Kisah Spiritual, Sebuah Kisah Dibalik Pertemuan Leluhur


Bagaimanakah wajah manusia setelah menerima cobaan ?. Bagaimanakah manusia yang dalam kesehariannya mengalami benturan kehidupan ?. Bagaimanakah pola berfikir mereka ?. Bagaimanakah sikap mereka ?. Bagaimanakah mereka kemudian bersosialisasi ?. Bagaimanakah kemudian mereka memandang Tuhannya ?. Ugh..!.

Mereka manusia-manusia yang sebelumnya menjalankan syariat dengan baik. Mereka manusia yang  senantiasa bertasbih dipagi dan malam hari. Mereka mengaku (telah) berdzikir sepanjang hari. Sungguh tidak ada celanya atas diri mereka dengan laku syariat yang mereka jalani. Namun mengapakah setelah mereka menerima cobaan (ujian) dari Tuhannya, wajah mereka berubah ?. Mereka menghujat Tuhannya, mereka menghiba, mereka menyalahkan segalanya, mereka diliputi dendam dan nafsu amarah yang tak terkira. Mereka tidak mau menerima keadaan dirinya saat sekarang ini. Mereka tidak mampu menerima kejadian-kejadian yang menerpa kepada keluarganya. Mereka tidak mampu berserah atas takdir ?.

Hari ini Mas Dikonthole dinampakkan wajah asli mereka. Keimanan yang dahulu di bangga-banggakan kini entah terbang kemana.  Hati Mas Dikonthole hanya mampu menjerit dengan lirih, melihat wajah dan jiwa saudaranya ini, sebegitunyakah manusia ?. Saat mereka diberikan keimanan beribadah mereka berbangga-bangga dengan ibadahnya, dan mengaku kepada lainnya dirinya telah beriman, dirinya telah suci. Tuhan telah memuliakannya. Namun manakala Tuhan mencabut semua miliknya, Tuhan mencabut apa yang menjadi kebanggaannya. Harga dirinya terluka, dengan segala cara dirinya membalas dendam, dirinya menghakimi siapa saja. Dirinya kemudian menjadi Tuhan untuk menghukum manusia lainnya.

Miris sekali Mas Dikonthole melihat salah seorang saudaranya yang dahulu bersama  berspiritual. Sebut saja namanya Sudra. Kini wajah saudaranya menghitam, alisnya mengeras, tarikan wajahnya penuh amarah dan dendam kesumat. Gejolak jiwanya seperti terasa liarnya. Ingin melumatkan segalanya. Tatap matanya penuh nafsu membunuh. Dengan beristigfar, memohon ampunan atas jiwa yang tersakiti Mas Dikonthole mencoba menjalin komunikasi. Sungguh kontras keadaan dirinya satuy tahun yang lalu. Saat mana dirinya masih membanggakan kenikmatan sholatnya, masih membanggakan bilangan dzikrinya yang menembus ribuan kali. Dirinya benar-benar bangga dengan kekuatan spiritual yang dimilikinya.

Sudah banyak manusia yang ditolong dan diobatinya. Namanya mulai menanjak karena kesaktian yang dimilikinya. Begitu bangganya saat mana semua orang selalu mendengar apa katanya. Titahnya bak raja dalam komunitasnya. Kekuatan dan kemampuan spiritualnya benar-benar telah menghijabnya. Ego dirinya mulai menguasai, dirinya merasa bias, dirinya merasa memeiliki kekuatan, dirinya merasa memiliki kesaktian. Sudah puluhan paranormal dikalahkannya. Jiwanya benar-benar telah dilambungkan kealam kekuasaan, kebanggan, dia tidak sadar dengan perbuatannya itu, dirinya telah mulai melenceng dari spiritual. Dia tidak menyadari bahwa dirinya telah mengarah kepada kesirikan, dengan memper Tuhankan kekuatan yang dimilikinya.

Hingga suatu saat, kekuatan miliknya dicabut oleh Tuhannya. Tuhan telah merancang skenario bagi dirinya. Sebuah skenario yang bergitu natural, sehingga dirinya sama sekali tidak merasakan bahwa kejadian yang menimpa dirinya adalah pengajaran Tuhannya. Dimulai saat adiknya membawa sekelompok orang yang mengaku dari kelompok spiritual yang mengenali leluhur. Semua tampak sama di realitasnya, tampilan mereka semua sungguh sepertinya sama dengan spiritualnya. Mereka biasa melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh saudara Mas Dikonthole.  Mereka biasa berkomunikasi kepada leluhur, dan segala kesaktian lainnya yang terlihat memukau.

Kemudian suatu hari,  kelompok tersebut menawarkan diri mereka untuk menggali kekayaan, harta karun yang terpendam di rumah saudara Mas Dikonthole tersebut. Anehnya saudaranya (Sudra) menurut saja ajakan kelompok mereka. Padahal sudah sejak semula, dikali pertama, spiritual mereka, saat merka bertemu dengan para leluhur, alam ghaib sudah menawarkan harta karun tersebut. Dan saat itu  semua sepakat untuk menolak harta dari alam ghaib, itulah ikrar (sumpah) mereka. Mas Dikonthole dan kawan-kawan tidak butuh harta dari alam ghaib. Bila ingin kekayaan maka mereka harus bekerja sebaik-baiknya. Itulah hukum realitas. Tidak ada sesuatu yang datang dengan percuma. Semua harus dengan usaha dan upaya kita. Manusia mencari kekayaan dengan tetes keringatnya, dengan oleh pikirnya. Begitulah seharusnya.

Hari demi hari semakin banyak orang yang tertarik dengan bualan kelompok ini. Uang pun mengalir kepada kelompok ini, jumlahnya hingga puluhan juta rupiah. Tentu saja mereka yang memberikan uang selalu diberikan iming-iming dan bumbu penyedap lainnya sehingga mereka tertarik. Terutama mereka percaya kepada saudara Mas Dikonthole yang menjamin tingkat keberhasilan usaha mencari harta ghaib. Apa mau dikata, hari demi hari ditunggu, bulan demi bulan berjalan, ternyata harta ghaib yang ditunggu tidak kunjung Nampak. Maka akibatnya pemilik uang mulai gelisah dan melaporkan kejadian itu sebagai penipuan. Tentu saja saudara Mas Dikonthole yang menjadi tersangka utama dan harus berurusan dengan pihak yang berwajib.

Berurusan dengan kepolisian sudah menjadi hal yang biasa bagi saudara Mas Dikonthole sebab masa mudanya memang terkenal sebagai tokoh pemuda di daerahnya dan disegani oleh banyak pihak disana. Namun Tuhan rupanya belum selesai dengan pengajaranNya. Serentak bersamaan dengan urusan kepolisian,  para danyang mengambil jiwa Istrinya (baca kisah Utusan dari Dieng). Khabar itulah yang dahulu pernah didengar oleh Mas Dikonthole dari utusan Dieng. Saat itu dirinya hanya mendengar khabar saja, dan hanya mampu berserah atas kehendak Nya.

Setiap hari Istri saudaranya ini kesurupan, dan sangat ironis jika dirinya (Sudra) tidak mampu mengobati. Kesurupan adalah hal yang sangat biasa, dan kejadian yang paling mudah pengobatannya. Namun entah mengapa dirinya tidak mampu mengobati sama sekali. Seakan-akan seluruh dayanya hilang. Kemampuan dan kesaktiannya benar-benar musnah. Dia menjadi manusia yang sangat biasa. Sungguh keadaan itu menjadi penderitaan yang tak terkatakan. Kelompok spiritual yang bersamanya mencoba membantu dnegan segala macam ritual, mulai dari mandi kembang , hingga meminum darah sapi. Bagaimana rasanya dimandikan dan direndam tengah malam didaerah yang sangat dingin, di pegunungan. Sungguh saudara Mas Dikonthole tidak mampu melupakan kejadian tersebut.

Belakang hari saudara Mas Dikonthole merasa bahwa perbuatan santet yang mengakibatkan istrinya kesurupan diyakini sebagai perbuatan yang dilakukan kelompok tersebut. Mulailah tumbuh dendam, sedikit demi sedikit dendam tersebut membakar. Dia merasa dilencehkan, harga dirinya terinjak-injak.

Sebagai manusia sakti, benar-benar itu sebuah penghinaan yang luar biasa, itulah anggapannya. Maka mulailah dirinya belajar ilmu kesaktian dengan cara lainnya. Diinstallah ilmu-ilmu instan,ke tubuhnya, mulai dari Braja Musti, Braja Perak, dan masih banyak lagi lainnya. Dia ingin membalas dendam, dia ingin membuktikan bahwa dia tidak bisa dilecehkan. Rasa dendam kini telah membakar jiwanya. Keadaan inilah yang Nampak dimata Mas Dikonthole kala bertemu dalam pertemuan kemarin. Jiwa yang tidak tenang, jiwa yang resah, jiwa yang penuh nafsu amarah. Jiwa yang terbakar.  

Kisah ini menjadi bagian pertama yang ingin dikisahkan terlebih dahulu, dari hasil pertemuan para leluhur kemarin. Bagaimana manusia memaknai takdirnya. Bagaimana manusia ternyata akan sulit sekali menerima takdir mereka. Bagaimana manusia tidak pernah mampu berserah. Meskipun dia sebelumnya (telah) merasa beriman.  

Mas Dikonthole hanya menghela nafas getun. Satu demi satu kawan dan saudaranya berguguran. Jiwanya banyak yang kemudian bertemankan para danyang. Sehingga tidak ada lagi keteduhan disana. Tidak banyak yang bisa dilakukan Mas Dikonthole untuk saudaranya ini. Hanya Allah saja yang akan mampu memberikan hidayah. He eh. Mata  saudaranya yang dahulu sejuk, sekarang berubah beringas, seganas mata srigala. Tatap matanya penuh curiga.

Perlahan Mas Dikonthole mengambil air putih, diberikan doa agar sedikit menenangkan jiwanya. Kemudian sehabis maghrib, dicobanya membersihkan raga yang penuh dengan para siluman dan hantu gentayangan. Hanya itu yang mampu diupayakan Mas Dikonthole untuk merendam gejolak jiwa. Jiwa yang tak mampu lagi bertahan, penuh kegelisahan sebab bersamanya sekarang ini, di dalam badan bersemayam, banyak makhluk jejadian. Makhluk yang sengaja diundang oleh nafsunya. Astagfirulloh..Dalam kasus saudaranya ini, Mas Dikonthole paham, jika saudaranya gagal ketika akan memasuki pemahaman lafadz "La haula wala kuwata illa billah..” Dia gagal memahami hakekat kekuatan dan daya upaya hanyalah milik Allah semata. Dia telah mengaku-aku daya kesaktian sebagai miliknya. Dia tidak mampu mengembalikan daya tersebut kepada pemilik-Nya. Maka menjadi jelas keadaannya, ketika datang ujian Allah untuk menunjukkan keadaannya itu. Sesungguhnya bagaimanakah kualitas keimananya itu.  

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji? Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.(QS. al-Ankabut (29) : 2-3)

Begitulah keadaan manusia yang sebenarnya. Semua ditunjukkan oleh Allah kepada Mas Dikonthole. Banyak sekali manusia yang tekun menjalankan syariat namun ketika datang ujian kepadanya dia berpaling. Sebagaimana para kaum cendikia dan kaya, para pejabat negri, kaum yang berilmu, dan lainnya. Semua keadaannya sama saja. Meskipun mereka menjalankan syariat, meskipun mereka sholat, zakat, puasa, meskipun mereka selalu bicara agama namun ketika datang ujian harta. Mereka tetap saja korupsi. Sebab mereka beranggapan jika mereka tidak korupsi mereka tidak akan bisa bertahan di zona nyaman mereka. Ironisnya semua itu mereka lakukan dengan sadar. Sadar sebab ketinggian ilmu-ilmu mereka. Sungguh sangat sedikitlah orang yang sabar dalam keimanan mereka, dari orang-orang yang mengaku beriman (ber-ilmu). “…maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta. .(QS. al-Ankabut (29) : 2-3)”

Walaohualam bisawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali