KIsah Spiritual, Perjalanan ke Barat 2 (Butterfly Effect)


Perjalanan ini/Trasa sangat menyedihkan/Sayang engkau tak duduk/Disampingku kawan/Banyak cerita/Yang mestinya kau saksikan/Di tanah kering bebatuan
Tubuhku terguncang/Dihempas batu jalanan/Hati tergetar menatapkering rerumputan/Perjalanan ini pun/Seperti jadi saksi/Gembala kecil/Menangis sedih ...
Kawan coba dengar apa jawabnya/Ketika di kutanya mengapa/Bapak ibunya tlah lama mati/Ditelan bencana tanah ini/Sesampainya di laut/Kukabarkan semuanya/Kepada karang kepada ombak/Kepada matahari/Tetapi semua diam/Tetapi semua bisu/Tinggal aku sendiri/Terpaku menatap langit..
Barangkali di sana ada jawabnya/Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan/Melihat tingkah kita/Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa/Atau alam mulai enggan/Bersahabat dengan kita/Coba kita bertanya pada/Rumput yang bergoyang.
(Berita Kepada Kawan by Ebiet G.ADE)

Romansa dan romantika apakah yang terus berlintasan dalam batin Mas Thole. Mendengar sebuah keputusan ghaib atas keberangkatannya ke barat kali kedua ini. Seperti dendang lagu Ebiet G Ade, jikalau rahsanya tempat yang akan dikunjungi adalah tempat yang dahulu kala diceritakan pernah memakan korban ratusan jiwa. Tempat yang harus dikunungi berikutnya bukan main-main. Tetua gunung, yah Pegunungan Dieng adalah pinisepuh dari gunung-gunung yang ada di nusantara ini. Coba bayangkan saja betapa wingitnya derah ini. Banyak sekali ghaib yang sudah berusia ribuan tahun disini. Dan juga banyak sekali kejadian aneh akhir-akhir ini yang terus saja melingkupi tlatah pegunungan ini. Dari yang hanya simbol yang nampak sampaipun benar keadaannya.

Gempa yang terus mengguncang wilayah ini. Itu adalah salah satunya. Kilasan cahaya ghaib yang sering melintasi, penampakan-[enampakan cahaya dan awan-awan yang membentuk sesuatu. Satu persatu sperti slide sebuah film. Menjadi sebuah misteri bagi rekan-rekan Mas Thole yang mengamati keadaan disana. Maka kesadaran Mas Thole kemudian terbawa suasana saat kejadian berpuluh tahun lalu. Nuansa kesedihan dihantarkan oleh alunan lagu Ebiet dimuka, yang begitu saja merasuki kesadarannya. Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat ulah kita. Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa .” Ugh.. Itu hanyalah sebagian diantara tanda-tanda alam. Belum lagi yang lainnya, yang tidak terberitakan oleh media. Seperti tanah yang masuk ke dalam tanah, amblas tiba-tiba, dan beberapa warga mengungsi karenannya. Kejadian kemarin yang diiringi dengan banjir dimana-mana. Itukah cara alam membahasakan dirinya ?.

Kekhawatiran Mas Thole atas perjalanannya ke barat tahap kedua ini bukan tanpa alasan. Semalam sebelum keberangkatannya (26/4), diatas kompleks perumahaannya kisaran jam 2 pagi, terdengar petir dan geledek menyambar-nyambar. Seperti kilatan cahaya lampu blizt yang luar biasa, menembus ke dalam kamar Mas Thole. Suara geledek yang menggelegar juga membunyikan alarm mobil-mobil tetangga, suara bersahut-sahutan benar-benar menambah wingit suasana yang diarasakan Mas Thole. Belum lagi lolongan anjing tetangga yang terdengar pasrah dalam dalam lengkingannya. “Pertanda apakah ini..?” Maka segera Mas Thole bangun dan mengambil wudhu untuk sholat malam 4 rokaat. “Apakah yang bakal dialaminya nanti disana.” Biarlah dia pasrahkan raganya saja, kepada pemilik-Nya.

Sepanjang pagi hingga siang, dirinya mencoba menyelusuri lagi, mengkaji fenomena alam, memberikan khabar kepada rekan-rekan lainnya atas kejadian itu. Mencoba mencari pijakan, barangkalai ada hikmah yang terlewat, yang tak mampu dimaknainya, sebelum keberangkatannya nanti ke pusat gunung yang dituakan di nusantara. Gelisahnya, begitu kental. Sebab hingga memasuki siang dirinya belum mendapatkan keyakinan. Bahkan yang terpampang dalam kesadarannya adalah makhluk-makhluk raksasa setinggi pohon-pohon kelapa yang menghadang. Tengah dalam menantinya. Ugh..maka karena sebab ini dia mengirimkan email kepada Ratu Sima, mohon doa restunya, sebab akan memasuki wilayahnya, dan akan memaku daerah kekuasaannya, akan dijadikan sebagai paku nusantara. Benarkah ini ?. Mas Tole kembali meyakini realitas yang ada dalam raganya. Bagaimana wingitnya tanah pegunungan Dieng dia yang merasakan keadaan itu. Begitulah saat kemudian Ratu Sima mengirimkan balasan, yang , m,engkhabarkan dukungannya.

Insyaallah....

Izin Ridho & Restu akan mengiringi Perjalanan Mas Thole dkk. Apapun yg terjadi.... Insyaallah Semua khan mentaati, Beliau2 akan patuh & taat pada titah Ratu nya. Yg tiada taat & patuh....  Karma pedih akan menimpa sesuai hukum Alam. Allah SWT Maha Sempurna, Amin.

Salam.


Dikirim: Jumat, 26 April 2013 11:19
Judul: Bls: .
Alhamdulillah..

Insyaallah nanti sore saya berangkat, dengan 3 orang. 
Pagi tadi jam 2 an geledek dan halilintar terus menyambar-nyambar di atas komplek perumahan suaranya benar-benar luar biasa, sampai alarm mobil nyala semua. Hal yang belum pernah terjadi sejak saya tinggal 13 tahun disana.

Ada bersitan bahwa perjalanan kali ini akan lebih berat lagi, sebab tlatah dieng penuh dengan ghaib yang berumur ribuan tahun. Mohon doa dari sang Ratu. Raga sudah seperti ban dipompa sejak malam tadi. Alam ghaib sudah mulai gelisah, para ghaib sudah mulaisadar atas bakalan apa yang terjadi. Membuat perjalanan kali ini menjadi tak biasa.

Semoga Allah senantiasa melindungi hamba-Nya yang lemah ini. Mohon doa restunya, mohon agar sang Ratu untuk menyiapkan prosesinya disana. Sebab raga yang ringkih ini bukan siapa-siapa, tak memiliki kemampuan apa-apa. Saat ini yang akan dipaku adalah gunung yang dianggap menjadi pinisepuh gunung-gunung di nusantara ini. Malaikat gunung, para penjaga gunung semua berkumpul disana. Mohon ijinnya agar bersedia menjadi paku bumi buat nusantara ini. Mohon rtidho sang Ratu.

Dalam doa tulus, dalam permohonan , semoga para pinisepuh mengijinkannya dan meridhoi, apa yangkita upayakan ini. He..eh.

Ampuni kami ya Allah..tunjukanlah jalan yang lurus. Lindungilah seluruh langkah kecil kami.

Biarlah kepak kami yang ringkih ini menjadi tornado yang melibas angkara murka negri ini. Ya Allah..sesungguhnya kami lemah..amat sangat lemah.

semoga Ya Allah..

salam

Lirik lagu seperti terulang, "Barangkali di sana ada jawabnya/Mengapa di tanahku terjadi bencana/Mungkin Tuhan mulai bosan/Melihat tingkah kita/Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa/Atau alam mulai enggan/Bersahabat dengan kita/Coba kita bertanya pada/Rumput yang bergoyang." Kesedihan perlahan mulai menggayuti hati dan pikiran. 

Yah..Mas Thole berharap, barangkali disana di pegunungan Dieng ada sebuah jawaban, mengapa di tanah nusantara sekarang ini banyak terjadi bencana. Benarkah alam mulai enggan bersahabat dengan kita. Mas Thole akan bertanya disana dan mencari jawaban. Apakah kejadian ghaib yang dinampakan disana akan bermakna ?. Mampukah menjelaskan atas keadaan yang dialami rekan-rekan Mas Thole, untuk apakah kita menjadi saksi kejadian dan fenomena alam yang tak biasa ini ?. Haruskah Mas Thole mengikuti anjuran Ebiet G Ade, yang menyarankan bertanya kepada rumput yang bergoyang?. He..eh..rasanya itu jelas tak mungkin.

Selesai dengan konteplasinya  itu semua, Mas Thole memantapkan diri 3 orang, berangkat dengan bus kesana. Sungai Serayu mulai nampak. Bebatuan diatasnya tersebul, berserak, liuknya seperti ular yang berkelok. Bus yang ditumpangi Mas Thole terlambat hampir tiga jam, sehingga saat memasuki kota Wonosobo, sudah pukul 7.30 WIB pagi. Nampak sekali hamparan sawah dan kali, disepanjang perjalanan memasuki kota, hawa dinginnya mulai terasa, menyejukan sekali. Mas Thole kemudian beristirahat sebentar. Hanya sekedar minum kopi dan sarapan pagi, kemudian melanjutkan perjalanannya lagi ke puncak pegunungan Dieng. Beruntung sekali ada rekan yang mau meminjamkan kenadaraan roda duanya, lumayan dapat menghemat biaya.

Angin menerpa dari muka dan belakang saat Mas Thole melaju dengan roda duanya. Sungguh setelah berpuluh tahun lalu, baru kali ini dia mengulang lagi mengendarai roda dua kesana, mengendarainya sendiri. Jalan yang menanjak dan sangat licin di waktu hujan menyebabkan banyak kecelakaan sepeda motor. Namun alhamdulillah, cuaca dipagi itu demikian sejuknya, awan terlihat satu-satu, cahaya matahari lembut menerpa kulit, menjadikan kehangatan sangat terasa dibadan. Satu bukit dilalui, dua bukit telah dilewati, perjalanan yang asyik saja. Sayang sekali, sudah tidak terlihat pepohonan disana, bukit itu seperti ayam yang dikuliti, dicabuti bulu-bulunya, telanjang terlihat aurat mereka. Kering dan gersang, nampak dimata walau hawa dingin terus saja menerpa. Hati terasa sangat sedih melihat keadaan mereka ini.

Memasuki kawasan, seperti halnya memasuki dimensi lain. Seratus meter dari tugu selamat datang terasa hawa dingin yang tak biasa, hingga nyaris saja tangan Mas Thole kram. Dngin yang tak sama dengan hawa gunung biasa. Kesadaran Mas Thole paham bahwa dirinya tengah memasuki penjagaan gerbang dimensi pertama. Semua ada 4 gerbang yang harus dilewati. Tempat yang ditujukan adalah pusat informasi wisata. Mencari tahu dimanakn tempat Tuk Bimolukar asli, yaitu saat mana dia keluar dari perut bumi, bukannya tuk yang sudah di modifikasi. Ternyata tidak ada satupun orang yang tahu. Mas Thole terpaksa harus menggunakan mata batinnya untuk mencari dimanakah letak mata air tersebut.

Berdiri Mas Thole di tempat pemandian Tuk Bimolukar, mengambil air wudhu. Dan tiba-tiba seperti ada entitas yang masuk ke dalam dirinya. Memberitahukan kepada ghaib yang ada disana, atas misi yang bawa oleh raga Mas Thole, agar semua makhluk disana tidak mengganggu. Dsb..dsb. Hampir saja kesadaran tersebut mengambil alih. Untung saja, Mas Thole segera menyergahnya, memohon agar dirinya yang menajdi imam, menyampaikan apa-apa pesannya kepada seluruh alam dan makhluk yang ada di pegunungan Dieng. Bisikan mengarahkan dirinya untuk menuju keatas perbukitan kuarng lebih 50 - 100 meter. Dia harus mengunakan raga terkininya. Jelas saja tubuh ringkihnya, tertatih-tatih. Nafas tinggal satu-satu. Sering dirinya akan terperosok ke lembah.  Akhirnya dengan susah payah ditemukannya titik koordinat, dimana dirinya harus menancapkan paku bumi.Tempat yang dalam mata batin Mas Thole sebuah daerah yang rimbun dan sakral. Namun dalam dimensi terkii hanyalah sebuah lahan pertanian kentang belaka. Disana dia menancapkan paku bumi. Maka selesailah sudah tugasnya kali ini. Langit begitu cerah, matahari bersinar, namun tidak menyakitkan kulit.

Sungguh prosesi tersebut bagi Mas Thole menjadi terasa sangat biasa. Lain dengan prosesi sebelumnya di Gn Tangkuban Prahu, ataupun di wilayah lainnya, yang hampir nyaris membunuhnya. Disini di pegunungan Dieng mengapa jadi biasa saja. Hal yang sangat biasa yang dirasakan raga Mas Thole. Hal ini menjadi sangat aneh saja bagi Mas Thole yang sering merasakan fenomena keghaiban. Sudah tak terbilang kali dimanapun dirinya melakukan prosesi masuk ke wilayah lainnya, akan selalu diikuti oleh pertanda alam dan akan terasa diraganya. Mengapa sekarang ini pertanda alam tidak sebagaimana kebiasaan yang lalu. Jika dahulu selalu diiringi dengan awan, kabut, hujan, petir, dan pertanda-pertanda aneh lainnya. Kenapa di Dieng ini tidak ? Adakah yang salah ?. Bagaimanakah dia akan memaknai kejadian yang biasa ini ?. Apakah kejadian yangbiasa ini adalah justru keghaiban yang nyata ?. Ugh.

Seharusnya dalam perkiraaannya awal masuk ke Gn Dieng saja akan diikuti pertanda alam, dan peristiwa ghaib lainnya. Ternyata dia salah besar. Tidak ada peristiwa apapun yang menimpanya, hanya peristiwa kecil saja, sebagai pertanda. Tidak seperti halnya saat ketika dirinya memasuki wilayah lainnya. Huk. Apakah kegahiban tidak harus dimaknai dan ditandai oleh peristiwa alam atau kejadian alam lainnya ?. Kembali dalam sekian detika dirinya mencoba mengeksplorasi lagi. Keghaiban adalah wilayah keyakinan. Maka meskipun ada tanda ataupun tidak, tentunya keyakinan seharusnya akan tetap. Sudah banyak teguran kepada kaum terdahulu, mereka kaum yang selalu memohon ditujukan keghaiban. Meneantang kepada para nabi memohon disegerakan hukuman, atau memeohon diperlihatkan keghaiban. Namun setelah diperlihatkan kepada meerka keghaiban, tetap saja mereka ingkar kepada Tuhannya. Referensi inilahyang kemudian didapatkan Mas Thole untuk memaknai kejadian yang biasa ini.

Jika kepada dirinya dinampakkan kegahaiban terus menerus mungkin dirinya juga akan menjadi hijab lagi. Dirinya akan tersus mencari-cara keghaiban, dan selalu memeohon tanda-tanda dari Allah. “Bukankah sudah ditunjukkan bukti-bukti selama ini, masih perlu bukti apalagi..?” Kesadarannya keras menghardik dirinya. Maka kemudian dia istigfar. Setelah sempat mengirimkan SMS kepada Gusti ratu Pambayun, untuk membantu dirinya membaca tanda alam yang biasa ini namun justru terasa menjadi tak biasa. Alhamdulillah, SMS jawaban Gusti Putri juga memberikan jawaban yang serupa. Bukankah alam yang dalam keadaan biasa ini justru merupakan realitas adanya. Bukankah kita hidup dialam realitas bukan alam ghaib. Maka manakah yang akan menjadi imam kita, real;itas atau keghaiban ?.

Saat dikonfirmasikan dengan sang Prabu yang menancapkan paku bumi di Monas, ternyata dirinya juga mengalami hal yang sama. Begitu juga hal yang sama, Pak Aryo yang menancapkan di laut sebelah utara. Langit begitu indah dan cerahnya, redup, tidak ada lagi awan, hujan, petir atau tanda-tanda alam yang tak biasa. Normal sekali. Sebab katanya kita adalah manusia biasa, sangat biasa sebagaimana mansuia normal lainnya saja. Untuk apa mencari fenomena alam yang tak biasa. Mengapa harus menunggu tanda-tanda itu lagi. Dari hal yang biasa itulah kita akan memaknai kejadian dnegan luar biasa. Dengan keimanan kita kepada yang Maha Kuasa. Yang mengatur segala rencana dan kejadian.

Kesadaran dan pemaknaan mulai membombardir Mas Thole. Realitas manusia, peradaban manusia, teknology dan lainnya harus dibangun dengan hukum-hukum yang dapat dipahami oleh manusia. Tidak ada keghaiban dan sim salabim disana. Semua manusia harus bekerja, semua manusia hatrus menggunakan otak, akal dan logikanya untuk membangun peradaban dirinya bagi kemaslahatan umat manusia. Manusia tidak doiperbolehkan bersandarkan kepada kekuatan ghaib. Keghaiban wajib kita yakini, namun bukan berarti kita akan tunduk kepada makhluk ghaib. Manusialah sang Khalifahnya. Hukum-hukum Allah bergerak pada wilayah ini. Manusia harus mengkaji dirinya kembali. Terutama umat Islam harus meyakini hal ini. Sehingga keadaan diri mereka tidak etrobsesi atas kekuatan mahluk gahiba, kekuatan, kesaktian, yang mempesona, namun tidak akan mampu memeperbaikan realitas, apalagi membangun peradaban manusia.

Keghaiban hanya menghantarkan manusia pada suatu makom yang menyakini bahwa ada sesuatu kekuatan yang mengatur disana dalam wilayah realitas. Sebagai misal, tampilan layar monitor hanya akan mengikuti program-program yang memang sudah diinstal sebelumnya. Yang kita saksikan adalah tontonan semisal itu. Pada wilayah program, akan banyak sekali gahiab yang bermain disana, semisal virus, hoach atau lainnya. Maka ada orang-orang seperti kiat yangmenyasikan keadaan disana. Semisal virus memeiliki daya untuk menggerakkan layar, menajdi energy penggera tokoh yang akan tampil disana. Dan tokoh tersebut tidak menyadari bahwa hakekatnya dirinya menggunakan daya dari virus, bukan daya dari sumber aslinya.

Semisal itulah gambaran yang ingin diilustrasikan Mas Thole, manusia-manusia sekarang ini. Banyak sekali yang terhijab sehingga banyak dari mereka menggunakan daya selain Allah. Yang berada dalam dirinya adalah semisal siluman penghuni lautan anak buah Nyi Roro Kidul, ataupun Siluman hutan semisal makhluk penghuni Gn Kawi. Manusia yang sering melakukan persembahan, sering ke dukun, sering memeinta-minta pada makhluk ghiab pada hakekatnya di dalam raganya hanya berisi makluk-makluk tersebut. Dimana kemudian makhluk tersebut menggantikan daya Allah di tubuh manusia. Tanpa manusia tersebut menyadarinya. Bisakah kita kemudian menduga kejadiannya, jika yang berada dalam tubuh manusia tersebut adalah sebangsa siluman atau makhluk lainnya ?. Mereka semua akan terlihat dari akhlaknya. Mereka semua akan sulit sekali menghadap Tuhannya, hawanya akan selalu was-was dan resah. Kehidupannya menajdi tidak nyaman dll dll. Mereka semua akan selalu membuat kerusakan dimuka bumi ini. Namun bagaimanakah kejadiannya jika mereka semua tidak merasa dan tidak tahu itu ?. Itulah yang menajdikan hati mereka membatu..!. Mereka mempunyai hati, namun mereka tidak menggunakan itu.

Begitulah kesadaran yang terus membombardir otak Mas Thole. Menjadi kewajiban para kesatria adalah mengungkap jatidir manusia. Menunjukan kepada mereka bahwa sesungguhnya daya apakah yang selalu meliputi mereka. Sebab jelas sekali perbedaannya dan efek di badan jika mereka menuhankan selain Allah. Jika mereka berlaku sirik maka sesungguhnya mereka sedang menelan api neraka ke dalam tubuhnya. Api ini sangat terasa, kita menjadi gelisah, was-was, dan lain sebagainya. Begitulah Al qur an mencoba menjelaskan kepada kita. Kesadaran kita (Ruh-KU) harus dijaga tetap dalam kondisi fitrahnya. Agar jiwa manusia tenang-ikhlas, puas dan ridho dalam menjalani takdir-takdirnya.

Kesadaran tersebut masih terus mengejar Mas Thole, menyoal fungsi dan tugas-tugas para kesatria. Sesungguhnya para kesatria tidak dibebankan kepada akhir sebuah kejadian. Para kesatria tidak akan dituntut apa-apa, jika toh upaya mereka tidak menghasilkan apa-apa. Sebab hakekatnya semua sudah dalam skenario Tuhannya. Yang perlu dilakukan para kesatria adalah (hanya) menyatukan hati kepada Allah, meng-ikhlaskan raga-raga mereka untuk menjadi alat-alat Allah. Jika pada saatnya nanti raga tersebut akan digerakan kemana saja, meraka semua harus siap. Sebagaimana kesiapan nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk memasuki api yang kala itu sedang  berkorbar dengan dhasyatnya. Para Kesatria sudah saatnya memasuki keadaan makom (hal) saat mana nabi Ibrahim dalam keyakinan tersebut. Tugas para kesatria melatih diri mereka masing-masing utnuk menempati makom-makom mereka kearah sana. Keimanan yang utuh. Keimanan yang tidak menyisakan ruang keraguan sedikitpun. Inalilahi wa inailahi rojiun. Para kesatrai harus selesai dengan itu.

Para kesatria hanya perlu menggerakkan raga mereka semisal Siti Hajar saat mencari minum buat anaknya. Semisal itulah perumpaman-perumpamaannya. Kekuatan hati, keimanan, dan keyakinan dalam dimensi berbaik sangka kepada Allah atas takdir apapun yang nanti akan diberikan kepada kita semua. Dengan keadaan tersebut, dengan kekuatan hati yang terus diikrarkan untuk perbaikan akhkal bangsa ini, dalam semangat yang terpatri dalam visi dan misi, merubah keadaan bangsa kita ini menuju nusantara baru. Itulah yang harus diafirmasikan ke dalam jiwa kita semua.

Para kesatria hanya perlu mengharapkan ridho-Nya saja. Meskipun kita hanya mampu melakukan dengan upaya dan langkah kecil kita. Dalam kepak sayap kita yang ringkih. Dengan jumlahkita yang tak seberapa dibandingkan dengan kebesaran bangsa ini. Ibaratnya saja seperti sebutir debu di hamparan pasir luas. Namun para kesatria harus dalam keyakinan yang utuh. Para kesatria harus ingat bukan kita yang melakukan perubahan kepada bangsa ini. Bukan pula kita yang bertanggung jawab atas akhlak bangsa ini. Allah Tuhan kita yang memeiliki kekuasaan atas itu.

Tugas para kesatria adalah terus mengepakkan sayap-sayap ringkihnya itu. Agar terus memberikan daya dorong kepada manusia lainnya. Kepakan kita yang tulus ikhlas ini akan, semoga akan mendapatkan ridho-Nya sehingga karenanya kepakkan kita yang kecil ini akan mampu menjadi tornado yang akan melibas para siluman yang bersarang di tubuh manusia. Menjadikan manusia sadar bahwa sesungguhnya keadaannya diri mereka adalah manusia. Yaitu Sejatinya manusia jawa yang berjiwa. Kpeakan sayap ini bukanlah suatu ilusi, kepakan sayap ini sudah menjadi realitas dengan ditemukannya teori atas hal ini. Maka seharusnya menjadi keyakinan lagi dari keyakinan yang sudah ada, dalam benak kesatria. Kepakan kita adalah semisal butterfly effect, bagi perubahan akhlak bangsa ini. Semoga. Amin.

Efek kupu-kupu (bahasa InggrisButterfly effect) adalah istilah dalam "Teori Chaos" (Chaos Theory) yang berhubungan dengan "ketergantungan yang peka terhadap kondisi awal" (sensitive dependence on initial conditions), di mana perubahan kecil pada satu tempat dalam suatu sistem non-linear dapat mengakibatkan perbedaan besar dalam keadaan kemudian. Istilah yang pertama kali dipakai oleh Edward Norton Lorenz ini merujuk pada sebuah pemikiran bahwa kepakan sayapkupu-kupu di hutan belantara Brazil secara teori dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian. Fenomena ini juga dikenal sebagai sistem yang ketergantungannya sangat peka terhadap kondisi awal. Perubahan yang hanya sedikit pada kondisi awal, dapat mengubah secara drastis kelakuan sistem pada jangka panjang. Jika suatu sistem dimulai dengan kondisi awal misalnya 2, maka hasil akhir dari sistem yang sama akan jauh berbeda jika dimulai dengan 2,000001 di mana 0,000001 sangat kecil sekali dan wajar untuk diabaikan. Dengan kata lain: kesalahan yang sangat kecil akan menyebabkan bencana dikemudian hari. (Dicuplik dari Wikipedia)

Wahai para kesatria, janganlah lelah, kepakan terus sayapmu. Semoga Allah ridho dan kita juga ridho. “Mungkin Tuhan mulai bosan/Melihat tingkah kita/Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa/Atau alam mulai enggan/Bersahabat dengan kita/”. Sebagaimana penggalan lagu Ebiet, namun janganlah kita bosan untuk selalu bertasbih kepada-Nya. Untuk selalu mengagungkan asma-Nya. Sebab itulah kepakan sayap kita, uapaya kita bersandar hanya kepada-Nya, berserah hanya kepada-Nya, bergantung hanya kepada-Nya, tiada daya upaya kita selain hanya Allah dan Allah saja. La illa ha ilallah 3x.

Selesai sudah kisah ini diposting (28/4), rupanya belum menjadi sebuah akhir kisah. Rupanya alam tetap meng-apresiasi apa yang dilakukan oleh Mas Thole. Selepas turun dari Dieng, hujan disertai angin kencang menerpa wilayah perkotaan. Bertepatan setelah dirinya memutuskan untuk singgah ditempat kawannya. Hal itu dianggapnya sebagai hal biasa. memang saat itu dia sempat sampaikan kepada rekannya, bahwa angin ini adalah angin yang tak biasa. Seperti sebuah ucapan salam , angin dan hujan seperti berkata. Ada banyak makhluk yang menyapa menyampaikan dukungannya. 

Begitu juga saat keesokan harinya, Mas Thole akan kembali pulang. Pada saat perjalanannya ke terminal. dilihatnya awan seperti ingin bersapa, "Selamat jalan, dan doa menyertai."  Ada perasaan nikmat dan sejuk saja disana. Benar saja begitu dirinya duduk di bus yang ditumpanginya tidak samapi 5 menit, hujan angin turun dengan derasnya, diseputar wilayah itu. Selewat 1 kilometer persegi, setelah bus melaju,nampak  jalanan benar-benar kering. Allah hu akbar..3x. Inikah bukti yang ingin Engkau tunjukan. Subhanalloh..


Wolohualam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali