Hakekat Dhien dan Agama


Dengan menyebut nama Allah yang maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Saya hantarkan kajian ini sebagai khabar atas sebuah pemahaman yang mungkin dapat sebagai pembanding dan atau referensi atas pemahaman lainnya perihal Islam. Agar menjadi jelas yang gelap dan yang terang.

Hakekat Islam
Dewasa ini seiring dengan gencarnya kajian perihal pluralisme beragama. Umat digiring atas sebuah pemahaman bahwa ada perbedaan antar umat beragama. Kita dipaksa untuk ‘menyadari’ perbedaan. Dengan dalih bahwa setiap dhien dalam setiap agama adalah benar dan semua agama adalah menjadi benar. Benar dalam arti sesuai dengan kebenaran Tuhan. Hal ini membawa implikasi serius atas akidah umat Islam. Umat yang tengah berada dalam titik kritis melihat sepak terjang saudara-saudaranya yang ‘mengaku’ Islam, akhirnya menjadi semakin ‘galau’ dalam menyikapi kebenaran atas ajaran agama mereka sendiri.  Mereka kemudian meragukan kebenaran yang dibawa oleh Islam itu sendiri. Inilah aspek psikologis yang bisa muncul. Seiring dengan itu,  ambivalensi umat dalam menyikapi ini akan mengakibatkan krisis akidah, sehingga dikhawatirkan akan meruntuhkan sendi-sendi ketauhidan mereka. Mereka semakin tidak percaya lagi akan kebenaran dhienul Islam. Maka kajian ini mencoba melakukan pemberitaan yang seimbang. Maka saya hantarkan kajian ini ;

Islam adalah dhien dan 
Islam adalah nama suatu agama.

Kedua hal ini dalam teologi Islam menjadi sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan namun sejatinya pemahaman ini berdiri sendiri.

Kaidah pertama ; Islam sebagai dhien adalah Islam sebagaimana yang dimaksud Allah yaitu Islam yang dibawa olah nabi Ibrahim. Al qur an mengatakan dengan tegas bahwasanya nabi Ibrahim bukanlah yahudi atau nasrani. Namun dia  senantiasa Islam (ber-serah).

Kaidah kedua; Islam sebagai Agama adalah Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosululloh. Namun dikatakan oleh Al quran bahwasanya nabi Muhammad SAW wajib mengikuti sebagaimana Islamnya nabi Ibrahim (as), nabi Musa (as) dan nabi Isa (as). Artinya bahwa Umat nabi Muhammad SAW wajib mengikuti Islam sebagai dhien.

Nabi Muhammad SAW telah menyempurnakan ajaran nabi Ibrahim (as). Inilah intinya. Berarti bahwa Islam sebagai dhien yang dibawa oleh nabi Ibrahim (as) disempurnakan dengan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad menjadi sebuah pemahaman Islam  sebagai agama.

Pemahaman ini hanya dapat digunakan di dalam Islam itu sendiri. Yaitu jika dan hanya jika kita berbicara dengan saudara se-Iman maka pemahaman dhien dan  agama adalah satu. Adalah Islam.  Hal ini diperkuat oleh firman Allah bahwa Allah sendiri yang telah menyempurnakan Islam sebagai agama dengan telah dilengkapi syariat yang dibawa oelh Rosululloh. Inilah keyakinan Islam yang benar. Tauhid dan akidah Islam.

Berdasarkan pemahaman tersebut maka kita dapat menguraikan bahwasanya :
Dhien lebih menekankan kepada hakekat  Ruh yaitu bagaimana Ruh mampu menuju kepada Tuhan. Maka Allah mengatakan bahwa agama (dalam makna dhien) hanya ada satu yaitu ber-serah/tunduk/ISLAM. Tidak ada agama lainnya. Ini konsep akidah Islam. Sementara 

Agama lebih kepada aspek hakekat jasmani maka  di wilayah ini banyak ritual syariat-syariat islam yang harus dijalankan. Dengan maksud agar umat mampu menerima Islam sebagai Dhien. Inilah konsepsi ketauhid dalam Islam.

Sehingga dari pemahaman tersebut dikatakan bahwa  syariat dapat saja berbeda sebab disini  wilayah agama. Karenanya boleh dikatakann agama berbeda karena ritual berbeda. Namun di wilayah dhien dalam ruh nya,  hakekatnya  semua berada di jalan yang sama. Mereka semua bersama dalam satu jalan menuju Tuhan. Maka saya tidak setuju bila dikatakan ada banyak jalan menuju Tuhan. Keyakinan saya adalah hanya ada satu jalan menuju kepada Tuhan, yaitu ber serah sebagaimana langit dan bumi. Inilah ajaran yang benar sejak dari Adam as hingga Muhammad SAW.

Setiap manusia yang berada di dalam agamanya masing-masing diberikan kebebasan apakah mau ber serah atau tidak.  Jadi seluruh Ruh manusia diberikan pilihan mau beriman ataukah kafir, tidak hanya di Islam saja. Di semua agama akan begitu pilihannya. Sayang hanya sedikit di setiap agama,  orang-orang yang mau ber serah mengikuti system yang berlaku di alam semesta ini.Tidak terkecuali di Islam sendiri.  Orang yang tidak mau ber serah inilah yang dimaksudkan dhien lain. Itu terjadi di semua agama. Di setiap agama akan selalu ada yang kafir, beriman, munafik dan fasik. Semua jiwa sama keadaannya.

Nah, seringkali pengusung paham pluralisme baik dari dalam Islam maupun diluar Islam mencampur adukan kedua pemahamn ini. Padahal jelas-jelas prinsip keimanan dalam akidah Islam menolak dhien lain selain Islam. Banyak sekali firman Allah yang menyatakan hal ini.

Sementara Islam dalam pengertian sebagai agama sendiri tidak disebutkan secara tegas di dalam Al qur an.  Bagaimana hukumnya bagi mereka itu. Inilah hal yang harus disikapi secara bijak.
Dalam Al quran baik tersirat maupun tersurat di jelaskan bahwa jika seseorang memeluk Islam sebagai dhien, meskipun dia Nasrani, Yahudi, Muslim, atau yang lainnya, bagi mereka dikatakan tidak usah bersedih hati.  Meski tetap dalam keadaan mereka dengan agama mereka itu. 

Artinya bahwa Al qur an sendiri mem fasilitasi bagi orang yang tidak beragama Islam namun malakukan laku dalam dhien Islam. Allah memberikanjaminan kepada ornag-orang yang seeperti ini.  Maka dia tidak usah khawatir dan bersedih. 

Dengan kata lain bisa saja seseorang  beragama Budha, Hindu, Kristen, Yahudi, Islam namun dia tetap  menganut dhien Islam. Namun bisa juga sebaliknya, orang yang mengaku agama Islam dia tidak sedikitpun memiliki dhien Islam.

Saya mengajak sidang pembaca untuk melakukan eksplorasi; 
Bagaimana sikap para resi, para pendeta, para rahib, para sufi, para biksu, para spiritualis. Bagaimanakah cara mereka mengolah RUH mereka untuk sampai kepada Tuhan. Bukalah seluruh kitab-kitab yang ada. Mulai dari Weda dan lainnya. Bagaimana mereka mereka mampu bertemu kepada Tuhan. Ya, semua  hanya dengan satu jalan saja BERSERAH. Tiada jalan lain selain ISLAM.

Sebab semua akan tunduk kepada system yang berlaku di alam semesta ini, tidak ada satupun makhluk yang tidak akan BERSERAH kepada system yang beelaku di alam semesta, semua akan berserah akan ber-islam. Maka kepada RUH yang tidak ber serah kepada system yangberlaku di alam semesta maka dia tidak akan sampai kepada Tuhan. Semua makhluk yang bernyawa pasti mati, pasti akan tunduk kepada sang waktu.  Ini adalah hukum kepastian. Hukum rasional semata.

Jika umat HINDU menginginkan MOKSA dia harus tunduk kepada system yang berlaku dialam semesta ini. Dia harus bersatu dengan Brahman (alam semesta). Kalau dia tidak ber-serah/tunduk kepada Brahman, yakinlah dia tidak akan mampu moksa. Ini kepastiannya. Begitu juga di Islam, Budha dan lainnya.
Kitab agama Hindu baik Weda dan juga Bhagawat Gita banyak sekali mengulas perihal ini, dan begitu juga ha-nya kitab-kitab suci lainnya. Semua menunjukan jalan berserah ini.

Jika tidak percaya, setiap diri diharapakan mencarai referensi masing-masing baik mereka melalui eksplorasi diri maupun melalui jalan yang ada dalam kitab mereka. Mereka semua pendeta, resi, biksu, spiritualis, sufi dan lain-lain menempuh jalan ini. Semua adalah jalan yang sama. Dhien yang  sama untuk menuju kepada Tuhan. Tidak ada jalan yang berbeda-beda. Itulah jalan Islam. Dhien Islam.
Jalan mereka, dhien mereka semua adalah ISLAM.

Namun ketika keluar dari wilayah RUH kemabali ke alam realitas mereka, mereka bisa saja kembali kepada agama mereka masing-masing.  (Jika Allah menghendaki mereka akan total dalam ber-Islam jiwa dan raga).   Inilah hukum keadilan Allah bagi jiwa-jiwa yang dilhirkan di dalam raga di semua agama. Mereka dipersilahkan dengan satu jalan. Meski raga memiliki agama yang berbeda.  Dualitas hanya di alam materi. Ketika Ruh memasuki alam ruh mereka hakekatnya hanya ada  satu jalan (dhien) yaitu ISLAM.

Penutup
Paham pluarlisme menginginkan setiap manusia menyadari adanya perbedaan dalam beragama. Sehingga manusia dalam keadaan penyangkaan adanya perbedaan dalam mencari jalan (dhien). Sebenarnya jika kita jeli, dengan semakin kita merasa berbeda dengan lainnya maka kita seakan menjadi bermusuhan. Padahal sesungguhnya sama sekali tidak ada perbedaan. Jika kita menyadari hakekat dhien sesungguhnya maka kita pasti akan mengatakan bahwa dhien di semua agama sama dan pasti sama, sebab berasal daru Tuhan yang satu. Maka dengan pemahaman ini kita tidak akan merasa berbeda dalam beragama antara satu dan lainnya. Sehingga kita akan memandang seluruh umat beragama adalah saudara.  Dan nanti Allah yang akan membuat penilaian atas perbuatan kita di dunia.  Percayalah semua kitab suci di turunkan oleh-Nya. Dalam Islam wajib percaya kepada kitab terdahulu. Namun bukan berarti bahwa semua dhien jadi benar. Jalan yang benar di setiap agama adalah Islam itu ada dalam kitab-kitab mereka. Sangat jelas sekali. Hanya sekali lagi di setiap agama pasti ada saja orang-orang yang mencari jalannya sendiri (kafir).

Maka selalu saya usung, sesungguhnya manusia itu satu umat dan DHIEN itu juga cuma satu. Tidak ada perbedaan. Tidak ada dhien yang banyak.  Hukum-hukum yang berlaku di alam semesta juga begitu adanya. Mereka mengikuti DHIEN yaitu jalan yang satu, mereka mengikuti saja DAYA yang menggerakkan mereka. Mereka tunduk, ber serah diri,  karena mereka dengan senang hati ber – ISLAM. Masing-masing umat hanya perlu memasuki kedalaman agama mereka masing-masing, memasuki kedalam diri mereka sendiri, belajar mengenal diri dan Tuhannya, pasti akan menemukan kebenaran ini.

Manusia jangalah mau dipecah belah lagi, sebab sesungguhnya semua umat hakekatnya satu. Satu dihadapan alam semsta ini, semua manusia harus tunduk dan patuh kepada system yang mengatur alam semesta ini. Semua harus berserah (ISLAM).  Inilah hukum kepastiannya.
Begitu jelas alam semesta mengajari kita. Sungguh manusia senantiasa lemah.

Wolohualam

salam

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali