Kisah Sang Pengolah Rahsa, Episiode Senjakala di Nusantara (1)
Senjakala saat matahari meredup. Alam kesadaran beranjak meningggalkan alam materi. Seluruh pergerakan menjadi diam. Tidak bermkana lagi. Semisal gerakan lambat pada sebuah film yang diputar tanpa suara. Begitu dahsyat sensasinya terlihat disana. Raga-raga yang jatuh berdentaman menahan alam yang bergejolak, bumi yang bergerak, air yang memporak porandakan segalanya. Semua nampak tak ada yang berubah, hanya suara hilang dari sana. Dan perlahan alam kesadaran menutup penampakan itu bagi jiwa. Layar ditutup dengan begitu indahnya.
Maka episode baru sebuah perjalanan akan dihantarkan. memasuki sebuah penciptaan peradaban baru di Nusantara ini. Bagaimanakah mula manusia diciptakan Kami. Dimanakah peran para leluhur disini? Sang Pengolah Rahsa dihadirkan disini sebagai Sang Penyaksi. Semoga Tuhan memberkati. Salam
+++
“Kala adalah
sang muatan waktu, jarak antara titik yang tidak pernah ber jeda. Sementara
diam penyaksi adalah diantara titik yang terus bergerak dalam kesadaran. Kerajaan
besar yang meliputi seluruh lautan dan bentangan daratan adalah serupa
kerajaan yang terbentuk dari titik-titik yang menyatu menjadi gambar. Gambar
yang terus bergetar menjadi cahaya tampak di mata. Sekali sapuan dalam kanvas
kesadaran , maka alam beserta isinya terbentang menjadi nyata bagi manusia. Manakah
yang lebih nyata apa yang nampak dalam kesadaran ataukah gambar yang disajikan
dalam kenyataan? “
Putaran waktu telah
menumbuhkan KALA, menjadi bagian bayangan sang waktu sendiri. Jika waktu selalu
tanpa jeda, maka apakah bukan fatamorgana yang tercipta dari kesadaran anak
manusia. Sungguh, pikiran selalu berpilin menyoal sang waktu. Jika saja diam
akan memberikan makna atas gerak. Maka mampukah manusia memandangnya
sebagai gerakan diam alam semesta. Tasbih alam adalah getaran sang waktu. Jika
tasbih itu hilang dari pandangan bukankah akan menjadi sia-sia hidup manusia.
“Aku sendiri tak
mengerti apa yang ku katakan, jika engkau mengerti maka itu bukan mauku.
Kehendak-Nya sudah melampaui kemauanku untuk mengatakan sesuatu. Maka apakah
artinya perkataanku ini. Jangan lah terhijab dari pandangan bahwasanya engkau
mendengar apa yang aku katakan. Sesungguhnya Tuhan menaroknya begitu saja dalam
indramu untuk/agar mendengar apa-apa yang kukatakan. Ingatmu adalah saat sadar.
Maka seberapa jauh sadarmu mengingat itu. Saat kalian semua bertasbih dan
memuja-Nya, sesungguhnya DIA tengah memuja Dzatnya sendiri. ”
Tahukah
bahwasanya sesungguhnya Dia yang akan berlari mendekatimu. Jika engkau
berjalan satu langkah saja hendak menghampiri-Nya. Dia lebih mencintaimu
dari pada dirimu sendiri. Penciptaanmu adalah kreasi agung darinya. Manalah
mungkin Dia akan menyia-nyiakanmu.
KALA adalah waktu
diam diantara JEDA
Bilakah itu tidak
menakutimu?
+++
Kisah Sang Pengolah
Rahsa, mengiringi perjalanan diujung waktu penantian. Menjadi penyaksi atas
episode berikutnya. Sebuah jejak kesadaran kembali akan ditorehkan di bumi ini.
Fenomena penciptaaan yang akan diulang atas manusia diminta disaksikan.
"Berjalanlah di (muka) bumi, maka
perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian
Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu." Qs. 29:20
Sang Pengolah
Rahsa diam takzim menerima tugas barunya ini. Sungguh telah jauh dirinya
melintasi sang waktu. Namun bagaimana mungkin dirinya mampu memahami makna
firmanNya ini. Bukankah manusia sudah diciptakan dari awalnya? Bukankah Adam
adalah Bapak seluruh manusia? Mengapa diri harus diperjalankanNya lagi untuk
menyaksikan penciptaan berikutnya? Apakah ini artinya akan ada sebuah peradaban
baru di Nusantara ini?
Baiklah, mari
kita ikuti saja “Kisah Sang Pengolah Rahsa’ yang berjalan di alam-alam kesadaran
alam semesta. Mencari jejak-jejak kebenaran ayat-ayatNya ini. Semoga...
Selamat
mengikuti kisahnya...
Komentar
Posting Komentar