Mencari Jalan (Dhien) Dalam Beragama (Sebuah Pengantar Kajian Simbol)
Menarik
kita kaji, bahwa rangkaian simbol-simbol huruf dalam Al qur an jika kita
telusuri, dapat memberikan pemahaman atas ‘design’ juga hakekat alam semesta itu sendiri, dan bahkan diri manusia yang sangat misteri ini. (Disarankan kepada sidang pembaca
melihat kajian simbol Alif Lam Mim, Haa
Mim, dan juga lainnya yang sudah dihantarkan sebelumnya). Rangkaian huruf ini teratur sekali sepertinya
ingin menjelaskan kepada kita, atas filosofi penciptaan alam semesta ini. Bahkan
jika kita ingin lebih dalam lagi, kita akan dapati bahwa rangkaian huruf tersebut
juga ingin menjelaskan dan mengakomodasi
pemahaman agama-agama terdahulu sebelum Islam. Maka dikatakan bahwa Islam ‘hakekatnya’ hanya menjadi penyempurna atas agama-agama
terdahulu. Islam tidak berdiri sendiri sebagai suatu agama. Islam di bangun
atas kesadaran-kesadaran beragama yang sudah berumur ribuan tahun. Makna
penyempurna inilah yang kemudian dewasa ini disalahkan arti. Akhirnya umat
Islam sibuk berebut kebenaran dengan agama lainnya. Padahal kepadanya sudah
diberikan kepastian itu. Itulah ironisnya.
Disinilah
dasar pijakan kita. Sandainya Islam adalah penyempurna, tentu saja sebelumnya
sudah ada rangkaian suatu proses yang mendahului, maka bukankah dapat kita pahami bahwa pengajaran beragama adalah sebuah
proses yang berlaku di alam semesta ini atas jiwa manusia. Selanjutnya, jika itu sebuah proses~ logika berfikir kita akan mengatakan bahwa
selama proses itu sedang berlangsung untuk menjadi lebih sempurna maka tidak
ada yang salah dalam keyakinan dan kesadaran beragama setiap orang. Selama
mereka dalam kesungguhan untuk menjalani sebuah proses yang benar. Yaitu
kesungguhan mencari jalan-jalan Tuhan. Oleh karena itu, tidaklah berdasar jika
kita risau akan keyakinan beragama kelompok lainnya. Apalagi jika kemudian
menyerang mereka dengan pedang. Serahkanlah urusan mereka kepada Tuhan. Pada dasarnya manusia sedang berupaya untuk
melakukan ‘Improvement’ pada dirinya sendiri, menuju kesempurnaan jiwa nya
sendiri. Mengapakah mereka kita hakimi ?. Maka kepada orang-orang yang sedang mencari
jalan Tuhan, tidak usahlah takut, walau raga mereka dalam komunitas kesadaran
kolektif, Yahudi, Nasrani, Tabiin, dan lain sebagainya. Pastikan bahwa jiwa
kita sedang ber proses, maka tidak usahlah takut salah. Tujuannya adalah
kesempurnaan jiwa. Inilah yang harus menjadi visi dan misi kita. Keadaan inilah yang juga di contohkan oleh
Nabi Ibrahim , di contohkan oleh Sang Budha, dan juga Oleh Nabi Muhammad, dan juga para nabi lainnya. Semua
para nabi menempuh jalan pencarian ini. Mereka menguji melalui serangkaian
berfikir logis. Melalui serangkaian pengamatan yang intensif atas alam semesta
dan juga diri sendiri. Rangkaian pengamatan inilah yang saat sekarang ini justru kemudian malah di
nafikkan oleh para penganutnya sendiri. Mereka memperlakukan agama sebagaimana
pelajaran sekolah saja.
Perhatikan
kisah Nabi Ibrahim, dalam proses mencari jalan Tuhan dia menyembah Matahari,
kemudian akhirnya dia menyerah dan berkata, itu bukan TUhan. Kemudian
selanjutnya dia menyembah Bintang, Bulan, dan lain sebagaianya. Sebuah
pergulatan yang sangat panjang dan lama sekali, untuk menemukan keadaan dan
keyakinan. Proses seperti inilah yang telah dilupakan manusia. Padahal ini
adalah basic bagi para pencari Tuhan untuk menemukanhakekat kebenaran itu
sendiri. Begitu juga yang dilakukan oleh DSidharta, dia harus bertapa, dia
mengamati keadan di sekitarnya, digunakanlah seluruh indranya untuk mengamati.
Hingga suatu saat datanglah pemahaman. Adakah pencerahan yang datang tiba-tiba
?. Bayangkan seandainya, Nabi Ibrahim pada saat sedang menyembah matahari, atau
bintang kemudian dia meninggal, apakah dia akan masuk neraka ?. Fakta inilah
yang ingin penulis hantarkan. Pada awal pencariannya Nabi Ibrahim menganut
paham Animisme dan Dinamisme, kemudian
berproseslah jiwanya menuju suatu pemahaman yang terus menerus (Improvement). Hingga
pada akhirnya dirinya menemukan pencerahan.Begitu juga yang dilakukan Sidharta.
Disinilah yang hilang dari pengajaran, kita melupakan proses. Setiap manusia
harus melakukan proses pengamatan, inilah hakekat yang diajarkan para nabi.
Sesuatu keadaan yang sering dilupakan oleh kita di jaman ini. Dari sinilah
kearifan manusia akan muncul.
Oleh
karena itu, Al qur an dengan tegas menohok orang-orang yang tidak mau melakukan
pengamatan ini. Yaitu orang-orang yang membabi buta mengikuti pemahaman nenek
moyang mereka atau guru-guru mereka. Setiap manusia berkewajiban menguji
keyakinan dan pemahamannya sendiri. Jangan sekedar hanya ikut-ikutan saja.
Ingatlah pertanggung jawaban akan dimintakan kepada diri mereka sendiri, bukan
kepada guru-guru mereka, atau kepada nenek moyang yang mengajarkan pemahaman
itu. Disinilah kita sering lupa. Kultus kepada guru, ulama, pendeta, dsb,
pendek kata kultus kepada seseorang yang dianggap berilmu, akan menghijab
objektivitas kita dalam pengamatan. Bijaklah menggunakan referensi yang
dihantarkan oleh orang-orang berilmu. Ingatlah banyak diantara mereka yang justru
menjadi sasaran Al qur an, sebab disetiap peradaban ada saja diantara orang
berilmu, yaitu orang yang masing-masing ahli atas kitab-kitab mereka (ahli
kitab), mereka yang malah menjual dirinya, mereka tidak berniatkan kepada Allah. Mereka
haus kekuasaan, mereka takut kehilangan kedudukan, dan hartanya, atau mereka
takut umatnya akan meninggalkan dirinya, sebab mereka ingin dipuji dengan
ilmunya itu. Islam menuntut agar manusia
menggunakan akalnya untuk melakukan pengamatan terhadap alam dan juga diri
mereka sendiri. Sebab begini inilah
jalan para nabi. Kita diminta, agar janganlah
dengan begitu saja menelen kebenaran dan kemudian membabi buta, menyerang
kelompok lainnya. Tanpa terlebih dahulu melakukan pengamatan. Inilah
hikmah yang ingin dihantarkan. Gunakan hati, empathy, utamakan budhi luhur.
Melalui
serangkaian pengkajian simbol inilah, kita mendapatkan pijakan untuk
mengungkapkan keadaan yang menjadi misteri kesadran manusia selama ini.
Rangkaian simbol ini menjelaskan pemahaman dan kesadaran manusia semenjak jaman
dahulu kala. Pemahaman yang kemudian disebut dengan Hindu, Budha, Yahudi,
Kristen, Islam. Sebuah rangkaian pemahaman yang ber proses, proses yang
membentuk sebuah garis lurus dari Hindu sampai dengan Islam. Sebuah keadaan
yang saling meliputi. Kesadaran dari lintas generasi dan peradaban. Sekali
lagi, adalah sebuah kesadaran yang saling meliputi yang kemudian kita kenal
dengan istilah ESA. Tidak akan ada pemahaman Islam jika jaman dahulu manusia
tidak memiliki kesadaran Hindu. Tidak ada kesadaran Hindu jika tidak ada Islam.
Sebuah rangkaian yang awal dan akhir,
yang mula dan kemudian. Tidak ada waktu sekarang jika tidak ada waktu ber- mula. Tidak ada masa
lalu jika tidak ada masa depan. Masa depan dan masa lalu akan saling meliputi.
Keduanya meliputi waktu sekarang ini. Sebuah keadaan yang kemudian sering disebutkan
sebagai Trinitas. Semua kesadaran saling terhubung oleh sebuah garis lurus.
Garis Shirotol Mustakim. Atau Garis Cahaya. Kesadaran manusia akan senantiasa
dan terus menerus di sempurnakan, menjadi sebuah proses yang SUSTAINABLE. Jiwa yang telah sempurna adalah jiwa ISLAM
(ber-serah). Oleh karena itu, janganlah pernah berhenti mengkaji dan mengamati
keadaan alam dan diri sendiri, menuju kesempurnaan jiwa. Menjadi jiwa yang
tenang, puas dan ridho. (Yaitu) Jiwa Muthmainah. (Yaitu Jiwa yang) Tidak dirisaukan oleh
pergolakan, perbedaan dan carut marutnya dunia ini. Tenang dalam menjalani takdir
dirinya.
+++
Bagi
kesadaran, realitas alam semesta adalah sesuatu yang dinampakkan dihadapan nya.
Sesuatu yang nampak ini bukanlah sebagaimana yang kita lihat saja, namun
termasuk atas apa dan bagaimana yang
kita tahu dan kita pahami. Maka realitas bisa dibedakan menjadi realitas mutlak
dan realitas abstrak. Pernyataan ini harus dipahami secara mendalam terlebih
dahulu. Ketika kita menyaksikan dan melihat bumi dengan mata kita, matahari,
bulan, langit, laut, gunung, pohon, rumah, manusia, hewan, beserta keadaan bumi
dengan hamparannya, dan juga lain-lainnya yang dapat kita lihat dengan mata,
lain-lainnya yang dapat kita dengar dengan telinga, lain-lainnya yang dapat
kita rasakan dengan tangan dan lidah kita, dan sebagainya. Maka kita
dengan wajar saja, meyakini bahwa semua itu adalah realitas atau
nyata. Itulah yang kami maksudkan dengan
Realitas Mutlak. Namun bagaimana keadaannya dengan sesuatu yang tidak
dapat kita amati dan kita saksikan
dengan indra kita ?. Apakah masih dapat kita katakan sebagai realitas ?.
Pertanyaan ini sangat penting untuk dilontarkan dimuka agar kita mampu memaknai
hakekat realitas alam semesta itu sendiri. Ilmu pengetahuan telah banyak
mengungkapkan kepada kita, rahasia-rahasia
alam semesta ini, yang tidak pernah mampu kita saksikan dengan indra
kita sendiri. Atas jasa-jasa para
ilmuwan itulah kemudian kita mendapatkan realitas-realitas baru, yang kemudian
kita namakan sebagai ilmu. Pengungkapan rahasia alam semesta ini telah membuka
kesadaran baru bagi umat manusia dalam memaknai realitas. Makna realitas
berkembang, tidak saja terbatas atas apa yang mampu kita saksikan dengan indra
kita sendiri, namun juga termasuk juga,
atas apa-apa yang telah disaksikan oleh pengamat lainnya. Kita hanya
diminta untuk mempelajari jalan pemikiran Ilmuwan dan apa yang disaksikannya, dengan
cara belajar dan membaca. Maka seketika itu, sesuatu yang sebelumnya tidak
nyata akan menjadi nyata. Realitas model seperti inilah yang kami maksdukan
dengan Realitas Abstrak.
Selanjutnya,
kita hanya diminta meyakini apa yang disaksikan para Ilmuwan. Kuncinya adalah
‘keyakinan’ maka sesuatu yang tidak mampu kita saksikan akan menjadi realitas.
Proses untuk mendapatkan keyakinan itulah yang dinamakan belajar atau membaca.
Maka oleh karena itu kesaksikan para Ilmuan yang sudah teruji, menjadi sangat penting bagi perkembangan
peradaban manusia. Sebab dari merekalah akan diketemukan realitas-realitas baru
atas alam semesta ini. Dari merekalah satu demi satu hukum-hukum alam semesta
akan terungkap. Sehingga kedua model realitas ini dalam kesadaran kita akan
mampu menimbulkan keyakinan yang sama. Keyakinan inilah yang menjadi syarat
utama bagi kesadaran untuk menganggap bahwa keadaan tersebut adlaah real atau
tidak. Tidak peduli apakah jenis realitas tersebut adalah realitas mutlak atau
realitas abstrak, ketika kesadaran tidak mampu menemukan refernsi keyakinan
dalam dirinya maka tetap saja realitas tersebut tidak akan dianggap. Oleh
karena itu informasi yang sampai pasti akan diabaikan. Meskipun seluruh dunia
meyakini keadaan tersebut sebagai realitas. Begitu juga yang terjadi
sebaliknya. Meskipun seluruh dunia tidak meyakini keadaan tersebut sebagai
realitas, jika dalam kesadarannya mendapatkan referensi keyakinan, maka dia
akan tetap menganggap hal itu sebagai realitas.
Persepsi
manusia seringkali menjebak manusia, sehingga kita meyakini keadaan yang belum teruji
kenyataannya (realitas). Persepsi adalah suatu pernyataan atau keadaan
objek yang didasarkan kepada sangkaan
pemikiran. Persepsi setelah memasuki kesadaran kita, dia akan menempati ruang
dan waktu disana. Persepsi ini akan tersimpan di alam bawah sadar kita.
Persepsi ini menjadi bagian dari kesadaran manusia. Persepsi telah salah kita
anggap sebagai realitas keadaan yang dimaksudkan. Misalnya sebuah fakta tentang kemiskinan , realitasnya (keadaan sebenarnya)
kemiskinan bukanlah sumber ketidak bahagiaan hati. Namun kesadaran telah
menganggap bahwa kemiskinan adalah sebagai sumber ketidak bahagiaan hati.
Ketika kita meyakini keadaan ini maka kita telah salah dalam memaknai realitas
sesungguhnya. Kenyataanny tidaklah
begitu, manusia telah berpersepsi kalau miskin itu , hidupnya susah,
miskin itu dihina, miskin itu tercela, dan sederet atribut yang disematkan
kepada orang miskin. Kenyataannya bahwa banyak orang kaya raya yang justru
mengalami ketidak bahagiaan hati. Dan banyak orang miskin yang justru sangat
bahagia dan bermakna dalam hidupnya ini. Disinilah kecerdasan hati manusia
diuji untuk menentukan objek yang manakah yang realitas sebenarnya. Realitas
akan menunjukan keadaan persepsi kita atas suatu objek atau pernyataan. Maka
ketika kita meyakini sesuatu yang tidak teruji realitasnya, hal ini akan menyebabkan benih keraguan pada manusia
itu sendiri. Keraguan inilah musuh nomer satu manusia. Keraguan ini akan
menyebabkan was-was, suasana hati tidak tenang, kita tidak focus, dan
seterusnya, hingga sampai menyebabkan kualitas hidup ytang rendah. Oleh karena
itu tugas trepenting kita adalah memerangi keraguan di hati kita. Keraguan bisa
diperangi dengan jalan mendudukan persepsi manusia pada pemahaman yang benar.
Persepsi harus dibuktikan agar manusia itu tenang. Jika manusia hidup dalam
anggapannya saja maka dia sulit seklai untuk memeiliki keyakinan. Orang yang
tidak memiliki keyakinan akan berkecenderungan untuk mengajak orang lain agar
sama dengan keyakinan diirnya. Denganberkelompok seperti ini akan lebih
menenangkan hatinya. Keadaan inilah yang kemudian menjadi sebab manusia lebih
menyukai untuk bergolong-golongan. Maka
dari itu pemahaman konsepsi realitas menjadi penting kita ulas dimuka ?.
Selain dari itu dalam membuka rahasia alam semesta, kita akan sering
dibenturkan oleh keadaan manakah yang realitas dan manakah yang tidak.
Pemahaman atas mana yang realitas dan mana yang tidak menjadi penting untuk
menumbuhkan keyakinan diri kita, untuk menentukan manakah pernyataan yang
benar, agar kita tidak salah meletakkan kesadaran kita. Banyak sekali
fakta-fakta yang disampaikan kepada kita adalah fakta-fakta yang tidak mampu
kita saksikan sendiri. Maka oleh sebab karena itu, kita harus mampu meyakini fakta-fakta yang
mendukungnya. Kemampuan dalam melakukakan analisa atas fakat-fakta ini
memerlukan ilmu. Semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin mudah bagi dirinya
untuk meyakini sebuah pernyataan benar dan salah. Ketika dirinya sudah mampu
menentukan ini maka dengan sendirinya dia akan dengan mudah menentukan
realitas.
+++
+++
Sebagai ilustrasi, berikan penilaian anda atas
pernyataan ini, “Hukum-hukum alam semesta adalah nyata”. Bagaimanakah menurut
anda. Apakah anda mampu meyakini pernyataan tersebut ?. Jika kita mengatakan
bahwa pernyataan itu benar , maka artinya pernyataan tersebut sudah menjadi
bagian dari kesadaran anda. Anda sudah mampu membuktikan dengan ilmu anda bahwa
pernyataan tersebut adalah benar. Itulah realitas yang kami maksudkan. Realitas
adalah ‘sesuatu’ hal atau keadaan dan
atau pernyataan yang dapat anda yakini kebenarannya dengan akal, indra dan
instrumen ketubuhan anda. Sayang sekali
banyak dari kita tidak memiliki ilmu yang dapat kita gunakan untuk melakukan
uji atas keadaan atau pernyataan tersebut, sehingga realitas akhirnya menjadi
relatif. Keterbatasan ilmu setiap manusialah yang menyebabkan realitas akhirnya
menjadi relatif antara satu golongan dengan golongan lainnnya. Keyakinan yang
menyebabkan realitas itu menjadi realtif. Perhatikanlah sekali lagi, ketika
kita mampu menyaksikan dengan indra kita maka realitas tersebut mudah saja
berada dalam kesadaran kita dan menjadi sebuah keyakinan, namun jika tidak maka
akan timbulah keraguan yang kuat. Biasanya realitas yang abstrak inilah yang
sulit dimengerti dan dipahami keadaannya. Langkah terbaik untuk menghilangkan
keraguan ini adalah dengan jalan membuktikan sendiri atau menelusuri
menggunakan hasil pengamatan orang lain (ilmu). Masalahnya adalah, keterbatasan
kesempatan dan ilmu yang kita miliki. Keadaan inilah yang menjadi sebab mengapa
realitas menjadi relatif bagi satu orang dan orang lainnya. Dan ketika realitas
abstrak menjadi relatif maka akibatnya timbulah perbedaan setiap manusia dalam
memaknai kejadiannya. Hal inilah yang seharusnya mampu membuka ruang kesadaran
kita, agar senantiasa terus membaca dan belajar. Sehingga kita termasuk orang
yang benar dalam menentukan realitas yang ada dialam semesta ini. Keyakinan
tentang realitas harus dibangun melalui ilmu. Ilmu kita dapatkan melalui
pengamatan, belajar dan membaca. Tanpa ilmu kita akan dibutakan oleh anggapan
kita sendiri. Keadaan realitas yang relatif ini seharusnya yang menyadarkan
diri kita bahwa masih banyak rahasia alam yang tidak kita ketahui. Pengetahuan
kita mungkin saja belum mendekati realitas yang sebenarnya maka perlu terus
diuji dan dikaji lagi. Menjadi penyaksi dan sekaligus juga menyaksikan apa-apa
yang disaksikan oleh para Ilmuwan perihal rahasia alam semesta dan diri kita
ini. Pernyataan ini sengaja kami ulang kembali, mengingat begitu pentingnya
konsepsi ini, menjadi pondasi kita untuk memasuki pemahaman-pemahaman lainnya.
Marilah kita belajar menjadi pengamat alam semesta dan pengamat diri kita
sendiri.
+++
Maka oleh sebab itulah, untuk
memahami realitas alam semesta kita membutuhkan serangkaian pemahaman lainnya.
Baik yang dapat kita amati sendiri, atau pengamatan orang lainnya (ilmuan),
atau pemahman yang kita dapatkan dari ilham (kitan suci). Seluruh pemahaman ini
harus kita rangkaikan menjadi kesatuan yang holistik. Baru setelah itu kita
akan mendapatkan sebuah ‘keyakinan’ utuh atas struktus bangun alam semesta. Dari
sana kita akan dapat memahami maksud dan tujuan penciptaan manusia. Marilah
kita masuki kajian selanjutnya sebuah kajian simbolisasi huruf yang menjadi
misteri terbarukan dalam khasanah pemikiran. Adakah makna atas sImbol huruf
AHAD-AHMAD-MUHAMMAD. Maksud dari penulisan
ini hanyalah untuk memberikan pijakan keyakinan kepada diri sendiri. Bilamana ‘sharing’
ini bermanfaat maka kembalinya adalah berkat Allah semata. Namun jika banyak
kemudharatan, semua hanyalah upaya diri dalam menjalani ‘proses’ menetapi
kesempurnaan jiwa ini untuk ber-Islam. Maka penulis menjauhkan diri dari
perdebatan yang tidak membawa kemanfaatan. Mohon maaf.
Bersambung kepada kajian sImbol AHAD-AHMAD-MUHAMMAD…
Setuju. Jadilah pengamat, pembelajar, terbuka dengan berbagai kemungkinan, lupakan persepsi, buktikan, namun dengan pengunci niat awal memohon kepada Sang Kuasa, utk memberikan bimbinganNYA kepada kita dalam menjalani proses itu. Nabi Ibrahim telah membuktikan jalan ini dengan gamblang....
BalasHapusSemoga bagi saudara-saudaraku yang bersungguh-sungguh kepadaNYA, Insya Allah akan bertemu denganNYA. Allah menjanjikan akan menunjukkan jalan-jalannya dalam Quran suci.