Kisah Spiritual, Sebuah Kisah Dibalik Pertemuan Leluhur
Mereka manusia-manusia yang
sebelumnya menjalankan syariat dengan baik. Mereka manusia yang senantiasa bertasbih dipagi dan malam hari. Mereka
mengaku (telah) berdzikir sepanjang hari. Sungguh tidak ada celanya atas diri
mereka dengan laku syariat yang mereka jalani. Namun mengapakah setelah mereka
menerima cobaan (ujian) dari Tuhannya, wajah mereka berubah ?. Mereka menghujat
Tuhannya, mereka menghiba, mereka menyalahkan segalanya, mereka diliputi dendam
dan nafsu amarah yang tak terkira. Mereka tidak mau menerima keadaan dirinya
saat sekarang ini. Mereka tidak mampu menerima kejadian-kejadian yang menerpa
kepada keluarganya. Mereka tidak mampu berserah atas takdir ?.
Hari ini Mas Dikonthole
dinampakkan wajah asli mereka. Keimanan yang dahulu di bangga-banggakan kini
entah terbang kemana. Hati Mas
Dikonthole hanya mampu menjerit dengan lirih, melihat wajah dan jiwa saudaranya
ini, sebegitunyakah manusia ?. Saat mereka diberikan keimanan beribadah mereka
berbangga-bangga dengan ibadahnya, dan mengaku kepada lainnya dirinya telah
beriman, dirinya telah suci. Tuhan telah memuliakannya. Namun manakala Tuhan
mencabut semua miliknya, Tuhan mencabut apa yang menjadi kebanggaannya. Harga dirinya
terluka, dengan segala cara dirinya membalas dendam, dirinya menghakimi siapa
saja. Dirinya kemudian menjadi Tuhan untuk menghukum manusia lainnya.
Miris sekali Mas Dikonthole
melihat salah seorang saudaranya yang dahulu bersama berspiritual. Sebut saja namanya Sudra. Kini
wajah saudaranya menghitam, alisnya mengeras, tarikan wajahnya penuh amarah dan
dendam kesumat. Gejolak jiwanya seperti terasa liarnya. Ingin melumatkan
segalanya. Tatap matanya penuh nafsu membunuh. Dengan beristigfar, memohon
ampunan atas jiwa yang tersakiti Mas Dikonthole mencoba menjalin komunikasi.
Sungguh kontras keadaan dirinya satuy tahun yang lalu. Saat mana dirinya masih
membanggakan kenikmatan sholatnya, masih membanggakan bilangan dzikrinya yang
menembus ribuan kali. Dirinya benar-benar bangga dengan kekuatan spiritual yang
dimilikinya.
Sudah banyak manusia yang
ditolong dan diobatinya. Namanya mulai menanjak karena kesaktian yang dimilikinya.
Begitu bangganya saat mana semua orang selalu mendengar apa katanya. Titahnya
bak raja dalam komunitasnya. Kekuatan dan kemampuan spiritualnya benar-benar
telah menghijabnya. Ego dirinya mulai menguasai, dirinya merasa bias, dirinya
merasa memeiliki kekuatan, dirinya merasa memiliki kesaktian. Sudah puluhan paranormal
dikalahkannya. Jiwanya benar-benar telah dilambungkan kealam kekuasaan,
kebanggan, dia tidak sadar dengan perbuatannya itu, dirinya telah mulai
melenceng dari spiritual. Dia tidak menyadari bahwa dirinya telah mengarah
kepada kesirikan, dengan memper Tuhankan kekuatan yang dimilikinya.
Hingga suatu saat, kekuatan
miliknya dicabut oleh Tuhannya. Tuhan telah merancang skenario bagi dirinya.
Sebuah skenario yang bergitu natural, sehingga dirinya sama sekali tidak
merasakan bahwa kejadian yang menimpa dirinya adalah pengajaran Tuhannya.
Dimulai saat adiknya membawa sekelompok orang yang mengaku dari kelompok
spiritual yang mengenali leluhur. Semua tampak sama di realitasnya, tampilan
mereka semua sungguh sepertinya sama dengan spiritualnya. Mereka biasa melakukan
sebagaimana yang dilakukan oleh saudara Mas Dikonthole. Mereka biasa berkomunikasi kepada leluhur, dan
segala kesaktian lainnya yang terlihat memukau.
Kemudian suatu hari, kelompok tersebut menawarkan diri mereka untuk
menggali kekayaan, harta karun yang terpendam di rumah saudara Mas Dikonthole
tersebut. Anehnya saudaranya (Sudra) menurut saja ajakan kelompok mereka.
Padahal sudah sejak semula, dikali pertama, spiritual mereka, saat merka bertemu
dengan para leluhur, alam ghaib sudah menawarkan harta karun tersebut. Dan saat
itu semua sepakat untuk menolak harta
dari alam ghaib, itulah ikrar (sumpah) mereka. Mas Dikonthole dan kawan-kawan
tidak butuh harta dari alam ghaib. Bila ingin kekayaan maka mereka harus
bekerja sebaik-baiknya. Itulah hukum realitas. Tidak ada sesuatu yang datang
dengan percuma. Semua harus dengan usaha dan upaya kita. Manusia mencari
kekayaan dengan tetes keringatnya, dengan oleh pikirnya. Begitulah seharusnya.
Hari demi hari semakin
banyak orang yang tertarik dengan bualan kelompok ini. Uang pun mengalir kepada
kelompok ini, jumlahnya hingga puluhan juta rupiah. Tentu saja mereka yang
memberikan uang selalu diberikan iming-iming dan bumbu penyedap lainnya
sehingga mereka tertarik. Terutama mereka percaya kepada saudara Mas Dikonthole
yang menjamin tingkat keberhasilan usaha mencari harta ghaib. Apa mau dikata,
hari demi hari ditunggu, bulan demi bulan berjalan, ternyata harta ghaib yang
ditunggu tidak kunjung Nampak. Maka akibatnya pemilik uang mulai gelisah dan
melaporkan kejadian itu sebagai penipuan. Tentu saja saudara Mas Dikonthole
yang menjadi tersangka utama dan harus berurusan dengan pihak yang berwajib.
Berurusan dengan kepolisian
sudah menjadi hal yang biasa bagi saudara Mas Dikonthole sebab masa mudanya
memang terkenal sebagai tokoh pemuda di daerahnya dan disegani oleh banyak
pihak disana. Namun Tuhan rupanya belum selesai dengan pengajaranNya. Serentak
bersamaan dengan urusan kepolisian, para
danyang mengambil jiwa Istrinya (baca kisah Utusan dari Dieng). Khabar itulah
yang dahulu pernah didengar oleh Mas Dikonthole dari utusan Dieng. Saat itu
dirinya hanya mendengar khabar saja, dan hanya mampu berserah atas kehendak
Nya.
Setiap hari Istri saudaranya
ini kesurupan, dan sangat ironis jika dirinya (Sudra) tidak mampu mengobati.
Kesurupan adalah hal yang sangat biasa, dan kejadian yang paling mudah
pengobatannya. Namun entah mengapa dirinya tidak mampu mengobati sama sekali.
Seakan-akan seluruh dayanya hilang. Kemampuan dan kesaktiannya benar-benar
musnah. Dia menjadi manusia yang sangat biasa. Sungguh keadaan itu menjadi
penderitaan yang tak terkatakan. Kelompok spiritual yang bersamanya mencoba
membantu dnegan segala macam ritual, mulai dari mandi kembang , hingga meminum
darah sapi. Bagaimana rasanya dimandikan dan direndam tengah malam didaerah
yang sangat dingin, di pegunungan. Sungguh saudara Mas Dikonthole tidak mampu
melupakan kejadian tersebut.
Belakang hari saudara Mas
Dikonthole merasa bahwa perbuatan santet yang mengakibatkan istrinya kesurupan diyakini sebagai perbuatan yang dilakukan kelompok tersebut. Mulailah
tumbuh dendam, sedikit demi sedikit dendam tersebut membakar. Dia merasa
dilencehkan, harga dirinya terinjak-injak.
Sebagai manusia sakti,
benar-benar itu sebuah penghinaan yang luar biasa, itulah anggapannya. Maka
mulailah dirinya belajar ilmu kesaktian dengan cara lainnya. Diinstallah
ilmu-ilmu instan,ke tubuhnya, mulai dari Braja Musti, Braja Perak, dan masih
banyak lagi lainnya. Dia ingin membalas dendam, dia ingin membuktikan bahwa dia
tidak bisa dilecehkan. Rasa dendam kini telah membakar jiwanya. Keadaan inilah
yang Nampak dimata Mas Dikonthole kala bertemu dalam pertemuan kemarin. Jiwa
yang tidak tenang, jiwa yang resah, jiwa yang penuh nafsu amarah. Jiwa yang
terbakar.
Kisah ini menjadi bagian
pertama yang ingin dikisahkan terlebih dahulu, dari hasil pertemuan para
leluhur kemarin. Bagaimana manusia memaknai takdirnya. Bagaimana manusia
ternyata akan sulit sekali menerima takdir mereka. Bagaimana manusia tidak
pernah mampu berserah. Meskipun dia sebelumnya (telah) merasa beriman.
Mas Dikonthole hanya
menghela nafas getun. Satu demi satu kawan dan saudaranya berguguran. Jiwanya
banyak yang kemudian bertemankan para danyang. Sehingga tidak ada lagi
keteduhan disana. Tidak banyak yang bisa dilakukan Mas Dikonthole untuk
saudaranya ini. Hanya Allah saja yang akan mampu memberikan hidayah. He eh. Mata
saudaranya yang dahulu sejuk, sekarang
berubah beringas, seganas mata srigala. Tatap matanya penuh curiga.
Perlahan Mas Dikonthole mengambil air putih, diberikan doa agar sedikit menenangkan jiwanya. Kemudian sehabis maghrib, dicobanya membersihkan raga yang penuh dengan para siluman dan hantu gentayangan. Hanya itu yang mampu diupayakan Mas Dikonthole untuk merendam gejolak jiwa. Jiwa yang tak mampu lagi bertahan, penuh kegelisahan sebab bersamanya sekarang ini, di dalam badan bersemayam, banyak makhluk jejadian. Makhluk yang sengaja diundang oleh nafsunya. Astagfirulloh..Dalam kasus saudaranya ini, Mas Dikonthole paham, jika saudaranya gagal ketika akan memasuki pemahaman lafadz "La haula wala kuwata illa billah..” Dia gagal memahami hakekat kekuatan dan daya upaya hanyalah milik Allah semata. Dia telah mengaku-aku daya kesaktian sebagai miliknya. Dia tidak mampu mengembalikan daya tersebut kepada pemilik-Nya. Maka menjadi jelas keadaannya, ketika datang ujian Allah untuk menunjukkan keadaannya itu. Sesungguhnya bagaimanakah kualitas keimananya itu.
Apakah manusia
itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji? Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang
sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti
mengetahui orang-orang yang dusta.(QS. al-Ankabut (29) : 2-3)
Begitulah keadaan manusia
yang sebenarnya. Semua ditunjukkan oleh Allah kepada Mas Dikonthole. Banyak
sekali manusia yang tekun menjalankan syariat namun ketika datang ujian
kepadanya dia berpaling. Sebagaimana para kaum cendikia dan kaya, para pejabat
negri, kaum yang berilmu, dan lainnya. Semua keadaannya sama saja. Meskipun
mereka menjalankan syariat, meskipun mereka sholat, zakat, puasa, meskipun
mereka selalu bicara agama namun ketika datang ujian harta. Mereka tetap saja
korupsi. Sebab mereka beranggapan jika mereka tidak korupsi mereka tidak akan bisa
bertahan di zona nyaman mereka. Ironisnya semua itu mereka lakukan dengan
sadar. Sadar sebab ketinggian ilmu-ilmu mereka. Sungguh sangat sedikitlah orang
yang sabar dalam keimanan mereka, dari orang-orang yang mengaku beriman
(ber-ilmu). “…maka Allah
pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang
dusta. .(QS. al-Ankabut (29) : 2-3)”
Walaohualam bisawab
Komentar
Posting Komentar