Ruang Inersia dalam Tasawuf (1)


Pengantar ; Sebagaimana penjelasan dimuka, maka tulisan-tulisan berikut nanti akan lebih kepada bentuk kajian-kajian. Semoga tidak mengurangi bobot, makna yang ingin disampaikan. Sebab dalam pemahaman kami, ghaib dan realitas adalah satu keadaannya.  Salam


Menyoal Fenomena Paradoks

Mengapakah manusia tidak pernah merasa sukses ?. Mengapakah hati manusia sulit sekali merasa bahagia ?.  Mengapakah rumput di halaman tetangga terlihat  lebih hijau dari rumput di halaman kita sendiri ?. Seperti apakah sesungguhnya manusia yang bisa dikatakan sukses ?. Seperti apakah bahagia itu ?. Pertanyaan demi pertanyaan akan mengalir satu demi satu, bagi hantaman meteor yang memasuki atsmofer bumi. Pertanyaan yang tentu saja tidak akan pernah betrhenti, sampai kita tertidur dan mati. Pertanyaan itu menyeruak begitu saja, mempertanyakan kepada siapa saja, kepada rumput yang bergoyang, kepada ranting yang berpatahan, kepada langit yang terluka, kepada buih laut di samudra, dan masih banyak lagi, entah kepada siapa lagi, jiwa akan bertanya. Dan pada akhir kelelahannya, jiwa akan terduduk,  dalam diam nelangsanya, selanjutnya jiwa dengan lirih  akan mengalirkan hujatan kepada Tuhan. Mengapakah dirinya harus diciptakan dimuka bumi ini ?.

Itulah fenomena manusia yang tengah dalam kedukaan, liputan rahsa tidak suka, atas apa saja yang dimilikinya. Walau sesungguhnya jika kita kaji dengan jernih, mungkin saja dia hanya karena disebabkan satu kata yang melukai hatinya, atau dia  kena PHK, atau saja dia sedang patah hatinya. Satu masalah saja, menimpa kita manusia, kita akan tersungkur dan menghiba. Inilah ironi manusia. Sebab itulah dikatakan sesungguhnya manusia lemah. Amat sangat lemah. Disisi paradoks satunya, wajah manusia akan begitu perkasa tampilannya. Saat suka tiba, dia berbangga-bangga dan hura-hura, mengaku perkasa dan serba bisa. Sebab biasanya dikala itu, apa saja yang direncanakannya terjadi dengan sangat mudahnya. Mau itu tinggal bilang, mau ini tinggal bilang, mau apa saja seakan dengan mudahnya dia dapatkan. Semua rencananya, semua perkataannya, semua keyakinannya terjadi begitu saja. Bahkan mungkin tanpa sempai dia berfikir panjang lagi.  Blam..blam…!. Semua terjadi..luar biasa kemampuan dirinya. Mau mobil sudah ada, mau jabatan tinggal minta, mau wanita tersedia, bahkan datang sendirinya. Perkataannya selalu didengar dimana-mana. Dia dipuja bagai raja layaknya. Siapakah yang tidak menjadi jumawa karenanya ?.

Fenomena ini begitu natural sekali. Tidak ada satu rekayasa disana. Manusia yang sedang mengalami duka akan begitu keadaannya, dan manusia yang sedang mengalami suka, juga akan begitu keadaannya pula. Tidak ada yang salah diantara mereka semua. Sebab hukum-hukum alam akan bekerja demikian. Manusia yang sedang mendapatkan duka, merasa wajar saja dia menghujat Tuhan. Lhah…bagaimana tidak, dia kan tidak minta dilahirkan. Jangan salahkan dia dong !. Siapakah yang menghadirkan dirinya di muka bumi coba ?. Hiks. Begitu selalu pembelaan dirinya. Sama saja keadaan manusia yang sedang dalam suka, dirinya merasa wajar saja jikalau dia jumawa. Lhah..siapakah yang berusaha sehingga dia mendapatkan itu semua. Adakah yang membantunya ?. Dia bekerja dengan kemampuan dirinya sendiri. Adakah yang salah ?.  Apakah masalahnya dengan jumawa ?. Dia bangun pagi, bekerja lebih keras dari lainnya. Dia pakai kepala di kaki, kaki di kepala. Pendek kata seluruh kemampuan dia gunakan untuk mencari harta dunia. Maka wajar saja, jika dirinya merasa bahwa itu adalah berkat usahanya. Lantas apa masalahnya lagi, dan mengapa agama selalu meributkan itu ?. Begitu mungkin kata hatinya.

Kembali menyoal paradoks, hukum-hukum yang berlaku dialam semesta, sungguh bagi jiwa manusia akan terasa efek paradoksnya. Perhatikan khabar dari agama-agama besar dimuka bumi ini. Bagi manusia yang sedang bersuka dan jumawa, selalu dihantam dengan ancaman-ancaman agar dirinya tidak terus dalam keadaan ‘ego’ nya itu. Begitu juga bagi orang yang sedang ber duka, sama saja. Dia juga diancam agar tidak menuruti kata hatinya, yang terus menghujat siapa saja. Apalagi menyalahkan ibunya yang sudah melahirkannya. Atau menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada dirinya. Kedua keadaan itu sama saja, akan dilarang oleh agama. Masih banyak sekali contoh yang membuat diri kita merenung. Manusia diminta untuk mengikuti syariat-syariat agama. Dengan mengerjakan seluruh syariat yang dianjurkan agama dimaksudkan agar jiwa menjadi suci. Maka salahkah manakala seseorang yang terus dengan giat mengejarkan ritual syariat kemudian mendapatkan rahsa diri, lebih suci dari lainnya ?. Hukumnya adalah manakala kita melakukan ritual syariat lebih dari manusia lainnya, maka dia akan merasa lebih baik dari yang lainnya. Seseorang yang berlatih terus menerus bukankah wajar saja jika dia juaranya ?. Itulah hukum-hukum alam yang berlaku di semesta ini. Namun anehnya, agama melarang dengan keras orang-orang yang merasa lebih suci. Yaitu  jumawa dengan kesuciannya. Agama sangat   melarang keras keadan seperti ini. Ternyata merasa menjadi juara dalam hal ini juga tidak diperbolehkan agama.

Bagaimana manusia tidak pusing dibuatnya. Maunya agama itu apa ?. Maju kena, mundurpun tidak boleh. Bagaimana tidak, anak-anak kita suruh sholat, bahkan wajib kita pukul manakala mereka tidak mau sholat. Namun manakala dia sudah rajin sholat, bahkan seluruh waktunya sudah digunakannya untuk sholat. Datang lagi informasi bahwa , “Celakalah orang yang sholat !” (QS. Al Maun ; 4). Blam..blam…!. Hiks..!. Kita kemudian terhenyak, akankah sia-sia saja yang kita lakukan ?. Meskipun kemudian dibelakangnya ada keterangan ayat penjelas yang dimaksudkan. Jiwa manusia kadang tidak merasa penting dengan penjelasan tersebut. Mereka hanya memahami apa yang mereka anggap penting saja. Manakala sedang semangat-semangatnya sholat, terus dibenturkan dengan khabar itu. Maka loyo lagi semangatnya itu. “Masa Bodohlah”, katanya. Jiwa akan berkerja demikian. Perhatikan manakala kita sedang semangat-semangatnya, tiba-tiba ada yang menegur dan mengkritik atas apa yang kita lakukan. Perhatikan bagaimana akal kita akan berusaha membela diri dengan hebatnya. Belum lagi rahsa yang menyesak,  mangkel sekali. Rahsa gondok yang sampai menyentuh ubun-ubun. “Kalau saja kutu yang ngomong, sudah tak pites !”, begitulah pikirannya. Sayangnya lagi, memang kutu tidak bisa ngomong, jadi perasaan mangkel itu akan terus dibawanya, menjadi referensi bagi kesadarannya.

Baiklah, sejenak kita luruhkan terlebih dahulu. Memasuki kajian paradoks, sungguh akan membuat diri kita terpontang-panting dan terbanting-banting. Kita akan memasuki kajian ini melalui dua jalur yaitu secara scientis dan spiritual. Kita akan melihat dimanakah titik pertemuan pemahaman ini. Hukum-hukum paradoks akan selalu menyoal hukum dimensi ruang dan waktu. Konsep kerangka acuan inersia baik dari Isaac Newton maupun dari Enstien akan saling melengkapi penjelasannya nanti. Dimanakah titik persamaan dan perbedaan cara pandang, antara spiritual dan scientis juga akan kita ketemukan. Kedua kubu ini sebenarnya tengah bersama-sama menjelaskan hukum-hukum Tuhan yang berlaku di alam semesta ini. Jika kita jeli memperhatikan bagaimana sang pengamat (ilmuwan) semisal Isaac Newton, maka kita akan dapatkan kesamaan cara pandang dan metodologi dengan para spiritualis. Isaac Newton ternyata mengikuti metodologi Nabi Ibrahim dalam melakukan pengamatan. Begitu juga Einsten dan para ilmuwan lainnya. Hanya yang membedakan adalah ruang lingkup pengamatannya saja. Jika Nabi Ibrahim melakukan pengamatan hukum-hukum alam semesta sampai kepada titik untuk menemukan Tuhan, sementara para ilmuwan banyak yang berhenti ditengah jalan. Sehingga para Ilmuwan hanya menemukan hukum-hukum yang berlaku parsial saja. Namun hakekatnya mereka sama, sedang mengamati kekuasaan Tuhan. Jika diteruskan ruang lingkup pengamatan maka yakinlah para pengamat akan menemukan Tuhan sebagaimana Nabi Ibrahim.

Sebelum kita memasuki kajian , banyak pemahman yang harus disampaikan, sebab kita akan menyamakan persepsi terlebih dahulu, atas konsep-konsep yang kita gunakan. Perlu diinformasikan, kajian mula buka kesadaran, akan difokuskan pembahasannya terlebih dahulu berikut hukum-hukum yang bekerja di alam semesta ini. Dimanakah posisi pengamatan, dan dimanakah keberadaan objek yang diamati. Kita kan memasuki konsepsi ruang dan waktu, serta juga dimensinya. Pemahaman ini   akan banyak sekali mendominasidi awal kajian kita kali ini. Dan semua akan bersinggungan dengan theory-theory fisika advance. Disinilah mengapa untuk menjelaskan fenomena paradoks itu sangat sulit sekali. Tapi baiklah kita coba saja, kita belajar sebagaimana Nabi Ibrahim, sampai kepada keadaan menemukan Tuhan ;

Posisi sang Pengamat

Tubuh manusia dilengkapi dengan indera-indera perasa yang membuat kita dapat merasakan berbagai fenomena-fenomena yang diasosiasikan dengan massa (besaran fisika). Seseorang dapat mengamati suatu objek untuk menentukan ukurannya, mengangkatnya untuk merasakan beratnya, dan mendorongnya untuk merasakan gaya gesek inersia benda tersebut. Penginderaan ini merupakan bagian dari pemahaman kita mengenai massa, namun tiada satupun yang secara penuh dapat mewakili konsep abstrak massa. Konsep abstrak bukanlah berasal dari penginderaan, melainkan berasal dari gabungan berbagai pengalaman manusia. Disinilah ruang lingkup akal manusia. Akal manusia akan bisa menerima apabila sudah ada pengalaman empiris. Oleh karena itu akal membutuhkan pembuktian-pembuktian. Jika kejadian dapat dibuktikan dengan pembuktian yang berulang, dan ternyata akan selalu sama. Maka akal akan menerimanya sebagai kebenaran.

Konsep modern massa diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727) dalam penjelasan gravitasi dan inersia yang dikembangkannya. Sebelumnya, berbagai fenomena gravitasi dan inersia dipandang sebagai dua hal yang berbeda dan tidak berhubungan. Namun, Isaac Newton menggabungkan fenomena-fenomena ini dan berargumen bahwa kesemuaan fenomena ini disebabkan oleh adanya keberadaan massa. Menjadi pertanyaan kita sekarang ini. Konsep massa yang diusung Newton dan para ilmuwan, bukankah konsep dan sama halnya dengan konsepsi ‘ghaib’ yang diusung para spiritualis. Massa adalah sebuah konsep abstrak, demikian halnya konsep-konsep abstrak lainnya. Namun disini konsep massa nyatanya bisa diterima oleh para ilmuwan. Dimanakah perbedaannya, dengan konsep ruh, jiwa, dan lain-lainnya yang diusung spiritualis. Setiap benda menurut para spiritualis memiliki ‘jatidiri’.  Sekarang bagian manakah yang akan kita amati dari suatu benda. Posisi dan keadaan objek yang diamati inilah yang kemudian menjadikan banyak paham, dan banyak ilmu pengetahuan, merangkai kerangka theoritis mereka. Kerangka yang akan bisa dimenegrti oleh bahasa verbal manusia. Masalahnya adalah bagaimanakah jika bahasa ini tidak selalu sama pemahamannya ? Maka perhatikan satu saja objek kajian perihal massa saja, akan banyak sekali  yang tidak kita mengerti bukan ?. Massa adalah konsep abstrak, yang kita rangkai sehingga membentuk suatu imajinasi. Kita sekarang sama-sama sednag membicarakan bingkai 'imajinasi' manusia, dari sudut yang berbeda. Bukankah sama saja dengan merangkai ghaib. Para scientis ternyata tetap menggunakan konsep-konsep abstrak yang sesungguhnya telah  memasuki ranah keghaiban.

Kembali kita akan menyoal ruang lingkupnya. Sebab hal ini penting sekali untuk menyamakan bagian manakah yang akan kita amati, dan posisi dimanakah sang pengamat itu sendiri. Perbedaan ini sangat mendasar sekali. Jika kita salah maka hasilnya juga salah. Namun jika kita satu keadaan, maka siapapun pengamatnya baik itu scientis maupun spiritualis akan mendapatkan pemahaman yang sama, atas konsepsi abstrak ini. Konsep massa bagi spiritualis dan scientis adalah sama-sama menjelaskan objek yang sama, dari sudurt yang berbeda saja. Maka memahami massa dan juga konsep inersia, sedikit demi sedikit akan membantu kita untuk menemukan siapakah sang Pengamat yang ada dalam tubuh kita ini. Kerangka acuan inersia, akan menjelaskan mengapakan jiwa manusia mengalami keadaan yang begitu nelangsa, begitu terpontang-panting. Pemahaman inersia adalah pondasi awal bagi kita untuk selanjutnya, akan menghantarkan kepada kita hakekat siapakah sang Pengamat. Siapakah jatidiri mansuia itu sendiri. Mari kita ikuti terus, dimanakah titik temu yang menjelaskan antara scientis dengan spiritualis. Duh, betapa rumitnya ini !?. Maka sudah dapat dibayangkan,  menjelaskan siapakah 'AKU', dengan cara apa saja baik dari scientific mapun dari spiritualis, begitu keadaannya. Karenanya akhirnya kita akan kembali berserah, semua itu adalah hidayah dari-Nya. Kita hanya berusaha menyiapkan diri untuk menyongsong hidayah tersebut. Oleh karenanya kajian ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang sedang mencari jalan Tuhan. Semoga

Konsep massa dan inersia nanti akan membawa kepada kita kepada konsepsi ruang dan waktu, kita akan memasuki dari sudut ini, agar mendapatkan pijakan untuk masuk kesana.

Rahsanya di bagian ini, sampai disini ssaja dahulu, akan dilanjutkan di tulisan kedua..


salam 

Komentar

  1. sungguh menarik.. salam perkenalan..

    kalau boleh tau, kisah tentang mas dikonthole dalam spiritual ke tanah pajajaran apakah benar adanya?

    terima kasih.
    salam

    BalasHapus
  2. Mula NoviadiOktober 28, 2013

    menarik sekali artikel2 yang anda buat...

    terutama tentang perjalanan mas dikonthole, kisah pajajaran, apakah ini perjalanan ini benar adanya?

    salam perkenalan.

    terima kasih

    BalasHapus
  3. Apa yang disajikan dalam kisah adalah benar adanya, merupakan rangkaian kisah nyata. Perjalanan yang dikisahkan oleh pelakunya sendiri dan para saksi. Kisah tersebut dihentikan, sebab banyak para pembaca yang terkena radiasi energi para pelaku. Sehingga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dihentikan untuk sementara waktu.

    Demikian

    salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mula NoviadiOktober 29, 2013

      dimanakah mas thole, skg ini berada?

      Hapus
    2. Sedang mempersiapkan perjalanan ke barat jilid 2

      salam

      Hapus
  4. Mula NoviadiOktober 29, 2013

    andaikan bisa bertemu untuy..



    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali