Kisah Spiritual, Penjala Nyala Jejak Mataram Kuno (1)

Hasil gambar untuk rakai mataram
Inilah kisah Sanjaya. Kisah anak manusia yang mengukir indah peradaban Nusantara. Prasasti Canggal mengisahkan bahwa, sebelum Sanjaya bertakhta sudah ada raja lain bernama Sanna yang memerintah Pulau Jawa dengan adil dan bijaksana. Setelah Sanna meninggal dunia karena gugur diserang musuh, keadaan menjadi kacau. Sanjaya putra Sannaha (saudara perempuan Sanna) kemudian tampil sebagai raja. Dengan gagah berani ia menaklukkan raja-raja lain di sekitarnya, sehingga Pulau Jawa kembali tentram. Balutan kisah yang indah disana kisah heroik yang diinginkan oleh jiwa manusia. Selalu indah kedengarannya. Namun adakah kisah dibaliknya yang tidak terungkap?

Sena adalah raja Kerajaan Galuh yang dikalahkan oleh saudara tirinya, bernama Purbasora. Putra Sena, bernama Rahyang Sanjaya alias Rakeyan Jambri saat itu telah menjadi menantu Tarusbawa raja Kerajaan Sunda. Dengan bantuan mertuanya, Sanjaya berhasil mengalahkan Purbasora tujuh tahun kemudian. Sanjaya lalu menyerahkan takhta Kerajaan Galuh kepada Demunawan, adik Purbasora. Rahyang Sempakwaja, ayah Purbasora, merasa keberatan karena takut kelak Demunawan akan ditumpas pula oleh Sanjaya. Maka, Sanjaya pun terpaksa menduduki sendiri takhta kerajaan tersebut.

Karena Sanjaya juga bertakhta di Kerajaan Sunda, maka pemerintahannya di Galuh lalu diserahkan kepada Premana Dikusumah, cucu Purbasora. Sementara itu, putra Sanjaya yang bernama Rahyang Tamperan diangkat sebagai patih untuk mengawasi pemerintahan Premana. Karena merasa tertekan dan kurang dihargai, Premana Dikusumah akhirnya memilih pergi bertapa. Istrinya yang bernama Pangreyep, seorang putri Kerajaan Sunda, berselingkuh dengan Tamperan sehingga melahirkan putra bernama Rahyang Banga. Tamperan kemudian mengirim utusan untuk membunuh Premana.

Setelah Sanjaya menjadi raja di Mataram, wilayah Sunda dan Galuh dijadikan satu di bawah pemerintahan Tamperan. Kemudian terjadi pemberontakan Manarah putra Premana yang berhasil menewaskan Tamperan. Sementara itu putranya, yaitu Banga berhasil lolos dari kematian. Mendengar berita kematian Tamperan, Sanjaya pun menyerang Manarah. Perang besar terjadi yang akhirya didamaikan oleh Demunawan (adik Purbasora). Setelah melalui perundingan dicapailah sebuah kesepakatan, yaitu Banga diangkat sebagai raja Sunda, sedangkan Manarah sebagai raja Galuh. Begitulah sekelumit berita yang kita baca dari jejak peninggalan mereka. Melalui kisah ini kami ajak sidang pembaca untuk memasuki dimensi kesadaran yang meliputi kejadian disana. Tentu saja dari sudut yang tak sama dengan keyakinan yang ada. 

...

Hawa dingin perlahan menyelusup di dada Mas Thole, sesaat akan menuliskan bagian ini. Ini hanyalah kisah, pengalaman pribadi para pelaku, bagian dari sebuah perjalanan spiritual. “Tidak ada salahnya berbagi share pengalaman.” Batinnya.  Pengalaman eksoteris hanya bersifat individual. Para scientist sudah memahami ranah kebenaran eksoteris ini. Kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan sebab ranah kebenaran ini hanyalah keyakinan pribadi saja bukanlah kebenaran ilmiah. Maka sebenarnya, mereka yang paham tidak pernah berdebat disini. Hanya orang-orang yang tidak paham saja yang terus saja menyerang.

Pengalaman eksoteris hanya menjadi kebenaran yang hanya bisa diyakini oleh orang yang mengalaminya sendiri. Tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. Menjadi pertanyaan mengapakah ada yang terusik dengan kisah yang disajikan disini? Mengapa jika kisah ini tidak sama dengan kisah mereka kemudian mereka merasa berhak untuk menutup blog ini? Begitukah kesadaran manusia?  Mengapakah kesadaran bangsa ini dibangun dari kecurigaan dan ujaran kebencian kepada orang yang berbeda? Aduh, apakah setiap manusia harus sama pemikirannya? Entahlah itu, sulit memahami mengapa kontruksi kesadaran manusia dibangun atas kebencian atas satu dan lainnya. Mengapakah manusia harus menumpahkan darah?

Sudah menjadi hukum alam semesta bahwa setiap orang tidaklah sama dalam pemikiran. Pengalaman manusia antara satu dan lainnya pasti berebda. Bahkan orang yang dilahirkan dari ibu yang sama belum tentulah sama pemikirannya. Sungguh ironis. Mengapa kesadaran bangsa ini sangat takut terhadap perbedaan? Lihatlah di layar kaca, begitu perkasanya setiap orang dengan kebenaran yang mereka yakini kemudian mereka semua merasa berhak mewakili Tuhan untuk membunuh sesamanya. Benarkah mereka sudah mendapatkan ijin membunuh dari Tuhannya? Arrghh...adakah yang salah dalam kesadaran kita ini. Begitu mudahkah manusia  membenci sesama?

Sungguh perjalanan yang panjang ini ditengah samudra kesadaran yang tidak bertepi. Perjalanan spiritual yang dilakukan adalah untuk pencarian jatidiri. Mengenali kesadaran diri dan juga kesadaran kolektif bangsa ini. Ingin menjawab sebuah pertanyaan, “Mengapa kesadaran bangsa ini  saling membenci? Mengapa bangsa nusantara terus sajak terpuruk disni. Adakah peluang untuk bangkit kembali”. Sungguh para pelaku disini, iIbarat orang buta yang mencoba mengenali gajah, ada yang menangkap belalainya, dan dirinya meyakini bahwa gajah itu bentuknya seperti belalai itu. Apakah orang buta itu salah?

Manusia tidak pernah mampu melihat rencana Tuhan yang ghaib. Oleh karena sebab itu manusia diminta untuk saling mengkhabarkan apa apa yang disaksikannya. Manusia diminta menjadi saksi atas skenario alam. Satu sama lain saling mengkhabarkan persaksian mereka, sehingga diharapkan kesadaran manusia dapat utuh melihat satu kejadian. Semisal orang buta yang sama-sama mengkhabarkan hasil rabaannya terhadap gajah, tentu saja penglihatan mereka lebih sempurna dari satu orang saja. Inilah yang dminta oelh alam. Bukannya manusia malah saling baku hantam, saat yang satu mengkhabarkan berbeda. “Duh gusti...betapa peliknya kesadaran ini.”

...

Semisal itulah perjalanan Mas Thole. Jangan pernah percaya dengan kisah disini. Berulang kali sudah disampaikan. Lebih baik ujilah sendiri. Dengan serangkain pengujian yang terstruktur. Kemudian yakinilah pemahaman hikmah yang sudah didapatkan dari sebuah pengujian yang mereka lakukan sendiri. Insyaallah disana ada hikmah kejadian, mengapa setiap manusia bisa berbeda. Janganlah pertanyakan atas keyakinan para pelaku (penyaksi) lainnya yang ada disini. Sebab para pelaku meyakini dengan segenap jiwa raga mereka. Mereka tidak akan di goyahkan dengan apapun, walau jiwa raga mereka menjadi taruhannya. Keyakinan mereka kepada skenario Tuhan sudah tidak dapat di ganggu gugat. Tidak penting apakah orang lain percaya atau tidak. Penyaksian yang dilakukan tidaklah dimaksudkan agar orang lain percaya.  "Siapapun yang ingin mencari kebenaran, ujilah keyakinan masing-masing." Inilah yang dihantarkan. Jangalah terusik dengan keyakinan orang lain. Demikianlah pesan hikmah pengajaran perjalanan spiritual.

...

Berita perihal kiamat misalnya, adalah berita yang sudah diyakini kesadaran manusia, semenjak nabi Adam. Semua nabi mengajarkan perihal kiamat ini. Hari yang sudah pasti ini diberitakan sejak dahulu. Namun bagaimana faktanya? Sampai detik ini dunia masih baik-baik saja. Bagaimana kita mengelola informasi ini? Apkah informasi perihal kiamat itu salah? Begitulah halnya khabar informasi alam ghaib. Dialektika transedental adalah menyoal berita ghaib dan juga keadaan realitas. Apakah jika diberitakan kiamat dan kenyataan tidak kiamat kemudian kita tidak percaya atas berita al qur an? Kemudian manusia menganggap berita al qur an itu hanyalah dongengan saja? Celakalah manusia itu. Apakah jika dikhabarkan akan terjadi pergolakan di nusantara kemudian realitas akan terjadi? Tidak semudah itu memaknainya. Dibutuhkan hikmah untuk menterjemahkan pada dimensi apakah pesan tersebut dimaksudkan. 

Semisal keadaan saat mana  kita tidak paham mekanisme khabar ghaib perihal kiamat sebab sampai saat ini tidak terjadi terjadi, bukan berarti bahwa kiamat itu tidak terjadi. Lihatlah keadaannya, Rosul saat itu sangat meyakini, begitu halnya kesadaran manusia saat itu demikian sangat ketakutan jka saat itu terjadi kiamat. Keadaannya akan selalu begitu, berita kiamat adalah berita masa depan yang terjadi saat ini di alam kesadaran. Itulah hikmah kesadaran, bagi yang sadar. Sehingga manusia itu akan selalu takut atas hari pembalasan. Demikian mekanisme kesadaran yang diharapkan. Meyakini khabar ghaib seakan akan benar benar terjadi esok hari. Itulah pengajaran al qur an.

Berita ghaib dan keadaan realitas sering terlihat tidak sejalan bukanlah mekanisme sebab dan akibat, bahkan terlihat kadang bertentangan. Mungkin ini yang membingungkan jiwa manusia. Maka manusia diminta untuk mengambil hikmah atas kejadian dan  khabar gahib. Sekali lagi ijinkan disini menghantarkan kisah-kisahnya. Semisal dikisahkan dalam al qur an perihal bagaimana takutnya nabi kepada awan dan hujan.

Aisyah r.a berkata, "Apabila hujan mulai turun, maka wajah Rasulullah s.a.w akan ceria. Lalu saya bertanya, "Ya Rasulullah, apabila terlihat awan mendung semua orang merasa gembira karena menanndakan hujan akan turun, tetapi mengapa engkau justru terlihat ketakutan?"  Rasulullah s.a.w menjawab, "Wahai Aisyah, bagaimana aku dapat meyakini bahwa angin kencang dan awan mendung itu tidak akan mendatangkan Azab Allah? Kaum 'Ad telah dibinasakan oleh angin topan. Ketika mereka melihat awan mendung, mereka merasa gembira karena mengira akan segera turun hujan. Padahal bukan hujan yang turun, melainkan Azab Allah untuk membinasakan mereka."

Allah s.w.t Berfirman :
"Maka ketika mereka (Kaum 'Ad) melihat awan itu menuju lembah-lembah mereka, mereka berkata,' Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.' bukan, bahkan itulah ancaman yang kamu minta segerakan, yaitu angin yang didalamnu terdapat azab yang pedih yang membinasakan segala sesuati yang diperintah oleh Tuhannya, sehingga jadilah mereka tidak terlihat melainkan tempat-tempat tinggal merek. Demikianlah kami balas kaum yang durhaka." (Qs. Al ahqaf : 24-25)

Inilah ketakutan Rasulullah s.a.w ketika datang awan gelap beserta angin kencang. Beliau takut karena Azab Allah yang pernah dilakukan kepada kaum terdahulu yang durhaka. Meskipun Allah telah berfirman bahwa tidak akan menyiksa dan membinasakan suatu kaum selama Rasulullah s.a.w ada didalamnya. Tapi, tetap saja beliau merasa takut kepada Allah s.w.t jika terjadi Awan mendung beserta angin kencang.Kita dapati kenyataan bahwa sampai Begitu takutnya  seorang nabi atas datangnya awan yang bergulung. 

Menjadi pertanyaan mengapa rosul sedemikian takutnya? Seperti apakah yang dirasakan oleh rosul ketika melihat kejadian saat datangnya awan dan hujan? Apakah rosul mengada ada dengan responnya tersebut? Tidak, rosul melihat apa yang tidak dilihat oleh manusia lainnya. Semisal itulah yang dialami para pelaku. Para pelaku melihat keadaan alam kesadaran. Mereka mampu melihat kondisi alam, sebagaimana rosul juga melihat. Walau tentu saja kadarnya berbeda. Para pelaku adalah manusia biasa, yang memiliki keterbatasan. Namun setidaknya polanya adalah sama. Para pelaku sangat meyakini apa yang dilihat oleh mata batin mereka. Mereka benar-benar ketakutan atas apa apa yang akan menimpa nusantara ini. Ketakutan yang tidak mereka buat-buat. Ketakutan yang berlandaskan kecintaan mereka kepada tanah air. Terlepas apakah ketakutan tersebut benar-benar akan terjadi itu lain persoalan. Keadaan mereka pada saat itu benar-benar ketakutan, dan mereka memohon pertolongan kepada Allah atas ketakutan mereka itu.

...

Bagian yang tersulit yang harus di masukinya. Bagaimana mentransformasi pemahaman. Hawa itu seperti kabut tipis meliputi dada, secara perlahan menyebar, menimbulkan sensasi nyaman, lembut namun kuat. Mas Thole terperangah mendapati keadaan ini. “Hmm...Banyak Wide telah hadir lagi..”   Agak terheran juga Mas Thole mendapati kenyataan ini. Bukankah Banyak Wide sudah lama tidak menemani perjalanan spiritual Mas Thole. Semenjak kisah tragis dirinya bersama para putri. Kisah yang menimbulkan penyesalan dan sesal yang tak berujung, sehingga memaksa Banyak Wide kembali ke dimensi yang tak bisa dijangkau kesadaran.

“Ada apakah Banyak Wide kembali?” Begitu pertanyaan hati Mas Thole,

Memang semenjak prosesi terakhir kemarin dan semenjak ingin dituliskan ulang kejadian, mendadak kesadarannya seperti tersedot ke sebuah lorong hitam (black hole). Keadaan Mas Thole seperti di awang awang. Kesadarannya tidak menginjak bumi, perasaannya merasa aneh saja. Perasaan kalut namun bukan, perasaan sedih namun bukan, perasaan resah namun juga bukan. “Dimensi apakah yang dimasukinya?”   Pikirannya seperti terbang, pengetahuan dan pengalamannya seperti tak berarti apa-apa. Jetlag..ya jetlag keadaan jiwa Mas Thole. Cinta, benci, duka, lara, dendam, sakit hati, suka, dan beragam jenis rahsa yang ada didunanya berguliran satu demi satu. Entah bagaimana melukiskan keadaannya itu. Hanya yang pasti instrumen ketubuhan Mas Thole terganggu berat. Sepanjang hari sendawa dan mutah, bersin-bersin seperti terserang alergi udara.

Apakah karena sebab itu sehingga Banyak Wide turun kembali ke raga Mas Thole? Ataukah hanya lintasaan sesaat saja, hanya untuk kpeerluan penulisan semata. Itu harus diuji. “Yah, lebih baik begitu.”  Batin Mas Thole. Sudah banyak kisah Banyak Wide berakhir dengan duka nestapa. Bagaimana tidak jika hubungan Banyak Wide dengan para ponakannya, kembali terulang di realitas. Permusuhan dan salah paham berlanjut di realitas kehidupan Mas Thole. Keadaan itu tentu saja menyulitkan bagi Mas Thole. Kehidupan terkini Mas Thole adalah realitas kehidupan manusia biasa. Jika kemudian tanpa sebab banyak para putri yang memusuhinya di realitas, bermacam-macam cara mereka, ada yang memutus tali silaturahmi, ada yang dengan memasang status menebar kebencian, sungguh itu bukanlah apa yang dimauinya.

Mas Thole sadar bahwa banyak dari mereka yag masih berbenturan dengan energi Banyak Wide. Energi masa lalu Banyak Wide pada saat berperan sebagai  antagonis. Menimbulkan dendam dan sakit hati yang merasuki DNA. Sulit sekali menjelaskan bahwa kebencian para putri itu adalah keliru. Mas Thole bukanlah Banyak Wide, begitu pula Banyak Wide bukanlah Mas Thole. Mereka hanya menggunakan raga yang sama untuk suatu keperluan saja. Mas Thole hanya mampu mengelus dada, jika dikehidupan terkini dirinya harus menanggung karma masa lalunya. Menanggung kebencian yang tidak dipahaminya sendiri. Sebenarnya tidak ada satu alasan yang logis untuk membenci. Faktanya tidak ada yang mampu menahan sergahan rahsa benci. Setiap orang kadang sulit menjelaskan mengapa dirinya memiliki rasa benci? Rahsa yang mendadak menyelusup di hatinya dan menguasai sistem geraknya.

“Mereka tidak bisa disalahkan..” Kata Banyak Wide

Yah, benar sekali. Setiap kejadian tidak bisa dimaknai sebagai benar dan salah saja. Manusia diminta menggunakan hatinya untuk melihat makna atas kejadian. Bisa jadi apa yang kita lihat sebagai kejahatan sesungguhnya adalah kebaikan bagi dirinya. Semua manusia sedang diajari oleh alam bagaimana mereka menggunakan akalnya dan bagaimana mereka juga menggunakan hatinya. Menggunakan hati kadang harus mengalahkan akal dan logikanya. Kesakitan dan kepedihan mungkin adalah bentuk pembelajaran agar manusia lebih siap dalam memaknai kejadian. Manusia sedang di gembleng oleh alam agar mampu mengelola kecerdasan refleksnya. Refleks manusia akan selalu mengikuti nalurinya. Naluri raga yang terus berusaha mempertahankan dirinya. Refleks manusia inilah yang harus diajari oleh alam. Sayang refleks ini berada di bawah kontrol alam bawah sadar manusia. Karena sebab itulah manusia harus belajar kepada alam bagaimana mengelola potensi gerak ini.

Setiap gerak membutuhkan energi. Seluruh dzat di alam semesta ini adalah energi. Energi adalah daya yang menjadi gerak bagi manusia. Inilah hukumnya. Maka melalui pembelajaran atas gerak refleks ini,  manusia akan mampu mengenali energy/spirit  apa yang menggerakannya. Apakah itu energi si fulan bin fulan, atau energi alam itu sendiri, sistem ketubuhan manusia akan mampu membaca. Energi ini akan menghasilkan residu rahsa yang bisa di rasakan oleh jiwa. Maka rahsa itu dihasilkan dari konsumi  energi. Semisal kita makan daging maka rahsa daging itu adalah akibat dari konsumsi daging tersebut. Daging akan mengalami deformasi. Deformasi inilah yang menjadi gerak bagi gerak refleks kita. 

...

Kehadiran Banyak Wide membawa banyak perubahan bagi kesadaran Mas Thole. Dibiarkannya Banyak Wide mengambil alih, Mas Thole diam mengamati pergerakan sistem ketubuhannya. Sensasi dingin yang terus menyelimuti kesadarannya membuat sistem ketubuhan Mas Thole kembali normal. Ada rahsa nyaman, sel-sel tubuhnya terisis energy dari Banyak Wide. Hal ini sedikit menenangkan Mas Thole. Dibiarkannya Banyak Wide menahan gempuran-gempuran energy yang datang. Sungguh nikmat mana lagi yang harus didustakan. Sudah saatnya kisah perjalanan ini kembali dihantarkan. Perjalanan menyelusuri peradaban nusantara. Mengunjungi tempat dan lokasi kejadian, walau harus menempuh ribuan kilo semua dilakukan, mulai dari ujung sumatra, sampai ke ujung jawa, kalimantan, sulawesi, dan pulau-pulau lainnya. Semoga mendapat ridhoNya. Demi lahirnya kesadaran baru, kesadaran yang mencintai nusantara. Peradaban nusantara baru.

Semoga...kisah Rakai Mataram akan dihantarkan. 

Bersambung...




Komentar

  1. Subhanalloh..,

    Saya justru terpikat dengan sebuah penggalan kalimat dari tulisan di atas, "Kecintaan kepada Nusantara".

    Bukankah sudah seharusnya jika kita ingin membuktikan cinta maka tidak ada jalan selain Jalan Cinta.
    Dengan niat karena cinta, atas dasar cinta , ditempuh dengan jalan kasih sayang cinta.
    Menjadi sangat aneh jikalau faktanya ada golongan yang malah menggunakan kekerasan, pemaksaan sebagai pembuktian cinta kpd agama Islam.

    Apakah benar untuk mencintai harus di memakai tumbal kebencian.
    Seperti saat peternak menyayangi sapinya, apakah untuk memberi makan sapi harus dilandasi kebencian membunuh rumput2 .
    Ternyata tidak, mereka memotong rumput atas dgn kasih sayang (Bismillahirohmanirohiem).
    Dan ternyata kematian makhluk di alam semesta ini akan sempurna jika di pergunakan manusia (yg di dahului Bismillahirohmanirohiem).

    Terimakasih sudah berkenan mengingatkan kembali sebuah Jalan Cinta.

    Selamat datang kembali Banyak Wide.

    Salam Rahayu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali