Kisah Batu Menangis





Dalam kitabnya Mukasyafah Al-Qulub, Imam Gozali menuturkan; seorang nabi melewati sebuah batu besar yang dari situ keluar banyak air. Ia merasa heran kepada batu itu. Kemudian, Allah menjadikan batu itu bisa bicara.  Batu itu berkata;

Sejak aku mendengar firman Allah SWT, “…..dan kayu bakarnya (neraka) adlah manusia dan batu (QS. Al-Baqarah ; 24), aku terus menangis karena takut kepada-Nya. “

Nabi tersebut kemudian berdoa kepada Allah agar sang batu itu diselamatkan dari api neraka. Allah menyelamatkannya. Setelah berlalu beberapa waktu lamanya, nabi tadi melihat batu itu sedang menangis seperti dulu. Lantas nabi bertanya. “Mengapa engkau menangis ?”

Batu menjawab, : “Dulu aku menangis karena takut,kini aku menangis karena bersyukur dan bahagia.”

Hikmah luar biasa ingin disampaikan oleh Imam Ghozali (semoga Allah merahmatinya). Hati manusia seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Tidak akan ada yang mampu menghilangkan sifat kerasnya kecuali tangisan dalam keadaan takut, dan berikutnya tangisan lagi dalam keadaan syukur. Menginjak fase berikutnya lagi menangis dalam keadaan takut dan syukur kepada-Nya.

Bagaimanakah hati kita bisa menangis ?. Kekerasan ibukota, ritmenya yang menggila. Kebutuhan rumah tangga yang melambung. Hutang-hutang yang jatuh tempo. Kartu kredit yang harus di bayar, pembantu yang harus di gaji, telpon,listrik, kredit mobil. Dan masih banyak lagi kesibukan-kesibukan lainnya lagi.

Berangkat  kerja sejak sebelum subuh dan pulang kembali ketika semua keluarga sudah tertidur. Sendiri selalu pulang pergi.  Mau bagaimana lagi. Mau cari uang kemana lagi.  Waa..semua itu membuat kepala serasa mau pecah saja. Mau menangis pun rasanya air mata sudah tak ada lagi. Apa yang harus di tangisi keadaan sudah begini. Selain bekerja, bekerja dan terus bekerja. Tidak ada yang halal yang haram pun jadi. Setidaknya aman untuk saat ini. Bagaimana di akherat nanti. He eh tak peduli. Begitulah sang Ayah yang terdampar di kehidupan dunia.  Mengkais mimipi yang tak kunjung pagi.

Hati tidak bisa menangis kerasnya kehidupan memaksa setiap hati untuk memikirkan dirinya sendiri. Semakin hilang empati hidup di kota besar ini. Manusia semakin tak peduli lagi. Mata telah melihat indahnya kota. Maka jiwa menginginkan segalanya,  semua untuk menjadi miliknya. Tidak perduli itu milik siapa, tak peduli itu uang siapa, di korupsi saja. Mumpung masih ada kesempatan, besok lagi belum tentu datang. Kalaupun besok mati, bagaimana nanti saja.

Kalau begini keadaanya bisakah hati menangis lagi ..?.

Hati keras bagai batu, hati seperti itu tidak menangis lagi melihat penderitaan saudaranya. Hati seperti itu tidak memiliki empati lagi. Huk.. !

“Tapi saya tidak begitu ya..Allah, tapi kenapa saya juga tidak mampu menangis.?”


Setitik kesadaran menjadi ‘burhan’, muncul dari hati yang temaram. Maka kemudian Allah mengajari hati tersebut untuk menagis. Di ambil-Nya satu demi satu harta yang di miliki. Mulai dari jabatan, deposito dan tabungan, kemudian mobil dan motor, perlahan semua di ambil yang semula Allah titipkan.

Mulailah hati tersebut merasakan kesedihan. Mulailah hati tersebut mampu membandingkan betapa enaknya dahulu hidup dalam kecukupan. Hal yang 'aneh saja' dahulu tidak pernah dirasakannya sama sekali. Hidup serba cukup apa yang di khawatirkan lagi. Mungkin batinnya begitu.

Hati masih keras belum mampu meneteskan air mata. Di tutuplah seluruh jalan rejeki nya. Nafasnya mulai tersengal, seperti ikan yang kehabisan udara.  Jiwa belum juga menyerah, terus berlari kian kemari, usaha ini dan itu, pinjam sana, pinjam sini, berharap bisnisnya cepat kembali. Kejadiannya, kembali hati itu harus di hadapkan kepada kenyataan, satupun usahanya tidak ada yang jalan, bahkan hutang semakin menggunung. Untiuk makan saja keadaan sudah sulit sekali.

Airt mata mulai menetes setitik demi setitik pada hati  tersebut. Sudah dilakukannya ikhtiar kesana kemari. Sudah di lakukan segala daya upaya. Namun kenapa justru semakin membuatnya terpuruk. Sungguh upaya yang dilakukannya sudah melebihi manusia biasa , bekerja nyaris 18 jam sehari, adakah yang salah ?.

Satu demi satu di uraikan kejadiannya, menetes setitik air mata pada hatinya. Hatinya mulai menangis. Di kibarkannya bendera putih kepada Tuhannya. Ya..dia menyerah, dia pasrah. “Saya ber serah atas mau-MU ya Allah.” Hati itu tersadar tiada daya upaya selain Allah. Secara perlahan satu demi satu masalah di angkat bahkan nyaris tanpa usahanya sama sekali. Betul-betul di angkat begitu saja. Orang-orang yang mengejar-ngejarnya seperti tersadar, dan memberikan kemudahan pada dirinya.


Sebagaimana juga kejadiannya Siti Hajar saat itu yang berlari kesana kemari menuruni bukit untuk mencari air buat anaknya (sa’i).  Sebegitu keras usahanya itu. Akhirnya Siti Hajar pasrah, berserah kepada Allah. Usahanya sudah sedemkian hebat. Tubuh lemahnya berlari pulang pergi sebanyak 7 kali. Namun, nyatanya dirinya tetap tidak mendapatkan air. Maka dia berdoa sambil menangis. Kemudian Allah mendatangkan pertolongan-Nya. Agar Siti Hajar memukulkan tangannya ke batu. Maka muncullah air jernih untuk keperluan mereka. Begitulah kesudahan bagi hati yang ber serah (Islam).

Duhai hati, menangislah selagi bisa dalam syukur dan hanya takut kepada-Nya. Sungguh pengajaran Allah sangat berat bagi jiwa manusia. Maka dapatkan suasana itu sebelum datang cobaan yang mengujimu. Akankah engkau menunggu Allah yang membuatmu menangis dengan mengambil semua yang dititipkan padamu ?. Sekali kali janganlah begitu !. Menangislah wahai hati, agar engkau memiliki empati dan mampu menangis bersama Ibu petiwi, yang sedang ber susah hati ini.

Wolohualam

salam


Komentar

  1. kisah awan menangis,

    BalasHapus
  2. Ketika alam mulai berbicara, sanggupkah sang manusia memahami bahasanya ???

    Jwbn paling banyak adlh diam..., bgtu bnyak makna tersimpan dlm kata "diam".

    Diam dlm ketidakberdayaan manusia yg penuh kekurangan,
    Diam dlm kebingungan lalu terus mncari dan mncari maknanya,
    Diam dlm keacuhan krn smua dianggap hal biasa sj.
    Diam dlm kepura2an, seolah tdk mengerti padahal mengerti.
    Atau mungkin diam itu menyimpan berdera putih yg berkibar di hati, namun malu utk diungkap.
    Dan masih banyak lg makna tersimpan dlm laku "diam".
    Saya sendiri juga diam, bengong aja..,

    salam

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali