Kisah Spiritual, Misteri Daun Tapak Budha



Kisah ini seperti tak berhenti. Entahlah sepertinya kisah ini menjadi bagian hidup yang mesti dikisahkan. Apakah kisah ini akan menjadi sama seperti kisah-kisah lainya. Menjadi kisah fiksi semisal mitos dan legenda saja ?.  Mas Dikonthole hanya berserah saja atas takdir yang mesti dijalaninya. Mengikuti daya yang menggerakkannya saja, jika mesti dituliskan maka kisah ini akan terus dituliskannya. Apakah kisah ini akan menjadi berarti, ataukah akan mejadi bahan tertawaan saja. Menjadi kisah yang sama yang sering kita saksikan dilayar televisi, kisah mistis dan ghaib ?. Terserah saja. Kadang sebagai manusia kegamangan itu ada, menyelinap di dalam hatinya. Menyuruhnya untuk menghentikan saja kisah perjalanannya.

Ya dia merasa sendirian, siapakah yang menjadi saksinya atas kebenaran kisah-kisah yang dihantarkannya. Semua dalam tataran kesadaran ghaib. Keghaiban yang misteri. Misteri yang meliputi realitas itu sendiri. Keadaan ini membuatnya frustasi, dan membuatnya tak peduli pada hal-hal ghaib lagi. Hari-harinya kemudian dia curahkan untuk realitas kehidupan terkininya. Bekerja sebagai manusia biasa, sebagai manusia yang punya rasa sakit, sebagai manusia yang punya nafsu. Diyakinkannya dirinya bahwa dia hanyalah manusia normal, layaknya manusia-manusia lainnya.

Namun sekali lagi, realitas yang ditemuinya dikehidupan terkininya, yang ditandai dengan kejadian demi kejadian disepanjang harinya, selalu saja memaksanya untuk kembali dan kembali, menariknya untuk berada dalam keghaiban lagi. Apa yang dilihatnya seperti masuk kedalam dirinya. Mobil, motor, rumah, dan alam raya. Masuk kedalam kesadarannya. Dia kemudian melihat ruang ghaib. Begitu juga sebaliknya. Ketika dia berada di ruang ghaib, keghaiban seperti masuk ke dalam dirinya. Bolak-balik disitu. Kilasan itu berlangsung dalam kilasan detik,namun terus berulang. Dunia ghaib dan dunia realitas sepertinya sama saja, mana yang ghaib dan mana yang realitas, menjadi tak berjeda. Sungguh membingungkannya kini. Kadang yang ghaib lebih real dari pada yang realitas itu sendiri. Kadang yang realitas justru menghablur menjadi ghaib. “Duh, Gusti Allah...!. Bagaimana ini, apakah ini yang dinamakan gila ?. Mestikah bagian ini diceritakan.”  

Memang ada beberapa kejadian aneh yang terjadi di Hari Rabu Malam, tepat ditengah malam. Genteng rumah Mas Dikonthole tiba-tiba pecah menimbulkan suara seperti bom. Anehnya genteng yang sedemikian beratnya jatuh menimpa,  atap plafon yang terbuat dari gipsun  tidak apa-apa, hanya suara saja yang menggelegar, membangunkan Mas Dikonthole yang terlelap. Kejadian yang sama diwaktu yang sama terjadi di rumah Pak Suryo juga. Seorang pemuda yang dikisahkan dalam kisah ‘Bara di Langit Argopeni’. Pemuda yang memiliki kemampuan memisahkan awan dan menghalau makhluk jejadian, jin, genderuwo, dan lainnya. Di tempat Pak Suryo, genting di atas kamarnya juga pecah menimbulkan suara yang sama.

Kejadian aneh yang sama di waktu yang sama juga terjadi dilereng Dieng. Minak Jinggo yang sedang melaju dari atas bukit, tiba-tiba seperti menabrak eter, yang kemudian melontarkan dirinya bersama motornya sejauh 10 m kebelakang. Minak Jinggo seperti menabrak lapisan energy yang sangat kuat sekali, sehingga dirinya seperti dilemparkan ke belakang, dihempaskan ke aspal jalanan. Syukurlah keadaannya tidak apa-apa. Ditempat lain Pak Ustad juga mengalami kejadian yang sama dengan motornya. Apakah hanya kebetulan ?. Dihari yang sama dan waktu yang sama ditempat berbeda, masing-masing mengalami kejadian yang sama. Mas Dikonthole dengan Pak Suryo gentengnya pecah. Minak Jinggo dan Pak Ustad terlempar dari motornya, menabrak sesuatu yang tak nampak.

Tidak hanya mereka, terungkap kemudian, semua orang-orang masa lalu mengalami kejadian yang sama. Meski dengan kadar yang berbeda. Ki Ageng Tirtayasa di Australia juga mengalami kejadian yang sama. Pesawatnya tiba-tiba rusak navigasinya, untung diketahui sebelum keberangkatannya, sehingga tidak menimbulkan kecelakaan. Karenanya keberangkatannya ke Indonesia delay satu hari. Tidak hanya sampai disitu pengalaman anehnya,  dia seperti dikejar-kejar sesuatu, diatas pesawat dia melihat awan, sebagaimana melihat melihat ribuan orang yang sepertinya tengah mengikuti dirinya. Didalam pesawat raganya juga  seperti mengalami pertarungan luar biasa. Meregang tak biasa.

Hingga sampai ketika pesawat tiba di bandara Soekarno Hata, seluruh badannya tidak dapat digerakkannya. Dia turun terpaksa harus dipapah oleh anaknya.   Keadaan itu berlangsung cukup lama, hingga untuk proses keimingrasian terpaksa dia harus dibantu petugas. Syukurlah, dia sekarang tidak apa-apa sedikit demi sediki dia mampu mengobati dirinya. Satu per satu sepertinya makhluk-makhluk ghaib ke luar dari badannya. Hingga tubuhnyapun mampu digerakkan seperti biasa. Sampai jemputannya datang.

Peristiwa yang sambung menyambung, sampai berhari-hari kemudian, menyisakan tanda tanya luar biasa bagi kesadaran Mas Dikonthole. Masih dengan keanehan yang sama, Pak Suryo hari minggunya kemudian mengalami sakit demam luar biasa. Sakit yang belum pernah dialaminya sepanjang hidupnya. Sore hari dia ijin dari kantornya karena mendadak dia demam. Sudah diupayakan diobati dengan dikerok, dan meminum obat namun sampai keesokan harinya tak kunjung turun panasnya. Maka dia kedokter. Anehnya suhu tubuhnya yang panas luar biasa tidak terdeteksi oleh termometer. Angka di termometer tetap menunjukan 37 derajat C. Mas Dikonthole pun menjenguk, dan meraskan hawa panas yang luar biasa dibadannya. Saat itu tidak terlintas apapun, sakit, panas hal biasa bagi manusia. Begitu anggapannya.

Sampai dihari berikutnya, total 3 hari Pak Suryo menahan demam yang luar biasa. Hingga ada bisikan yang memberitahu Mas Dikonthole bahwa Pak Suryo tengah dalam proses penyatuan. Fase reinkarnasinya tidak sempurna, sebab badan Pak Suryo kotor. Ya memang sebelum ikut Mas Dikonthole ber spiritual, Pak Suryo sudah belajar kesana kemari, belajar ilmu kesaktian, ilmu karomah, tarekat. banyak tempat yang dia datangi, kuburan, tempat angker, orang-orang sakti dan lain-lainnya.

Maka setelah pulang kerja Mas Dikonthole menyempatkan datang ke rumah Pak Suryo untuk menyempurnakan prosesi reinkarnasinya. Terungkap dialog dengan orang masa lalu bahwa dia tidak bisa menyatu kepada raga Pak Suryo sebab ada benda-benda ghaib yang berada ditubuhnya. Dia berterima kasih kepada Mas Dikonthole yang sudah membuang benda-benda ghaib (kodam) tersebut. Benar saja setelah proses penyatuan selesai Pak Suryo seketika tidak merasakan demam lagi, walau keadaan tubuhnya masih lemah. Namun rasa sumeng dan panas, kadang menggigil hebat sudah hilang sama sekali, seperti ditelan bumi saja.

Ada perbedaan pendapat antara Mas Dikonthole dan Minak Jinggo dalam menyikapi sakitnya Pak Suryo. Menurut Minak Jinggo karena disebabkan efek Daun Tapak Budha yang baru saja diambli oleh Pak Suryo disuatu kuil di lereng pucak sana, satu hari sebelumnya. Menurut keyakinan Minak Jinggo,  Daun Tapak Budha memiliki energy yang akan mampu mengunci kodam, sehingga para kodam yang ada di tubuh manusia akan merasakan panas luar biasa. Sang kodam mau tidak mau akan mencoba keluar dari badan manusia.

Daun ini memang bukan daun sembarangan. Pohon Bodhi merupakan pohon yang menjadi tempat Budha bertapa dan dimana disitu  beliau mendapatkan pencerahan. Pohon ini hanya ada 3 pohon di Indonesia yang asli. Jika begitu memang sangat logis, energy yang dipancaran sang Budha mungkin saja masih tersimpan di pohon ini, sehingga energy negatif lainnya yang dekat dengan daun tersebut  akan terkunci atau tidak mampu keluar, terdesak energy positif dari daun ini. “Hmm...masuk akal juga..” Pikir Mas Dikonthole. Maka daun tersebut pun juga disingkirkan. Apakah karena sebab daun disingkirkan maka panas Pak Suryo turun ataukah karena prosesi reinkarnasi. Etahlah fakta manakah yang menjadi penyebabnya. Yang jelas keadan Pak Suryo sudah normal kembali, itusaja. Sebab ;

Mas Dikonthole tidak tahu mana yang benar, yang jelas Daun Bodhi tersebut sekarang disimpan dirumah Mas Dikonthole, Pak Suryo sendiri tidak berani untuk menyimpannya.  Kisah mendapatkan daun ini, juga terhitung serba kebetulan. Pak Suryo dimintakan bantuan oleh Minak Jinggo untuk mencari Daun Tapak Budha. Maka datanglah dia ke rumah Mas Dikonthole. Mereka berdua kemudian berdiskusi. Ada lintasan aneh yang Mas Dikonthole rasakan, sepertinya kisah  daun ini ada keterkaitan dengan realitas ‘satria’ (Siu Ban Ci)  yang sekarang dalam pengawasannya.

Berdasarkan informasi, diketemukanlah keberadaan salah satu pohonnya. Katanya ada di salah satu vihara di puncak. Namun hanya sampai disitu perbincangan, rencana untuk mengambilnya juga tidak ada. Sampai suatu hari, Mas Dikonthole mendapat bisikan untuk mengajak Siu Ban Ci kesana, bersama orang tuanya sekeluarga. Awalnya Pak Suryo ditawari tidak bisa ikut, namun entah mengapa pada hari itu, ada urusan pekerjaan yang mengharuskan Pak Suryo untuk datang ke kantor Mas Dikonthole. Jadilah Pak Suryo ikut rombongan ke puncak untuk menghantarkan keluarga Siu Ban Ci sembahyang juga mengambil daun tersebut.

Seperti sebuah kebetulan yang menjadi kebetulan. Keikut sertaan Pak Suryo seperti disengaja untuk membantu Mas Dikonthole. Memasuki wilayah puncak mendekati area vihara, kemampuan mata batinnya seperti tertutup. Keadaan dirinya seperti manusia biasa saja. Hanya  ada sirr saja.  Sungguh keadaan ini menyulitkan sekali bagi Mas Dikonthole. Padahal dirinya tahu, jika dia dan pasukannya sedang memasuki wilayah Prabu Siliwangi. Ternyata benar saja, Pak Suryo didatangi oleh utusan Prabu Siliwangi yang menanyakan maksud kedatangan mereka. Saat berhenti dirumah makan Rindu Alam mereka berdialog, dan akhirnya diijinkan untuk melanjutkan perjalanan.

Begitu juga sesampainya di vihara yang dituju. Kembali Pak Suryo yang menjadi mata bagi Mas Dikonthole. Disepanjang aliran sungai kecil di lembah yang  menuju tempat vihara ada ular naga besar sekali yang sedang tertidur, menutupi aliran anak sungai, warnanya keemas dengan tanduk dan siripnya yang kemerahan, badannya mengarah ke vihara namun kepala-nya menghadap ke arah sebaliknya. Di bukit lainnya diseputar tempat itu, nampak  banyak sekali tempat pemujaan, dari aura negatif yang ada, jelas dihuni hantu gentayangan. Benar-benar tempat yang sulit diketemukan. Permata di tengah lumpur, itulah keadaan vihara tersebut dalam pandangan batin Mas Dikonthole.

Mas Dikonthole berhenti di anak tangga pertama,  ada bisikan yang tidak memperbolehkan dirinya ikut masuk, untuk ikut ke vihara, maka dia tidak jadi menuruni anak tangga yang menuju lembah ke  vihara. Jarak dari tempat Mas Dikonthole ke vihara kurang lebih 150 meter.  Maka bersama Pak Suryo, Mas Dikonthole hanya  menghantarkan keluarga Siu Ban Ci dengan pandangan mata. Hingga mereka hilang dari pandangan. Dengan harap cemas Mas Dikonthole menanti apakah nanti yang akan terjadi. Benar saja dari arah muka vihara, dari langit nun jauh, seperti meteor yang bergerak cepat sekali, Pak Suryo melihat ada bola cahaya yang sangat menyilaukan mata, datang dengan kecepatan tinggi masuk ke dalam vihara, hanya beberapa menit setelah Siu Ban Ci memasuki vihara. “Apakah itu wahyu..yang ditunggu ?.”  Mas Dikonthole meregang, harap-harap cemas. Jika memang benar maka sungguh terbuktilah pencariannya selama ini. Sungguh itu akan melegakan sekali.

Sambil terus mencoba meluaskan mata batinnya Mas Dikonthole menunggu kembalinya keluarga Siu Ban Ci dari sembahyangan. Sayang sekali lagi, sepertinya mata batin nya tidak mampu menembus lebih jauh. Selang 30 menit kemudian keluarga Siu Ban Ci datang. Maka kali pertama yang ditanyakan adalah, apakah yang terjadi dan dialami disana. Ayah Siu Ban Ci kemudian bercerita saat ketika sedang mulai sembahyang, tiba-tiba ada hantaman cahaya ke badannya, hingga terasa hangat sekali merasukan badan, rasanya seperti dialiri energi yang belum pernah dialaminya sepanjang hidupnya. Dia sudah menjelajahi sampai ke negri cina, sampai kemana saja vihara dia datangi namun baru kali ini dia mengalami sensasi seperti ini. Maka Mas Dikonthole hanya bersyukur dan menghela nafas lega. Bola cahaya itu seharusnya untuk Siu Ban Ci, namun sebab dia masih berumur beberapa bulan, sementara jatuh ke badan ayahnya, nanati pada suatu saat, jika sudah cukup umur baru akan pindah. Begitulah yang dipahami Mas Dikonthole kemudian.  

Itulah kisah lainnya, dibalik kejadian-kejadian yang dialami orang-orang masa lalu diminggu-minggu ini. Apakah ada kaitannya. Sungguh sulit mereka-reka dan menggabungkannya.   Mas Dikonthole hanya mampu mengamati semua kejadian yang berguliran, seperti puzle yang berlainan namun mengapa seperti akhirnya mengkerucut menjadi sebuah kisah. Semua menjadi jelas, ketika secara fisik mereka bertemu. Ketika Mas Dikonthole bersilaturahmi satu demi satu, rangkaian kejadian seperti terbaca alurnya. Semua sekarang ini seperti mengkerucut. Entah sebab apa, saat sekarang ini orang-orang masa lalu seperti terpanggil semua, sekarang mereka sedang mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke Jakarta. Ada panggilan yang tidak mereka ketahui. Sungguh mereka semua bukan orang-orang biasa dikehidupan terkininya, banyak dari mereka eselon 1 dan 2 dipemerintahan, atau selevel direktur di swasta. Atau minimal dari  mereka adalah manager.

Pertemuan yang akan diselenggrakan satu hari sebelum haru raya nyepi di tahun ini. Adalah pertemuan luar biasa. Ki Ageng Tirtayasa dari Australia, Penembahan Senopati  dari Depok,  Minak Jinggo (Bhre Wirabumi) dari Dieng, Ratu Kalinyamat dari Purwokerto,  Ratu Boko dari Jepang (Sudah dikonfirmasi-akan membantu dengan caranya), dan lain-lainnya. Semua berjumlah 7 orang yang sudah mengkonfirmasikan kedatangannya, mereka akan bertemu, dan akan mengambil seting di puncak. Apakah yang akan terjadi ?. Wolohualam. Mas Dikonthole hanya mampu mengkisahkan apa adanya saja, sebagaimana pemahaman dan keyakinannya. Sungguh alam semesta saat ini sedang menyusun dirinya. Ditandai dengan romantika per politikan di Indonesia, di tandai dengan hujan badai dan banjir melanda, maka siapakah yang tidak miris nantinya.

Jika para danyang telah menyusun dirinya, berlapis-lapis, siap menggantikan mengisi raga-raga manusia. Bagaimana keadaannya. Mereka akan mengambil jiwa-jiwa manusia. Hingga manusia hilang kemanusiaannya. Hingga manusia tidak memiliki jiwa manusianya lagi. Hingga (mereka) manusia  berjalan sebagaimana binatang ternak. Itulah juga yang sudah dikhabarkan Al qur an, berulang kali, bagaimana peradaban manusia nanti, pada suatu jaman, jika manusia sudah melupakan Tuhannya. Tunggulah saatnya, itulah juga sumpah sang Sabdo Palon, Raja Para danyang Tanah Jawa. Tanah Nusantara ini. Sungguh peristiwa yang akan menggiriskan hati. Lihatlah saja nanti bagaimana di televisi, bagaimana realitas keadaan mereka semua. Para petinggi dan pejabat negri. Ghaib yang kita saksikan adalah realitas diri mereka. Adakah yang mampu ‘melihat’ nya ?. Maka dunia 'para kesatria' menjadi sibuk, maka sudah saatnya mereka (para kesatria) lahir kembali di bumi nusantara ini. Memerangi para begundal, para danyang, yang bersemayam didalam raga-raga manusia.  agama Budhi bersenjatakan Trisula Wedha. Wolohualam bisawab.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali