Konspirasi Cinta Sang Hafizs, Antara Cinta dan Nafsu


Maka Hafizs berkata kepada ‘Cinta’, “Telah sempurnalah kekejamanmu !”

Deting alam, memercik merubah simphoni menjadi rhapsody . Diseling gerit suara bambu. Dan air jatuh di batu. Suara-suara meniup dedaunan. Rintik hujan bersama dekungan kodok dalam langutan. Sepasang manusia, tajam menatap Hafizs dengan airmata tak berkesudahan membasah.

Kepada Hafizs mereka meradang. Bertanya kiranya, 
“Bilamanakah fajar menyinari hati ?.”
Kemudian tengadah, menghujat malam kenapa tak pernah jua bersama pagi. Suaranya sedih sekali.
Hafizs diam mendengarkan. Mendengar suara hati. Mendengar suara-suara tanpa irama. Mendengar saja. Tanpa gerak.
“Ternyata mengagungkan cinta. Harus di tebus dengan duka lara. “

Begitukah ‘Cinta ’..?!.


Hafizs menatap ‘Cinta’ yang sudah hadir memenuhi undangannya.

“Jika ingin menangis maka menangislah !. Sebab airmata adalah hiasannya. Jika ingin tertawa maka tertawalah !. Sebab tawa adalah kendaraannya. Jika ingin kerinduan maka bekap dan nikmatilah !. Sebab rindu adalah mahkotanya. Jika ingin berkeluh kesah maka keluh kesah lah. Sebab keluh kesah adalah bajunya. Jika ingin marah maka marah sajalah !. Sebab itu adalah lagunya. Jika ingin nelangsa maka nelangsalah !. Sebab nelangsa adalah jiwanya. Jika ingin menghiba maka menghibalah !. Sebab menghiba adalah senyumannya. “

Guliran rahsa yang mengharu biru dan memporak porandakan anak-anak manusia !.

Itukah ‘Cinta’ ..?!

“Wahai manusia, tahukah engkau siapa itu ‘cinta’..?!. Makhluk yang engkau kejar dan engkau puja. ” Bertanya Hafizs

“Wahai ‘Cinta’ tanpakkanlah wajah aslimu ..?!” Hafizs perlahan berkata.

Perlahan ‘Cinta’ berputar, menampilkan sisi-sisi wajahnya. Dalam guratan-guratan yang tak ketara.

Cinta dunia. Cinta jabatan. Cinta harta. Cinta romantika. Cinta sesama. Cinta ibu. Cinta negara. Cinta tanah air. Cinta istri. Cinta saudara. Cinta anak. Cinta…dst.

“Menurutmu itu cinta atau nafsu ?!”

Sementara ‘Cinta’ terus berputar, menampilkan wajahnya satu demi satu, semakin cepat, terus dan terus berputar . Menjadi tak bergerak, tiada berputar lagi. Menjadi seakan hanya satu wajah saja. Menjadi sesosok wajah cinta, yang satu dan lainnya sulit dikenali lagi. Saling meliputi satu sama lainnya.

Maka ‘Cinta’ dan ‘Nafsu’ menjadi hanya satu tampilan wajah saja. Siapakah yang tahu ?.

“Katakanlah, engkau ‘Cinta’ ataukah ‘Nafsu’ ?!. “

Bertanya Hafizs, nampak lelah jiwanya. Sungguh ‘Cinta’ telah menyusupinya.

“Apakah ada bedanya bagi engkau Tuan Hafizs ?”
“Darimanakah Tuan akan dapatkan kayu bakar ‘Cinta’ jika bukan dari ‘Nafsu’ ?. Nafsu ingin memiliki melahirkan Cinta. Dan cinta melahirkan nafsu. Diantara mereka saling berebut mendahului.

“Wahai Tuan Hafizs, perlukah kami berutahu suatu hal. Tuhanmulah yang menyusupkan kami ke jiwa anak manusia. Agar mereka mengerti bahwa Tuhanmu Maha Tinggi. Agar mereka merasakan satu demi satu rahsa yang berguliran di dada diantara  anak-anak manusia satu sama lainnya. Dan karena hal itu mereka kemudian berfikir. Setiap manusia kami pergilirkan dengan adil. Kami suci dalam kalimah-Nya. Maka bahan bakar kami adalah nafsu di dada anak-anak manusia.”


Maka Hafizs berkata kepada ‘Cinta’, “Telah sempurnalah kekejamanmu !”
“Apalah maumu Tuan, Kami suci dalam kalimah-Nya.
 Kami tak ada daya jika tanpa Nafsu.
Dan Nafsu tiada sensasinya,   (upaya ) jika tiada Cinta di dalamnya menyertai.
Kami saling meliputi.”

Masih tak mengerti, misteri ini ?!.

Siapakah yang mendahului ‘Cinta’ atau ‘Nafsu”..?.
Kapan kita tahu, jikalau  ‘nafsu’ bukanlah ‘cinta’ ?.

“Mengapakah engkau menghadap-Nya dengan sisi wajah cintamu disisi yang satunya, (yang)  disebut nafsu !.  Dengan itu, engkau mengharap cinta-Nya. Celakahlah engkau !.

Mengapakah engkau tak mampu membedakan wajah-wajah cintamu sendiri ?.

Maka nafsu engkau bilang cinta !.

Maka cinta bagai nafsu saja yang akan membelitmu. 
Hingga remuk seluruh tulangmu !.“

Deting alam, memercik merubah simphoni menjadi rhapsody . Diseling gerit suara bambu. Dan air jatuh di batu. Suara-suara meniup dedaunan. Rintik hujan bersama dekungan kodok dalam langutan. Sepasang manusia, tajam menatap Hafizs dengan airmata tak berkesudahan membasah.

Dan Hafizs hanya mampu menghela nafas,

 “Sunguh manusia senantiasa menjadi korban atas anggapannya sendiri !.”

Hh..hh. Dan angin melibas membawanya pergi. Bersama sang waktu. Diam dalam geraknya sendiri.


Salam
arif

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali