Kisah Spiritual, Ketika Matahari Berdarah-darah (Sebuah Pertanda ?)




Mas Thole berdiri tegak, dada dibusungkan. Tatapannya tajam bagai elang memandang ke depan, jauh menembus bibir pantai, melintasi terus hingga garis batas langit di ufuk sana. Kesadarannya terus meliputi  Pantai Parang Kusumo tempat dimana di berdiri. Di depannya batu tempat Panembahan Senopati besemedi, penuh ditaburi kembang. Disanalah konon Panembahan Senopati bertemu dengan Nyai Roro Kidul. Lurus ke depan tidak terhalang nampak pantai Parang Kusumo dalam suasana mistisnya. Suasana berdimensi, udara sepertinya memuai. Mendung menggayuti langit di hari itu (4/1). Seorang kakek tua nampaknya kuncen tempat itu nampak duduk bersila merapat ke tembok, di hadapannya ada 2 orang peziarah  khusuk sekali. Sepertinya suami istri, mereka tidak memperdulikan kehadiran Mas Thole, hanya terlihat mereka berusaha mencuri pandang dari sudut matanya.


Disana di batu itu, Panembahan Senopati telah mengukirkan sejarah peradaban. Sejarah kesadaran orang Jawa yang terus bertahan hingga menembus melinimum ini. Kesadaran yang terus membebani anak-anak cucunya. Sebuah persekutuan ghaib dan realitas di torehkan disini demi sebuah kekuasaan, demi sebuah kejayaan di negri ini. Persekutuan yang ditebusnya dengan sangat mahal. Syahdan pada saat itu Panembahan Senopati menginginkan kejayaan bagi Mataram. Sesuai nasehat Ki Juru Mertani dia harus bertemu  dengan Penguasa Laut Pantai Selatan memohon restunya. Sementara Ki Juru Mertani menuju ke gunung Lawu untuk bertemu dengan Penguasa Gunung. Tidak diceritakan seperti apakah kesepakatan Ki Juru Mertani dengan penguasa gunung. Hanya kisah pertemuan Panembahan Senopati dengan Nyai Roro Kidul ini saja yang  kemudian melegenda.   Nyai Roro Kidul memberikan restu dan bahkan sepakat untuk membantu Panembahan Senopati menguasai tanah jawa, hingga sampai tujuh turunannya dengan suatu syarat bahwa siapapun penguasa Mataram harus mengambilnya sebagai istri. Syarat itupun dipenuhi oleh Panembahan Senopati. Maka Nyai Roro Kidul (NRK) resmi menjadi istri dari Panembahan Senopati dan juga raja-raja jawa setelahnya.

Kesadaran ini telah menjadi momentum bagi orang-orang jawa untuk berkolaborasi dengan ghaib demi mewujudkan keinginan mereka. Hingga pada akhirnya orang-orang Jawa tidak mampu melepaskan dirinya dari ketergantungan diri  mereka terhadap makhluk Allah dari dimensi yang tak kasat mata ini. Dimensi alam kesadaran kolektif orang Jawa sudah dikuasi oleh sebagian dari golongan mereka. Ada saja manusia yangkemudian merasa bangga manakala mampu berkolaborasi dengan ghaib ini. Sayangnya, di alam sana tidak semua orangnya berkelakuan baik. Alam mereka sama saja dnegan alam manusia. Banyak sekali koruptor, banyak sekali para pemuja syetan. Banyak sekali diantara mereka yang tidak beriman. Maka kejadiannya bukannya manusia yang menggunakan ghaib untuk mewujudkan keinginan mereka menguasai kejayaan dan kekuasaan namun justru kejadiannya berkebalikan manusialah yang dikuasai olehmereka untuk mewujudkan keinginan mereka di alam manusia. Mereka tidak mampu berkuasa di alam ghaib, oleh karena itu mereka berusaha menguasai alam manusia. Manusialah yangakhirnya di perbudak oleh mereka.


Mas Thole mngernyitkan dahinya. Kesadarannya menghamblur ke segala arah. Perlahan pantai yang di lihatnya sudah berubah dimensinya. Dari arah depan udara bergolak, secara samar muncul kereta kencana lengkap dengan kuda dan kebesarannya. Tanpa sadar Mas Thole merapatkan tangan kanannya ke dada sebelah kirinya, serentak dengan itu lututnya tak mampu bertahan, jatuhlah dirinya, berdetndatm, mengagetkan peziarah di depannya yang segera mendongakkankpela melihat apa yang terjadi. Sekarang lutut Mas Thole digunakan untuk bertumpu, keadaannya menjadi setengah berdiri. Kepalanya tanpa mampu ditahannya tertunduk takzim. “Selamat datang Ibu…!”  Terbata bata sapaannya, bagai menahan dentuman gejolak jantung yang tak beraturan. Dayang-dayang terlihat berbaris rapi di kanan dan kiri membentuk pagar betis. Memanjang hingga ke bibir laut. Selendang dari kanan dan kiri   berkibaran indah sekali, jumlahnya mereka ratusan dari batas tembok hingga ke bibir pantai bahkan hingga menembus jauh ke dasar lautan. dan bermuara di Kerajaan Ratu Pantai Selatan. 


Para ponggawa istana Pantai Selatan nampak berjaga, mereka pasukan pengawal Ratu Kidul, melingkar memutari berada di samping kanan dan kiri bahkan di langit sana mereka juga berjaga.  Kibasan selendang sang Ratu, sepertinya membuai kesadaran Mas Thole. Sapaan lembut dari Ratu Kidul seperti buaian, “Sudahlah anakku, maksudmu sudah aku pahami, restu kami semua atas usahamu dan kawan-kawan, tetapilah perintah Tuhanmu. Doa kami menyertaimu.”  Suara tanpa suara, kalimat tanpa kata, seperti muncul begitu saja dari dalam hati Mas Thole. Suara Ratu Kidul begitu misteri, dia bicara langsung ke hati. Kalimat itu seperti muncul begitu saja dari hati terdalam, menjawab gundah dan risau hati Mas Thole.   Mereka bercengkerama beberapa lama. Dalam dimensi alam sana. Ya Mas Thole dibawa ke dimensi rang dan waktu alam ghaib. Dimana kecepatan cahaya disana berbeda dengan dis alam nyata. Satu hari disana seumpama 1000 tahun disini. Maka terasanya bagi Mas Thole hanya sebentar saja, tidak sampai seperminuman teh lamanya, mereka bersua. 



Kisah ini diwaktu nanti akan menjadi tonggak berikutnya, walau Mas Thole sendiri tak mengerti. Mengapakah harus dimulai dari sini. Perjalanan spiritual ke barat jilid 2, dimulai lagi disini. (Yaitu) Kesadaran orang Jawa, dimana diletakkannya kesadaran yang mempengaruhi kesadaran kolektif mansuia Jawa sekarang ini. Adalah  antara Panembahan Senopati dan Nyai Roro Kidul (NRK). Ada apakah dengan kesadaran ini. Mengapa dengan raganya ?. Kenapa harus dibawa kesini, ditempat yang sekarang ini telah berubah menjadi tempat 'ngalap berkah'. Tempat dimana manusia meminta kepada makhluk tak kasat mata. Mengapa dirinya dibawa ke tempat-tempat keramat ini. Apakah misi yang diembannya kali ini ?. Ugh...!. 


+++

Entah apa yang terjadi Mas Thole tidak merencanakan untuk pergi. Memang dirinya merasa jikalau Ratu Kidul mengundang ke Istananya. Hal itupun sudah disampaikan kepada Pambayun, saat manakala Pambayun menyampaikan rencananya pergi  ke Pantai Selatan bersama kawan-kawannya. Anehnya, undangan ghaib itupun juga sudah di ketahui oleh salah satu rekan Mas Thole jauh sebelumnya. Dia bertanya kapan berangkat ke Pantai Selatan melalui email. RasanyaMas Thole tidak pernah memberitahukan kepada siapapun sebelum itu.  Kepergiannya yang mendadak ini kemudian disampaikan vis SMS kepada rekannya yang di Malaisya, kepada Ratu Shima, dan juga kepada Pambayun. Semua menjadi sangat kebetulan, realitas dan ghaib berhimpitan. Saat mana daya dorong begitu kuat untuk datang, bersamaan dengan itu diterimanya khabar bahwa anaknya yang dari Surabaya akan ke Jogja. Entah kenapa hal ini kemudian menjadi sebuah alasan logis bagi akalnya untuk pergi ke Jogja.

Semua berawal dari penanamam pohon Tin dan Zaitun bersama keluarga Sang Prabu di sebuah bukit keramat di sebelah barat pulau Jawa.  Bukit disana bergetar hebat sekali saat mana Sang Prabu Silihwangi mengantamkan tangannya ke lokasi tempat dimana akan ditanamkan kedua pohon itu. Sebuah sumpah kemudian diikrakan Sang Prabu sebagaimana sumpah Allah atas Pohon Tin dan Zaitun, dan juga atas bukit Thur. Sebuah sumpah yang akan menjadi keyakinan atas sebuah negri yang aman sentosa.  Sebuah kisah spiritual yang sungguh dahsyat sekali. Sayang sekali hingga sampai sekarang ini belum diijinkan untuk di khabarkan. Entahlah, jikalau menyoal Prabu Silihwangi selalu saja ada  saja rahsa enggan untuk mengkisahkan. Harus ada restu khusus beliau untuk mengkisahkannya. Maka Mas Thole tak berani mengkisahkan kejadian itu, hingga pada suatu waktu nanti, Sang Prabu Silihwangi mengijinkannya. Kekhawatiran akan menjadi fitnah memang ada menyoal ini. Walau jika kita jeli mengkaji, semua kisah teladanini adalah rangkaian kisah yang ada dalam al qur an. Mas Thole dan kawan-kawan hanya menguatkan kemabli kisah-kisah tersebut, menjadi penyaksi keadan dan kejadian kala kesadaran itu dihadirkan di muka bumi. Kesadarn dan keyakinan para nabi.

Jika kepada manusia belum diijinkan khabarkan, maka kepada makhluk ghaib penghuni tlatah tanah Jawa ini justru malah harus disampaikan dengan segera. Kesanalah tugas Mas Thole kali ini. Mengkhabarkan bahwa telah dicanakan kesadaran manusia atas bumi nusantara ini, adalah kesadaran Nusantara Baru (yaitu) sebuah NEGRI YANG AMAN SANTOSA, dimana manusia yang tinggal diatasnya akan selalu mengutamakan ‘budhi pekerti luhur’, manusia yang selalu memegang ‘budhi’, manusia yang akan selalu mencontoh akhlak rosul meraka, yaitu Muhammad SAW seorang manusia yang ‘BERBUDHI LUHUR’. Mereka akan selalu menetapi  jalan (dhien) yang akan membawa  mereka menjadi manusia-manusia yang  ber ‘budhi’ . Dengan kata lain ageman (agama) meraka adalah ‘Budhi’ sebuah perilaku akhlak yang baik (Pekerti Luhur). Perilaku yang senantiasa mengutamakan ‘empathy’, kasih sayang, nurani, sebuah perbuatan yang sinergis antara hati, dan akal, antara ucapan dan perbuatan, meletakan niat kepada Tuhan (Allah) sebagai spirit mereka.  Begitulah keyakinan sudah ditancapkan, menjadi sebuah sumpah. “Demi pohon Tin dan Zaitun, Demi negri (kota) yang aman “ (QS, At Tin, 1-3).

+++

Ada kebingungan yang menyergah Mas Thole sesampainya di Jogjakarta. Sebab ada ilapat kuat sekali bahwa dalam satu dua hari ini 5 tempat harus dia kunjungi, serba salah jadinya, bukan apa-apa hari senin dia harus kembali ke Jakarta lagi. Tempat yang harus dikunjungi kali ini adalah, Kota Gede tempat makam raja-raja Mataram, kemudian Imogiri tempat Sultan Agung, Pantai Parngtritis dan Parang Kusumo tempat Penguasa Laut Pantai Selatan, selanjutnya tempat para Resi dan Mpu di Borobudur, dan terakhir adalah tempat Ratu Shima di Dieng. Dia harus mengkhabarakan apa-apa yang sudah terjadi kemarin ini, dan sekaligus juga meminta kesiapan dan kesanggupan para pinisepuh Jawa untuk bersatu. Ego harus ditiadakandan  nusantara harus bersatu dalam Panji-Panji Nusantara Baru. Dimulai Dari para ghaib terlebih dahulu. Inilah pesan kesadaran yang harus disampaikan Mas Thole. Namun bagaimana jikalau waktu yang ada Cuma 1-2 hari ini. Tentu saja membutuhkan transportasi sendiri. Sementara dirinya tidak ada persiapan dana. Keberangkatannya kali ini memang tanpa persiapan sama sekali. Tidak seperti perjalanan sebelumnya. Banyak rekan-rekannya yang kemudian membantu seperti Ratu Shima yang sudah beberapa kali, juga rekan yang dari Malaisya sebut saja namanya Sadewa (nama disamarkan) yang tanpa pamrih mengulurkan tangannya. Tak kurang doa restu rekan-rekan lainnya, yang terus membantu perjuangan ini. Akhirnya dengan sedikit rahsa malu, Mas Thole mengirim pesan kepada Pambayun untuk membantunya dalam hal ini. Alhamdulillah Pambayun menyanggupi dan mengirimkan dana yang dapat dipakainya sementara waktu. Alhamdulillah, satu masalah selesai, hingga kisah ini sampailah kepada sidang pembaca.

+++

Mas Thole berdiri dengan bertumpu pada kedua lututnya. Dadanya tegap membusung, kepalanya menunduk dengan takzim mendengarkan wejangan-wejangan yang diberikan oleh Ratu Pantai Selatan. Seorang wanita yang dalam kesadarannya dipanggilnya “Ibu”. Tangan kanannya masih kuat menempal ke dada kirinya.  Teringatlah dirinya saat ke Kota Gede di pemakaman Panembahan Senopati. Auro tidak bersahabat menyambut kedatangan Mas Thole disana. Ego mereka masih begitu kuat sekali mencengkeram para pinisepuh disini,  jikalau bukan karena ada sebab perintah alam, enggan rahsanya Mas Thole kesana. Dahulu dirinya juga enggan masuk kompleks pemakaman tersebut kali kunjungan pertama. Dia hanya sampai di pintu gerbang utama. Saat sekarang ini dia harus mengkhabarkan dan juga mengajak para pinisepuh Mataram ini untuk bersatu melepaskan ego mereka semua.  Disamping dia juga mempunyai keperluan mencari jejak siapakah anak permpuannya. Firasatnya mengatakan bahwa anak perempuan Mas Thole masih ada jalur dengan Pambayun. Maka sekalian saja diajaknya ke pemakaman ini.

Begitu pintu gerbang rumah pemakaman di buka, seketika terasa oleh Mas Thole angina yang menerjang. Namun dikuatkan dirinya, kedatangannya adalah untuk maksud damai. Diajaklah anaknya masuk ke dalam, diantara makam Panembahan Senopati dan Ki Ageng Pemanahan mereka bersimpuh sebentar, menunjukan rahsa hormat sebagai tamu. Tidak begitu lama kemudian merka berjalan memutar menuju Makam Ibu Ki Ageng Pemanahan dan Makam Joko Tingkir (Hadiwijaya), itupun tidak lama. Mas Thole teringat titipan salam dari Pambayun kepada HB 2, maka sebelum keluar dia menyempatkan diri ke makam HB 2 menyampaikan pesan Pambayun. Begitu selesai dia menyampaikan salam entah bagaimana, anak perempuannya tiba-tiba bertanya kepadanya. Menanyakan makam siapakah yang ada kelambunya. Rahsanya dia ingin menangis sedih sekali. Mas Tholepun segera paham, mata batinya langsung melihat aura anaknya yang tiba-tiba saja berubah. “Hmm..rupanya anak perempuannya adalah reinkarnasi dari Putri Sasi, anak HB 2 “ Batin Mas Thole,  pantas saja, lintasannya terhubung dengan Pambayun terlebih dahulu, sebelum anaknya terkoneksi. Setelah Mas Thole menyampaikan salam Pambayun hijab anaknya langsung terbuka. Maka dibiarkanlah anak menangis di depan makam Putri Sasi. Terbukalah hijab anaknya ini, kemampuan mata batinya menjadi sangat awas sekali, kini dia mampu melihat alam-alam ghaib lainnya. Terutama adalah alam  bidadari. Alhamdulillah.

Dalam sepersekian detik, lintasan perjalanan spiritual sebelumnya terus saja berlintasan. Wejangan-wejangan Ratu Kidul juga masih terus menyelusup ke sanubari  Mas Thole. Menjadi semeperti tanya jawab jadinya. Kegundahan seperti terjawab, keyakinan bahwa pinisepuh Mataram membantu semakin menguat, memang saat di masjid di luar komplek makam, sempat ada dialog antara Mas Thole dengan para pinisepuh. Sungguh perbincangan ghaib adanya. Antara sadar dan tidak, antara nyata dan ghaib, yang pasti keadaan Mas Thole hanya duduk diam bersila saja. Walau sempat terjadi debat disana, memang pada akhirnya mereka para pinisepuh Mataram mengambil suara. Suara terbanyak mendukung dan mersetui adanya Nusantara Baru. Yaitu sebuah negri yang aman, diaman setiap golongan diakomodasi dan salingmenghargai. Tidak ada yanglebih tinggi atau lebih rendah, semua berada dalam dimensi dan berada dalam tatanan yang harmonis. Sampai disinilah akhirnya kesepakatan diambil, walau tidak bulat danutuh. Namun biarlah seiring berjalannya waktu para pinisepuh akan mengerti, bagaimana kesungguhan tekad kami.

Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Imogiri. Tidak banyak yang bisa disampaikan disini, sebab para pinisepuh sudah langsung berdatangan ke Kota Gede, sehingga secara fisik Mas Thole hanya menjadi penyaksi saja. Mereka kemudian menuju ke makam Sultan Agung di bagian atas. Ketika masuk di ruangan Mas Thole tidak mampu bertahan lama. Aura kesirikan nampak kuat sekali disana. Banyak sekali orang yang datang meminta kepada kuburan. Mas Thole sedikit agak meradang dan menyalahkan Sultan Agung. Mengapa mau saja dia menuruti keinginan manusia. Dengn bijak Sultan Agung menjelaskan, mereka yang datang adalah rakyatnya juga. Rakyat papa yangmembutuhkan pertolongan. Merka banyak yangtidak mengerti arti dan makna kedatangan mereka disini. Kesadarankolektif telah menghijab mereka semua. Harus ada yang memberitahukan kepada meerka. Mereka banyak yang hanya ikut-ikutan saja. Jangalah terlalu disalahkan. Sultan Agung terus menjelaskan. Bahwa dia menolong mereka yang datang kesana atas ijin Allah. Tidak ada kuasa apapun atas dirinya. Hanya berkat rahmat Allah saja dia bisa menolong rakyatnya ini. Maka perhatikanlah perbedaannya.  Mereka sudah diberitahukan bahwa meminta kepada kuburan adalah sebuah kesesatan. Dan sesungguhnya dirinya adalah hanya ujian bagi mereka semua. Dirinya adalah alat Allah semata. Bersikaplah bijak dalam hal ini. Begitulah dialog Ms Thole dengan Sultan Agung. Entahlah itu, MasThole hanya merasa tidak ‘sreg’berada disana. Namun yang penting khabar telah disampaikan dan restu Sultan Agung juga sudah diterimanya.

+++

Lintasan yang sama menyoal ini  kembali mencuat saat bertemu dengan Ratu Kidul. Kembali Ratu Kidul menjelaskan dengan tersenyum. (Yaitu) Hal yang sama sebagaimana Sultan Agung  etlah menyampaian. Bergejolak dada Mas Thole. Syariat jelas tidak memperbolehkan, kesadaran yang di bangun kesadaran kolektif perihal ini, tidaklah memberikan ruang pemahaman yangseperti ini. Apakah mansuia biasa mampu menerima pemahaan yang sulit ini ?. Bukankah Syekh Siti Jenar juga di tegur saat mengajarakan hakekat model begini. Bahkan di hukum mati oleh para wali. Begitu juga Al Halaj. Sangat berbahaya sekali jika manusia dibiarkan tanpa diberikan pemahaman. Mereka akan terus beranggapan bahwa makhluk-makhluk ghaib akan mampu mendatangkan rejeki. “He eh..jangankan mendatangkan rejeki, bahkan menolong diri mereka sendirio saja merek atidak bisa..”  Bisik Mas Thole getun. “Benar sekali anakku…manusa hidup dari harapan, tidakkah berdosa bagi kami jikalau tidak menolong orang yang maneruh harapankepada diri kita ?”  Pemahaman dari Ratu Kidul seperti menghentakkan. Hijab manusia anatara ghaib dan realitas yang menyebabkan mereka salah memaknainya.

Manusia beranggapan bahwa makhluk ghaib tidaklah real sebagaimana manusia. Itulah yang menjadi sebab mereka menafikkan keberadaannya. Padahal diantara mereka (ghaib) banyak akhli-akhli sebagaimana manusia biasa. Salahkah seorang dokter menolong pasiennya yang berharap untuk disembuhkan ?. Inilah perumpamaannya. Manusia yang datang kepada makhluk ghaib adalah orang-orang yang sakit. Mereka adalah orang-orang  yang tidak percaya kepada tatanan yang dibuat manusia. “Sesungguhnya manusia yang datang kepada kami sedang sakit, dan kami hanya berniat menyembuhkan sakit mereka saja. Sayang banyak diantara mereka yang melampaui batas  bersekutu dengan golongan kami. Merekalah yang merusak tatanan dunia. Merekalah orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya banyak dianatara merekalah yang  terkutuk. ” 

+++

Pemahaman itu terus mengalir ke relung hati Mas Thole. Jauh dilubuk hati Mas Thole juga meminta bukti atas rangkaian perjalanannya kali ini. Namun janganlah berupa hujan. Sebab bulan ini adalah musim penghujan, bukti tersebut akan hanya dimaknai sebagai kebetulan saja nanti. Kami perlu bukti yang mampu menguatkankeyakinan diri kami, bahwa apa-apa yang dipahami dan didapat dari serangkaian perjalanan spiritual ini adlaah bermakna. Restu dari pinisepuh kerajaan Mataram, baik yang di Kota Gede maupun yang di Imogiri adalah benar adanya. Bahkan perjumpaan dirinya dengan Ratu Kidul kali inipun benar dan nyata. Sambil tersenyum penuh pengertian Ratu Kidul berkata, “Lihatlah nanti matahari, lihatlah bagaimana sinar matahari nanti..setelah ini”  Begitulah pesan Ratu Kidul, sambil dia berbalik ke belakang dan secara perlahan-lahan terbang kea rah kereta kencananya, setelahnya menghilang dari pandangan. Sebelum menghilang nampak tangannya mengibaskan sesuatu. Dan secara tidak sadar Mas Thole menyorongkan tangan kanannya seperti menerima sesuatu. Tangannya tiba-tiba seperti menerima seberkas sinar yangluar biasa menyilaukan matanya. Tanganya tergetar hebat sekali. Anak permpuannya yang berdiri disampingnya melihat dengan takjub. Mas Thole segera berdiri setelah tangannya berhenti bergeteran. Sinar yang ada di tangan Mas Thole disuapkan di punggung anaknya. Terasa hawa dingin menyebar, di tubuh anaknya. Semula badannya terasa sangat panas sekali mengikuti prosesi.   Energi vahaya yang masuk dari tangan Mas Thole telah menghilangkan panas itu danmemberikan kesejukan luar biasa. Setelah selesai dengan itu semua, meerkapun pergi meninggalkan tempat itu. Sambil tak lupa meninggalkan sodakoh buat para kuncen. Hal itu selalu dilakukan Mas Thole saat berziarah. Dari peziarah inilah mereka menkais rejeki.

+++

Kembali ke tempat semula, suasana masih mendung dan gelap sekali di Pantai Parang Tritis. Mas Thole tak lupa sebelumnya memang telah mengambil gambar keadaan situasi disini dan dikirimkan kepada Ki Ageng serta Pambayun. Memang suasana mistis dan aneh melingkupi sebelum terjadinya prosesi. Begitu juga sama keadaannya setelah terjadi prosesi, malahan suasana menjadi tambah berdimensi lagi. Selang tidak beberapa lama. Terlihat matahari menyembul sedikit dari balik awan. Membentuk bulatan sebesar bola basket. Namun sinarnya begitu kuat dan tajam terasa di Mas Thole. Mas Thole tiba-tiba teringat pesan Ratu Kidul saat prosesi tadi. Maka dengan iseng di ambilah gambar matahari.  Matahari memang seperti mengintip saja. Sangat kontras dengan keadaan yang mendung dan gelap. Sinar yang sedikit itu terasa begitu kuat dan panas. Maka dengan enteng diambilnya gambar matahari itu. Dan…cepreeet…!. Tiba-tiba saat Mas Thoe melihat hasil gambar kameranya. Blagh….degh..!. Jantungnya nyaris copot seketika. Sinar matahari yang seharusnya putih di foto tersebut berubah menjadi warna darah. “Astagfirulloh…!” Mas Thole pun terpekik. Hatinya bergetar hebat. Ada apakah ini !. Pikirannya mulai kacau. Pertanda apakah ini ?. He eh..!. Maka diulanglah kembali pengambilan gambar. Masih terjadi hal yang sama.

Segera diusap lensa kamera, barangkali saja ada ada sesuatu di lensanya. Kemudian di cobanya ke segala arah. Namun anehnya tidak terjadi apa-apa. Jikalau itu berupa benda yang melekat di lensa kamera. Maka jika di arahkan ke tempat lain benda tersebut pasti akan tetap menempel dan nampak di gambarnya. Namun ini tidak. Mas Thole penasaran dan di cobanya sekali lagi. Hasilnya masih sama. Matahari merah mengeluarkan darah. Cahaya matahari berubah menjadi merah darah. Cahaya darah melingkari bulatan hitam gelap. Cahaya yang menyembul diantara awan adalah darah yangkeluar dari matahari. “Astagfirulloh…” Mas Thole segera saja mengkhabarkan ini kepada Pambayun dan Ki Ageng. Merekapun melihat hal yang sama di layar Hp mereka. “Ya Allah pertanda apakah ini…?”  Apakah pertanda akan terjadi banjir darah di negri ini. “Ampuni kami ya Allah…ampuni kami…!”

Jikalau saja gambar matahari yang diambilnya  tidak menjadi satu rangkaian dengan prosesi. Mungkin Mas Thole bisa mengabaikan saja dan menganggap bahwa hal itu adalah kejadian biasa, atau suatu kesalahan teknis photography. Tapi ini ?.. dirinya sudah mendapat khabar sebelumnya, agar  memperhatikan matahari dan juga sinar matahari, setelah prosesi. Tanda-tandanya akan ada disana. Ugh…!. Bagaimana ini jika tandanya berupa darah…!. SUngguh suatu misteri. APakah akan terkait dnegan pemilihan Presiden nanti. Sebagaimana telah diramalkan sebelumnya akan terjadi bencana dan kekalutan di negri ini sebelum akhirnya tercipta negri aman sentosa. Kalabendu…kalabendu…!. Telah siapkah kesadaran kita memasukinya ?.  Arrrrrgghhh….!


Dalam kepekatan mimpi
Wajah-Mu tersembunyi
Alam semesta matahari, bintang, rembulan
Semua sujud buat Mu
Menikam cinta paling dalam..!.

Biarkan kami sujud bersama mereka Ya..Allah, matahari, bintang, dan rembulan.  Jikalau alam ini akan dibanjiri darah. Jikalau alam ini telah menetapi urusannya. Urusan yang telah Engkau titahkan semenjak awal sebelum terbentuknya. Sungguh kami bisa berbuat apa..?1..hanya tasbih dan tahmid. Dan ijinkanlah kami tafakur bila rindu. Mas Thole perlahan menutup kisahnya ini. Dalam langutan impian yang tak menentu, dalam keresahan dan himpitan nafas yang beradu. Perjalannya harus dilanjutkan lagi, menuju Borobudor dan Dieng di malam ini juga. Ugh…semoga mimpi bukanlah sekedar mimpi. Jadikanlah ini sebuah perjuangan dan pengorbanan kami. Menjadi saksi kebesaran Mu , atas bumi dan negri ini, Ya Allah. Jadikanlah kami-kami ini sebagai saksi-MU. Amin..

(Note ; Gambar foto sengaja tidak ditampilkan untuk menghindari finah lainnya. Khabar ini hanya dalam wilayah keyakinan diri. Dikisahkan saatmana perjalanannya belumlah usai. Begitu permintaan Mas Thole agar foto tidak ditayangkan)


wolohualanm

Komentar

  1. Alhamdulillah ya Allah, Nusantara Baru memang membutuhkan kesadaran baru yang sudah melepas ego sel, organ, tubuh, namun minimal sudah ke kesadaran ekosistem...kesadaran yang lebih universal yang memahami keterkaitan satu sama lain dalam satu visi besar...kesadaran KAMI...kesadaran bersama..

    Maka yang masih memeluk ego sendiri akan ditinggalkan oleh KAMI, bagi yang ingin ikut berperan, akan memiliki suara yang sama dari KAMI...

    Salam hormat pada para Ksatria yang terus berjihad mewujudkan cita2 Nusantara Baru

    BalasHapus
  2. Janganlah engkau risau akan pertanda yang diberikan anakku, itu semua atas izin Allah, semua atas restu Allah, sadarilah bahwa segala Ilmu yang kita dapat bukan utk dipertontonkan atau dipamerkan, namun gunakanlah sepenuhnya dijalan kebaikan, ikhlas, tulus dan ridho, tiada yg akan berkurang bahkan akan menambah apa yang telah engkau dapatkan. jalani saja.. jangan engkau risaukan dengan apa yang akan terjadi, lakukan saja yang terbaik dan sebaik-baiknya. semoga segala usaha baik kita diijabah oleh Sang Maha Pencipta.

    Salamku untuk Ananda semua

    BalasHapus
  3. Jadilah Dirimu Sendiri, dengan Raga dan Ruh yg telah diberikanNya, menjadi Aku dalam ruang lingkup Kasih SayangNya bersama Alam Semesta.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali