Kisah Sang Pengolah Rahsa, Episode Para Pengganti Pertapa Sakti
Menunggu
waktu berlalu. Ketika pesan sepertinya sudah banyak yang mengetahui. Menjadi Penyaksi
apakah yang bakal manusia lakukan nanti, jika semua terjadi. Respon apakah yang
akan nampak di layar kesadaran? Menjadi langkah spiritual kali ini. Seperti
apakah manusia nanti akan berpolah jika terompah itu dibunyikan?
Telah
kita lihat bagaimana ‘iba diri’ kemudian menjadi pembenaran manusia untuk
melakukan anarkhi. Apakah manusia akan mencari simpati makhluk lintas dimensi?
Menghiba dan kemudian menyalahkan Kami atas apa-apa yang akan terjadi. Hhh....
“Telah
nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan manusia, supaya
Allâh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar)” [ar-Rûm/30:41]
Telah
jelas bahwa kerusakan itu bukan oleh Kami, namun dilakukan oleh tangan-tangan
manusia. Sehingga menjadi pertanyaan “Bagaimana jika episode ‘Game of Throne’
menjadi antiklimaks?”. Kami hanya menyampaikan hukum-hukum alam, sebuah hukum
sebab-akibat, hukum yang berlaku di ranah materi. Sebuah aturan yang pasti akan
Kami taati.
Mengapakah
manusia setelah mendapatkan apa hasil perbuatan mereka kemudian menghiba?
Menyalahkan takdirnya? Takdir adalah sebuah hukum sebab dan akibat. Takdir
adalah sebuah ketentuan atas proses yang sedang dan akan terjadi di alam
semesta ini. Sebuah hukum yang sudah ditetapkan jauh sebelum ada alam materi
itu sendiri. Dan Kami hanya mengingatkan kembali aturan main ‘Game of Throne’ yang sedang di gelar
ini. Siapa berperan apa. Dan apa menjadi siapa, serta bagaimana nanti permainan
akan diakhiri. Semua sudah dijelaskan dan dikhabarkan oleh para utusan.
Peperangan
telah mendewasakan kesadaran manusia. Kesedihan telah menyempurnakan jiwa
manusia. Kemenangan telah menyempurnakan kenikmatan diri manusia. Seluruh
rangkai kejadian menjadi epik yang akan diwariskan untuk menjadi teladan. Oleh
karena itu para nabi diturunkan untuk berperang. Bukan untuk menyendiri di
sudut ruangan mencari selamat sendiri. Siapa yang terpilih dalam permainan “Game
of Throne" ini, maka jadilah pemeran yang totalitas. Inilah hidup dan kehidupan
yang terus akan di gelar sepanjang peradaban manusia.
+++
Sang
Pengolah Rahsa, diam menjelajah sensasi unik rahsa yang terus menggayuti.
Seperti ada yang berbisik,
“Tinggalkanlah
hiruk pikuk dunia ini, mulailah berjalan lagi bersama Kami, akan Kami tunjukan
bagaimana kesudahannya nanti”
“Ada apa lagi, bukankah semua sudah
dilakukan?”
Keheningan
menyaput rongga pikiran bahkan dimensi alam kesadaran seperti amuk badai yang
terus timbul tenggelam dan mendamparkannya ke lorong gelap pemikiran. “Ada apalagi?” begitu sergahnya kepada
Kami.
“Tidakkah cukup jika aku telah reinkarnasi 13x dalam menanggung karma hidup ini? Tidak ada yang
ingin aku lihat lagi di alam dunia ini, selain kembali kepadaNya”
Lengkingan
jerit hatinya bagai srigala. Malam menjadi tanpa suara, kemudian sesaat turun
hujan badai dan petir menyambar-nyambar di atas rumahnya (23/10), seakan mengerti
kesedihan dan kepiluan hati seorang hambaNya. Kami seperti mengerti dan
mendiamkan saja Sang Penolah Rahsa menumpahkan segala gundah hatinya.
Alam
sepertinya ikut bersedih, bagaimana tidak makhluk yang satu ini tellah
mengalami 13x kematian yang amat menyedihkan. Rahsa yang masih lekat dalam
kesadarannya adalah saat kematiannya di tarik oleh 4 ekor kuda liar, diriingi
sorak sorai para hulubalang dan segenap rakyat yang bersuka cita. Masih terlihat
dari sudut matanya bagaimana Junjungannya yang dibelanya sedemikian rupa, nampak tegar
melihat kematiannya itu. Senyum dan tatapannya nampak kepuasan.
Debu
bertebaran membawa serpihan daging tubuhnya. Jeritan hati dan lengkingan
kesakitan jiwa tidak ada yang mampu mendengar, suara sorak sorai para
hulubalang bekas prajuritnya seakan suka cita menyaksikan penderitaannya ini.
Jika kemudian jiwanya tidak diterima langit dan bumi, jika kemudian arwahnya
meminta kepada Tuhannya agar dilahirkan kembali untuk menyelesaikan dan
membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, apakah ini sebeuh kesalahan?
+++
“Mami, mengapa teman Mami reinkarnasi
berkali-kali”
“Mami, tolonglah teman Mami, kasihan dia
bukan dia yang salah, dia hanya menanggung kesalahan orang lain. Sungguh hati
rekan Mami sangat baik sekali, sehingga dia sering dimanfaatkan oleh orang
lain. Mami harus bantu dia...!”
Terpisah
beberapa kecamatan dari Sang Pengolah Rahsa, tengah terjadi dialektika antara
Ibu dan anak-anaknya. Entah bagaimana sang Ibu memberikan foto diri Sang
Pengolah Rahsa. Kemudian kedua anaknya menutup mata mereka dan menangis dengan
sangat sedihnya. Meluncurlah kata-kata itu kepada Sang Ibu. Sang Ibupun tak
mampu berkata-kata.
Kesadaran
Sang Ibu menghablur ke alam semesta, bagaimana pertemuan dirinya dengan Sang
Pengolah Rahsa dalam dinamika kehidupan alam nyata. Bagaimana memaknai realitas
dan keghaiban yang menyelimui dirinya. Bagaimana dirinya harus membahasakan
dengan bahasa manusia hal-hal yang tidak bisa dibicarakan. “Hhhh....” Dirinya hanya
menghela nafas. Apa yang bisa dilakukannya untuk Sang Pengolah Rahsa, sementara
untuk memahami dan menerima apa-apa yang terjadi dalam kehidupannya sendiri
sangat slit sekali.
Dirinya
hidup di tengah keluarga yang memiliki kelebihan dan kemampuan melihat ghaib.
Bahkan anak-anaknya dianugrahi kelebihan kecerdasan luar biasa sehingga di
dimensi kehidupan ini dan kehidupan disekolah anak-anaknya disebut mengalami ‘keterbelakangan’ atau lebih tepatnya ‘disleksia’.
Anugrah yang tidak akan pernah dimaui manusia. Sebab di ranah alam materi akan
disebut sebagai kelainan.
Sistem
sensor anak-anak ini sangat peka sekali sehingga mereka bisa berbicara dengan makhluk
lintas dimensi. Alam sangat mengenal anak-anak ini. Bagi alam semesta anak
inilah yang memeiliki kesadaran yang benar. Mereka sangat dekat dengan alam.
Sayangnya mereka akan teraliensi di alam nyata. Mereka akan tidak bisa bekerja
secara hukum-hukum kecerdasan akal.
Betapa
Sang Ibu sedih sekali menerima ‘anugrah’ yang tidak dikehendaki ini. Kelebihan
anak-anaknya bukanlah kebanggaannya sebab manusia memandang hina atas kelebihan
anak-anaknya mampu berkomunikasi dengan alam ghaib. Kalau tidak disebut ‘gila’
atau aneh, maka apa sebutannya bagi orang yang sering bicara sendiri kepada
makhluk yang tak terlihat? Itulah keseharian anak-anaknya. Dirinya harus
melindungi dan menguatkan anak-anaknya demi sebuah laku spiritual yang di
yakini. Demi negri ini. Anak-anak ini nanti yang akan menjadi pengganti
Paku-paku bumi. Merekalah nanti para pengganti Sang Pertapa Sakti yang akan memaku bumi.
Kesadaran
manusia dewasa sudah tidak mampu diharapkan lagi. Dibutuhkan kesadaran sekelas dewa
untuk menyelamatkan nusantara dari bencana besar yang akan terjadi. Harapannya
hanya pada anak-anak ini disematkan keselamatan Nusantara ini, sebab merekalah
yang mampu berdialog dengan alam. Maka meskipun telah sampai khabar kepadanya bahwa
pengganti pertapa sakti telah ada, mereka mengabdi dan bersedia mengorbankan
dirinya bertapa di karang-karang pantai laut selatan di 4 penjuru mata angin. Sudah
hampir mendekati 1 tahun ini mereka mulai bertapa. Namun rahsanya itu belumlah
cukup. Alam tetap akan memutahkan isinya, bumi sudah terlalu muak menahan kepongahan manusia.
+++
Sahdan
begitu melihat foto Sang Pengolah Rahsa mereka tidak tahan menahan tangis yang
pecah. Mereka mampu merasakan betapa penderitaan yang dialami. Mati sebanyak
13x dan hidup sebanyak 13x bukanlah suatu hal yang mudah. Penderitaan dan
kesedihan selalu melintasi di alam kesadarannya. Setiap kejadian akan menjadi
pemicu bagi kebangkitan kesadaran masa lalu. Sayangnya yang terpicu pada
mulanya pastilah rahsa yang menharu biru. Dimana kemudian rahsa ini menjadi
amuk yang menggila.
+++
“Alam sedang mengalami perombakan”
Demikian
pesan singkat Sang Ibu kepada Sang Pengolah Rahsa. Pesan juga datang kepadanya agar melindungi dan membela Sang
Pengolah Rahsa. Hik....
Adakah
yang mengancam hidup Sang Pengolah Rahsa?
Jika
kematian sudah dialaminya 13x, lantas apalagi yang menakuti dirinya lagi,
selain gundah rahsa dihati atas keadaan negri ini?
Bersambung....
Komentar
Posting Komentar