Kisah Spiritual, Bencana Mulai Dari Sebelah Utara


 



Entah sampai kapan, tidak ada yang mampu menghitung. Meskipun dia lapar, meskipun dia sakit, meskipun dia hina. Dia berjalan melintasi nusantara.. Meskipun dia merasa nista, meskipun dia merasa papa. Dia berjalan lebih jauh dari siapapun.  Gunung-gunung seperti bertasbih bersamanya, angin dan burung seperti mengiringi. Para bidadari seperti menyapa, karena dia tampan, meskipun tubuhnya penuh luka. Dia lelaki yang selalu berkata, “Bahwa kita adalah makhuk dimensi akherat dan akan kembali kesana”. Dalam keyakinannya, dia menjadi aneh saja. Tidak ada yang dapat membantu, tidak ada yang menolongnya.  Dia yang selalu berdoa, agar seluruh makhluk yang melata, dimuka bumi, yang terbang di angkasa, yang kasat mata ataupun yang tak nampak dimata, untuk menyegerakan diri bertasbih kepada-Nya, mumpung kita masih diberi waktu. Entah sampai kapan dia dalam keadaan begitu, tidak ada yang mampu menghitung. Mungkin saja sudah beraabad-abad lamanya, hingga sekarang dia menempati raga terbarunya ini.

Perjalanan yang terasa menyedihkan dan melelahkan. Tak ada yang duduk disampingnya, sesungguhnya banyak kisah yang ingin disampaikannya. Cobalah dengar desiran angin, cobalah dengar kicauan burung, cobalah dengar gumam pepohonan, semua mengkhabarkan keagungan-Nya. Mengapa semua diam, mengapa semua bisu. Tidak ada yang menjawab. Hati mereka telah lama mati, ditelan hiruk pikuknya kota. Tinggal Mas Thole sendiri menatap dalam kesadarannya, dengan nelangsa. Mencoba mengerti dan memahami, betapa perihnya kesatria itu, yang tengah duduk didepannya. Selalu dia bertanya, mengapa ditanah kelahirannya nusantaraa ini akan banyak bencana. Apakah alam mulai enggan, apakah Tuhan mulai bosan ?. Sehingga azab akan segera diturunkan. Ugh !. 

Semakin jauh kedalam memasuki kesadaran, Mas Thole langut dikedalamannya. Mencoba merasakan gundahnya  seorang kesatria yang duduk di depannya lagi dan sekali lagi, dan sambil dalam hatinya bertanya tak mengerti. Dia masih saudara muda Banyak Wide.  Mas Thole memasuki dimnsinya bersapa, mengalun bagai angin, mengikuti irama kesadaran. Kadang kepala Mas Thole meski dimiringkan kekanan dan kemudian juga diganti kekiri, seperti memasang telinga saja. Mencari pijakan agar tidak salah dalam memahami. bahasa energi, bahasa rahsa, banyak referensi yang tidak dipunya, takut jika terjadi kesalahan makna saja. Semakin dalam, kesadarannya sudah hampir seluruhnya dikuasai Banyak Wide. Namun secara lamat-lamat Mas Thole mencoba  mengerti, mencoba merasakan apa yang menjadi beban pikiran saudara ghaibnya ini. Gundahnya tak terperi, menyoal ulah manusia sekarang ini, yang banyak diantara mereka adalah saudara-saaudaranya juga. 

Mas Thole sempat terlintas ada apakah ini, mengapakah (?), sehingga saudaranya yang  tidak biasa ingin bertemu. Kemarin (29/9) sepertinya sangat memaksa sekali untuk berkomunkasi. Bukan apa-apa, sudah lama Mas Thole tidak mengijinkan Banyak Wide untuk tampil dalam dunia realitas, biarlah Mas Thole yang menjadi imam, sebab dunia ini adalah dunia raga terkini. Banyak Wide sudah sepakat akan hal ini. Sebab jaman sudah berbeda, peradaban sudah berubah, lingkungan juga sudah tak sama. Mas Thole khawatir akan terjadi benturan disana jika didalam raga banyak yang ingin jadi nahkoda. Maka ketika raga terkini saudaranya datang, mengajak bertemu muka Mas Thole tidak terlalu menanggapi. Hingga samapai 3 kali berturut-turut dia datang. Banyak Wide sepertinya juga menghargai apa yang sudah diputuskan Mas Thole. Saling menghargai memang akan membuat keadaan raga menjadi lebih nyaman. Namun tidak hari kemarin ini, nampaknya ada sesuatu yang mendesak yang ingin disampaikannya. Apa boleh buat, jika keadaan memang memaksa. Maka setelah melaksanakan sholat dhuhur memohon petunjuk kepada-Nya, apakah memang hal itu mesti dilakukan. Setelah cukup mendapat petunjuk, Mas Thole bersedia menerima kedatangan saudaranya ini.

Begitulah kejadiannya. Mas Thole terus masih bersama saudaranya, duduk berhadapan, berbincang-bincang dalam dimensi mereka sendiri. Berkali-kalai kesatria ini memohon maaf atas kelancangannya, sebab memang begitulah tabiatnya. Dia seorang Panglima perang, sudah terbiasa dengan karakter itu. Wataknya selalu terbuka, bicara dengan apa adanya, tidak ada yang disembunyikan. Dengan tegas saudaranya ini menegur Banyak Wide, yang sepertinya bergerak lambat sekali. Padahal alam semesta ini sudah sedemikian murkanya. Mengapakah Bayak Wide disibukkan dengan kehidupan yang hanya ilusi. Mengapakah kemampuannya tidak digunakan untuk terus mengamati suasana alam, sehingga sampai kecolongan tidak ‘ngeh’ akan adanya bencana besar yang sebentar lagi akan melanda daerah utara. Dari utara akan menuju ke selatan. Sungguh itu bencana yang sangat besar. Bukan bencana sebagaimana yang dibayangkan, inilah ‘panggebluk’, inilah wabah yang tidak bisa ditahan. Sebab memang kehendak alam itu sendiri.

Mendengar teguran sosok tersebut kepada Banyak wide, Mas Thole merasa agak kurang nyaman. Sesungguhnya diapun sudah tertatih-tatih mengikuti sepak terjang Banyak Wide, dia lelah  menjalani semua ini. “Adakah yang kurang, adakah yang  salah ?“. Batin Mas Thole bertanya. Namun nyatanya pertanyaan itu hanya kilasan Mas Thole saja, sebab dimuka Banyak Wide malah mengakui kebenaran yang dikatakan saudaranya itu. Ugh..!. Adapakah ini. Mengapa ada dua lintasan yang begini. Agak getun juga Mas Thole. Sebab didalam kesadarannya apa-apa yang dillakukannya sudah menguras kemampuannya. Semua kemampuan yang dimiliki sudah dikerahkannya, dalam perasaannya dia sudah melakukan semua. Secara samar Banyak Wide memberikan pemahaman kepada Mas Thole, katanya saat sekarang ini Mas Thole masih dalam anggapan saja, belum sampai kepada hakekat gerak itu sendiri. Belum sampai kepada hakekat dalam memaknai gerak raga, memaknai gerak jiwa, memasuki keadaan gerak itu sendiri. Mas Thole setelah mendapat penjelasan ini akhirnya mengerti. Dan kemudian dia diam,  menyaksikan dialog antara dua saudara tersebut. Secara samar didengarnya ketika saudara muda Banyak Wide menambahi, dia memberikan gambaran pemuda tetangga sebelah yang hilang kesadaran adalah buktinya betapa kurang bersungguh-sungguh Mas Thole dalam mengobati. Hati yang setengah-setengah, tidak totalitas, tidak kafaf dalam segala hal. Menjadi penyebab Mas Thole tidak sanggup mengobatinya. Itulah penyakit manusia. Lakukanlah sesuatu dengan hati, dengan keyakinan utuh, itulah makna jihad sesungguhnya di keseharian manusia, yang banyak sudah dilupa.

Kesatria yang duduk bersila di depan Mas Thole berulang kali menghela nafas. Sepertinya dia sedang mengalami beban yang sangat berat sekali, dia tengah menyaksikan dengan mata kepalaanya sendiri apa-apa yang bakalan terjadi. Ya, dia sudah menyaksikan di dimensi ke empat adanya sinyal-sinyal bencana itu. Sinyal yang sedang merambat ke alam nyata ini. Semua menunggu, semua berharap-harap cemas. Maka karena itulah dia sengaja memaksakan diri datang kepada Banyak Wide agar Mas Thole mau mengkhabarkan keadaan ini kepada manusia lainnya. Hiks..!. “Mengapa harus saya “. Sergah Mas Thole saat kemarin itu.   Rasanya Mas Thole sudah enggan mengkhabarkan berita-berita negatif begini  ini. Biarlah yang terjadi biarkan terjadi. "Apa yang bisa dilakukannya". Batin Mas Thole apatis saja.  Namun nyatanya Banyak Wide sudah terlanjur berjanji akan mengkhabarkan berita yang dibawa saudaranya ini. Ugh..!. Maka sudah seharian dari kemarin terjadi tarik menarik antara Banyak Wide dan Mas Thole menyoal ini.

“Sudah banyak peringatan dan khabar  model begini,  sejak jaman dahulu, jaman para nabi hingga sekarang ini. Sudah banyak sekali  bencana, sudah banyak mereka melihat dengan mata kepala sendiri. Toh, mereka juga sama saja, tidak merubah apa-apa. Mereka tetap saja tidak beriman.  Apa gunanya jika khabar ini dituliskan lagi ?”. Heh..!.  Mas Thole terus berusaha mendebat Banyak Wide. Jika bukan karena Banyak Wide sudah berjanji untuk mengkhabarkan itu, enggan rahsanya Mas Thole mengkisahkan bagian ini.  Lihatlah bahkan Al qur an juga sudah berkata. “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.  Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (QS. 2 , 6-7).

Bukan apa-apa, seluruh kajian dan berita spiritual yang disampaikan Mas Thole semua perihal ini. Bkan suatu yang meng ada-ada. Peringatan kepada manusia, bahwa sebentar lagi alam akan murka, dan akan melibas orang-orang diatasnya. Bukankah begitu berita dari KAMI ?. Lolong burung malam dirimba, melengking, menyayat jiwa. Namun mereka tetap tak mau mendengar. Bagaimana tangis KAMI tidak pecah di batu ?. "Lantas, bagaimana Mas Thole akan membawakan kisah-kisah model seperti ini lagi ?". Banyak Wide dengan lembut kemudian berkata kepada Mas Thole, "Sampaikanlah berita KAMI kepada saudara-saudara kita diluar sana, berita itu". Yaitu pertanyaan KAMI, “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. 2, 28-29).  

"Kembalinya, teserah kepada mereka semua memaknai berita ini, kebalikan urusan kepada Allah, entah mereka mau memahami atau tidak, entah mereka mengerti atau tidak. Tugas kita hanya menyampaikan khabar ini". Kata Banyak Wide bijak. Maka karena sebab itulah, Mas Thole mengkisahkan ini lagi. Masih terasa dalam ingatannya pesan para leluhur-leluhur yang turut hadir dalam pertemuan tersebut. Pesan mereka para pinisepuh Jawa. Kepada kesadaran Banyak Wide dititipkan pesan-pesan mereka. Bahwa sesungguhnya mereka paham serta mengerti sekali, atas kesulitan anak keturunan mereka,  dan karena itu mereka pahami  keengganan Mas Thole. Memang melakukan kebaikan adalah sesuatu yang berat, semisal memberi khabar saja, itu  bukan suatu yang gampang. Banyak sekali kegamangan disana. Maka karena itulah KAMI berpesan.  Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. 2, 46-47). Begitulah keadaannya, agar Mas Thole tetap dalam keyakinan, tetap pada satu jalan, sedang berjalan di jalan-Nya. KAMI mengerti itu, bagaimana sulitnya manusia dalam himpitan dualitas. Karenanya KAMI akan selalu menemani manusia-manusia yang bersedia membuka hatinya untuk kehadiran KAMI. Bersabarlah bersama KAMI, sebab mereka juga sedang sama-sama menunggu, kebenaran berita ini.

Engkau telah mengerti hitam dan juga merah
Keriput telah memberikan gambaran kehidupan
Langkahkan kaki, meski kadang gemetar
Tetaplah di jalan, bergerak maju ke depan  
Tuhanmu tidaklah meninggalkanmu

Entah sampai kapan, tidak ada yang mampu menghitung. Meskipun dia lapar, meskipun dia sakit, meskipun dia hina. Dia berjalan melintasi nusantara. Meskipun dia merasa nista, meskipun dia merasa papa. Dia berjalan lebih jauh dari siapapun.  Gunung-gunung seperti seperti bertasbih bersamanya, angin dan burung seperti mengiringi. Para bidadari seperti menyapa, karena dia tampan, meskipun tubuhnya penuh luka. Dia lelaki yang selalu berkata, “Bahwa kita adalah makhuk dimensi akherat (surga) dan akan kembali kesana”. Mas Thole menutup kisahnya ini dengan berurai air mata membasahi sanubarinya, mengingat saudara-saudaranya yang diluar sana, yang mungkin saja tidak mendengar berita ini. “Langit-langit kamar, tergambar wajah MU, kapankah lagi nanti kita kan bertemu.”  Senyum tipis Mas Thole tersungging dari bibirnya. Membayangkan saat pertemuan dengan kekasih hatinya nanti.

wolohualam

Komentar

  1. saudaraku semua ...

    Matahari bersinar lembut, hangatnya mengelus kulit,
    nyaman terasa di hati
    angin berhembus, tak terlalu kencang, sepoi-sepoi saja
    menggeraikan rambut yang bermain-main di kening,
    terasa nakal menggelitik
    terasa kenyamanan menyebar, mengisi rongga dada,
    menyisir menyelusuri setiap inchi tubuh

    memulai dari sebuah hal yang lama

    { ......
    Akhirnya satu tahapan telah berhasil dilalui. sebuah perjalanan panjang
    Menapak jalan onak berduri, telah dilampaui.

    Sebuah pilihan telah ditetapkan. tidak ada jalan untuk kembali.
    Ibarat sebuah sampan telah berlayar, maka daratan di belakang,
    telah terbakar menjadi puing-puing abu.
    Hanya ada lautan luas, sang penumpang beserta awak kapal
    dengan lautan yang maha luas dan menakutkan.

    Tidak ada jalan untuk kembali.
    Itulah kehidupan yang harus kita lalui.
    Apakah layak seseorang dekat dengan Sang Pencipta,
    apabila dia mengasingkan diri dalam menara-menara doa
    yang jauh dari realitas kehidupan.

    Apakah layak menjadi kekasih Tuhan,
    apabila menghindari dengan sengaja cobaan Tuhan.

    Apakah kita telah parnipurna pada saat bersembunyi di menara-menara doa,
    hanya bertasbih pada Tuhan, tanpa melihat dan berusaha mengubah realitas kehidupan?

    Manusia akan mencapai derajat tertinggi pada saat dia mampu menghadapi semua cobaan yang diberikan Tuhan,
    pada saat manusia mampu mengarungi bahtera lautan luas dan menemukan kembali dataran luas,
    sebagai awal kehidupan baru.
    Dia harus mendapat banyak tantangan dan hambatan, baru layak mendapatkan Kasih Tuhan.
    Seorang yang tamak harta, akan dicoba dengan jutaan kesempatan untuk melakukan korupsi.
    ....... Mampukah dia menghadapi?
    Seorang yang takut kehilangan harta, akan dicoba dengan jutaan kemungkinan untuk kehilangan harta.
    ....... Mampukan dia menghadapi?

    Seorang yang terlalu cinta dunia, akan dicoba dengan jutaan cobaan, yang membuatnya makin menikmati dunia, hingga lupa Sang illahi.
    ....... Mampukah dia menghadapi?

    Seorang yang terlampau mengikuti nafsu seksual, akan dicoba dengan wanita demi wanita yang rela berhubungan dengannya.
    Mampukah dia menolaknya?

    Seorang yang haus akan kekuasan, akan dicoba dengan jutaan impian tentang nikmatnya menjadi penguasa.
    Mampukah dia menetapi takdirnya
    ....... dan jutaan kemungkinan hidup lainnya.



    Inilah kehidupan, inilah spiritual sejati. Inilah hakekat tertinggi dari makrifat.
    Hidup di dunia menjalani sebaik-baiknya, dengan tetap berlandaskan keimanan dan keyakinan kepada cinta kasih Ilahi.

    Tuhan mencintai mahluknya, bukan karena dia sempurna, melainkan karena dia begitu rapuh dan lemahnya, tak berdaya, selalu berbuat salah dan khilaf.
    Namun, manusia mempunyai kemampuan untuk memperbaikinya menjadi sesuatu yang lebih baik, meningkat kedekatannya dengan Sangi Ilahi.

    Inilah realitas, inilah spiritual.
    Satu sisi, hanya satu sisi namun bermakna milyaran kemungkinan.
    Setiap pilihan membawa kita kepada pilihan lain.

    Saat ini kita telah memilih, untuk menjadi hambaNya
    yang mengakui dan menjadi Saksi KekuasaanNya.

    Mampukah kita bertahan ditengah gempuran realitas.
    }

    BalasHapus
  2. Melesat, mengapung, menerjang, menempuh jalan realitas dengan menggunakan kekuatan dua sayap spiritual, sayap iman dan sayap takwa.
    Menjadi manusia normal, manusia biasa, manusia yang sangat biasa dan melakukan kegiatan biasa yang tidak ada bedanya lagi.



    Kembali sebuah cuplikan dari tulisan seseorang terdekatku untuk mengingatkanku

    {........
    Kemudian manusia saling berlomba..
    memaknai setiap rahsa dalam angannya..
    maka ketika itu...
    ............
    Manusia akan sedih kehilangan senang..
    atau manusia senang kehilangan sedih..
    senang dan sedih menempati persepsinya dalam jiwa..
    sedih menghampiri maka senang dilupa..
    senang menghampiri sedih menjadi tak ada..
    wajah sedih..
    wajah senang..
    tidak pernah dalam satu tampilan..
    ........
    untuk itukah manusia tahu jati diri..?
    senang tak bisa dimaknai ketika sedih tak ada..
    sedih tak mampu diresapinya sebagai kesedihan
    ketika tidak pernah merasakan adanya senang..
    .......................
    Manusia mampu memaknai semua itu..
    ketika manusia pernah merasakan kedua rasa itu
    sedih dan senang..
    hanyalah kata pengungkap rahsa..
    namun hakekatnya apa..?.
    ...................
    Arus listrik mampu menyalakan water heater
    hingga mendidihkan maka air menjadi panas sekali
    Arus listrik juga mampu menggetarkan freon
    hingga membekukan maka air menjadi dingin sekali..
    apakah listrik kepanasan
    ataukah listrik menjadi kedinginan..?
    siapakah yang kepanasan
    siapakah yang kedinginan
    ...........
    panas dan dingin juga hanyalah kata
    pengungkap rahsa
    namun hakekatnya apa..?
    .................
    ketika manusia mengambil range
    sebuah interval sebuah nilai pada persepsinya
    bagaimana dia mempersepsikan sedihnya
    juga bagaimana dia mempersespsikan senangnya..
    dan jika nilai itu berjarak terlalu jauh..
    sebetulnya itulah yang menyiksanya..
    ......
    Tuhan tidak pernah menyiksa hamba-hambanya..
    namun manusialah yang senantiasa menyiksa dirinya sendiri..
    ...................
    menetapkan nilai pada persepsi kesadaran dirinya..
    dan kesadaran kolektif..
    atas kedua persepsi sedih dan senang
    panas dan dingin..
    siang dan malam..
    sebuah dualitas alam semesta..
    menjadi under estimate dan over estimate..
    jauh dari kehendak Tuhan sendiri..
    .............
    maka Tuhan adalah Esa..
    maha suci dari semua itu..
    maha suci dari persepsi itu..
    panas dan dingin..
    sedih dan senang..
    dalam skenario Tuhan..
    hanyalah sebuah rahsa dalam methode pengajaran manusia..
    agar mereka menyerah pasrah kepada Dzat yang Maha Esa..
    Dzat yang Satu bukan dualitas
    apalagi pantheisme..
    .......................
    maka manusia harus menuju kepada NYA..
    dalam satu rahsa..
    karena DIA tidak menerima dualitas
    karena dia tidak mau di DUA kan..
    karena DIA tidak menerima manusia yang masih terhijab dalam dualitasnya
    dalam kesyirikannya..
    pada rahsa-rahsa itu..
    .....................
    Maka mulailah masuki
    keimanan sang Ruh..keimanan sirr..
    dalam martabat ke tujuh...
    yang sudah tidak mengenal dualitas rahsa..
    yang tidak mengenal ke syirikan..
    apalagi thogut..
    }

    Dengan langkah tegap, dada tengadah, penuh kepastian, penuh keyakinan, dalam semangat, dalam tekad, dalam niat.
    Satu kata dengan perbuatan, kulangkahkan kaki menempuh jalan realitas. Tak ada lagi kata mundur. Tak ada ingatan untuk itu.
    Seperti puisi lama: "Sekali berarti sesudah itu mati".
    Memandang dengan mata dan melihat dengan hati.
    Berfikir dengan akal dan memutuskan dengan nurani
    Yang bergantung sepenuhnya kepada Sang Pemilik hidup ini, Allah. Tuhan semesta alam.

    Sebuah jalan kehidupan dalam realitas, rutinitas kehidupan sehari-hari.
    Selangkah demi selangkah, membaca apa kehendak Sang Pencipta, melaksanakan seluruh kehendakNya tanpa persepsi.
    Perjalanan yang sebenarnya justru baru dimulai. Selama ini hanyalah persiapan untuk menempuh perjalanan, bukan akhir perjalanan. Betapapun panjang perjalanan, berapapun jauh perjalanan, harus dimulai dari satu langkah pertama. Maka langkah awal sudah dimulai.

    Marilah kita semua bersama-sama berjalan, menapaki seluruh permukaan bumi, melihat tanda-tanda kebesaranNya. Menjadi saksi atas keberadaanNya. Melihat bukti keagunganNya

    BalasHapus
  3. Asslmkm wrwb...
    kidung alam saudaraQ

    Klo khabar itu benar dari utara pulau jawa...berarti berawal dari tempatQ ini...
    Sudi kiranya kau mengabarkan kpdQ...duhai saudaraQ...

    Slm kasih&sejahtera kidung alam saudaraQ...

    BalasHapus
  4. jam berapa dimulainya?

    BalasHapus
  5. Saudaraku Sabranglor...
    Demikianlah bahasa simbol dan lambang terserah dimaknai apa saja.

    Sebelah utara?... sebelah utara yang mana? Pulau apa?. Kota apa..
    utaranya selatan ataukah utaranya barat?
    di utara masih ada utara lagi...
    kepenyaanNyalaha utara dan selatan..barat dan timur


    sabranglor atau seberang utara biasanya diartikan seberang utara laut jawa
    tapi apakah ini kepastian?...
    Bolehkah orang mengartikan yang lain
    sabranglor sumatra atau sabranglor sulawesi?.

    Lambang tetap lambang
    silahkan dimaknai sendiri

    realitas adalah apa yang ada dalam keyakinan diri
    sekali itu ada, maka tak ada keraguan lagi

    mari kita bertanya kepada diri sendiri
    karena di dalam diri ada yang tahu dan sadar
    dengan melihat tanda alam
    dengan kesatuan akal, hati dan ruh dalam keseimbangan alam

    salam sejahtera

    BalasHapus
  6. Kidung alam saudaraQ
    Terima ksh atas khabarnya...
    Insya allah akan Q renungi kata2mu...

    Slm kasih&sejahtera

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali