Kisah Spiritual, Mencari Jejak Kelahiran Dyah Pitaloka



Lingga Manik apakah nama itu bermakna ?. Mas Thole menggeleng tak pasti. Sepertinya dia pernah mendengar nama itu, dimasa antah barantah. Nama yang tak asing saja, sebuah nama dimasa masih kuatnya dimensi kesaktian disana. Nama yang melambangkan sebuah kedigdayaan manusia yang sempat berjaya. Sayangnya Mas Thole tak mampu menemukan pijakan realitasnya disana. Maka ketika sosok dihadapannya menyodorkan nama tersebut, Mas Thole menjawab ragu. “Ya, nama tersebut tiba-tiba sering masuk dalam kilasan dihatinya bahkan melalui mimpi-mimpinya”. Sosok wanita diatas umur 35 tahunan tersebut berusaha menjelaskan kepada Mas Thole.   “Ada lagi sebuah nama, yaitu Retno Dumilah, siapakah dia “.  Katanya di dalam dirinya juga sering ada lintasan nama tersebut. Sungguh itu membingungkannya. Belum lagi, ada yang menyebut dirinya Dyah Pitaloka. Dia tidak mengerti itu. Dan sosok itu terus saja bercerita kepada Mas Thole yang duduk di depannya di sebuah rumah yang cukup besar. Satu kursi panjang dan 2 kursi biasa, ada sebuah TV dan Tape model  lama, sedikit berdebu. Ya sebagaimana rumah-rumah lainnya, wajar saja keadaannya. 

Keberangkatannya kemarin ini ke Bandung (5/10) telah membawa langkahnya, hingga  sampailah dia di rumah seorang yang diduga adalah Dyah Pitaloka. Suatu hal yang kebetulan nampaknya. Dia ada urusan ke Bandung, maka sekalian saja dalam kesempatan tersebut dia mencuri waktu untuk bisa bertemu sosok wanita yang dalam minggu belakangan ini berlintasan dalam kesadaran Mas Thole. Dia ingin membuktikan kebenaran, sosok yang menurut beberapa orang tua adalah Dyah Pitaloka. Minggu yang lalu dia sempat gagal. Keluar tol Koppo Mas Thole harus melanjutkan dengan angkutan kota menuju lokasi rumahnya. Sebab rombongannya akan terus melanjutkan ke tempat tujuan. Mas Thole pamit tidak bisa mengikuti, maka dia turun ditengah jalan. dia berjanji akan menyusul kesana jika urusannya sudah selesai. Dia lebih memilih untuk bertemu dengan sosok Dyah Pitaloka itu. Maka selewat tol Kopo dia turun, dan melanjutan perjalannya sendirian. Suasana panas mulai terasa, namun secara perlahan mulai nampak gugusan awan menutupi sepanjng perjalanan Mas Thole, membuat langkahnya rasanya agak teduh saja. Terpaksa dia harus berganti 4 angkutan kota, sebab mencari taksi sungguh sulit dari sana.   Setelah menanyakan kesana kemari, dan sempat salah jalan akhirnya Mas Thole berhasil menemukan lokasinya. Di tempat yang ditunjukkan Mas Thole harus menunggu.Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Mas Thole dijemput. 

Rumahnya agak masuk ke dalam gang, sehingga cukup menyulitkan jika tidak dihantar, waktunya memang tidak terlalu banyak hanya 2 jam waktu yang dipunya Mas Thole untuk berada disana. Selanjutnya dia harus menyusul rekan-rekan nya. Karena itulah Mas Thole tidak terlalu banyak basa-basi, menanyakan khabar seperlunya saja. Selanjutnya Mas Thole memasuki alam kesadaran mencoba mencari jejak-jejak masa lalu dalam diri sosok yang tengah bercerita di hadapannya. Diceritakan olehnya, bagaimana kehidupannya itu. Kehidupan realitas raga terkini yang sama jalan kisahnya, sebagaimana yang dialami para kesatria lainnya. Selalu ada saja rahsa, sesuatu yang mendorognya dari dalam. Kekuatan terlalu kuat untuk dibendung. Mas Thole merasa begitu. Sehingga akibatnya dia hidup dalam 'aliensi'. Begitulah keadaan dirinya. Mendengar kisahnya Mas Thole hanya menghela nafas. 

Sebagaimana sudah dikisahkan perihal Dyah Pitaloka dimuka.Bagaimana niat dirinya saat akan dikawinkan dengan Hayam Wuruk, niat Dyah Pitaloka yang salah. Dia tidak berniat karena Allah dalam melakukan perkawianannya itu yang dianggap adalah sebuah perjuangannya itu. Inilah yang tertangkap alam. Hal itu diakui kejadian sama dnegan raga terkini. Dalam kehidupan nyata dia juga melakukan kesalahan yang sama dengan pasangan hidupnya. Ada lintasan-lintasan yang bukan karena Allah saat dirinya melangsungkan pernikahan, dalam anggapannya dengan pernikahan tersebut dia akan dapat menyelamatkan nyawa manusia. Padahal sesungguhnya hanya Allah lah yang dapat menyelamatkan nyawa manusia. Maka ketika manusia mencoba mengambil alih hak Allah, keresahan di jiwalah adanya. Alam kemudian akan merespon niat yang salah ini, dia akan dikembalikan untuk kemudian diajarkan kembali atas niatnya itu. Dia akan ditunjukan diajarkan, bahwa niat dirinya itu  salah. Lihatlah bagaimana kemudian hasilnya. Perang Bubat, perang kesadaran yang terus akan melibas peradaban anak cucu Pajajaran setelahnya. 

Allah yang memiliki kehendak, Allah yang memegang nyawa setiap hamba-Nya. Maka janganlah bertindak melampui batas. Menganggap dan mengaku-aku mampu dan bisa menyelamatkan ribuan nyawa manusia. Begitulah pengajaran yang dialami raga terkini Dyah Pitaloka. Realitas kehidupannya menjadi porak poranda sebab gamangnya jiwa telah menguasai. Begitu hebatnya deraan rahsa itu, karenanya dia sering memilih tempat-tempat sepi. Berjalan kesana kemari berusaha mencari jawaban. Dan tentu saja keadaan itu akan dinilai aneh bagi lingkungan sekitarnya. Mungkin saja dia dianggap ‘gila’ bahkan orang terdekatnya sampai tega mengatakan bahwa dirinya adalah ‘setan’. Astagfirulloh hal aziem. Itulah salah satu alasan  yang menyebabkan pendamping hidupnya meninggalkannya. Ada rasa perih membesut jiwa Mas Thole, akan selalu begini akhir cerita orang-orang masa lalu. Tertatih-tatih menghadapi takdirnya sendiri.  Sungguh sulit jiwa memahami bahwa apapun yang menimpa mereka adalah bentuk pengajaran Allah. Agar kita tidak melakukan kesalahan berulang dan berulang lagi.

Jika kita tidak mampu menamatkan pengajaran ini maka, mungkin saja kita harus mengulang pembelajaran di kelahiran berikutnya. Kalau kita tidak naik kelas, kita diwajibkan untuk mengulang bukan ?. Bukankah itu suatu siksa. Jangan beranggapan proses reinkarnasi adalah sesuatu yang mudah. Banyak siksaan disana, bagaimana kesakitan memasuki lorong waktu. Sayang banyak yang tidak mengerti ini. Banyak hijab kesadaran kolektif yang menyebabkan mereka tidak akan pernah mampu menerima keadaan dirinya. Maka siksa di jiwalah yang mereka dapati sepanjang kehidupannya. Anugrah yang diberikan Tuhan, kesempatan kedua kehidupan tak banyak membawa perubahan, nyatanya hanya membawa musibah bagi jiwa dan raganya. Bagaimana Mas Thole tidak bersedih mendapati keadaan saudara-saudaranya ini. Tidakkah mereka mengerti, bagaimana saat di lorong waktu mereka memohon kepada Tuhannya untuk dilahirkan sekali lagi, dan akan berbuat baik. Sebagaimana apa yang dikhabarkan KAMI.

Sehingga ketika kematian itu menjemput salah seorang dari mereka, ia berkata, ‘Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia, aku berharap akan berbuat amal saleh yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak, itu hanyalah ucapan kosong belaka.’” (QS. Al-Mu’minun: 99-100)

Bukankah terbukti sekarang ini, bagaimana ketika kita mengatakan hal seperti itu. Berjanji jika kita dikembalikan ke dunia kita akan berbuat amal sholeh. Namun apaakah faktanya ?. Saat kemudian kita benar-benar dilahirkan dan dihidupkan kembali. Sama saja bukan ?. Hanya omong kosongbelaka. Kita benar-benar telah lupa jika kita pernah mengatakan hal itu kepada Tuhan kita. Tidakkah ayat ini berkata kepada kita ?. Lihatlah bagaimana kita sekarang ini ?. Tidak ada yang kita lakukan, selain hanya meratap, nelangsa, dan selalu menyalahkan Tuhan atas takdir yang menimpa diri kita. Berada di raga terkini, yang manusia biasa saja. Benar, kita tidak akan pernah mampu mengingat janji itu. Realitas kehidupan yang dihadapan dirinya terasa lebih nyata. Sekali lagi, kita lupa dan benar-benar telah lupa pernah meminta kepada Tuhan dengan doa itu saat kita masih dipersimpangan. Maka dituliskan oleh Al qur an apa yang kita katakan, untuk pembelajaran agar kita selalu ingat. Tapi nyatanya apa ?. Bahkan al qur an hanya dianggap dongengan belaka.

Sekali lagi, kita selalu hanya berada dalam anggapan saja. Apa yang kita janjikan pada saat kita meminta dihidupkan kembali, untuk beriman dan beramal shaleh hanya ucapan kosong belaka. Kita abaikan janji kita sendiri, apakah KAMI akan membiarkan saja ?. Tidakkah sekarang kita dapati keadaan diri kita yang hanyalah rasa  sesak dan nelangsa di jiwa.  Itulah keadaan jiwa kita. Tidak hanya Dyah Pitaloka, semua kesatria akan  mengalami keadaan itu, kecuali mereka yang mampu berserah diri dalam totalitas kepada Tuhannya. Senantiasa dalam ruang ampunan memohon perlindungannya dnegan kasih sayang-Nya.Maka untuk itulah kisah ini diulang dan diulang lagi.

He eh..Kesadaran Mas Thole terus saja menjelajah, mencoba memahami apa yang dirasakan sosok dihadapannya. Berulang kali sosok yang diduga adalah Dyah Pitaloka, berkata kepada Mas Thole bahwa dadanya sesak, saat berhadapan dengan Mas Thole, rasanya mual dan mau muntah, pening kepala sepanjang mereka berbincang-bincang. Hal yang belum pernah dialaminya manakala dirinya berhadapan dengan tokoh paranormal dan kyai manapun. Sungguh aneh katanya. Mas Thole hanya sedikit menjelaskan, orang-orang masa lalu akan mengalami keadaan seperti itu jika bersinggungan energy. Bahkan jika ada kesadaran rendah disana maka jarak ratusan meter sudah akan mual dan muntah. Banyak yang tidak berani datang ke rumah Mas Thole karena memang badan akan terasa berat sekali. Makhluk yang berada di dalam raga akan menolak dengan kerasnya jika akan tempat Mas Thole. Entah mengapa makhluk-makhluk tersebut akan berusaha sekuat tenaganya untuk mencegah raga yang ditepatinya ke rumah Mas Thole. Hal itupun dibenarkan leh sosok Dyah Pitaloka, sebab dia pernah mengalami itu, saat sudah berencana bahkan sudah menaiki bus akan berangkat ke rumah Mas Thole, tiba-tiba ada yang menahannya, sehingga dia urung dan balik pulang. 

Mas Thole tidak mengerti mengapanya. Banyak yang mengalami sakit kepala, mual dan muntah-muntah sebelum masuk ke kompleks perumahan Mas Thole. Jika akal tidak memaksakan diri, banyak diantara mereka yang akan balik jalan tidak berani berhadapan dengan Mas Thole. Mas Thole kadang juga tidak mengerti, kenapa bisa begitu. Hanya saja memang jika mereka makluk tersebut berada di jalan Allah, akan biasa saja, tidak masalah memasuki komplek rumah Mas Thole. Mas Thole memang tidak pernah menanggapi hal itu, bagi dirinya itu hanya pengajaran Allah atas hamba Nya saja, tidak lebih.  

Saat bincang-bincang berlangsung, datanglah rekan raga terkini yang diduga Dyah Pitaloka, dia ingin menyaksikan prosesi. Katanya dia masih ada keturunan dari Kasultanan Cirebon. Kakeknya adalah juru kunci disana.  Dia memang mewarisi kesaktian kakeknya. Banyak kejadian aneh yang dialaminya. Sayangnya jiwanya selalu resah saja. Padahal dia sudah melakukan ritual dan lain sebagainya. Kemampuannya untuk melihat sosok ghaib memang bisa diandalkan. Mungkin itulah salah satu ilmu keturunan yang dimiliki keluarganya. Seorang lelaki kisaran  28 tahunan, katanya ingin sekalian belajar. Mas Thole mengingatkan hakekat kehidupan. Mas Thole tidak mengajarkan ilmu, Mas Thole hanya mengajak kepada saudara-sadauranya agar mampu menjadi manusia biasa. Manusia yang mampu menetapi takdir-takdir yang sudah digariskan Allah. Bukan ilmu yang kita butuhkan, namun hanya rahmat Allah. Jika kita memiliki ilmu maka ilmu tersebut akan menjadi hijab kita kepada Allah. Kita kan ter’cover’ oleh ilmu kita sendiri. Itulah yang dialami oleh para pembesar negeri, para penguasa, dan para kaum cerdik pandai.

Ilmu akan membuat kita menjadi merasa bisa, kesombonganlah jadinya. Ketika kita merasa bisa, maka kita selanjutnya akan mengajari Tuhan. Kita akan mengatur-ataur Allah. Kita tidak mampu menerima keadaan diri atau takdir kita. Itulah yang dkjhawatirkan Mas Thole. Maka yang diajarkan mas Thole hanya berserah saja. Sebaiknya kita belajar melalui kehidupan nyata. Manusia harus belajar bagaimana dia hidup melalui sekelilingnya. Mas Thole tidak mengajarkan ilmu, namun sekedar hanya menunjukan bagaimana kita belajar. Belajar menjadi manusia biasa yang biasa yang manusiawi saja. Yaitu manusia yang hanya menggantungkan hidupnya hanya kepada Allah semata. Sehingga dia akan mampu dengan mantap mengucapkan, “Sholatku, ibaahku, hidup dan matiku hanya untukl Allah” dengan benar. Jika ingin belajar ilmu maka urungkan saja niatnya. Begitulah Mas Thole berpesan kepada lelaki tersebut.

Prosespun berlangsung dalam waktu yang hanya sebentar, seperti biasa Mas Thole mohon kepada Allah untuk menunjukan hakekat jatidiri manusia. Perlahan dalam kesadaran Mas Thole sosok didepannya sudah berubah menjadi sosok wanita uamur 30 an dari masa lalu, perawakan yang bidang untuk ukuran wanita. Setelah mengucapkan salam, dia memperkenalkan dirinya sebagai Lingga Manik. Nama ini rupanya yang masuk ke alam bawah sadar, tokoh yang tidak dikenal dalam sejarah. Namun Mas Thole serasa kenal. Jika di dunia pewayangan berupa cupu, yang disebut Cupu Linggga Manik. Di dalam cupu ini tersimpan seorang dewi yang sering disebut sebagai Dewi Sri atau Dewi Padi. Cupu Lingga Manik kepunyaan raja ular yang bernama Astagina. Apakah kesadaran yang dihadapan Mas Thole ini dari dimensi para dewa ?.  Sempat Mas Thole berfikir kearah sana. Energi yang dirasakan memang terasa beda sekali. Bukan energy jin, bukan pula kodam. Namun mengapakah seperti menunjukan sifat bermusuhan dengan Mas Thole. Apalagi setelah mereka bersalaman. Hingga tanpa disadari pemuda yang menyaksikan kejadian itu mundur beberapa langkan ke belakang. Pemuda itu melihat wanita  yang mengaku Lingga Manik tersebut akan menyerang Mas Thole, wajah demikian marahnya. Sementara dia melihat sosok Mas Thole tenang saja, sudah berganti rupa mengenakan mahkota para raja dengan wajah dan aura yang agung sekali.

Mas Thole memang sengaja membombardir dengan perkatanan-perkataan yang sengaja menusuk relung hatinya. Pilihan kata-katanyapun sudah diaturnya. Dia seperti menyalahkan sosok tersebut yang tidak bisa membawa diri. Sehingga kehidupan raga terkininya porak poranda. Ego dirinya yang harus dituruti menyebabkan raga terkininya menjadi aneh saja. Keanehan-keanehan yang tak biasa, yang sulit diterima logika normal itulah yang menyebabkan friksi dengan orang-orang sekitar, terutama adalah pasangan hidup mereka, yang langsung merasakannya. Dari mulai benda-benda ghaib hingga kejadian aneh lainnya. Selalu saja orang-orang masa lalu akan bermasalah dengan ini, menjadi ironi bagi  pasangan hidup mereka. Belum lagi sebab mereka tidak mampu menerima keadaan pasangan raga terkininya. Betapa tidak ?. Dahulunya mereka para putri raja dan juga para raja-raja berkuasa, maka ketika dlahirkan di raga biasa, mereka tidak bias menerima keadaan. Inginnya selalu marah saja terhadap atas takdir dirinyan. Pergolakan jiwa yang terakumulasi inilah yang menyebabkan lemah kondisi jiwa mereka. Sehingga Mas Thole selalu mengatakan, “Anugrah yang besar kesaktian dan kekuatan, megapakah hanya menjadi musibah bagi orang-orang masalalu’. Kekuatan dan kemampuannya menjadi sia-sia yang mereka rasakan hanya gundah gulana saja. Sayang sungguh sayang sekali.

Keadaan Mas Thole tetap tenang, kemarahan Lingga Manik seakan tidak mengusiknya, kata-katanya terus menghujam ke dalam sanubari. Tangan Lingga Manik sudah mengepal, seluruh kekuatannya sudah berpindah di telapak tangannya, keadaannya sudah siap menerjang Mas Thole. Dan Mas Thole tetap berkata-kata seakan tidak peduli bahaya yang mengincar di depannya. Sebelum berangkat ke Bandung ini, memang Mas Thole sudah bertekad jika keberangkatannya adalah kehendak Allah, maka itu adalah jihadnya. Sehari sebelumnya sudah dirasakan pertempuran itu  hawa awan panas sejak pagi hari jumat kemarin sudah menyesak dada Mas Thole, hingga dia tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya. Keadaan itu berlangsung sampai malam hingga menjelang pagi. Nyaris saja dia membatalkan perjalanannya, ada lintasan hati yang berkata agar dia urungkan perjalannya. Setelah sholat 4 rokaat dan dilanjutkan sholat subuh, hawa itu berhasil dikeluarkannya. Keluarnya hawa tersebut sungguh menyakitkan, sepertinya rongga dadanya terbakar dan perih sekali, ada cairan semacam air raksa yang keluar dari lambung dan rongga dadanya. Sakit sangat sangat sakit sekali. Namun Mas Thole menguatkan dirinya untuk tetap melanjutkan perjalanannya. Sehinggaa saat Ratu Sima menelpon dirinya memastikan keberangkatannya, keadaan Mas Thole masih lemah sekali, maka dia menjawab seperlunya saja. Bahawa saat itu dia sedang dalam perjalanan kesana.


Apakah dia benar Dyah Pitaloka ?. Masih belum bisa dipastikan dengan waktu yang singkat itu. Namun sepertinya Mas Thole mendapatkan gambaran bahwa sosok tersebut yang menyebut Lingga Manik masih ada hubungan dengan Lingga Buana, ayahanda dari Dyah Pitaloka. Apakah dia adalah sosok pelindung Dyah Pitaloka ?. Mungkin saja, sebab aura yang ditampilkan selalu saja aura perang, itulah yang tertangkap di wajah raga terkini, sehingga dia banyak dijauhi, orang merasa takut bila berdekatan dengan raga terkininya. Hawa kemarahan yang selalu tereksplor keluar. Terasa  kebenciannya dengan Majapahit masih sangat kuat sekali terasanya. Mas Thole sadar bahwa dirinya adalah orang Majapahit maka pantas saja kalau Lingga Manik akan memusuhi dirinya. Darah Mas Thole lebih banyak mengalir Majapahit, walau sesungguhnya dia adalah anak keturunan Airlangga dari Sunda Galuh juga. Namun darah raga terkininya yang masih keturunan Brawjiya rupanya sangat kental padanya. Jelas Lingga manik menganggap dia musuhnya. Hmm.. pantas saja kelau begitu marahnnya dirinya saat dieksplorasi. Dan dia menampilkan wajah permusuhan pada Mas Thole. Dianggapnya antara Pajajaran dan Majapahit. Sungguh permusuhan dua negara itu masih sangat kental di alam kesadaran. Namun Mas Thole bertekad  untuk mengakhiri permusuhan yang tidak perlu ini. Tidak ada Majapaht tidak ada Pajajaran yang ada adalah Nuantara Baru, itulah tekad Mas Thole dalam perjalanan spiritualnya, mecari jejak-jejak kesadaran orang-orang masa lalu yang masih akan terus  terlahir di raga terkini. Semoga dia dikuatkan untuk menjalani semua itu. Semoga ya rabb.

wolohualam

Komentar

  1. kidung alamOktober 06, 2013

    Sungguh menyedihkan mendengar kisah seperti ini berulang dan berulang lagi...
    Sekian banyak 'orang masa lalu' yg tidak mampu hidup dalam realitas raga sekarang ini..
    Mereka akan dianggap aneh.. tidak normal
    Bisa jadi gila atau di atas normal
    Padahal mereka semua menginginkan
    Mampu hidup secara normal
    Dicintai dan mencintai layaknya orang lain..
    ...
    Mereka bisa saja melepaskan diri
    Yaitu dengan seratus persen memasuki
    Alam materi.. tdk memiliki hati atau rasa
    Tidak berspiritual atau memasuki jiwa
    Namun sekali saja mereka menggunakan perasaan..
    Jatuh cinta?.. patah hati...benci...kecewa
    Atau sedih..atau suka cita berlebihan
    Yg melibatkan perasaan maka
    Pendamping atau penitis masa lalu
    Akan mengambil alih kemudi raga
    Sekali kemudi ini mereka pegang
    Maka semakin remuk rasanya jiwa
    Karena mereka adalah pengemudi handal
    Atas raga yg hebat di masa lalu
    Sedangkan raga terkini tak terlatih
    Maka yg terjadi adalah rasa demi rasa
    Yg tak menentu
    Rasa yg sulit dijelaskan
    Rasa yg sulit dimengerti
    Seolah penuh ketidakpuasan akan takdir..
    ..
    Semakin lama semakin terpuruk..
    Syukur mereka bertemu rekan seperjalanan
    Yg memahami jati diri mereka
    Sehingga mereka mampu rela ..puas..ridho
    Atas raga mereka saat ini..

    Semoga..
    Doaku menyertai..
    Semoga Tuhan memberi kemudahan
    Memberikan rahmatNya


    Kidung alam

    BalasHapus
  2. Dear buat penulis diblog ini...trims buat semua cerita orang masa lalunya..its incredible...wow..boleh ga request please teruslah menulis...krn aq sangat suka sejarah...tiap hari saya coba blog ini untuk membaca kisah kalian....great great story

    BalasHapus
  3. klo yg dicari sampe gak ketemu gmn tu? apa ada efek sampingnya !!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali