Langsung ke konten utama

Konspirasi Cinta Sang Hafizs, Yang Suka Berdebat


Berjalan tidak di tepian. Di kaki langit dia mencoba beranjak. Bermula dari utara kemudian melompat ke selatan. Mengapakah langit didirikan tanpa tiang ?. Disusurinya di sepanjang garis pantai. Nampak putihnya air. Kelompak bunga teratai diantaranya mengembang. Tumbuh di batas mata memandang. Menatap keadaan jiwa manusia.

Melihat tapi merasa bukan bermata, mendengar tapi merasa  bukan bertelinga, mengecap namun merasa bukan berlidah, tahu namun merasa bukan berakal.
Berjalan namun merasa bukan ber kaki, menghujat namun merasa tidak ber bermulut.
Bukan sebab karena dirinya tidak memiliki semua itu.
Hanya dia tidak tahu jika dia menggunakan matanya, telinganya, lidahnya, akalnya, kakinya dan mulutnya.
(Maka kucing disamakan cacing. Disamakan kehendak atas  keduanya ?.)
Dia tidak tahu jika dirinya tahu , atas instrument tubuhnya.
Coba, bagaimana menceritakan keadaanya ?.
Dan coba bagaimana rahsa berdebat dengannya ?.

“Wahai Hafizs, kemarilah akan kuceritakan kepadamu sesuatu yang penting. Bisakah kau tuliskan sesuatu untukku ?. Salin kitabku yang ada di sebelah kiri. Coba timbanglah beratnya !. Tidak perlu kau salin kitabku yang sebelah kanan. Pahalanya sudah kuhitung sendiri. Ambil sebagiannya untuk menutupi timbanganku. Betapa kekayaanku tak terhitung. Telah kulakukan semua amalan ibadah, dan telah kuhitung semua kekayaan amalku. Surgalah ditanganku !.”

Hafzis diam takzim mendengarkan, keadaan seorang gemar ibadah, sholat, puasa zakat, dan shodakoh, kepadanya dia harus bersalam.
Diambil kitab kirinya ; penuh catatan perdebatan, menghujat, menggunjing, mengkafirkan, menghitung-hitung kebaikannya sendiri,   memakan harta si ini, menumpahkan darah si itu dan telah memukul orang lain.

Menghela nafas kemudian di kerjakan permintaannya, diambil kebaikannya untuk membayar keburukannya. Selesainya dia berkata
“Tuan telah bangkrut !”
Sang Tuan itu jelas murka, didebatlah Hafizs dengan membuta. Dia berujar telah melakukan sebagaimana orang suci.

Diutara angin berhembus kencang sekali. Dingin membekukan tulangnya. Semua manusia ‘seolah-olah’ bertindak seperti nabi.  Menghindar melompatlah dia ke selatan. Bertemulah dirinya dengan kaum yang menolak Tuhan.

“ Akan tetapi, yang ditolak adalah tuhan personal, tuhan yang berkeinginan sehingga berkehendak menciptakan dunia dengan segala isinya beserta surga dan neraka.”
Ada apa ini !. Tidakkah telah datang peringatan kepada mereka ?.
Angin selatan begitu panas. Gurun sahara, gurun gobi, serta hawa lainnya berada disini.

Memancing syetan beranak pinak di urat mereka.
dia tidak tahu jika dia menggunakan matanya, telinganya, lidahnya, akalnya, kakinya dan mulutnya.

Di bawah kuasa semesta bukanlah dirinya.
(Maka kucing disamakan cacing. Disamakan kehendak atas  keduanya ?.)

Dia tidak tahu jika dirinya tidak mau tahu.


Kaki langit berujung pada tepian. Namun langit didirikan tanpa tiang. Hanya ruang dan waktu dalam kekosongan. Maka kemudian Hafizs membuat peraduannya disana.
Sambil iseng berkata kepada tanah, “Wahai tanah, apakah dia sisa produkmu yang salah ?”
Tanah diam mengaku bersalah.

Sang Hafizs dalam inersia, kakinya masih di tepian langit. Matanya sembab dalam kesedihan. Lidahnya membaca sabda langit.

“Janganlah engkau menentang suatu kaum dengan kasar. Sungguh Allah Maha Lembut. Jika engkau memaki sembahan mereka (akal). Maka dia kembalinya akan memaki Allah dengan lebih keras lagi, tanpa pengetahuan. Berikanlah mereka nasehat. Setelahnya biarkanlah mereka dalam angan mereka sendiri. Siapa yang dikehendaki Allah sesat maka tidak ada satupun yang mampu memberikan petunjuk. Sesungguhnya mereka tidak tahu. Kasihanilah mereka itu.”
Peraduannya kosong, sang Hafizs menari bersama alam. Bergerak memutar dalam gerakan sentripetal. Menuju pusat gerakan. Sang Maha Gerak.
Allahu Akbar
Berjalan tidak di tepian. Di kaki langit dia mencoba beranjak. Bermula dari utara kemudian melompat ke selatan. Mengapakah langit didirikan tanpa tiang ?. Disusurinya di sepanjang garis pantai. Nampak putihnya air. Kelompak bunga teratai diantaranya mengembang. Tumbuh di batas mata memandang. Menatap keadaan jiwa manusia. Dia dalam kesedihan yang menggumpal.

salam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali