Kajian Sufisika; Malam Lailatul Qodar (1)

Puji syukur kepada Allah SWT, yang atas berkat karunia-Nya kajian-kajian ini masih bisa di hantarkan ke hadapan sidang pembaca.

Memasuki pemahaman yang semakin memberat, bukan saja raga yang terpontang-panting mencoba menacari makna, namun akal dan kesadaran senantiasa tertatih-tatih. Maka dapat penulis rasakan bagaimana para pendahulu kita kaum arif, bagaimana keadaan mereka ketika itu, saat dalam keadaan ‘hal’ suasana yang berkaitan dengan itu.

Pengorbanan mereka semoga mereka semua mendapatkan imbalan sebagaimana pengorbanan mereka dan semoga rahmat Allah senantiasa terlimpah atas mereka. Mereka telah meletakan pondasi dasar-dasar keimanan kepada kita. Bagaimana perjuangan mereka, sangat terasa sekali, ketika penulis mencoba mengikuti jejak mereka. Menjadikan referensi bagi kita kaum sesudahnya dalam menapaki jalan spiritual ini.

Begitu luar biasanya keadaan mereka. Bagaimana ‘kesakitan’ yang mendera Imam Ghozal. Kesakitan yang membawa ‘kelumpuhan’ atas system ketubuhannya. Kesadarannya telah lumpuh di hadapkan kepada ‘ketidak mengertiannya’. Tidak ada lagi sinkronisasiantara kesadaran, hati dan akalnya. Tiada satupun ilmu yang mampu menolongnya, tiada satupun tabib yang mampu mengobatinya.

Kedaanya yang sadar namun kesadarannya tidak mampu untuk mengoperasikan system ketubuhannya sendiri. Hilang ‘kuasa’ atas seluruh  system ketubuhannya sendiri. Tidak hanya terhadap raganya, terhadap jiwa, terhadap akal, semua instrument ketubuhannya seperti tidak mau dikendalikannya sendiri. Dan Beliau tahu keadaannya yang begitu. Bagaimana keadaan ini tidak menyiksanya.

Sungguh bila ‘merasakan’ itu, keadaan itu, semisal kita berada di dalam drum, yang di pasanaskan di bawah sinar matahari yang semakin lama semakin meninggi. Dan  udara semakin lama semakin menipis, kita mampu melihat tubuh kita, kita sadar ada sesutu yang memaksa kita, untuk melepaskan saja nafas kita,  kita sadar sekali atas ‘kabut’ yang semakin lama semakin menutupi kesadaran kita. Kita mencari celah-celah dimana ada oksigen. Menyembulkan kepala kesana kemari dalam kebingungan.

Seperti rasa mau tenggelam. Seperti rahsa yang ditarik, dikuliti, dari ujung kaki hingga sebatas kerongkongan. Diantara sadar dan tidak sadar, isi sel seperti keluar semua, menimbulkan perih yag menempel di dalam jiwa, tidak lagi di dalam raga. Semakin lama semakin mendekat, menuju kearah atas, kearah kepala, dan tersekat lama di kerongkongan.

Itulah suasana hal, ketika kita dalam keadaan itu.  Sungguh kita tidak pernah mau lagi berada dalam suasana ‘hal’ seperti itu. Tidak sekalipun !.

Maka bagaimana kita mau ‘bermain-main’ dengan ayat Allah. Tidak, sungguh tidak berani, jika kita ‘pernah’ merasakan dan mengetahui bagaimana  ‘rahsa’ kesakitan itu.

Maka tulisan ini ingin menjelaskan keadaan, atas pertanyaan salah seorang rekan millis yang mengajukan pertanyaan, sebagaimana saya sandingkan disini;

Assalamu’alaikum Wr Wr.
Mas Arif Utomo, saya pembaca blog pondokcinde yang panjenengan asuh.  Saya tertarik dengan kisah kisah yang panjenengan paparkan.  Dari beberapa kisah yang ditulis, panjenengan sering melintasi berbagai dimensi untuk mencari jawab tentang permasalahan yang berkaitan dengan nusantara.  Sebagai orang awam tentu kemampuan tersebut menjadi sangat luar biasa bagi saya.  Mudah-mudahan laku yang panjenengan jalani demi kejayaan nusantara mendapatkan Rahmat dan Ridha Allah SWT.

Berkait dengan hal tersebut, mumpung masih dalam bulan ramadhan, Izinkan saya mengajukan beberapa pertanyaan kepada jenengan berkait dengan malam lailatul qadar.  Mohon kiranya panjenengan berkenan menjelaskan tentang malam tersebut dari sisi pelaku spiritual.  Apa itu malam lailatul qodar, bagaimana kondisi dimensi langit dan bumi pada malam tersebut, bagaimanakah caranya orang awam seperti saya bisa mengalami malam tersebut,  rahasia apa / hikmah apa yang bisa diambil dari malam tersebut.
Kurang lebihnya mohon maaf dan Terima kasih..

Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Penulisan hanya mampu menjawab, “walohulam bisawab’. Kebenaran datangnya hanya dari Allah. Hidayah datangnya dari Allah. Penulis hanya mampu berlindung kepadanya atas ‘kemudharatan’ yang mungkin ditimbulkan atas tulisan ini. Hanya ingin memberikan arti dan makna atas ‘karunia’ yang diberikan-Nya kepada kita.  Maka semuanya, penulis kemablikan kepada sidang pembaca untuk memaknainya.

Hanya penulis merasa perlu untuk menurunkan tulisan berikut ini, yang belim sempat di posting di millis ini. Adalah ‘membaca’ Al qur an di malam Lailatul Qadar. Dan apa yang penulis sajikan adalah berangkat dari hasil ‘membaca’ di malam tersebut. Semoga menjadi referensi keadaan ini, bagi pembaca.


Malam Lailatul Qadar antara Mitos dan Keadaan Hal


Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al qur an) pada malam qadar.
(QS. Al qdr ; 1)
Sejahteralah (malam itu) sampai fajar.
(QS. Al qdr ; 5)

Banyak yang skeptis dan
Banyak pula yang mengharapkan kedatangannya seperti mengharap UFO
Malam yang seharusnya menjadi rahmat semesta alam, berdiri diantara mitos dan legenda

Malam turunnya Al qur an, menjadi sebuah kegamangan tersendiri. Hikayatnya hanya orang-orang suci, para wali, dan orang-orang sakti, yang mampu mendapatkan malam lailatul qodar.

Kita orang awam menjadi penonton yang terlongok, menunggu cerita kemurahan hati mereka-mereka yang nanti akan mengkhabarkannya kepada kita semua. Seumpama anak kecil yang menunggu di dongengi cerita ‘nina bobok’ sebelum tidur oleh Ibunya.

Begitulah kita orang ‘awam’ yang belajar agama ‘pas-pasan’ hanya dari uztad kampung yang tidak lulus sekolahan. Ya, itulah potret saya, kaum urban yang berangkat dari kampung hanaya semata berbekal ke nekad-an.
Namun itu penggalan cerita, sebagaimana manusia itu semua ada masanya, ketika kesadaran beragama muncul di dada. Rasanya semua ingin diketahuinya. Apalagi perihal turunnya Al qur an. Sebuah momen paling penting dalam kehidupan beragama anak manusia. Sebuah malam yang menjadi ‘titik balik’ kesadaran umat Islam dalam membangun peradabannya.

Suatu malam yang layak diketahui dan layak didapatkan siapa saja. (Yaitu) Semua umat Islam yang menghendaki perubahan dalam hidupnya. Sebab dalam malam itu, turun RUH (Jibril) untuk mengatur segala urusan manusia dan alam semesta. “Pada malam itu turun malaikat dan Ruh (Jibril) dengan ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (QS. Al Qadr; 4)

Maka sayang, jika kita tidak turut ambil bagian bersama mereka, agar segala urusan kita, nantinya juga di akomodasi dan di perhatikan serta diurus penyelesaiannya  oleh Ruh (Jibril).

Namun bagaimana mendapatkan malam itu ?. Apa daya ilmu tidak punya ?!.

Bagaimana keadaan malam lailatul qadr ?. Hati bertanya, mencari di semua literatur, namun banyak jawaban  bagai sebuah mitos dan legenda. Apa benar malam itu ada di jaman sekarang ini ?.

Apakah malam lailatul qadr semacam malam seremonial saja ?. Sebagaimana manusia memperingati hari proklamasi. Memperingati hari kelahiran. Dan hari-hari penting lainnya ?.

Jika jawab ‘iya..!’. Timbul pertanyaan, mengapa manusia dari jaman dahulu hingga sekarang ini. Senantiasa berbondong-bondong ‘itikaf’ di masjid menunggu datangnya malam itu ?. Tidak mungkin tidak ada malam lailatul qadr. Sebab semua umat Islam meyakininya.

Jika jawabnya ‘bukan.. !’. Adakah manusia yang memberikan kesaksiannya dan membuktikan bahwa dia pernah mendapatkan malam yang dimaksud itu ?.

Maka keadaan malam lailatul qadr menjadi ‘mistery’ yang terbarukan di sepanjang peradaban Islam itu sendiri. Berada diantara mitos dan legenda.
Maka untuk menjawab semua itu, mari kita coba cari rujukannya. Sekedar untuk mencari pijakan sebagai loncatan langkah ke depan. Dalam upaya kita untuk membuktikan malam lailatul qadr. Mencari referensinya bahwa malam itu benar-benar ada.

“Jangan Engkau gerakkan lidahmu karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Jika Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya.” (QS. Al Qiyamah; 16-18)
Mari kita sandingkan pemahaman ini, dengan malam lailatul qadr. Jika kita meyakini bahwa malam itu adalah malam turunnya Al qur an. Kita sudah mendapatkan referensinya, perihal apakah yang di maksudkan dalm malam ‘kemuliaan’ turunnya Al qur an (lailatut qadr) itu. Bahwa ;

Hakekatnya, malam itu adalah malam ‘MEMBACA !’. Malam itu para malaikat membawa ayat-ayat Al qur an untuk dibaca oleh seluruh umat manusia, terutama manusia yang meyakini Islam sebagai agama mereka.

Malam ‘inagurasi’ bagi umat Islam. Adalah mengulang momen saat ketika Rosululloh pertama kali diajarkan ‘MEMBACA” oleh Jibril. Dan seluruh umat Islam akan mendapatkan kesempatan yang sama, pengajaran yang sama, sebagaimana beliau. Tentunya dalam kadar dan ukurannya masing-masing, sesuai keadaan manusia itu sendiri.

Masalahnya adalah maukah umat Islam ‘meneladani’ bagaimana cara Rosulullooh “MEMBACA !’ ?!. Sangat-lah sedikit orang, yang mau meniru cara belajar Rosululloh ini. Manusia datang dengan kehebatan ilmunya masing-masing. Mereka menggunakan teknik membaca yang sudah di kemas sedemikian rupa. Inilah problematika umat Islam.

Sementara, Rosululloh men’taati’ benar-benar perintah; “Janganlah Engkau gerakkan lidahmu cepat-cepat (menguasai) nya .“

Artinya saat kita membaca,   ‘diam’ dan dengarkan, jangan terburu nafsu, jangan tergesa-gesa, rasakan dengan perlahan saja, dunakan seluruh system ketubuhan kita, gunakan ruh kita, sehingga sampai terasa ‘KLEK’ di hati, masuk ‘KLIK’ . Sampai semuanya tuntas ‘pool’  terkumpul di dada kita.

Jangan terburu-buru dan serakah ingin menguasai semua. Mungkin bagian kita hanya mampu membaca semisal satu ayat saja, ‘Bismillah hirohmanir rohiem’. Ya, kita syukur, sebab bilamana kita mampu membaca satu ayat saja dari Al qur an, sungguh tiada terbilang manfaatnya buat diri kita. (Pada diri Rosulullohpun Al qur an diturunkan ber angsur angsur).

Dan karena itu, dada kita menjadi luas, tenang , damai. Raga kita kemudian merespon, sehingga nampak angin diam, tidak terasa menyentuh kulit. Alam semesta seperti turut bersuka cita atas keberhasilan kita membaca. Seakan-akan ikut mendoa kan kita.

Memberikan selamat.  Mereka me muliakan kita. Mereka bersujud kepada kita. Sebagaimana saat itu alam semesta sujud kepada nabi Adam.Seakan-akan (malam itu) Kita berada diantara (bersama) alam semesta yang tengah me muliakan diri kita.

“Salamun. Hiya hatta matla ‘il fajr .“ Mereka semua (alam semesta) mengucapkan“SALAM”. Doa kesejahteraan terus menerus sampai terbitnya fajar kepada diri kita yang sukses ‘belajar membaca’ ayat Al qur an. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. (Keadaan ini banyak diceritakan kaum sufi melalui bahasa metaphora).

Setelah terkumpul semua , baru kita ‘searching’ kita bangkitkan perlahan-lahan, bersama seluruh entitas kesadaran kita. Mengikuti bacaan yang ada di dalam hati kita. Perlahan saja  kita ikuti bacaan tersebut. Ada kesatuan antara raga, hati, akal, pikiran, perasaan, dan lidah kita yang mengucapkan. Kita lakukan seiring dengan gerak kehidupan kita. Memaknai melalui apa saja yang kita temuai dalam ‘keras’nya kehidupankota.

Sebagai perumpamaaan. Saat saya ceritakan. “Saya mengiris jeruk nipis…saya gigit..cairan masuk..iihhhk..!.” maka setiap orang yang pernah merasakan kecutnya jeruk nipis akan merespon apa yang saya ceritakan.
Maka semisal begitulah saat kita dalam membaca ayat Al qur an yang saya maksudkan. Namun tentunya efeknya ribuan kali lipat dari jeruk nipis. Bahkan dikisahkan gunung pun akan hancur ketika menerima Al qur an.

Sayang sekali, sering kita tidak mau mengikuti kaidah ini. Kita selalu terburu-buru. Banyak dari kita malah hanya ingin mendengar apa yang kita ingin demgar saja. Atau malahan sering ‘kebablasan’, inginnya kita ‘mengajari’ Allah, (untuk) bagaimana seharusnya Allah ‘mengajari diri kita.

Maka menjadi lumrah jika,  saat kita ‘itikaf’ seperti hal-nya memindahkan batal dan tempat tidur kita saja dari rumah ke masjid.  “Lha, Jaka Sembung bawa onta. Gak nyambung gue kata!”.

Inilah esensi yang seharusnya mampu kita maknai !.

Oleh karenanya, dalam pemahaman saya. Sangat penting bagi kita yang ingin mencari malam lailatul qadr adalah persiapan diri kita untuk ‘membaca’. Jadi jangan biarkan ayat-ayat Al qur an turun tidak dibaca oleh kita. Atau kita abaikan begitu saja. Siapakan instrument yang kita butuhkan untuk membaca. Hati, akal, badan, jiwa, ruh, dan seluruh entitas yang diliputi kesadaran kita. “Bacalah, dengan (atas) nama Tuhanmu.” Itulah yang diperintahkan.

Kita sering keliru dalam memaknai malam lailatul qadr ini. Kita seperti tengah mengharap ‘lotre’, atau kita seperti menanti UFO yang akan turun dari langit. Mata kita senantiasa ‘kelap kelip’  mengarap datangnya, kok nggak turun-turun. Maka sampai lebaranpun , ya nggak bakalan turun.

Malam lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Malam dimana terjadi ‘fase pembalikan’  pada diri manusia. Sebagaimana yang terjadi pada diri Rosululloh.

Bagi yang menetapi dan menadaptkannya nya akan diberikan kemuliaan, diberikan kesuksesan dunia kaherat tanpa batas. Maka inilah malam kemuliaan.

Pada malam inilah terjadinya penyinaran cahaya di hati kita. Hati kita akan dicahayai-Nya dengan perumpamaan seribu bulan. Maka persiapkanlah hati kita. Sucikanlah jiwa kita terlebih dahulu agar mampu menerima turunnya Al qur an di dada kita.

Inilah ‘anugrah’ dari Allah Tuhan manusia atas umat Muhammad. Allah yang akan memberikan cahaya-Nya sendiri ke dalam dada umat Muhammad ini. Tidak lagi melalui AVATAR.

Pertanyaannya maukah manusia dimuliakan-Nya ?.

Maka Allah menjawab sendiri dalam firman-Nya, “Sunguh kami telah menunjukkan kepadanya (manusia) jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.” (QS. Al Insan; 3)

Maka kembalinya, terserah kepada kita untuk menjalani dan memaknainya. Semua sudah di akomodasi oleh Al qur an itu sendiri.  Pada posisi mana kita memilih. “Bersyukur ataukah kufur !.” Dengan jalan kemuliaan yang ditawarkan pada malam lailatul qadr ini.

Apakah akan menjadikan malam lailatul qadr menjadi sebuah kenicayaan (realitas) ataukah akan menjadi cerita semisal mitos atau legenda saja ?!.


Tulisan yang tidak di rilis

Begitulah rangkaian tulisan yang tidak sempat penulis rilis di milis ini, menjadi pondasi semangat untuk ‘membaca’. Hasil ‘membaca’ itulah kemudian secara perlahan , penulis sajikan dalam kajian symbolisasi. Sebuah rangkaian ‘kebetulan’kah. Walohualam bisawab.

Menjadi keprihatinan penulisa saja, mengapakan sebuah formulasi yang sedemikian luar biasanya, kita abaikan (?). Formulasi Einsten saja E = mc2 mampu mengubah peradaban dunia, mengapakah formulasi yang di sajikan Al qur an, menjadi sepi-sepi saja ?.

Formulasi tersebut, dalam keyakinan penulis , memberikan petunjuk bagaimana system alam semesta di bangun, bagaimana keberadaan alam semesta di tata, bagaimana langit di tinggikan tanpa tiang, bagaimana pengelolaan energy alam semesta, (yaitu) energy tidak dapat diciptakan dan di musnahkan, bagaimana mengelolanya ?,  dan banyak sekali yang petunjuk bagi kita, bagaimana tata laksanaan alam semesta berada dalam pengaturannya. 

Manusia tinggal mengikuti sistem tersebut yang digunkan untuk kemaslahatan hidup mansuia itu sendiri.  Keadaan ini membutuhkan para ahli di bidangnya masing-masing, yang dalam keadaan sekarang ini memiliki fasilitas penelitian untuk itu.

Sebagaimana formulasi Einsten, tidak mungkin formulasi Einsten E = mc2 di berikan kepada saya, atau yang bukan bidangnya, dan mampu saya pergunakan. Semua perlu sarana dan prasarana dan penilitian yang mendahului. Kajian yang menjadi tugas kita kaum muslimin. Mengapakah formulasi yang sudah di khabarkan Al qur an di abaikan para ‘pemikir’ kaum intelektual Islam.

Manusia mampu membaca symbolisasi Einsten perihal relatifitas dan bagaimana energy, mengapakah manusia enggan untuk mengeksplorasi ‘keadaan’ formulasi Al qur an. Mengapakah di serahkan kepada Tuhan kembali pemaknaan atas symbol tersebut. “hanya Tuhanlah yang tahu arti dan maknanya”.

Menjadi pertanyaan kepada kita, apakah Tuhan berkepentingan atas formulasi tersebut ?. Untuk apa ?. Bukankah Al qur an adalah ‘petunjuk’ bagi kita manusia yang berakal dan berfikir ?. Mengapakah bukannya manusia yang merasa berkepentingan atas ‘pemaknaan’ yang ‘benar’ sebagaimana Al qur an di turunkan, (adalah) sebagai tiket untuk ‘keselamatan’ atas manusia itu sendiri.

Sehingga karenanya, manusia tidak mempergunakan ‘energy’ yang justru malah dapat menghancurkan harkat dan martabat kemanusiaan itu sendiri. Dan kita sudah melihat ‘efek’ energy yang tidak di landasi Al qur an dari formulasi Einsten E = mc2. Kehancuran mengancam manusia atas hal ini. Energy nuklir beserta ancamannya.  (kajian perihal ini akan diperdalam di kajian Alif laam miim shaad).

Itulah sekedar keprihatinan penulis, formulasi yang seharusnya mampu membawa umat muslim kepada peradabannya yang tertinggi, jika kita umatmuslim mampu meng-ekplorasinya, nyatanya hanya di biarkan saja. Hanya di anggap sebagai 'jimat'.  Sungguh, kita umat muslim telah lalai dalam hal ini.

Semoga Allah mengampuni diri penulis yang tidak mengerti atas hal ini. Tidak mengerti bahwasanya Allah telah memberikan bekal apa saja, agar umat muslim berjaya ‘selamat dunia dan akherat’. 

(Agar) Menjadi kaum yang ‘terbaik’ diatas kaum lainnya. (Agar) Menjadi saksi atas kaum lainnya.Sebagaimana yang diisyaratkan Al qur an. Kita umat muslim di muliakan-Nya. Bukankah kita sendiri yang kemudian mengabaikannya sendiri, kalau begini. Kita sendiri yang 'terhijab' melupakan (amanah) hakekat bahwa umat muslim di tinggikan derajatnya oleh Allah sendiri.  Kita generasi sekarang ini telah ‘melupakan’ Al qur an itu sendiri.

Maka hanya memohon hidayah dan ampunan Nya, kajian ini di hantarkan, dalam keprihatinan yang dalam atas ‘ketidak mampuan’ penulis dalm segala hal. Sehingga hanya mampu memberikan khabar saja. Sebagaimana sekarang ini. Dengan harap kepada sidang pembaca, untuk 'bijak' menyikapi atas kelancangan diri dalam 'berturur' dan 'berkata' yang tak pada ‘posri’nya ini. Semoga dibukakan pintu maaf akan hal ini.

 Walohualam bisawab.

Walohualam
Bersambung.....

salam

 arif


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali