Kisah Spiritual, Misteri 7 (Tujuh) Bidadari
Malam
terus saja mengejar, seakan takut ketinggalan terbitnya fajar pagi. Tak terasa tak
berasa, hanya kilasan tak ketara yang terus saja membututi. “Adakah yang salah dimaknai ?. ” Dalam ketakberdayaan diri, Mas
Thole menyanggah hatinya. Rasa sesal, rasa bersalah saat dirinya tak mampu
meredam gejolak hati para kesatria, membuatnya jengah. Semakin mencoba
mengerti, semakin diri merasa tak berarti. Semakin banyak diajari semakin tak
ingin kembali. Diam disini rasanya lebih mengasyikan lagi dan lagi. Hiruk pikuknya
dunia membuat kesadaran diri terengah menetapi. “Mengapa lintasan-lintasan energi kesatria menyergah hati ?. Adakah
mereka tidak mengerti bahwa itu melukai ?.”
Pertanyaan itu terus saja membebani
jiwa dan pikiran, apalagi didengarnya khabar keadaan Ki Ageng tidak sebaik
biasanya. Energi entah dari mana membuat dirinya sungsang, menguliti jemari,
memasuki inti-inti sel, merobek, dan
dengan sadisnya mengeluarkan isinya dari dalam, hal yang belum pernah terjadi. “Bulan ini adalah bulan dimana masa krisis para
kesatria ?.” Bisik Mas Thole memelas, bicara kepada alam, kepada bulan yang
sinarnya kuat pada malam-malam beberapa hari ini. Jawab sang malam hanya
mengirimkan pertanda dengan hujan deras seketika yang mengguyur jam 2 pagi, lebat sekali dalam waktu
yang tak lama, mengagetkan seisi rumah. “Aduh, mengapa dan apa dengan hujan ?.” Rasanya enggan sekali
Mas Thole mencari jawaban.
Para kesatria mulai beranjak dewasa,
mereka mencoba menapak kaki dan mencari eksistensi diri. Setelah mengerti ,
maka jiwa harus diyakinkan lagi. Mereka akan mencari bukti-bukti lainnya.
Mencari lebih dari yang mereka yakini. Begitulah keadaan jiwa mereka. Dan itu
berarti alam alam kesadaran akan berada dalam kulminasi titik nadir yang tak
mungkin bisa dihindari. Jiwa-jiwa masa lalu yang terlahir kembali memiliki
kunci dimensi lintas alam. Maka pasti, jiwa masa lalu akan kembali memasuki
alam kesadaran mereka dimasa masih berkuasa dan jaya. Akibatnya energi masa
lalu tanpa disadari, oleh mereka sendiri terbawa ke masa kini, dan itu akan
membuat turbulensi. Angin pusar tornado lintas dimensi yang akan menyedot siapa
saja, luar biasa amukannya. Portal dimensi tak sadar dibuka oleh mereka
sendiri, dan ini akan menarik siapa saja kembali ke masa lalu mereka. Maka
perhatikanlah pada penampilannya saat mereka
menguasai raga terkini, raga akan tampil sempurna bak para raja dan para
panglima yang berkuasa titahnya. Mereka bersikap sebagaimana diri mereka di
masa lalu.
Maka hanya kesedihan hati dalam
sesal yang kini merajai, nestapa atas ketidak mampuan diri menutup turbulensi
waktu, menyesal jika tidak mampu berbuat
banyak melihat keadaan jiwa kesatria saat sekarang ini, melihat keadaan mereka
yang resah dari hari ke hari. Para ksatria merasa menggunakan raga terkini dalam
komunikasi padahal hakekatnya mereka telah dikuasai oleh jiwa masa lalu mereka
sendiri. Mereka merasa nyaman dengan ini, sulit membedakan lagi, seakan-akan
itulah diri mereka sejati. “Ya, Allah apakah
akan terulang kembali pengajaran ini ?. Akankah kami ketinggalan kelas ini ?.” Mengapakah
bisa terlena begini, diri terjebak dan tidak mawas lagi. Hingga lepaslah
kontrol dimensi. Hinggap rasa bersalah, rasa penyesalan, merasuki hari-hari Mas
Thole. Realitas tidaklah seindah dalam gambaran, ingin sejenak melupakan,
memasuki realitas, nyatanya waktu tertinggal dibelakang. Ugh..!.
Alam sedang melangsungkan ajang uji
pencarian bakat, mencari bakal calon kesatria, ajang pemilihan kesatria
piningit, bagai ajang lomba X-factor.
Siapapun yang menerima panggilan sang alam akan diberikan kesempatan yang sama
untuk mengikuti ajang lomba ini. Setiap
trah berhak mengirimkan wakil-wakilnya untuk mengikuti lomba ini. Tidak saja
dari pajajaran, majapahit, sriwijaya, dan seluruh kerajaan di nusantara ini,
bahkan dari tanah arab pun dipersilahkan mengikuti ajang lomba ini. Para
leluhur dipersilahkan menunjukan anak cucunya, sebagai wakil dari trah mereka.
Maka tidak heran jika bulan ini akan banyak sekali bermunculan orang-orang masa
lalu ke raga anak cucu mereka. Sebab
para leluhur mereka merasa berkepentingan manakala trah mereka berkuasa.
Kesempatan yang langka bila dipercaya
menjadi khalifah alam semesta di era peradaban sekarang dan ke depan nanti.
Harkat martabat mereka pasti akan terangkat. Siklus pilihan ini hanya terjadi
beberapa ribu tahun sekali. Paling cepat terjadi 1500 tahun sekali, dimana
ajang kekuasaan, kekayaaan, akan dipergilirkan kepada anak-anak manusia. Maka perhatikanlah pergiliran kekuasaan
bangsa-banga, Yunani, Romawi, Islam, Amerika Rusia, dan lain-lainnya. Dan kali
inilah saatnya kekuasaan nusantara baru.
Nusantara akan mewakili kekuatan
dari timur, kekuatan yang akan merajai di dua alam, yaitu alam ghaib dan alam nyata. Dimana formasi ini
akan mengulang kembali sejarah kejayaan leluhur mereka Nabi Sulaiman. Sudah
lama sekali hampir ribuan tahun alam semesta tidak dipimpin oleh manusia.
Masing-masing alam dibawah kekuasaan pemimpinannya. Maka saat sekarang ini,
akan dipilihlah manusia yang memiliki kemampuan memimpin di dua alam. Karenanya alam memerintahkan alam ghaib dan
alam nyata untuk saling bekerja sama. Para leluhur dipersilahkan melatih
anak-anak cucu mereka. Tentu saja kesempatan ini tidak disia-sia kan oleh trah
atlantis. Sebab masa sekarang inilah, kesempatan untuk dapat eksis kembali di
nusantara ini. Menyelesaikan misi mereka terdahulu, mengembalikan kejayaan trah
atlantis yaitu cikal bakal nusantara. Trah paling dekat dengan atlantis adalah
tanah pasundan, maka tidak heran jika Pajajaranlah yang akan diusung untuk
mengikuti ajang kompetisi ini.
Mas Thole berdesah, betapa berat
mengingatkan kembali kepada para kesatria bagaimana posisi mereka ini. Kita
tidaklah sendiri, banyak peserta lain dari trah lainnya yang akan mengikuti
ajang kompetisi ini. Jika terlena maka kesempatan yang hanya sekali dalam ribuan
tahun ini akan hilang percumah , mereka akan menunggu hingga ribuan tahun lagi
mendatang. Misi yang di amanahkan kepada pundak mereka, akan ditangguhkan
hingga ribuan tahun lagi. Artinya mereka akan kembali memasuki lorong dimensi
waktu lagi, dan tinggal disana menunggu
dilahirkan kembali. Mereka akan mengulang prosesi yang sama lagi, penderitaan
yang sama, kesakitan yang sama lagi, bahkan berlipat dari sekarang ini, sebab
bertambahnya waktu akan semakin bertambah beban yang akan mereka pikul. Setiap
kehidupan akan menjadi beban mereka di kehidupan mendatang.
Entah bagaimana mengatakan ini, jika
semua sudah diajarkan, jika semua juga sudah ‘entek pool..!’. Sudah tidak ada
lagi yang tersisa yang patut diajarkan lagi. Maka sekarang ini, semua terserah diri
masing-masing mau melakukannya atau tidak. Ya, mereka hanya diminta memasuki
diri mereka masing-masing, sebab petunjuk itu ada pada diri mereka sendiri.
Diamlah di hati, rasakan dengan kejujuran kepada ilahi, dengarkan suara hati
nurani. Diamlah dalam waktu yang lama, di setiap aktifitas kita sehari-hari,
jalinlah rasa sambung kepada-Nya. Pertahankan kesadaran hanya pada saat
terkini, detik ini pada tarikan nafas saat terkini, rasakan alirannya, liputi
seluruh keadaan, tidak masa lalu tidak juga sekarang apalagi masa depan, liputi
saja semuanya dalam diam menghadap kepada Tuhan pada waktu sekarang, saat ini. Hanya
itu, tidak ada beban yang diberikan selain itu. Tuhan tidak membebani
hamba-hamba-Nya. Biarkanlah Allah yang mengaturnya,begitu yang dipinta kepada
para kesatria.
Janganlah kita merasa bisa merubah
dunia dengan tangan kita, janganlah bermimpi untuk itu. Perhatikan saja diri
kita sendiri, merubah apa yang ada dalam lintasan hati kita saja kita belum
bisa, merubah iba diri mejadi kekuatan iman saja belum mampu, merubah rasa bisa
menjadi rasa rendah hati saja masih kesulitan sekali. Menerima takdir diri kita
saja kita tertatih tatih. Sungguh kita hanya seonggok daging yang diberikan
bentuk. Apa yang akan kita lakukan ?. Tidak ada, semua hanya atas berkat
rahmat-Nya saja, kita bisa merasakan itu semua. Sekali lagi, yang diminta
kepada kita hanyalah diam di hati kita sendiri, diam di saat terkini bersama aliran nafas kita.
Diamlah disana menunggu perintah dari-Nya. Perintah yang hanya kita sendiri
yang tahu. Perintah yang jika disampaikan kepada lainnya mungkin saja akan
menjadi fitnah, maka sampaikanlah dengan bijak, tanpa pretensi, tanpa berharap kepada yang menerima khabar, hanya mengalir bagai air pegunungan. Kita
tinggal mengikuti aliran daya-Nya yang sudah diberikan-Nya untuk menjalankan
itu semua. Adakah Tuhan membebani kita berlebihan ?. Tidak, sekali lagi tidak.
Kita hanya diminta menikmati, saat diri diperjalankan-Nya.
Kesatria piningit adalah kesatria
yang senantiasa diam bersama Tuhannya, hanya menunggu perintah Tuhannya, akan
dipergerakan kemanakah dirinya nanti, tidak menjadi persoalan lagi. Kita
berserah, bukan kita yang mengatur, bukan kita yang berkehendak. Alllah yang berkehendak
itu terjadi, kita hanya perantara dialam
materi, maka tangan kita, kita siapkan
untuk-Nya. Maka diamlah sambil memperhatikan, diam dan waspada. Belajarlah
sebagaimana seekor cicak menunggu mangsanya. Diam dan waspada saat mana nyamuk
lengah, maka ‘hap’ secepat kilat dia bergerak dengan kesungguhan hati. Maka
nyamukpun tidak mampu mengelak lagi. Gerakan cicak adalah gerakan reflek saat
dirinya siap dan waspada. Kita hanya dilatih untuk menggunakan gerak ini. Gerak
ini akan hanya menurut pada hati. Gerakan yang luar biasa sekali energinya,
sebab gerak ini adalah daya-Nya. Maka latihlah hati, diamlah disana
bersama-Nya. Adakah yang sulit ?.
Lihatlah kita hanya bersendau gurau,
sibuk mematut-matut diri, hingga akhirnya kita sering lupa bahwa pada diri kesatria
melekat kekuatan yang luar biasa, apa yang dicandakannya akan menjadi perintah
pada alam. Bukankah itu suatu ke mudharatan saja ?. Apakah ada manfaat untuk
kita ?.Bila alam kemudian merespon kita dan meyusahkan bagi manusi lainnya ?. Begitu asyiknya kita menjelajah mengeksplorasi
apa saja, hingga kita lupa tugas utama kita, yaitu menunggu datangnya perintah
dari Allah. Kita tinggalkan pos penjagaan kita karena realitas kehidupan lebih
mengasyikan. Kita tinggalkan hati kita hanya dikarenakan urusan dunia, harta ,
tahta, dan wanita. Kita sering lupa bahwa dunia dan isinya, itu sudah disiapkan oleh-Nya. Allah telah menugaskan
diri kita ke bumi maka urusan logistik semua sudah disiapkan dan diatur-Nya,
kita hanya tinggal percaya. Percaya dan percaya !.
Mengapakah harus dituliskan ini. He
eh, energi lintasan para kesatria telah mengganggu dimensi kesadaran, banyak
diantara kesatria lainnya merasa
tertekan dengan energi masa lalu yang ditampilkan kesatria. Jiwa masa lalu yang
membawa energi kekuasaan dan berjaya. Energi yang tanpa disadari pemiliknya
sendiri menyiratkan arogansi, merasa lebih dari yang lainnya. Energi yang tidak
selayaknya dimiliki oleh kesatria jaman sekarang ini. Kita kesatria jaman
sekarang harus belajar, karena sebab memiliki energi inilah kita masih bertahan
di bumi yang panas ini. Keadaan diri kita
sekarang bukanlah raja, atau panglima, dan juga semisla dengan itu. Kita manusia
biasa, tak layak dengan arogansi itu. Maka perhatikan saja lintasan hati kita. Jika keadaan diri kita selalu was-was, selalu
cemas, bersedih hati, pemarah, mudah tersinggung, dsb, sungguh
itu tidak wajar. Maka segeralah bersihkan itu semua dari lintasan hati. Para
kesatria adalah orang-orang yang tidak memiliki rahsa takut, tidak was-was, dan
tidak bersedih hati. Sebab dirinya tahu bahwa Tuhan sudah mengatur segalanya
untuk kita. Jika kita masih dalam keadaan perasaan itu, yakinlah bahwa kita tengah
diliputi oleh energi negatif.
Sudah digariskan, alam akan memilih
trah manakah yang akan diberikan kekuasaan, mengawali pergiliran kekuasaan di
muka bumi. Kejayaan kerajaan Nabi Sulaiman akan terulang kembali di nusantara
baru. Maka hanya orang-orang yang benar-benar mampu menguasai dua alam saja
yang akan dipilih memimpin nusantara ini. Dia mengetahui yang ghaib, namun dia
juga sangat paham realitas. Dia memiliki kemampuan ilmu di dua alam. Maka dari itu,
kemungkinan trah atlantis akan memimpin nusantara baru memiliki peluang yang
paling besar. Sebab itulahPajajaran sengaja dihilangkan dari pandangan oleh
Prabu Silihwangi, menunggu saat sekarang ini.
Maka semua kunci semua misteri itu akan
terbuka manakala legenda 7 bidadari terkuak. Ke tujuh bidadari itulah yang
telah melahirkan bangsa sunda, di tangan mereka terletak kunci peradaban tanah
sunda. Mereka harus ditemukan dan disatukan untuk memebentuk formasi bintang
pari. Mengulang kembali peradaban dari awalnya, agar program dapat di setting
ulang. Mereka harus memasuki dimensi waktu, mencari titik-titik kesalahan
pengajaran yang mereka lakukan. Karenanya
berkali-kali Mas Thole mengingatkan para kesatria, temukan 7 bidadari. Karena
tanpa itu mereka seperti lidi yang tercerai berai, mereka tidak memiliki
kekuatan yang berarti. Mereka hanya akan mengandalkan ibunda mereka. Sebab itu pahamilah,
hanya dengan masuki hati diam disana bersama aliran nafas, kita akan meenemukan
temukan petunjuknya. Apakah yang susah
?.
Kenapa mereka sibuk mencari-cari di
luaran sana ?. Apakah yang menghijab diri mereka ?. Mengapakah kemudian diri
sibuk dengan angan-angan yang suka
kesana kemari, merasa ini, merasa itu, mau begini mau begitu. Bukankah
akan capai dan lelah saja. Tidak pahamkah sebentar lagi akan lahir para
kesatria lainnya. Kesatria yang akan mengikuti ajang yang sama. Dan tahukah
bagaimana energi mereka itu ?. Energi kebencian, keserakahan, berseberangan dengan
mereka, itulah energi lawan dari mereka. Tidakkah itu perlu dipikirkan. Karenanya
jika para kesatria tidak bersegera diam di hati, selanjutnya bersiaplah sajalah
untuk berperang demi mempertahankan diri dari tarikan angin pusar turbulensi waktu.
Sesuatu yang seharusnya tidak harus terjadi. Adakah kalimat yang lebih keras dari ini ?.
Mas Thole tidak tahu itu. Rasanya kalimat ini adalah pernyataan yang paling
keras darinya.
Akankah
rahasia 7 bidadari akan berhasil mereka kuak ?. Entahlah rasanya mereka masih
disibukan dengan diri mereka sendiri.
Bertanya
(Tuhan): Berapa bilangan tahun kamu berdiam di atas bumi?. Mereka menjawab: Kami telah
berdiam di sana sehari atau setengah hari. Cobalah tanyakan
kepada orang yang pandai menghitung. Berkata (Tuhan): Tidaklah
lama kamu berdiam di sana, hanya sedikit, kalau kamu ketahui. (QS. Al muminum, 112-114)
Wahai kesatria,
haruskah kalimat ini disampaikan lagi, bahwa kalian dibumi hanyalah sekejapan mata bagi
waktu asal kita. Perlu bukti apalagi, agar engkau yakin sesungguhnya dirimu bukanlah makhluk bumi.
Engkau adalah makhluk atlantis yang berasal dari dimensi ke 4. Engkau diberikan
kemuliaan oleh Tuhanmu menciptakan apa saja di dimensi ke empat dan engkau akan
melihat hasilnya di bumi ini , bagaimana keadaan ciptaanmu itu. Engkau dahulu mampu
melintasi dimensi-dimensi. Hingga akhirnya kalian durhaka kepada Tuhanmu. Maka
engkau dibuang selamnya di bumi ini, engkau tidak mampu kembali ke akherat,
tubuhmu sudah terikat materi bumi. Maka tugasmu hanya selesaikan misi, cailah
selendang yang telah di curi oleh Jaka Tarub, temukan dan kemudian kembalilah
ke alammu. Engkau harus berbakti sebagaimana bakti Nawang Wulan berbakti kepada
Jaka Tarub. Artinya engkau harus berbakti kepada para kesatria manifestasi dari
Jaka tarub. Bantulah Jaka Tarub menyelesaikan misinya, maka engkau akan
menemukan selendang yang disembunyikan oleh Jaka Tarub. Hanya itu saja simbol
yang bisa kita maknai dari mitos dan legenda para bidadari. Simbol kearifan
para leluhur kita dari tanah pasundan. Maka tidak selayaknya bersedih hati.
Kemudian berusaha lari dari jatidirimu sendiri.
Wolohualam
bapak Arif, sy blajar banyak sekali dari blog anda.. ada beberapa hal yg ingin sy tanyakan dan bersifat pribadi. kalau kiranya berkenan bolehkah sy meminta alamat email anda? salam..
BalasHapusbudiutomo.arif@rocketmail.com
HapusSilahkan, dengan senang hati, itu alamat email saya
salam