Kajian Sufisika; Malam Lailatul Qodar (3)

Masih di kajian sufisika, untuk memahami hakekat malam lailatul Qadr. Telah disampaikan bahwa di malam itu turunlah RuH membawa urusan Tuhan. RuH yang turun dengan  QaDR yaitu ukuran-ukuran yang sudah disesuaikan dengan sistem ketubuhan manusia.  Setiap manusia tidaklah sama QaDR nya. Setiap diri manusia memiliki peruntukan masing-masing. Oleh sebab itu sistem ketubuhan manusia juga tidaklah sama. Semisal manusia menciptakan mobil, maka ada mobil truk, ada mobil sedan, ada mobil mini bus, dan lain-lainnya. Semua mobil tentu saja ada maksud mengapa mobil itu diciptakan. Begitu halnya manusia. Semua manusia ada peruntukannya. Tidak ada yang sia-sia.

Oleh sebab itu , pada malam itu manusia diharapkan mampu membaca hikmah ‘penciptaan dirinya’. Untuk urusan apakah dirinya diciptakan dan dilahirkan ke dunia ini. Kadar ukuran urusan Tuhan yang diserahkan adalah sesuai dnegan maksud pencip[taan dirinya, tentu saja sebagaimana analogi penciptaan mobil tersebut. Mobil truk pengangkut sampah tidaklah semstinya digunakian untuk bergaya, atau untuk kebut-kebutan di jalan raya. Begitu juga mobil balap tidaklah pas jika Khabar inilah yang ingin disampaikan oleh Allah dalam wujud RuH Jibril yang memabwa pesan kepada seluruh umat manusia yang mau memikul urusan (tugas) dari Tuhannya.

Mengenal RuH

Alam ruh yg tak berupa... tak mengikuti ruang-waktu. Tak terikat dengan alam dunia. Alam Ruh inilah yg bisa dimaknai dengan *simbol*. Bila dari posisi simbol melihat alam Ruh maka yg nampak adalah ketakberaturan. Tetapi bila melihat alam dunia akan nampak keberaturan simbol.

Diri kita terdiri dari dua entitas ini yaitu entitas raga (dunia) dan entitas Ruh yang berasal dari alam chaos alam ketakberaturan yang kadangkala disebut juga alam alastu. Kondisi diri kita yg berada dalam dualitas dua alam yaitu alam dunia dan alam alastu ini pasti membuat *jetlag*. Kebingungan. Kehilangan arah. Kehilangan orientasi. Tertarik bolak balik di dua alam ini. Referensi dua alam inilah yg dilambangkan dengan simbol *B* (Ba). Referensi B yang benar diperlukan saat kesadaran memasuki alam alastu dan alam dunia.

Saat berada di alam dunia tentu harus menggunakan referensi B yg sesuai. Demikian pula saat berada di alam Ruh (alastu) harus mampu menepati petunjuk awal yaitu persaksian kepada Rab. Alastu bi rabikum. Bukankah aku Rabmu. Bala sahidna. Benar aku bersaksi. Bersaksi kepada Rab. Maka yg mampu menjadi saksi Rab adalah Ruh. Simbol akan mampu menjadi jalan menuju pemaknaan alam Ruh. Permisalan dg yg ada di alam dunia ini. Alam ketakberaturan yg dibaca dari sisi keberaturan. Pengetahuan tentang Ruh yg sangat sulit dimaknai dalam referensi akal manusia diberi kemudahan atau jalan yg bisa difahami akal yaitu dengan simbol.

Maka konteks lailatul qadar menjadi penting karena malam ini *terbukanya portal dimensi alam RuH*. Saat alam ruh memasuki alam simbol yg berdekatan dengan alam dunia. Sehingga alam Ruh mampu dimaknai dan difahami oleh akal. Atau mudahnya simbol bukan lagi sekedar simbol tetapi membawa makna. Membawa informasi dan energy. *Simbol terisi RuH.*

Simbol pertemuan dua samudra yang dicari oleh Nabi Musa dalam pencarian untuk menemukan Nabi Khidir. Semisal pertemuan samudra syariat dan samudra hakekat. Pertemuan dua lautan yg bisa dianggp sebagai makrifat. Demikian pula semisal samudra hidup dan samudra tak hidup. Atau semisal samudra nyata dan samudra gaib. Dan juga samudra keberaturan dan ketakberaturan (chaos). Pertemuan dua samudra keberaturan dan ketakberaturan inilah yg disebut samudra simbol.

Dari posiai samudra simbol saat melihat samudra teratur maka samudra simbolpun mengikuti pola keberaturan dan seolah sangat teratur. Tetapi bila memandang samudra ketakberaturan maka simbol ini menjadi tak teratur acak chaos tak bisa dimaknai apapun.


Pola simbol *tak teratur dan tak teratur* tergantung cara pandang. Karena dari simbol inilah muncul makna. Semisal dari huruf a sampai z maka bisa muncul jutaan novel jutaan journal puisi prosa berita bahkan tak hingga. Padahal hanya berasal dari 24 huruf saja. Dari mana asal ke 24 huruf ini?. Saat ketiadaan huruf?. Tetapi ada potensi munculnya 24 huruf. Saat pola chaos mutlak.

Demikian pula pola nama-nama Allah. 99 Nama Allah yang sudah teratur. Yang kita sebut samudra nama yang teratur yang bertemu dengan samudra tanpa nama. Samudra tanpa nama dan samudra 99 nama teratur. Di bidang batas kedua samudra inilah beradanya simbol. Simbol-simbol huruf yang menjadi potensi nama. Bila kita masuki ke lebih dalam yg dimaksud nama bukanlah sekedar nama tetapi wujud sifat-sifat Allah di alam semesta ini. Yang bertemu dengan  samudra Allah sebelum disifati yg disebut alam ilahiah. Pertemuan kedua samudra sifat Allah inilah yg bisa didekati dengan simbol. Bila kita sebut sebagai alam ruh dan alam dunia. Alam ruh inilah yg membuat dunia ini mewujud.
Sifat-sifat ketuhanan sebelum berbentuk ke alam nyata inilah yg merupakan *sumber awal sifat ketuhanan* seperti cahaya putih sebelum terdifraksi menjadi cahaya pelangi. Cahaya putih yg menjadi sumber berbagai warna inilah yg dimisalkan dengan cahaya seribu bulan. Sumber cahaya. Cahaya dengan kekuatan daya intensitas melebihi semua cahaya di alam ini. Cahaya penuh kekuatan dan informasi inilah yg menjadi isi atau inti kedatangan simbol malaikati wa ruh. Inilah yg disebut sebagai Nama Allah ke 100. Sumber dari 99 nama. Satu nama yg merupakan induk dari ke 99 wujud sifat Allah. Sumber dari ke 99 sifat Allah. Atau bisa juga diperluas merupakan sumber dari sifat yang 3999.

Maka mengenali entitas *simbol* adalah mengenali *rahasia sifat Allah* atau mengenali Ruh.

Sifat-sifat ketuhanan sebelum berbentuk ke alam nyata inilah yg merupakan *sumber awal sifat ketuhanan* seperti cahaya putih sebelum terdifraksi menjadi cahaya pelangi. Cahaya putih yg menjadi sumber berbagai warna inilah yg dimisalkan dengan cahaya seribu bulan. Sumber cahaya. Cahaya dengan kekuatan daya intensitas melebihi semua cahaya di alam ini. Cahaya penuh kekuatan dan informasi inilah yg menjadi isi atau inti kedatangan simbol malaikati wa ruh. Inilah yg disebut sebagai Nama Allah ke 100. Sumber dari 99 nama. Satu nama yg merupakan induk dari ke 99 wujud sifat Allah. Sumber dari ke 99 sifat Allah. Atau bisa juga diperluas merupakan sumber dari sifat yang 3999.
Maka mengenali entitas *simbol* adalah mengenali *rahasia sifat Allah* atau mengenali Ruh.
Apakah semua ini ada *dalilnya*?. Jawabnya tidak ada!.
Apakah ada yg mengajari dan memberitahukan?. Jawabnya tidak ada!.
Apakah perlu diyakini. Jawabnya tidak!.

Lalu mengapa dituliskan?.
Untuk menguji akal sehat kita. Untuk memperluas wawasan.
Agar Allah sendiri membuka rahasia simbolnya.

Memberi tahu nama rahasianya. Memberitahu sifat yg ke seratus.
Memberitahu sumber dari semua sumber sifat Allah yg mewujud ke dua ini.

Agar kita mampu bersaksi.
Bala Sahidna. Engkaulah Rab ku.
Menyaksikan entitas Rabul alamin.
Lalu mampu mengabarkan keberadaanNya.

Bertakbir. Allahu Akbar.
Allahu akbar wa lilla hil hamd. Bukan sekedar mengucapkan takbir. Berada di alam Rab (Takbir).

Inilah detik demi detik dimana portal dimensi Ruh semakin mendekati terbuka saat kita mampu membaca simbol. Saat kita diminta IQRO. Mengenali *Ra* dalam dimensinya dalam referensi *B*. Menjadi saksi *RaB*.


Kesadaran yg meliputi ini semua dalam sebuah *gerak gelombang cahaya* (semisal gelombang elektromagnetis. Yg selalu dalam getak vertikal dan horisontal. Gerak gelombang cahaya ini disimbolkan dengan *R MD N*. Simbol gerak cahaya.
Samudra *R*
Batas dua samudra *MD*
Samudra *N*
Bila kita melihat dari posisi *N* maka
Bidang batas pertemuan dua samudra NR (nur=cahaya) adalah *DM* (ADAM).
Maka adam adalah bidang batas antara samudra *N* dan samudra *R*.

Memahami gerak horisontal dan vertikal masing-masing entitas akan semakin mengenali makna dibalik gelombang ini.
Mari sedikit kita kembangkan agar lebih mudah membayangkan yg dimaksudkan dengan _samudra N_ dan _samudra R_. Dalam konteks gerak gelombang ini. Samudra *N* yg utama adalah *Nafs* kita gerak nafas kita. Gerak keluar masuk nafas. Selalu bergerak di antara diam. Di antara gerak ada sesuatu yg terus menerus bergerak. Gerak horisontal. Sedang *R* coba kita maknai sebagai *gerak Ruh*. Gerak vertikal ke alam alastu alam ilahiah.

Maka dua samudra yg dimaksud adalah *samudra Nafs (N) dan samudra Ruh (R)*. Bidang batas dua samudra inilah tempat beradanya *DM* atau ADAM. Entitas ini hanya bisa exis atau berada di dua samudra ini. _Samudra nafs dan samudra ruh_. DM tanpa Ruh hanya masuk ke Nafs. Dan tanpa Nafs maka akan memasuki alam Ruh. Ketika entitas Nafs diputuskan maka entitas DM ini akan lebur dan masuk ke samudra Ruh. Tentu saja saat berada di bidang batas ini kita bisa pula *menyengaja* berenang ke samudra Ruh dan bisa pula menyengaja berenang di samudra Nafs.

Maka kita mampu memahami _Gerak RMDN_. Atau *N (DM) R*.
Entitas ADAM yg berada di dalam *NR*. Atau cahaya *DM* dalam Cahaya *NR*. Cahaya di dalam cahaya. Cahaya di atas cahaya. Cahaya meliputi cahaya.
Bila DM dalam gerak horisontal maka NR dalam gerak vertikal. Bisakah berubah. Mungkin saja. Mungkin MD dalam gerak vertikal dan RN dalam gerak horisontal.
Samudra RMDN atau N (DM) R. Masing-masing berada pada referensi *B*. Yang terikat menjadi BR dan RB (rab) dan BN (Bani) dan NB (Nabi).
Alam rabbaniyah (RB) dan alam Bani (anak manusia). Alam ketuhanan dan alam manusia.

Perubahan *N ke B* hanyalah mengubah titik sang pengamat.

Tetapi bagaimana mengubah Ra dan Ba?.
Inila konsep awal Alastu!.
_Alastu Bi Rabbikum?._ (A)
_Bala Sahidna!_  ( *Ba*).

Sanggupkan kita belajar mengenali Ba di alam alastu yg tanpa wujud bentuk rasa. Ruang. Waktu. Tak berupa. Tapi mampu mengerti simbol B L S H D dan N.
N inilah sang *penghubung* simbol.
Semua pembelajaran dimaksudkan agar jiwa manusia mampu dalam keadaan *superposisi* (sempurna).

Adalah suatu keadaan makom ;
1. Jiwa mampu  kaya manakala raga dihimpit kemiskinan
2. Jiwa mampu merasa besar disaat raga dihinakan
3. Jiwa mampu merasa bahagia saat realitas raga dirundung kesedihan..
4. Jiwa mampu merasa kuat saat raga itu dilemahkan..

Dll...dll..
Semua itu realitas yang paradoksal. Jiwa harus mampu memaknai keadaan *musibah* bagi raga sebagai sebuah pembelajaran yang dimaksudkan agar jiwa mampu memetik hikmah. Sungguh hikmah adalah *anugrah* yang besar.
Ya...jiwa mampu mengambil sudut yang bijak saat raga dalam keadaan apapun.
Ya agar jiwa tenang menemani sang raga. Jiwa tidak dirisaukan saat terkini sebab kepastian bagi raga adalah kembali ke tanah.
Sementara keadaan jiwa masih akan terus melanjutkan perjalanannya kembali.
Kembali kepadaNya...
Ya..pembelajaran adalah memaknai semua kejadian yang dialami raga dengan sudut pandang yang benar. Sudut pandang ilahiah. Sudut pandang yang holistik.
Pemaknaan musibah yang selama ini di kontruksi oleh akal manusia harus dimaknai ulang oleh hati manusia.  Benarkah itu musibah? Atau jangan jangan kita tidak mampu melihat *anugrah* di balik musibah tersebut. Kita tidak melihat rencana Allah atas musibah yang menimpa raga kita. Kemudian kita berburuk sangka kepada Allah...
Kita tidak mampu melihat sebuah proses yang tengah di lakukan alam. Sebuah proses yang akan menciptakan kemuliaan bagi manusia. Dengan dimiskinkan kita akan menjadi kaya. Dengan dihinakan kita akan menjadi kuat. Dll...
Marilah kita berbaik sangka atas apapun kondisi raga kita. Marilah kita menuliskan kepastianNya. Bahwa Allah akan memuliakan manusia di atas makhluk lainnya. Tuliskanlah kepastian itu anggaplah sebagai harap dan doa. Sebab dengan itu kita telah menuliskan kebenaran atas takdir jiwa kita.
Marilah kita tuliskan harapan kita itu...
Perjalanan symbol, bisa di sebutkan sebagai salah satu perjalanan Tasawuf
Sebuah perjalanan menuju RAB..
Yang walaupun kita tidak memahami bahasa Arab, sementara Al quran isi adalah bahasa arab
Namun dengan symbol seolah menjadi paham maksud dan tujuan dari sebuah ayat.


 Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali