Konspirasi Cinta Sang Hafizs, Kemuning Hancur Di Telan Rahsa


Hasil gambar untuk bunga kemuning dan burung


Published Date : March 12, 2014
Author : arif-budi-utomo
Kemuning duduk diam di pintu pagar,
Merana hati sebab luka penantian,
“Serangkaian penyerta keadaan dan risalah keindahan, bukan sebab KESETIAAN, namun lebih kepada mengapakah PENANTIAN tiada keikhlasan ?”  Berbisik kumbang pada telinga kiri
“Ketahuilah, serat dalam kalimat semesta, tertulis dalam guratan
tak tersebut WAKTU maka tanpa JEDA
Tiada awal dan tiada akhir, jarak tidak bertitik
Maka PENANTIAN adalah kesia-siaan dalam hampa keheningan
Kenapa bersedih ?
Memory adalah goresan pena dalam sanubari ,
Diantara TITIK-TITIK sang WAKTU
Yang terbaca dan terasa makna meliputi
Ingatlah, kesedihan hanyalah goresan,
Hapuslah goresan itu, maka serangkaian keindahan akan TERBACA “
Duduk meranggas, Kemuning menjulurkan kaki, menatap Hafiz tanpa pernah mengerti arti.
+++
“Kemana  kita akan berlabuh “  Mengeluh Kemuning kepada pohon
Serumpun daun  cermai jatuh
Bertaburan memenuhi air jernih yang keluar dari pokok akar
di kelokan pertama , menyurut membulat air di buritan
sungai deras meluncur, Grojogan pecah di batu,
blar..butiran embun halus tersapu angin
“Terlampau jauh teramat jauh..
Sampai dimanakahkah kita ini ?”
Perjalanan tak menuju batasnya KESEPIAN
+++
Air semburat  membentuk  pusaran, Kemudian daun helai demi helai  tercerai
“Akan kemanakah kita ini ?”
Hamparan jauh memandang,  gelombang dan lautan
Dimana akan berlabuh,
sungai ini..
kini bermuara di pelupuk MATA
+++
“Adakah duka penantian bukan karena silap kesetiaan
Atau sebab pengharapan telah selesai memaknai keindahan”
Bertanya Kemuning tak pahami rahsa
“Mengapa kita masih disini ?”
Kekasih, “Lihatlah sakitnya bukan sebab kesedihan,
Aku melihat-Mu, bukan sebab  mataku
Aku mendengar-Mu, bukan sebab telingaku
Aku meyakini-Mu, bukan sebab hatiku
Aku merindukan-Mu, bukan sebab rahsaku
Aku tak tahu mengapa harus begitu pada-Mu”
alam semesta terliput syadu,  dalam tiwikrama
semua kejadian hanya untaian kata
bahkan semua fatamorgana adalah kenyataan tersisa
“Kemanakah kita akan berlabuh? “
???
+++
rantingnya tak mampu menahan kenangan dan..
Rekam jejak perjalanan  telah membebani kanvas luas daunnya
Sang Hafizs berdiri di ujung karang, jubahnya melambai, tersibak laju angin. Kesadarannya meliputi, desahnya menahan. Para  Pembawa Pesan, tengah membesut pikirannya. “Mengapakah dengan Kemuning ? “ Bidadari ini tengah dalam gundahnya sendiri.
+++
Isyarat semesta lewat sejuta puisi dan selaksa bunga
 Kemuning tetap diam membisu, menepiskan mimpi
Melogikakan asmara, diam dalam senyum misteri
Kemanakah akan disematkan CINTA, sementara RAHSA tertinggal
pada masa dimana tiada WAKTU,
Lihat saja, residunya meracuni hati dan pikiran
“Siapakah KAMU, Siapakah DIA, siapakah Engkau ? Kekasih tak mendua hati ?”
Pekiknya terdengar sekali lagi
 “Petiklah bintang kejora, maknai cahaya
Di jantungmu ada pusara, makam para KESATRIA”
Tubuh kotor, menangkap kedalaman
Kemilau cahaya memancar, di dekapnya hati
Keheningan menyelimuti bumi, KAMI menangis merinduimu
+++
Hafizs menatap, bagai elang menukik tajam, kepakannya terpancar di seluruh jagad raya. Di bekap rembulan. Malam gelap menyelimuti. Pesan Kepada Pembawa Pesan. Begitu keadaan menelusuk. KAMI merintih merindui.
CINTA akan memiliki, dan sudikah menerima-NYA
Lebur dalam cahaya-Nya, artinya engkau TIADA !
Pesan disampaikan, lewat helaan nafas dalam
Deburan ombak cahaya telah memisahkan,
semua tertatih, terus berputar
Kehilangan gaya sentripetal,
kecepatannya meninggalkan lorong kesadaran
kini kerinduan tak pahami dari mana muasal
dan jauh terlewat pada  batasan angan-angan,
melintasi penjuru jagad raya
..
 “Sampai dimanakah kita ini ? terlampau jauh teramat jauh”
Hitam telah menenggelamkan warnanya
Tangis menggelatar, bertanya kepada Hafizs..
Sebab apa duka jiwa masih terus bersuara lantang !
“CINTA akan memiliki, dan sudikah menerima-NYA
Lebur dalam cahaya-Nya, artinya engkau TIADA ?”
Berkata Hafizs tanpa rahsa iba, sebab Kemuning, telah hancur, ditelan rahsa. Debunya menyelimuti nusantara. Menyusup dan menyelimuti hati  manusia.
Sayup terdengar suara Kemuning berkata,
“ Aku men-Cintai-NYA, tiadalah Aku ada, jika tiada CINTA. Biarlah AKU jadi DEBU sebagai tanda Cinta-NYA kepada manusia”
Hafizs tersenyum, dikibaskan jubahnya, melesetlah dirinya bersama cahaya, menuju kepada Cahaya-Nya.
+++
Ditulis disini; kepada Para Bidadari, demi langit dan bumi, demi waktu, sampai dimanakah kita ini ? (Hafizs)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali