Kisah Spiritual, Ketika Matahari Berdarah-darah (Sebuah Pertanda ?)
Disana
di batu itu, Panembahan Senopati telah mengukirkan sejarah peradaban. Sejarah
kesadaran orang Jawa yang terus bertahan hingga menembus melinimum ini.
Kesadaran yang terus membebani anak-anak cucunya. Sebuah persekutuan ghaib dan
realitas di torehkan disini demi sebuah kekuasaan, demi sebuah kejayaan di
negri ini. Persekutuan yang ditebusnya dengan sangat mahal. Syahdan pada saat
itu Panembahan Senopati menginginkan kejayaan bagi Mataram. Sesuai nasehat Ki
Juru Mertani dia harus bertemu dengan
Penguasa Laut Pantai Selatan memohon restunya. Sementara Ki Juru Mertani menuju
ke gunung Lawu untuk bertemu dengan Penguasa Gunung. Tidak diceritakan seperti
apakah kesepakatan Ki Juru Mertani dengan penguasa gunung. Hanya kisah
pertemuan Panembahan Senopati dengan Nyai Roro Kidul ini saja yang kemudian melegenda. Nyai
Roro Kidul memberikan restu dan bahkan sepakat untuk membantu Panembahan
Senopati menguasai tanah jawa, hingga sampai tujuh turunannya dengan suatu
syarat bahwa siapapun penguasa Mataram harus mengambilnya sebagai istri. Syarat
itupun dipenuhi oleh Panembahan Senopati. Maka Nyai Roro Kidul (NRK) resmi menjadi istri
dari Panembahan Senopati dan juga raja-raja jawa setelahnya.
Kesadaran
ini telah menjadi momentum bagi orang-orang jawa untuk berkolaborasi dengan
ghaib demi mewujudkan keinginan mereka. Hingga pada akhirnya orang-orang Jawa
tidak mampu melepaskan dirinya dari ketergantungan diri mereka terhadap makhluk Allah dari dimensi
yang tak kasat mata ini. Dimensi alam kesadaran kolektif orang Jawa sudah
dikuasi oleh sebagian dari golongan mereka. Ada saja manusia yangkemudian
merasa bangga manakala mampu berkolaborasi dengan ghaib ini. Sayangnya, di alam
sana tidak semua orangnya berkelakuan baik. Alam mereka sama saja dnegan alam
manusia. Banyak sekali koruptor, banyak sekali para pemuja syetan. Banyak
sekali diantara mereka yang tidak beriman. Maka kejadiannya bukannya manusia
yang menggunakan ghaib untuk mewujudkan keinginan mereka menguasai kejayaan dan
kekuasaan namun justru kejadiannya berkebalikan manusialah yang dikuasai
olehmereka untuk mewujudkan keinginan mereka di alam manusia. Mereka tidak
mampu berkuasa di alam ghaib, oleh karena itu mereka berusaha menguasai alam
manusia. Manusialah yangakhirnya di perbudak oleh mereka.
Para ponggawa istana Pantai Selatan nampak berjaga, mereka pasukan pengawal Ratu Kidul, melingkar memutari berada di samping kanan dan kiri bahkan di langit sana mereka juga berjaga. Kibasan selendang sang Ratu, sepertinya membuai kesadaran Mas Thole. Sapaan lembut dari Ratu Kidul seperti buaian, “Sudahlah anakku, maksudmu sudah aku pahami, restu kami semua atas usahamu dan kawan-kawan, tetapilah perintah Tuhanmu. Doa kami menyertaimu.” Suara tanpa suara, kalimat tanpa kata, seperti muncul begitu saja dari dalam hati Mas Thole. Suara Ratu Kidul begitu misteri, dia bicara langsung ke hati. Kalimat itu seperti muncul begitu saja dari hati terdalam, menjawab gundah dan risau hati Mas Thole. Mereka bercengkerama beberapa lama. Dalam dimensi alam sana. Ya Mas Thole dibawa ke dimensi rang dan waktu alam ghaib. Dimana kecepatan cahaya disana berbeda dengan dis alam nyata. Satu hari disana seumpama 1000 tahun disini. Maka terasanya bagi Mas Thole hanya sebentar saja, tidak sampai seperminuman teh lamanya, mereka bersua.
Kisah ini diwaktu nanti akan menjadi tonggak berikutnya, walau Mas Thole sendiri tak mengerti. Mengapakah harus dimulai dari sini. Perjalanan spiritual ke barat jilid 2, dimulai lagi disini. (Yaitu) Kesadaran orang Jawa, dimana diletakkannya kesadaran yang mempengaruhi kesadaran kolektif mansuia Jawa sekarang ini. Adalah antara Panembahan Senopati dan Nyai Roro Kidul (NRK). Ada apakah dengan kesadaran ini. Mengapa dengan raganya ?. Kenapa harus dibawa kesini, ditempat yang sekarang ini telah berubah menjadi tempat 'ngalap berkah'. Tempat dimana manusia meminta kepada makhluk tak kasat mata. Mengapa dirinya dibawa ke tempat-tempat keramat ini. Apakah misi yang diembannya kali ini ?. Ugh...!.
+++
Entah
apa yang terjadi Mas Thole tidak merencanakan untuk pergi. Memang dirinya
merasa jikalau Ratu Kidul mengundang ke Istananya. Hal itupun sudah disampaikan
kepada Pambayun, saat manakala Pambayun menyampaikan rencananya pergi ke Pantai Selatan bersama kawan-kawannya.
Anehnya, undangan ghaib itupun juga sudah di ketahui oleh salah satu rekan Mas
Thole jauh sebelumnya. Dia bertanya kapan berangkat ke Pantai Selatan melalui
email. RasanyaMas Thole tidak pernah memberitahukan kepada siapapun sebelum
itu. Kepergiannya yang mendadak ini
kemudian disampaikan vis SMS kepada rekannya yang di Malaisya, kepada Ratu
Shima, dan juga kepada Pambayun. Semua menjadi sangat kebetulan, realitas dan ghaib
berhimpitan. Saat mana daya dorong begitu kuat untuk datang, bersamaan dengan
itu diterimanya khabar bahwa anaknya yang dari Surabaya akan ke Jogja. Entah
kenapa hal ini kemudian menjadi sebuah alasan logis bagi akalnya untuk pergi ke
Jogja.
Semua berawal dari penanamam pohon Tin dan Zaitun bersama keluarga Sang Prabu di sebuah bukit keramat di sebelah barat pulau Jawa. Bukit disana bergetar hebat sekali saat mana Sang Prabu Silihwangi mengantamkan tangannya ke lokasi tempat dimana akan ditanamkan kedua pohon itu. Sebuah sumpah kemudian diikrakan Sang Prabu sebagaimana sumpah Allah atas Pohon Tin dan Zaitun, dan juga atas bukit Thur. Sebuah sumpah yang akan menjadi keyakinan atas sebuah negri yang aman sentosa. Sebuah kisah spiritual yang sungguh dahsyat sekali. Sayang sekali hingga sampai sekarang ini belum diijinkan untuk di khabarkan. Entahlah, jikalau menyoal Prabu Silihwangi selalu saja ada saja rahsa enggan untuk mengkisahkan. Harus ada restu khusus beliau untuk mengkisahkannya. Maka Mas Thole tak berani mengkisahkan kejadian itu, hingga pada suatu waktu nanti, Sang Prabu Silihwangi mengijinkannya. Kekhawatiran akan menjadi fitnah memang ada menyoal ini. Walau jika kita jeli mengkaji, semua kisah teladanini adalah rangkaian kisah yang ada dalam al qur an. Mas Thole dan kawan-kawan hanya menguatkan kemabli kisah-kisah tersebut, menjadi penyaksi keadan dan kejadian kala kesadaran itu dihadirkan di muka bumi. Kesadarn dan keyakinan para nabi.
Jika
kepada manusia belum diijinkan khabarkan, maka kepada makhluk ghaib penghuni
tlatah tanah Jawa ini justru malah harus disampaikan dengan segera. Kesanalah
tugas Mas Thole kali ini. Mengkhabarkan bahwa telah dicanakan kesadaran manusia
atas bumi nusantara ini, adalah kesadaran Nusantara Baru (yaitu) sebuah NEGRI
YANG AMAN SANTOSA, dimana manusia yang tinggal diatasnya akan selalu
mengutamakan ‘budhi pekerti luhur’, manusia yang selalu memegang ‘budhi’,
manusia yang akan selalu mencontoh akhlak rosul meraka, yaitu Muhammad SAW
seorang manusia yang ‘BERBUDHI LUHUR’.
Mereka akan selalu menetapi jalan
(dhien) yang akan membawa mereka menjadi
manusia-manusia yang ber ‘budhi’ .
Dengan kata lain ageman (agama) meraka adalah ‘Budhi’ sebuah perilaku akhlak
yang baik (Pekerti Luhur). Perilaku yang senantiasa mengutamakan
‘empathy’, kasih sayang, nurani, sebuah perbuatan yang sinergis antara hati,
dan akal, antara ucapan dan perbuatan, meletakan niat kepada Tuhan (Allah)
sebagai spirit mereka. Begitulah
keyakinan sudah ditancapkan, menjadi sebuah sumpah. “Demi pohon Tin dan Zaitun, Demi negri
(kota) yang aman “ (QS, At Tin, 1-3).
+++
Ada
kebingungan yang menyergah Mas Thole sesampainya di Jogjakarta. Sebab ada
ilapat kuat sekali bahwa dalam satu dua hari ini 5 tempat harus dia kunjungi, serba
salah jadinya, bukan apa-apa hari senin dia harus kembali ke Jakarta lagi. Tempat
yang harus dikunjungi kali ini adalah, Kota Gede tempat makam raja-raja Mataram,
kemudian Imogiri tempat Sultan Agung, Pantai Parngtritis dan Parang Kusumo
tempat Penguasa Laut Pantai Selatan, selanjutnya tempat para Resi dan Mpu di
Borobudur, dan terakhir adalah tempat Ratu Shima di Dieng. Dia harus mengkhabarakan
apa-apa yang sudah terjadi kemarin ini, dan sekaligus juga meminta kesiapan dan
kesanggupan para pinisepuh Jawa untuk bersatu. Ego harus ditiadakandan nusantara harus bersatu dalam Panji-Panji
Nusantara Baru. Dimulai Dari para ghaib terlebih dahulu. Inilah pesan kesadaran
yang harus disampaikan Mas Thole. Namun bagaimana jikalau waktu yang ada Cuma
1-2 hari ini. Tentu saja membutuhkan transportasi sendiri. Sementara dirinya
tidak ada persiapan dana. Keberangkatannya kali ini memang tanpa persiapan sama
sekali. Tidak seperti perjalanan sebelumnya. Banyak rekan-rekannya yang
kemudian membantu seperti Ratu Shima yang sudah beberapa kali, juga rekan yang
dari Malaisya sebut saja namanya Sadewa (nama disamarkan) yang tanpa
pamrih mengulurkan tangannya. Tak kurang doa restu rekan-rekan lainnya, yang
terus membantu perjuangan ini. Akhirnya dengan sedikit rahsa malu, Mas Thole
mengirim pesan kepada Pambayun untuk membantunya dalam hal ini. Alhamdulillah
Pambayun menyanggupi dan mengirimkan dana yang dapat dipakainya sementara waktu.
Alhamdulillah, satu masalah selesai, hingga kisah ini sampailah kepada sidang
pembaca.
+++
Mas
Thole berdiri dengan bertumpu pada kedua lututnya. Dadanya tegap membusung,
kepalanya menunduk dengan takzim mendengarkan wejangan-wejangan yang diberikan
oleh Ratu Pantai Selatan. Seorang wanita yang dalam kesadarannya dipanggilnya
“Ibu”. Tangan kanannya masih kuat menempal ke dada kirinya. Teringatlah dirinya saat ke Kota Gede di
pemakaman Panembahan Senopati. Auro tidak bersahabat menyambut kedatangan Mas
Thole disana. Ego mereka masih begitu kuat sekali mencengkeram para pinisepuh
disini, jikalau bukan karena ada sebab
perintah alam, enggan rahsanya Mas Thole kesana. Dahulu dirinya juga enggan
masuk kompleks pemakaman tersebut kali kunjungan pertama. Dia hanya sampai di
pintu gerbang utama. Saat sekarang ini dia harus mengkhabarkan dan juga
mengajak para pinisepuh Mataram ini untuk bersatu melepaskan ego mereka
semua. Disamping dia juga mempunyai
keperluan mencari jejak siapakah anak permpuannya. Firasatnya mengatakan bahwa
anak perempuan Mas Thole masih ada jalur dengan Pambayun. Maka sekalian saja
diajaknya ke pemakaman ini.
Begitu
pintu gerbang rumah pemakaman di buka, seketika terasa oleh Mas Thole angina
yang menerjang. Namun dikuatkan dirinya, kedatangannya adalah untuk maksud
damai. Diajaklah anaknya masuk ke dalam, diantara makam Panembahan Senopati dan
Ki Ageng Pemanahan mereka bersimpuh sebentar, menunjukan rahsa hormat sebagai
tamu. Tidak begitu lama kemudian merka berjalan memutar menuju Makam Ibu Ki
Ageng Pemanahan dan Makam Joko Tingkir (Hadiwijaya), itupun tidak lama. Mas
Thole teringat titipan salam dari Pambayun kepada HB 2, maka sebelum keluar dia
menyempatkan diri ke makam HB 2 menyampaikan pesan Pambayun. Begitu selesai dia
menyampaikan salam entah bagaimana, anak perempuannya tiba-tiba bertanya
kepadanya. Menanyakan makam siapakah yang ada kelambunya. Rahsanya dia ingin
menangis sedih sekali. Mas Tholepun segera paham, mata batinya langsung melihat
aura anaknya yang tiba-tiba saja berubah. “Hmm..rupanya anak perempuannya
adalah reinkarnasi dari Putri Sasi, anak HB 2 “ Batin Mas Thole, pantas saja, lintasannya terhubung dengan
Pambayun terlebih dahulu, sebelum anaknya terkoneksi. Setelah Mas Thole
menyampaikan salam Pambayun hijab anaknya langsung terbuka. Maka dibiarkanlah
anak menangis di depan makam Putri Sasi. Terbukalah hijab anaknya ini,
kemampuan mata batinya menjadi sangat awas sekali, kini dia mampu melihat
alam-alam ghaib lainnya. Terutama adalah alam
bidadari. Alhamdulillah.
Dalam
sepersekian detik, lintasan perjalanan spiritual sebelumnya terus saja
berlintasan. Wejangan-wejangan Ratu Kidul juga masih terus menyelusup ke
sanubari Mas Thole. Menjadi semeperti
tanya jawab jadinya. Kegundahan seperti terjawab, keyakinan bahwa pinisepuh
Mataram membantu semakin menguat, memang saat di masjid di luar komplek makam, sempat
ada dialog antara Mas Thole dengan para pinisepuh. Sungguh perbincangan ghaib
adanya. Antara sadar dan tidak, antara nyata dan ghaib, yang pasti keadaan Mas
Thole hanya duduk diam bersila saja. Walau sempat terjadi debat disana, memang
pada akhirnya mereka para pinisepuh Mataram mengambil suara. Suara terbanyak
mendukung dan mersetui adanya Nusantara Baru. Yaitu sebuah negri yang aman,
diaman setiap golongan diakomodasi dan salingmenghargai. Tidak ada yanglebih
tinggi atau lebih rendah, semua berada dalam dimensi dan berada dalam tatanan
yang harmonis. Sampai disinilah akhirnya kesepakatan diambil, walau tidak bulat
danutuh. Namun biarlah seiring berjalannya waktu para pinisepuh akan mengerti,
bagaimana kesungguhan tekad kami.
Perjalanan
kemudian dilanjutkan menuju Imogiri. Tidak banyak yang bisa disampaikan disini,
sebab para pinisepuh sudah langsung berdatangan ke Kota Gede, sehingga secara
fisik Mas Thole hanya menjadi penyaksi saja. Mereka kemudian menuju ke makam
Sultan Agung di bagian atas. Ketika masuk di ruangan Mas Thole tidak mampu
bertahan lama. Aura kesirikan nampak kuat sekali disana. Banyak sekali orang
yang datang meminta kepada kuburan. Mas Thole sedikit agak meradang dan
menyalahkan Sultan Agung. Mengapa mau saja dia menuruti keinginan manusia.
Dengn bijak Sultan Agung menjelaskan, mereka yang datang adalah rakyatnya juga.
Rakyat papa yangmembutuhkan pertolongan. Merka banyak yangtidak mengerti arti
dan makna kedatangan mereka disini. Kesadarankolektif telah menghijab mereka
semua. Harus ada yang memberitahukan kepada meerka. Mereka banyak yang hanya
ikut-ikutan saja. Jangalah terlalu disalahkan. Sultan Agung terus menjelaskan.
Bahwa dia menolong mereka yang datang kesana atas ijin Allah. Tidak ada kuasa
apapun atas dirinya. Hanya berkat rahmat Allah saja dia bisa menolong rakyatnya
ini. Maka perhatikanlah perbedaannya.
Mereka sudah diberitahukan bahwa meminta kepada kuburan adalah sebuah
kesesatan. Dan sesungguhnya dirinya adalah hanya ujian bagi mereka semua.
Dirinya adalah alat Allah semata. Bersikaplah bijak dalam hal ini. Begitulah
dialog Ms Thole dengan Sultan Agung. Entahlah itu, MasThole hanya merasa tidak
‘sreg’berada disana. Namun yang penting khabar telah disampaikan dan restu
Sultan Agung juga sudah diterimanya.
+++
Lintasan
yang sama menyoal ini kembali mencuat
saat bertemu dengan Ratu Kidul. Kembali Ratu Kidul menjelaskan dengan
tersenyum. (Yaitu) Hal yang sama sebagaimana Sultan Agung etlah menyampaian. Bergejolak dada Mas Thole.
Syariat jelas tidak memperbolehkan, kesadaran yang di bangun kesadaran kolektif
perihal ini, tidaklah memberikan ruang pemahaman yangseperti ini. Apakah
mansuia biasa mampu menerima pemahaan yang sulit ini ?. Bukankah Syekh Siti
Jenar juga di tegur saat mengajarakan hakekat model begini. Bahkan di hukum
mati oleh para wali. Begitu juga Al Halaj. Sangat berbahaya sekali jika manusia
dibiarkan tanpa diberikan pemahaman. Mereka akan terus beranggapan bahwa
makhluk-makhluk ghaib akan mampu mendatangkan rejeki. “He eh..jangankan mendatangkan rejeki, bahkan menolong diri mereka
sendirio saja merek atidak bisa..” Bisik Mas Thole getun. “Benar sekali anakku…manusa hidup dari harapan, tidakkah berdosa bagi
kami jikalau tidak menolong orang yang maneruh harapankepada diri kita ?” Pemahaman dari Ratu Kidul seperti
menghentakkan. Hijab manusia anatara ghaib dan realitas yang menyebabkan mereka
salah memaknainya.
Manusia
beranggapan bahwa makhluk ghaib tidaklah real sebagaimana manusia. Itulah yang
menjadi sebab mereka menafikkan keberadaannya. Padahal diantara mereka (ghaib)
banyak akhli-akhli sebagaimana manusia biasa. Salahkah seorang dokter menolong
pasiennya yang berharap untuk disembuhkan ?. Inilah perumpamaannya. Manusia
yang datang kepada makhluk ghaib adalah orang-orang yang sakit. Mereka adalah
orang-orang yang tidak percaya kepada
tatanan yang dibuat manusia. “Sesungguhnya
manusia yang datang kepada kami sedang sakit, dan kami hanya berniat
menyembuhkan sakit mereka saja. Sayang banyak diantara mereka yang melampaui
batas bersekutu dengan golongan kami.
Merekalah yang merusak tatanan dunia. Merekalah orang-orang yang menyekutukan
Allah. Sesungguhnya banyak dianatara merekalah yang terkutuk. ”
+++
Pemahaman
itu terus mengalir ke relung hati Mas Thole. Jauh dilubuk hati Mas Thole juga
meminta bukti atas rangkaian perjalanannya kali ini. Namun janganlah berupa
hujan. Sebab bulan ini adalah musim penghujan, bukti tersebut akan hanya
dimaknai sebagai kebetulan saja nanti. Kami perlu bukti yang mampu
menguatkankeyakinan diri kami, bahwa apa-apa yang dipahami dan didapat dari
serangkaian perjalanan spiritual ini adlaah bermakna. Restu dari pinisepuh
kerajaan Mataram, baik yang di Kota Gede maupun yang di Imogiri adalah benar
adanya. Bahkan perjumpaan dirinya dengan Ratu Kidul kali inipun benar dan
nyata. Sambil tersenyum penuh pengertian Ratu Kidul berkata, “Lihatlah nanti
matahari, lihatlah bagaimana sinar matahari nanti..setelah ini” Begitulah pesan Ratu Kidul, sambil dia
berbalik ke belakang dan secara perlahan-lahan terbang kea rah kereta
kencananya, setelahnya menghilang dari pandangan. Sebelum menghilang nampak
tangannya mengibaskan sesuatu. Dan secara tidak sadar Mas Thole menyorongkan
tangan kanannya seperti menerima sesuatu. Tangannya tiba-tiba seperti menerima
seberkas sinar yangluar biasa menyilaukan matanya. Tanganya tergetar hebat
sekali. Anak permpuannya yang berdiri disampingnya melihat dengan takjub. Mas
Thole segera berdiri setelah tangannya berhenti bergeteran. Sinar yang ada di
tangan Mas Thole disuapkan di punggung anaknya. Terasa hawa dingin menyebar, di
tubuh anaknya. Semula badannya terasa sangat panas sekali mengikuti prosesi. Energi vahaya yang masuk dari tangan Mas
Thole telah menghilangkan panas itu danmemberikan kesejukan luar biasa. Setelah
selesai dengan itu semua, meerkapun pergi meninggalkan tempat itu. Sambil tak
lupa meninggalkan sodakoh buat para kuncen. Hal itu selalu dilakukan Mas Thole
saat berziarah. Dari peziarah inilah mereka menkais rejeki.
+++
Kembali
ke tempat semula, suasana masih mendung dan gelap sekali di Pantai Parang
Tritis. Mas Thole tak lupa sebelumnya memang telah mengambil gambar keadaan
situasi disini dan dikirimkan kepada Ki Ageng serta Pambayun. Memang suasana
mistis dan aneh melingkupi sebelum terjadinya prosesi. Begitu juga sama
keadaannya setelah terjadi prosesi, malahan suasana menjadi tambah berdimensi
lagi. Selang tidak beberapa lama. Terlihat matahari menyembul sedikit dari
balik awan. Membentuk bulatan sebesar bola basket. Namun sinarnya begitu kuat dan
tajam terasa di Mas Thole. Mas Thole tiba-tiba teringat pesan Ratu Kidul saat
prosesi tadi. Maka dengan iseng di ambilah gambar matahari. Matahari memang seperti mengintip saja.
Sangat kontras dengan keadaan yang mendung dan gelap. Sinar yang sedikit itu
terasa begitu kuat dan panas. Maka dengan enteng diambilnya gambar matahari
itu. Dan…cepreeet…!. Tiba-tiba saat Mas Thoe melihat hasil gambar kameranya.
Blagh….degh..!. Jantungnya nyaris copot seketika. Sinar matahari yang
seharusnya putih di foto tersebut berubah menjadi warna darah.
“Astagfirulloh…!” Mas Thole pun terpekik. Hatinya bergetar hebat. Ada apakah
ini !. Pikirannya mulai kacau. Pertanda apakah ini ?. He eh..!. Maka diulanglah
kembali pengambilan gambar. Masih terjadi hal yang sama.
Segera
diusap lensa kamera, barangkali saja ada ada sesuatu di lensanya. Kemudian di
cobanya ke segala arah. Namun anehnya tidak terjadi apa-apa. Jikalau itu berupa
benda yang melekat di lensa kamera. Maka jika di arahkan ke tempat lain benda
tersebut pasti akan tetap menempel dan nampak di gambarnya. Namun ini tidak.
Mas Thole penasaran dan di cobanya sekali lagi. Hasilnya masih sama. Matahari
merah mengeluarkan darah. Cahaya matahari berubah menjadi merah darah.
Cahaya darah melingkari bulatan hitam gelap. Cahaya yang menyembul diantara
awan adalah darah yangkeluar dari matahari. “Astagfirulloh…” Mas Thole segera
saja mengkhabarkan ini kepada Pambayun dan Ki Ageng. Merekapun melihat hal yang
sama di layar Hp mereka. “Ya Allah
pertanda apakah ini…?” Apakah
pertanda akan terjadi banjir darah di negri ini. “Ampuni kami ya Allah…ampuni
kami…!”
Jikalau
saja gambar matahari yang diambilnya
tidak menjadi satu rangkaian dengan prosesi. Mungkin Mas Thole bisa
mengabaikan saja dan menganggap bahwa hal itu adalah kejadian biasa, atau suatu
kesalahan teknis photography. Tapi ini ?.. dirinya sudah mendapat khabar
sebelumnya, agar memperhatikan matahari
dan juga sinar matahari, setelah prosesi. Tanda-tandanya akan ada disana.
Ugh…!. Bagaimana ini jika tandanya berupa darah…!. SUngguh suatu misteri.
APakah akan terkait dnegan pemilihan Presiden nanti. Sebagaimana telah
diramalkan sebelumnya akan terjadi bencana dan kekalutan di negri ini sebelum
akhirnya tercipta negri aman sentosa. Kalabendu…kalabendu…!. Telah siapkah
kesadaran kita memasukinya ?. Arrrrrgghhh….!
Dalam kepekatan mimpi
Wajah-Mu tersembunyi
Alam semesta matahari, bintang,
rembulan
Semua sujud buat Mu
Menikam cinta paling
dalam..!.
Biarkan kami sujud
bersama mereka Ya..Allah, matahari, bintang, dan rembulan. Jikalau alam ini akan dibanjiri darah.
Jikalau alam ini telah menetapi urusannya. Urusan yang telah Engkau titahkan
semenjak awal sebelum terbentuknya. Sungguh kami bisa berbuat apa..?1..hanya
tasbih dan tahmid. Dan ijinkanlah kami tafakur bila rindu. Mas Thole perlahan
menutup kisahnya ini. Dalam langutan impian yang tak menentu, dalam keresahan
dan himpitan nafas yang beradu. Perjalannya harus dilanjutkan lagi, menuju
Borobudor dan Dieng di malam ini juga. Ugh…semoga mimpi bukanlah sekedar mimpi.
Jadikanlah ini sebuah perjuangan dan pengorbanan kami. Menjadi saksi kebesaran Mu
, atas bumi dan negri ini, Ya Allah. Jadikanlah kami-kami ini sebagai saksi-MU. Amin..
(Note ; Gambar foto
sengaja tidak ditampilkan untuk menghindari finah lainnya. Khabar ini hanya
dalam wilayah keyakinan diri. Dikisahkan saatmana perjalanannya belumlah usai. Begitu permintaan Mas Thole agar foto tidak
ditayangkan)
wolohualanm
Alhamdulillah ya Allah, Nusantara Baru memang membutuhkan kesadaran baru yang sudah melepas ego sel, organ, tubuh, namun minimal sudah ke kesadaran ekosistem...kesadaran yang lebih universal yang memahami keterkaitan satu sama lain dalam satu visi besar...kesadaran KAMI...kesadaran bersama..
BalasHapusMaka yang masih memeluk ego sendiri akan ditinggalkan oleh KAMI, bagi yang ingin ikut berperan, akan memiliki suara yang sama dari KAMI...
Salam hormat pada para Ksatria yang terus berjihad mewujudkan cita2 Nusantara Baru
Janganlah engkau risau akan pertanda yang diberikan anakku, itu semua atas izin Allah, semua atas restu Allah, sadarilah bahwa segala Ilmu yang kita dapat bukan utk dipertontonkan atau dipamerkan, namun gunakanlah sepenuhnya dijalan kebaikan, ikhlas, tulus dan ridho, tiada yg akan berkurang bahkan akan menambah apa yang telah engkau dapatkan. jalani saja.. jangan engkau risaukan dengan apa yang akan terjadi, lakukan saja yang terbaik dan sebaik-baiknya. semoga segala usaha baik kita diijabah oleh Sang Maha Pencipta.
BalasHapusSalamku untuk Ananda semua
Jadilah Dirimu Sendiri, dengan Raga dan Ruh yg telah diberikanNya, menjadi Aku dalam ruang lingkup Kasih SayangNya bersama Alam Semesta.
BalasHapus