Bencana dan Musibah 'SPIRITUAL!' (The Chronicles of Spiritualism) (1)

Hasil gambar untuk brahmana

Mobil Xenia putih nampak melaju dengan kecepatan sedang. Menembus kepadatan memasuki pintu tol Cikampek. Mobil itu terus melaju menuju tol Cipali. Rencananya mereka akan mengikuti jalan tersebut, keluar di Brebes Timur dan menuju arah Randu Dongkal. Terus melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah tempat yang sudah biasa mereka kunjungi setiap tahunnya. Yah, keluarga itu sedang menuju sebuah negri yang berada diatas awan. Dhieng orang-orang menyebutkannya. Sebuah  kota kecil dibawahnya  selalu menjadi daya tarik mereka untuk pulang. Keindahan yang ditawarkan dan suasana energi yang masih menyejukan membuat mereka tidak pernah segan untuk pulang. Pulang membawa nuansa tersendiri untuk mereka sekelurga. Tawa canda mereka sekeluarga menandakan bahwa mereka sangat menikmati perjalanan pulang tersebut.

Yah, mereka adalah keluarga Mas Thole yang sedang melakukan perjalanan pulang. Kepulangan yang senantiasa dirindukan oleh mereka semua. Sedikit ada hambatan di beberapa titik. Nampaknya itu tidak mengganggu keluarga mereka. Mereka asyik bercengkarama. Hingga terdengar suara chat masuk di HP. Takut berita penting istri Mas Thole membuka chat yang masuk. Wajahnya terlihat memerah, pupilnya sedikit membesar,  seperti menahan rahsa yang tidak disukainya. Sebagai seorang wanita dia merasa tidak nyaman atas chat yang masuk di HP suaminya itu. Tanpa sadar tangannya secara otomatis mengelus elus kepala suaminya dari belakang. Berulang kali dibelainya kepala suaminya. Sepertinya sedang berusaha menyalurkan kasih sayangnya. Tanpa berucap sepatah katamu, gerakan itu dilakukannya berulang-ulang. Tatapannya lurus ke depan. Berulang kali dia menghela nafas panjang.

Mas Thole sepertinya paham atas gerakan istrinya tersebut. Dipalingkan wajahnya ke samping dan bertanya penuh perasaan. Menanyakan ada apa gerangan. Mengapa chat yang masuk mengganggunya. Istrinya seperti enggan untuk memberitahu, namun karena sebab desakan suaminya, dia menyodorkan chat tersebut. Mas Thole seklias membaca chat kosentrasinya tetapa ke jalan di depannya. Kecepatan laju mobilnya diatas 80 km/jam, akan sangat berbahaya jika dia membaca chat tersebut dengan detai. Sekilas Mas Thole membaca, dari kilasan tatapan matanya, chat dari salah seorang putri yang pernah singgah di pondoknya. Energi chat yang hampir tak dikenalinya, jika tidak disebutkan namanya sudah barang tentu Mas Thole menganggap itu adalah entitas baru yang masih asing dalam kesadarannya. "Ada apa dengan chat ini"  Betapa tak terhitung rahsa terima kasihnya atas sosok yang satu ini. Dialah dewi dalam kesadaran. Ada apakah dirinya meluangkan waktu melakuan chat? Semoga dirinya diberikan keselamatan dan kesejahteraan. 

Dari hanya kilasan tatapan mata Mas Thole dapat menangkap isinya. Selanjutnya kembali diilanjutkan kosentrasinya kelaju mobilnya. Jalanan nampak sudah mulai ramai. Masuk pintu tol Cipali tersendat, ada kemacetan ruas tol disana. Banyak orang yang meminggirkan mobil untuk beristirahat. Disapanya istrinya, “Ibu tidak apa-apa?”  Penuh kasih dan harap-harap cemas Mas Thole bertanya kepada istrinya itu. Ada kekhawatiran disana, jika istrinya terluka hatinya sebab kata-kata chat yang masuk disana. Syukurlah istrinya hanya tersenyum, dan menjawab  “Tidak apa-apa Yah?”  Yah, Mas Thole sangat mengkhawatirkan keadaan istrinya. Jika untuk dirinya, makian, cacian, dan hujatan masih tidak mengapa, namun jika anak dan istrinya sampai terluka, maka sungguh dia akan ber jihad karenanya.

