dari rumah bapak. Rahsanya sedih luar biasa, kereta seperti datang dari kanan
dan kiri, saya seperti jalan sendirian di dunia ini. Apakah orang biasa akan
sanggup menerima nasib seperti itu ?”
“Sekarang
semua jelas, kenapa saya seperti punya 2 kepribadian selama ini. Kenapa saya
bisa sangat manja dan seperti anak kecil. Tapi saya juga bisa naik gunung
sampai puncak seperti laki-laki. Kenpa juga orang-orang itu berbicara tentang
berbagai sosok di belakang saya. Dari mulai putri, pengawal, Dll. Hari ini saya
sudah berbeda. Alhamdulillah semua sudah terbuka. Siapakah jatidiri saya. “
Alhamdulillah, hanya
syukur yang dalam. Jika alam sekarang menerima kehadirannya. Alam akan
berpesta, sekali lagi air akan tertumpah dimana-mana. Menyambut kelahiran para
kesatria. Kesatria-kesatria dalam pingitan alam sekarang ini tengah berjuang
untuk lahir kembali, di raga-raga manusia terkini. Lahir dikancah peradaban
yang berbeda dari asal muasalnya. Mereka harus berjuang mengalahkan masa
lalunya sendiri terlebih dahulu, sebelum mampu mengemban misi suci sang alam,
untuk memperbaiki negri. Negri yang disebut sebagai Nusantara baru. Negri yang
bebas dari korupsi dan ulah rendah manusia. Semoga para kesatria cepat mengerti,
bahwa mereka dilahirkan kembali bukan tanpa misi. Mereka harus paham dan tahu,
jika kehadirannya memang dikehendaki.
wolohualam
Komentar
Posting Komentar