Kisah Sang Pengolah Rahsa, Episode Sang Semar (1)
Dibalik bening mata
air, adakah tergenang air mata. “Bicaralah walau sepatah kata”. Suara
seperti menghardik di ulu hati. Memasuki kisah perjalanan ini. Kesedihan
seperti tergambar jelas, fenomena apakah yang bakal terjadi di bumi ini. Setelah
Aceh, Lombok, Palu, lantas giliran manalagi?
Pengajaran demi
pengajaran terus saja membombardir ruang angan dan pikiran. Belum usai
pembelajaran yang satu telah muncul pembelajaran lainnya. Belum usai diri
berbenah setelah dihantam tsunami. Kami sudah meminta untuk segera bangkit
kembali.
“Segeralah berjalan di seluruh permukaan Bumi
Nusantara ini. Dan perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan manusia
(peradaban) baru?”
Begitu kata Kami.
“Ugh...!”
Sang Pengolah Rahsa
bangkit dari alam kesadarannya, menepis debu di bajunya. Debu kosmik alam
semesta. Di mulailah kisah perjalanannya ini.
+++
Nun, jauh
disebrang lautan, diatas puncak gunung-gunung. Dilihat dari atas awan, nampak
serombongan orang-orang menari-nari. Suka
cita sekali. Seperti ada penyambutan besar yang dilakukan suku-suku terasing di
belahan timur. Ya, disebuah pulau yang sekarang lebih di kenal sebagai Papua.
Sebuah pesawat
capung baru saja mendarat di salah satu puncak gunung disana, mengantarkan seorang tokoh dari Jawa. Entah mengapa
sambutan dari suku-suku terasing sedemikian khidmat dan luar biasa sekali
seperti melakukan penyambutan layaknya seorang raja saja. Padahal tokoh yang
datang adalah tokoh biasa yang tak dikenal di dunia politik Ibukota.
+++
“Ah,
siapakah dia”
Sang Pengolah
Rahsa diam memperhatikan. Berkecamuk
pikirannya. Mengapa tokoh ini yang mula dihadirkan. Jika dilihat dari kesehariannya
dia bukanlah tokoh luar biasa. Rumahnya biasa saja sebagaimana umumnya rakyat
lainnya. Menempati perumahan di perbatasan Jakarta. Menilik energinya juga tak terasakan. Berbeda
dengan pertemuan dirinya dengan tokoh-tokoh leluhur Nusantara ini. Berdekatan
dengan beliau nyaris tidak ada rahsanya sama sekali. Lantas apakah hebatnya?
Mengapa kedatangannya
di suku-suku terasing dirinya dipuja bagai Raja? Demikian halnya di tempat-tempat
lainnya. Sang Pengolah Rahsa benar-benar tidak mengerti dan tidak mampu
menemukan jejak-jejak di memorinya.
“Bukankah beliau ini yang selalu mendapingi
para Raja di Istana?”
Bisik hatinya.
“ Hmm.. benar sekali, semenjak Raja Kedua di
Republik ini beliau selalu mendapingi siapapun Raja yang menempati Istana.
Apakah dia itu Sang Semar?”
Bagai tersengat
listrik Sang Pengolah Rahsa menyadari ini. Benarkah apa yang lintasan
pikirannya ini. Perawakan beliau memang sedikit mendekati perawakan tokoh
Semar. Semar adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan
Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria
dalam pementasan wairacarita Mahabharata dan Ramayana dari India. Meski
demikian, nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita
tersebut (berbahasa Sanskerta), karena tokoh ini merupakan ciptaan tulen
pujangga Jawa.
“Hmm....”
Kilatan pikiran
bergerak cepat. Sang Pengolah Rahsa nampak berkelebat memasuki alam dimensi
dimensi. Mencoba membedah kisah-kisah klasik pewayangan jawa. Kisah saat “Petruk Jadi Ratu”. Kisah ini
menceritakan bagaimana saat Petruk sang rakyat jelata menjadi Raja. Dengan kapasitas
dan kapabilitasnya sebagai rakyat jelata tentu saja menjadi aneh saat berkuasa.
Kisah satire yang dijadikan lelucon bagi sebuah status quo. Sehingga kemudian
Sang Semar tutun tangan menenangkan Sang Petruk. Terjadilah dialektika diantara
mereka ini.
Ketika keadaan
semakin semrawuti akhirnya Semar Bodronoyo turun tangan mengendalikan situasi.
“Ngger, Petruk anakku!”, Semar berujar
pelan, suaranya serak dan berat seperti biasanya. “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger!”
“Apa yang sudah kau lakukan, thole? Apa yang
kau inginkan? Apakah kamu merasa hina menjadi kawulo alit? Apakah kamu merasa
lebih mulia bila menjadi raja? “
“Sadarlah ngger, jadilah dirimu sendiri“.
Prabu Kanthong
Bolong yang gagah dan tampan, berubah seketika menjadi Petruk. Berlutut
dihadapan Semar. Dan Episode “Petruk Dadi Ratu” pun berakhir.
+++
“Ah....semua harus dibuktikan.Benarkah telah
turun Sang semar dalam tubuh seseorang. Jangan-jangan hanya harapan kosong yang
meliputi angan pikiran.”
Perlahan Sang
Pengolah Rahsa menurunkan layar kesadarannya, memasuki episode barunya.
Bersambung...
Assalamualaikum wr.wb.
BalasHapusBoleh minta email nya mas arif?
Trims.
Walaikumsalam..
Hapusutomo.arif66@gmail.com