Mendengar jawaban istrinya yang tidak apa-apa. Lega rahsa hati Mas Thole. Kemudian istrinya memohon ijin agar chat tersebut di hapus saja. Mas Thole menginjinkannya. Memang tidak ada keinginan Mas Thole menjawab ataupun merespon isi chat tersebut. Bukan hanya karena situasi dirinya sedang menyetir kendaraan. Namun lebih karena memang chat tersebut membutuhkan ketenangan dalam menanggapinya. Jika direspon saat itu akan panjang dan belumlah tentu menyelasaikan masalah. Ini tentang kebenaran dan keyakinan! Maka biarlah masing-masing orang dengan kebenaran yang diyakininya.   Waktu sendirilah yang akan membuktikan dan mengkhabarkan kebenarannya. Waktu yang akan menjawab semua gundah di hati. Seluruh luapan kekecewaan, kemarahan, kemasgulan, hanyalah lintasan rahsa yang akan lewat dan pergi seiring waktu berlalu. Menjadi orang yang menerima lemparan perasaan sudah menjadi bagian perjalanan spiritual Mas Thole. Hanya doa dipanjatkan agar jiwa-jiwa yang resah kembali ditenangkanNya.  

...

Mas Thole menghela nafas panjang. Tatapannya lurus ke depan. Kecepatannya masih  konstan di 100 km/jam. Laju kendaraan disekelilingnya perlahan menghablur. Jiwanya memasuki alam kesadaran. Dibiarkannya istrinya terus mengelus kepalanya. Elusan tersebut seperti memberikan kekuatan luar biasa kepada Mas Thole untuk membuka kembali kisah-kisah dari mulanya, sebab mengapa dirinya diperjalankan oleh Kami. Mengapa kemudian diirinya mengkisahkan pengalaman spiritualnya ini. Dan selanjutnya, mengapa kemudian dirinya membuat rumah singgah bagi para penempuh jalan spiritual. Yah, hanya rumah kecil tempat singgah sebelum para penempuh jalan melanjutkan perjalanan mereka dalam mencari kebenaran. Rumah atau lebih tepat pondok tersebut dinamakan ‘PONDOK CINDELARAS’. Sungguh itu sudah lama sekali. Entah sudah berapa puluh orang singgah disana dan kemudian pergi lagi melanjutkan perjalanan mereka.

Mas Thole pada akhirnya tetap sendiri di pondok tersebut, semua teman-teman yang pernah singgah, satu demi satu melanjutkan perjalanan mereka. Dan memang itulah maksud didirikan pondok tersebut. Pondok itu bukanlah komunitas, apalagi golongan. Bukan, bukan itu maksud itu diddirikan pondok. Pondok tersebut bukan untuk mencari kebenaran, namun pondok tersebut lebih kepada bagaimana semua orang dapat mengkisahkan pengalamanya masing-masing tanpa harus takut dihakimi oleh yang lainnya. Memang pondok tersebut hanyalah dimaksudkan untuk singgah, berbagi pengalaman, melupakan perasaan, dan emosi, kegundahan selama menempuh perajalanan. Pondok inipun hanya akan berkisah tentang alam-alam kesadaran. Disinilah positioning pondok disini. Berdasarkan kisah-kisah para pelakunya sendiri. Adminpun akan memohon ijin kepada mereka semua untuk mengkisahkan pengalamannya di blog ini.

Banyak yang datang dan pergi. Tidaklah menjadi persoalan, sebab pondok ini di bangun tidak dimaksudkan untuk menetap lama. Kontruksinyapun hanyalah pondok saja. Sangat tidak nyaman untuk bertempat tinggal. Inilah filosofinya. Jika kemudian pondok ini kosong bukanlah persoalan. Suatu saat akan ada saja yang singgah. Ada yang sangat puas, ada yang puas, dan ada yang sangat tidak puas dengan pelayanan yang minim pondok tersebut. Sungguh romantika kehidupan ada semua disini. maklum pondok itu seumpama terminal. Semua yang datang membawa referensi perjalanan masing-masing. Mas Thole mengkisahkan ini. Betapa sulitnya pondok ini untuk tetap berjalan di visinya dan tidak berpihak kepada salah satu mahzab dan golongan. Untuk tetap sebagai terminal sungguh amatlah berat, ditengah penghakiman antar golongan. 

Semangat itu yang terus di bangun di pondok ini, sesama pengguna jasa terminal ini. Apakah peran pondok ini berarti? Sekali lagi bukanlah menyoal itu, namun lebih kepada bagaimana setiap diri memberi arti kepada perjalananya sendiri-sendiri. Ada yang masih ingat dan kemudian mengkhabarkan kepadanya, bahwa di tempat barunya itu mereka menemukan kebenaran.  Rahsa bahagia menyelimuti dada Mas Thole melihat rekan-rekan  yang pernah singgah disini telah menemukan kebenaran yang dicarinya. Mas Thole akan selalu berpesan, jika sudah menemukan kebenaran yang dicari maka peganglah itu dengan keyakinan utuh. Jangan berpaling lagi. Teruslah pegang. Janganlah seperti air di daun talas yang terombang-ambing. Majulah terus ke depan. Yakini dan istikomah di jalan itu. Semua kebenaran datangnya dari Allah.  Allah akan menunjukan jalan-jalanNya bagi para pencari kebenaran. Itulah hukumnya.

Jika kemudian mereka melihat bahwa apa-apa yang mereka dapati di pondok yang pernah mereka singgahi disini ini, adalah kesesatan, maka janganlah melihat itu sebagai sebuah kesalahan. Sungguh jika kita amati hukum kesadaran adalah parakdoksal. Dengan mengenali Iblis kita akan tahu bagaimana keadaan malaikat. Dengan pernah melakukan kesesatan maka kita akan melihat kebenaran. Bersyukurlah jika pernah menyambangi kesesatan sebab kita selanjuutnya akan paham kebenaran. Jangan pernah menyesali dan menghukum diri pernah singgah Begitulah keadaan alam kesadaran di bangun. Dengan merasakan kepahitan kita akan mudah menemukan dan membedakan rahsa manis. Dengan merasakan panasnya padang pasirlah kita akan mampu merasakan indah dan sejuknya alam pegunungan. Dengan merasakan adanya daratanlah kita akan merasakan keadaan lautan. Begitulah pengajaranNya.

...

Kesadaran manusia dalam mencari kebenaran adalah semisal ikan yang mendengar indah dan nyamannya lautan. Sang ikan terus sibuk mencari lautan yang tidak pernah ditemuinnya. Dia akan terus berceloteh kesana kemari. Berkomentar tentang lautan yang ditemuinya, lautan yang sementara itu berada diangan-angannya. Kepada makhluk-mahluk yang sepanjang janlan ditemuinya, dirinya akan membanggakan apa-apa yang sudah ditemuinya. Dirinya akan selalu mengangankan kondisi lautan berdasarkan persepsinya. Namun keadaannya ksistem ketubuhannya tidak memahami dan mengerti apa itu lautan, sebab belum ada dalam referensinya. Sistem tidak mampu membedakan mana lautan dan mana daratan. Sebab sepanjang hidupnya dia ada dilautan. Kemudian sang ikan akan terus melakukan perjalanan.

Perjalanan sang ikan sudah ribuan mil, sudah melanglang buana, bertanya kesana kemari kepada sang guru sufi. Namun semakin di carai, kesadaran semakin sulit menemukannya. Hingga datanglah pengajaran KAMI. Kepada ikan tersebut diajarkan pengajaran yang belum pernah mereka alami. Pengajaran rahsa takut, pengajaran kehilangan, pengajaran yang dalam bahasa manusia disebut MUSIBAH. Pengajaran inilah yang kemudian akan menyadarkannya. Yah, seetlah datang pengajaran KAMI berupa  suatu musibah, yang melemparkan sang ikan ke daratan. Ikan baru tersadar bahwa lautan yang selama ini mereka cari meliputi dirinya. Demikianlah keadaan kesadaran manusia yang mencari kebenaran. Kebenaran ilahiah sebenarnya selalu menyelimuti diri manusia. Subgah Allah. Liputan kasih sayang Allah. Hanya saja manusia tidak pernah mampu melihat itu. Kesadaran manusia senantiasa terhijab alam alam materi. Begitulah yang dialami Mas Thole.

Setiap diri manusia akan dilemparkan ke suatu tempat yang baru. Suatu kondisi dimensi yang baru dalam kesadarannya. Sebagaimana ikan yang akan dilempar ke daratan. Bagaimanakah rahsanya ikan di lemparkan ke daratan? Yah, kita dapat bayangkan saat ikan kehabisan oksigen. Saat dirinya mau mati, ikan baru merasakan bahwa hidupnya sebelum ini sudah berada dalam kasih sayang lautan. Bahwa selama ini kehidupannya sudah dalam liputan rahman dan rahim Allah sang penciptanya. Selama ini dirinya lupa, selama ini dirinya tidaklah mengenal apa itu samudra kasih sayangNya. Sebagaimana ikan yang tidak pernah mengenal apa itu lautan. Demikianlah keadaannya. Maka janganlah heran jika kepada para pelaku jalan spiritual akan dibenturkan dengan musibah demi musibah. Sebab dengan cara itulah kita akan dipahamkan, apa itu kasih sayangNya. Apakah itu samudra kasih sayang Tuhan. Maka kepastianNya adalah siapapun yang akan menempuh jalan spiritual pasti akan ditunjukan dengan pengajaran ini.

“Dan sungguh akan Kami berikan ujian kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” ( QS; AL BAQARAH ayat 155)

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” [QS; 3:186]

Lihatlah kepastianNya ini. Hukum-hukum yang berlaku di alam kesadaran. Bahwa kita pasti akan diuji dengan kehilangan harta. Kita akan diuji dengan pelbagai cara kehilangan harta, ada yang dirampok, dicuri, ditipu, merugi sebab usaha, dan masih banyak cara Allah untuk menguji hamba-hambaNya itu. Apakah manusia akan melekat kepada hartanya itu. Maka jika jiwanya melekat pada hartanya. Kehilangan harta ini akan sangat memukul jiwanya. Kesadarannya akan mengalami turbulensi. Dirinya akan menyalahkan apa saja dan siapa saja. Dirinya lupa bahwa ini adalah hukum-hukumNya. Jangan disangka kita akan dibiarkan saja oleh Allah dan tidak diujiNya. Keyakinanya atas kebenaran yang diyakininya akan terus diuji dengan ini. Apakah akan tetap lurus niatnya itu karena ALLAH ataukah karena sebab mahluk. 

...

Berikutnya, manusia juga akan diuji dengan dirinya sendiri. Manusia akan dihadapkan kepada keyakinan-keyakinannya sendiri. Kesadarannya akan dibenturkan kepada keyakinan orang lain. Kebenarannya akan terus disandingkan dengan kebenaran orang lain. Paradigmanya akan terus disanggah oleh paradigma lainnya. Apakah dia mampu bertahan terhadap keyakinan dan cara pandangnya itu? Ataukah dirinya akan lasngung berpaling dan akan mengikuti cara pandang orang lain. Ataukah dia akan seperti beo yang hanya ‘Ho oh’ saja. Diam tanpa banyak bertanya. Sungguh manusia selalu akan menghadapi pertentangan batinnya. Semua akan diuji dengan sebenar-benarnya ujian. Begitulah cara Kami menguatkan jiwa dan menyempurnakan kesadaran manusia.

Janganlah dikira pemahaman kita saat ini tidak diuji oleh KAMI. Perhatinkanlah, keyakinan akan berhadapan dengan keyakinan. Kebenaran akan berhadapan dengan kebenaran lainnya. Semua akan dipasangkan dengan sebaik-baiknya. Semua makhluk akan menjadi sparing partner bagi makhluk lainnya. Satu sama lainnya akan menjadi ujian bagi masing-masing. Istri menjadi ujian bagi suami, begitu juga sebaliknya. Belum lagi manusia juga berpasangan dengan makhluk ghaib. Masing-masing saling menjadi ujian. Apakah manusia mampu bertahan dan menjadi pribadi yang unggul di tengah era perang kesadaran ini. Perang model baru di era digital. Apakah jiwanya tidak terusik tetap tenang jika dihujat dan dicaci maki atas keyakinan dirinya? Semua akan teruji jika dirinya telah mendapatkan pengajaran KAMI. Pengajaran yang oleh manusia disebut sebagai MUSIBAH.

...

Jalan di depan mulai terhambat. Mas Thole melambatkan laju kendaraannya. Seiring dengan itu. Kesadarannya kembali ke dimensinya. Seiring kendaraan yang mulai jalan tersendat. Kesadaran Mas Thole mencoba memasuki tulisan dan kata yang baru saja di bacanya, rahsa keprihatainannya menyelusup jauh ke relung sanubarinya. Kesadarannya terus melaju mengikuti gelombang kata, memasuki siapakah entitas yang menuliskannya. Siapakah entitas yang menuangkan kata-kata yang berujung di layar kaca tanpa membawa rahsa, kehampaan yang terasa di kesadaran. Aduh, apakah dirinya salah membaca? Entahlah, terasa energi spirit yang kosong. Tidak ada energi masa lalu disana. Energi yang penuh kekecewaan atas nasib yang menimpa dirinya. Betapa sulitnya manusia memahami bahwa seluruh kejadian di alam semesta, telah di tuliskan sebelumnya. Manusia diminta tidak kecewa dengan apa-apa yang sudah lepas dari tangannya. Sebab KAMI hendak menyempurnakan jiwanya. Sungguh sulit memahami bahwa kesakitan adalah salah satu kehendakNya.

Hanya ada yang menggembirakan atas khabar chat disana bahwa dirinya telah menemukan kebenaran. Subhanalloh, itu kata kata indah yang pernah di dengarnya. Mas Thole pun tersenyum dan bersyukur karena sebab itu. Begitu juga ada nasehat lain yang sangat menyentuh. Begitu perhatian dirinya, mengingatkan bahwa perjalanan spiritual Mas Thole bisa membawa akibat kepada anak istrinya. Terutama adalah istrinya. Diingatkan agar Mas Thole sadar dan segera mengakhiri perjalanannya untuk kembali ke jalan yang benar. Sebab yang diikutinya adalah para JIN. Alhamdulliah. Inilah gunanya sahabat, saling mengingatkan dan memberikan khabar. Luar biasa sekali bagi  Mas Thole. Sebab inilah yang selalu dimohonkan kepada Allah setiap kali sujud sembahyang, untuk diberikan jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang diberikan nikmatNya.



...

Yah, apa yang dikatakannya benar sekali. Mas Thole terbayang berapa tahun yang lalu, saat dirinya diperjalankan oleh Kami. Semua kisah telah disajikan disini sebagai catatan perjalanan. Kata-kata di chat sangat benar. Mas Thole sangat paham. Yah, kehidupannya telah mengajarkan banyak hal. Tidak dapat disangkal bahwa Mas Thole lahir dari keluarga yang heterogen, ayah kandungnya adalah pengamal kebatinan Jawa. Penempuh jalan spiritual yang kokoh. Memiliki banyak kelebihan dimana orang menyebut kemampuan ini sebagai kesaktian. Mengambil pusaka dan harta dari alam ghaib itu adalah sebagian kemampuan ayahnya. Terbang diatas pohon-pohon itu juga dimilikinya. Menjelajah alam kesadaran sering dilakukan sang ayah. Pergi dari satu tempat ke tempat yang lain dengan seenaknya. Satu menit disana dan satu menit kemudian sudah ada di daerah lain. Hal yang sangat mudah bagi dirinya.

Namun apakah yang terjadi dengan ayahnya? Mas Thole terisak, dadanya terasa amat sakit mengkisahkan bagian ini. Yah, ayahnya sering kehilangan kesadarannya. Kesadarannya sering tertinggal di dimensi yang tidak diketahui Mas Thole. Katakanlah, apakah  kemampuan yang dimiliki sang ayah itu  adalah anugrah? Yah mungkin sebagian orang akan mengagumi kemampuan sang ayah, sehingga banyak sekali yang berguru kepadanya. Namun bagi Mas Thole ini adalah musibah dalam kehidupannya. Betapa tidak. Kehilangan kesadaran bagi masyakarat disana adalah sebuah aib luar biasa. Ya, ayahnya bisa dikatakan gila. Apakah ini yang disebut hebat? Maka ambilah kehebatan ini wahai manusia! Geram sekali Mas Thole saat itu, jika ada yang memuji ayahnya sebab kemampuan spiritualnya itu.

Betapa tidak, sering Mas Thole kecil harus mengikat ayahnya agar dirinya dapat pergi ke sekolah, dirinya khawatir kehilangan sang ayah. Jika sang ayah sedang memasuki alam kesadaran, maka raganya akan berjalan kesana kemari, tentu saja ini akan berbahaya bagi keselamatannya. Sungguh Mas Thole kecil sangat khawatir sekali dengan keselamatan sang ayah ini. Hhh....Mas Thole menarik nafas, menenangkan jiwanya. Membuka kenangan sang AYah, semisal membuka luka baru di atas luka lama. Perih dan sakit sekali. Masih teringat, manakala sang ayahnya sadar. Seperti tidak terjadi apa-apa, memandang Mas Thole dengan rasa cinta seorang ayah yang luar biasa, melihat anaknya menungguinya di samping ranjangnya. Dia melihat tangannya yang terikat, dan diapun  tersenyum maklum saja. Meminta Mas Thole untuk membuka ikatannya.  Seperti menenangkan Mas Thole kecil. Namun apakah Mas Thole mengerti senyuman tersebut. . Tidak! Mas Thole merasakan penderitaan luar biasa. Adegan demi adegan dengan sang ayah menorehkan luka yang amat dalam.

Tatapan kasihan dari masyarakat terhadap Mas Thole kecil, sungguh menyiksanya. Ingin rahsanya dirinya lari dari kenyataan di depan matanya. Persepsi manusia pasti akan linear, mana ada yang paham bahwa ayahnya tidaklah gila sebagaimana prasangkaan mereka itu. Sepertinya sang ayah paham akan penderitaan anaknya ini. Beliau memutuskan untuk meninggalkan dunia fana, i meninggalkan Mas Thole yang baru beranjak dewasa.  Tidak ingin dia menambah penderitaan anaknya yang masih panjang masa depannya. Hampir menangis Mas Thole mengkisahkan bagian ini. Pengalaman batin ini menjadi referensi kebenaran bagi Mas Thole. Semenjak saat itu dirinya bersumpah untuk tidak menyentuh dunia ghaib apalagi mempelajarinya. Cukuplah siksaan di realitas ini.

Namun rupanya sang ayah telah menanamkan benih-benih kesadaran dalam diri Mas Thole semenjak kecil. Semenjak bayi Mas Thole sudah digembleng sedemikian rupa tanpa sepengetahuan Mas Thole. Kondisi ini yang kemudian menjadi rangkaian panjang kisah perjalanan Mas Thole. Bertemu dengan entitas-entitas ghaib. Itulah musibah sebenarnya yang dialami Mas Thole. Menjadi sebuah cerita tersendiri bagaimana Mas Thole berhadapan dengan makhluk-makhluk lintas dimensi. Bagaimana Mas Thole kemudian paham atas apa yang sebenarnya terjadi dengan sang ayah. Mengapakah ayahnya memilih laku kesadaran dalam hidupnya. Mengapakah ayahnya kemudian disangkakan gila..dsb..dsb. Bagaimana kemudian Mas Thole harus berperang dengan makhluk lintas dimensi untuk mempertahankan kesadarannya. Semua seperti dijelaskan oleh KAMI. Namun apakah itu mudah menjalaninya? Jika ada manusia yang mau, maka silahkan ambil bagian ini.

"Ya..Allah..ya robb..jika hamba bisa memilih menjadi manusia normal, maka hamba akan memilihnya. Tiada satupun makhluk yang bisa memilih menjadi apa."  Batin Mas Thole menangis amat dalam. Tidak ada yang dapat dijelaskan, seperti apakah rahsanya. Penderitaan di jiwa. Seluruh amuk rajhsa bagai gelombang tsunami. Makhluk lintas dimensi yang terus berdatangan membuat kesakitan di badannya. Ingin rahsanya mati saja. Kesadarannya akan diambl oleh makhluk-makhluk lintas dimensi. Maka tidak ada kata lain, peranglah jawabanya. Perang kesadaran, harus dilakukannya mengikuti jejak ayahnya itu. Meskipun Mas Thole paham betul apakah resikonya.

Ya..KESADARAN INGAT ALLAH. Inilah harta paling berharga yang patut dipertahankan dengan segenap jiwa raganya. Semenjak saat itulah, kehidupan Mas Thole memasuki babak baru. Peperangan demi peperangan kesadaran dialaminya. Makhluk lintas dimensi satu demi satu berdatangan..mulai dari JIN, khodam, wewe gobel, siluman ular, harimau, sampai Iblis pun juga menyambangi kesadaran Mas Thole. Sungguh ini adalah penderitaan yang luar biasa, inilah neraka sesungguhnya! Mas Thole harus berjuang mempertahakankan kesadaran ini. Kesadaran harus tetap di realitas. Inilah tekad Mas Thole. Meskipun para makhluk datang dari muka dan belakan. Dan merka memastikan diri akan datang dari muka dan belakang, atas dan bawah, samping kanan dan kiri. 

Sungguh  mereka terus saja mengincar kesadaran manusia. Mereka tidak pernah diam, mereka selalu menunggu kelengahan manusia. Melenyapkan kesadaran manusia dari mengingat Allah, itulah misi Iblis dan para sekutunya.  Maka kesadaran ingat Allah harus dipertahankan dari mahluk lintas dimensi yang sudah memastikan diri sebagai musuh manusia. Dan inilah perang sesungguhnya. Kesadaran ini adalah harga mati!, Meskipun berapapun mahal harganya, tetaplah patut diperjuangkan. Demi terjaganya ras manusia dan lam semesta itu sendiri. 


“Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan men-dapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at).'” (QS. Al A’raf : 16-17)

Hari-hari yang sangat menenggangkan, peperangan tiada pernah usai...maka Mas Thole tidak menyalahkan orang yang mengirimkan chat kepadanya. Ya, banyak sekali entitas yang selalu mengkerubuti Mas Thole. Mereka ingin membawa kesadaran Mas Thole. Sungguh ini adalah medan perang. Bagi seluruh manusia jika mereka tahu. Kebanyakan dari manusia mengabaikan janji Iblis ini. Menafikan ayat kebenaran ini. Kebenaran sumpah Iblis yang akan datang dan selalu datang. Iblis bersama pasukannya yang terus saja mengincar kesadaran manusia. Mereka terus bersiap siaga, menunggu kesadaran manusia ini lengah dalam mengingat Allah. Nah, tiba saatnya itu, hilanglah kesadarn manusia. Dan nanti ras manusia akan habis dialam kesadaran. 

Kesadaran ingat Allah akan hilang. Tidak ada Allah lagi dalam kesadaran manusia, yang ada hanyalah harta, tahta, dan wanita.  Itu janji Iblis. Dan saatnya nanti tidak ada lagi manusia yang mampu bersyukur atas nikmat Allah. Saat itu akan datang. Maka berjuanglah wahai manusia. Berjuanglah bersama KAMI, selamatkanlah kesadaran ingat Allah ini. 

...

Bersambung....

Maka siapakah yang mau? Berjalan di jalan penderitaan ini? Siapakah yang memahami derita ini. Sebagaimana Mas Thole kecil saat itu yang tidak pernah memahami laku ayahnya yang berjuang dalam mempertahankan kesadarannya itu. Ya...KESADARAN INGAT ALLAH. Adalah kesadaran yang harus dipertahankan oleh seluruh umat manusia agar langit dan bumi ini tetap terjaga. Itulah laku sang ayah! Sungguh Mas Thole sekarang mampu memahami bagaimana penderitaan sang ayah, karena sebab keyakinannya itu, dirinya dijauhi oleh realitas kehidupan manusia.


Malam gelap... hawa dingin di dada menyeruak, sensasi rahsa masih ketara sekali, walau itu sudah berlalu tahunan.
Sosok ini pula yang pernah  hadir dihadapan Istri Mas Thole secara nyata. Sehingga membuat istri Mas Thole keesokan harinya bersimpuh mohon maaf kepada Mas Thole. Sosok itu pula yang dahulu mengingatkan istri Mas Thole agar senantiasa sabar dalam mendampingi suami yang sedang dalam pengajaran Allah. Jika mengingat peristiwa tersebut, ......


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali