Kisah Misteri Ruang dan Waktu, Hakekat Alam Dunia Paradoks


“Tuhan Dua Timur dan Tuhan Dua Barat.” (Qs.55. Al-Rahmaan: 17). Berita adanya dua timur dan dua barat, seperti ini menjadi sebuah misteri. Itulah dunia paradoks. Dimana di dalam ruang dan waktu bumi yang sama terdapat paradoks-paradoks dari normalitas. Banyak saksi yang mengalami keadaan ini. Namun banyak juga yang skeptis. Menganggap bahwa paradoksal adalah isapan jempol belaka. Tidak kurang Ilmu pengetahuan terus berusaha, dan senantiasa mencoba menguak kebenaran berita ini. Marilah kita renungkan, di ruang dan waktu bumi ada dua timur dan dua barat. Bagaimana menjelaskannya ?.

Dunia paradosk tanpa kita sadari, sesungguhnya sudah memasuki alam kesadaran manusia dimana keadaan inilah yang menyusun dimensi-dimensi dalam alam kesadaran, sehingga bermunculan mitologi, legenda, dan hikayat dalam kesadaran manusia. Legenda para dewa adalah salah satunya.  Belum lagi kisah-kisah tokoh-tokoh pewayangan, yang diyakini oleh sebagian orang sebagai sesuatu yang pernah ada. Tokoh-tokoh pewayangan semisal semar diyakini benar-benar ada sampai sekarang ini.  Marilah kita coba kuak keberadaan dunia paradoks, dan untuk apa kepentingannya sehingga al qur an menyebutkan dimensi paradoks ini.

======

Mula buka kesadaran. Dari sini akan  dihantarkan kembali sebuah khabar menyoal misteri ruang dan waktu. Dunia yang paradoksal, adalah dimensi dunia paralel.  Dunia yang akan selalu menjadi perdebatan seluruh umat manusia, dimanapun dia berada, bahkan dilintas peradaban. Banyak sekali keyakinan yang bercampur disana, sehingga membuat kita semua ‘kepuyengan’ memahaminya. Tidak sedikit ulama, para cerdik pandai, dan juga para spiritualis mencoba mengungkap hakekat keadaannya.  Tidak jarang baku hantam terjadi antara masing-masing kubu. Jutaan jiwa manusia melayang sia-sia demi keyakinan atas dunia paradoksini.  Alam kesadaran diharuskan berhadapan dengan dua keadaan, realitas dan ilusi (ghaib). Pada saat kita menghadap ke barat, sesungguhnya kita sedang menghadap ke Timur. Dan juga sebaliknya pada saat kita menghadap ke Timur sesungguhnya kita sedang menghadap ke Barat. Dimanakah ruang dan waktu ?.

Dalam tulisan yang pertama sudah dihantarkan pemahaman ‘jatidiri’ manusia, yang sesungguhnya berada dalam dimensi ‘ruhani’. Artinya sesungguhnya manusia tidaklah terpengaruh ruang dan waktu. Dengan kata lainnya, dimensi ruang dan waktu bumi, sesungguhnya tidak bermakna bagi makhluk ‘ruhani’. Maka pada saat raganya sednag menghadap ke Timur, sesungguhnya di alam sana dia tidak menghadap ke Timur sebagaimana raganya. Dua arah mata angin ini menjadi paradoks, bagi kesadaran yangmengamati kedua entitas ini. Hal ini kita rasakan, jika kita mengamati ketubuhan kita, sejak dari kecil hingga dewasa. Anehnya, kita tahu bahwa yang mengamati itu tidak terpengaruh atas waktu yang berjalan. Si pengamat tetap dalam keadaannya, ya seperti itu saja. Itulah Aku yang mengamati. Kesadaranlah yang mengamati fenomena dua Timur dan dua Barat. Karenanya dnegan pemahamannya ini, dia tidak dibingungkan, di ruang dan waktu manakan dirinya berpijak.m Inilah mengpa di khabarkan bahwa dunia sesungguhnya paradoks. Paradoks bagi siapa ?. Bagi sang Pengamat, yaitu kesadarn diri kita. Sampai disini menjadi jelas keadaan yang ingin disampaikan al qur an. Mari kita masuki keadaan realitas di dunia materi.

=====
Misteri keberadaan dunia akherat, selalu diperdebatkan. Bagi yang meyakininya akan rela mempertahankan apa saja untuk mengkhabarkan ini. Bagi yang tidak meyakininya juga berusaha mati-matin mempertahankan diri dari informasi model begini. Alam kesadaran kemudian mengambil kutubnya, yaitu kutub dunia dan kutub akherat. Kutub materialis dan kutub spiritualis. Orang yang meyakini dunia akherat, mengembangkan banyak asumsi, dan juga praduga yang berdasarkan dari khabar orang-orang terdahulu. Khabar dari mulut ke mulut yang entah dari mana muasalnya, silih berganti melintasi. Khabar akan hukuman dan siksa disana, itulah khabar adanya dunia gelap disana. Di dunia sana juga tersebar khabar adanya sisi sebaliknya, yaitu dunia terang, dimana keindahan menjadi pemandangan keseharian. Banyak bidadari dan makanan yang melimpah ruah setiap harinya. Mmebuat diri ‘melayang’ membayangkan keadaan disana. Keadaan yang terbayang sebagaimana dunia ilusi, dunia dongengan. Maka bagi yang menyukai dunia ini, romansa dan nuansanya membawa dirinya terbang,  akan terbayang banyak keindahannya itu. Kita sadar sekarang, bahwasanya alam kesadaran kita  di bombardir atas informasi dua kutub yang bertentangan ini, yaitu nikmat dan siksa. Dunia dan akherat. Surga dan neraka.

Manakah sesungguhnya yang realitas apakah dunia atau kah akherat ?. Kita hidup di dunia ini, kita merasakan semuanya sangat nyata, semua rahsa begitu hebatnya, semua yang tampak dimata begitu meyakinkannya, mustahil jika dunia ini adalah ilusi saja ?. Begitu mungkin kita akan menyergah. Namun mengapakah para orang-orang sholeh, para nabi, para wali-wali Allah senantiasa mengkhabarkan bahwasanya alam dunia ini hanyalah ilusi semata. Bahkan Syekh Siti Jenar dengan meyakinkan mengatakan bahwasanya dunia ini adalah alam kematian. Artinya alam di dunia ini adalah alam dimana kesadaran manusia sedang mati. Kesadaran manusia tidak mampu melihat dengan benar, hakekat sebenarnya dunia ini. Dengan kata lain Syekh Siti Jenar ingin mengatakan bahwa dunia yang kita tinggali adalah ilusi juga. Siapakah sesungguhnya yang akan kita percaya, pengamatan kita ataukah hasil pengamatan para nabi ?. Disinilah kita kemudian dibenturkan dualitas lagi, yaitu realitas dan ilusi atau persepsi kiita.

Begitulah dunia paradoks, alam kesadaran adalah alam paradoks. Dunia ini adalah dunia yang paralel dimana ghaib dan realitas, ilusi dan kenyataan adalah satu kesatuan. Hidup dan mati adalah satu keadaan. Semua sangat tergantung kesukaan kita saja. Semua tergantung atas prasangka kita saja. So what gitu lhoh..!. Prasangka kitalah yang akan meyebabkan semua tercipta sebagaimana yang kita prasangkakan saja. Begitulah dunia bekerja dengan paradoks. Mau dibilang ilusi nanti kesadaran akan bekerja membantah dan memberikan bukti-bukti lainnya atas realitas alam ini. Ber prasangka sebaliknya bahwa dunia adalah real, begitu juga keadaannya. Kesadaran akan bekerja paradoks, akan semakin ditunjukan bahwa dunia adalah ilusi. Maka mau dibilang apa saja dunia ini ya monggo. Prasangka kita tidak akan merubah apa-apa. Keadaan dunia ini tetap akan sebagaimana adanya. Sebab selama kita masih di dunia ini berlaku hukum-Nya, yaitu ketetapan yang mendahului. Bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang diberikan kebebasan sesuka-suka dirinya, mau beranggapan apa saja silahkan monggo saja. Manusia bebas bertingkah polah semaunya, selama didunia ini.

Kembali perlu diingatkan bahwa, semua itu  hanya sebatas dalam prasangkaan dirinya saja. Sesungguhnya kita tidak merubah apa-apa. Dan yakinlah bahwa  sesungguhnya kita jugalah yang merubah segala sesuatunya. Kejadian sering begitu, apa yang kita pikirkan benar-benar terjadi. Maka kitalah yang merubah menjadi seperti itu. So..what ?. Inilah  paradoks. Jiwa mampu menciptakan apa saja dalam ilusinya. Ilusi yang tercipta jiwa akan menjadi realitas yang mampu kita rasakan. Namun jiwa sendiri tidak merasa telah melakukan itu. Semua akan terbolak-balik terus, membingungkan sekali. Disinilah kita sednag dibingungkan oleh permaianan ruang dan waktu. Kesadaran kita tidak akan mampu berada di dua ruang sekaligus. Kesadaran kita mampu dimasa lalu, tidak terpengaruh waktu. Namun kesadaran akan mengalami ‘jetlag’ jika berpindah ruang. Semua memory nya akan hilang, manakala dia melintasi ruang. Inilah yang biasa terjadi. Hanya Kresna dalam cerita pewayangan yang memeiliki kemampuan melintasi ruang dan waktu. Atau Rosululloh, yang mampu melintas ruang dan waktu, namun memeorynya masih tetap ada dan utuh.

Hidup adalam dunia paradoks akan seperti itu keadaannya. Kesadaran kita akan sering mengalami turbulensi. Karenanya kita sering sulit membedakan mana ilusi dan mana yang realitas. Kita tidak akan percaya bila dikatakan bahwa akherat lah dunia real yang sesungguhnya. SUngguh kita tidak akan mungkin percaya, jika kita tidak mengalami senbdiri keadaannya.  Manusia diberikan kebebasan seluas-luasnya memilih keadaan dirinya itu, mau hidup di realitas ataukah ilusi.  Ruang manakah yang akan menjadi pijakan manusia, dunia manakah yang realitas dan dunia manakah yang ilusi. Inilah yang terpenting. Pijakan ini akan menjadi sebuah acuan bagi kesadaran. Kesadaran akan kebingungan jika tidak memeiliki pijakan awal dan akhir. Dimuka sudah dijelaskan bahwa jika tidak ada titik awal dan akhir tidak akan ada kecepatan. Jika tidak ada kecepatan maka tidak aka nada apa-apa disana. Kesadaranpun dengan sendirinya akan hilang.

 Inilah yang ingin disampaikan al qur an, mengapakah kita perlu membuat pijakan ruang dan waktu bagi diri kita, makhluk ruhani (manusia). Begitulah yang dilakukan Syekh Siti Jenar. Penentuan ini sangat penting bagi pijakan dan langkah selanjutnya. Kesadaran kita akan mengamali turbulensi apabila kita salah dalam meletakkan pijakan ruang dan waktu. Mari kita tentukan apakah akherat yang ilusi ataukah dunia yang ilusi ?. Ingat sudah banyak sekali scientific yang berteori bahwa dunia ini hanyalah sebentuk hologram raksasa. Kita di dunia ini tidak nyata. Nah, sudah ada dua pendapat baik dari ilmuwan maupun dari spiritualis yang menyatakan bahwa dunia adalah ilusi. Pentingkah kita tahu itu ?. Lhah..ya penting sekali. Bagi kita umat Islam pemahaman ini sangat diutamakan. Lihat saja di al qur an semua menyoal dunia akherat yang sangat nyata. Bahkan jika kita tidak percaya alam akherat nyata, kita akan dihukumi dengan neraka. Sayangnya apa yang kita lihat dan apa yang kita rasakan tidak dapat berdusta, bumi  dan segala problematika lebih real keadaannya. Nah lhoh..!.

Sekali lagi, mengapakah pijakan ruang dan waktu penting. Sebab mekanisme bekerjanya kesadaran kita memang memerlukan pijakan ruang dan waktu. Kita memerlukan pemahaman manakah yang timur dan manakah yang barat. Ada dua timur dan dua barat. Manakah yang real ?. Itulah pertanyaan al qur an yang harus di jawab. Jika kesadaran kita dibiarkan lepas meliar tidak ada ujungnya, maka kita akan kehilangan kesadaran kita sendiri, alias kita jadi ‘turbulensi’ alis kesadaran kita telah mati.  Diulas dimuka, Syeks Siti Jenar menggunakan alam akherat sebagai pijakan awal dalam kesadarannya sebagai sebuah keyakinan dan dia yakin harus kembali ke alam asalnya di akherat. Ruang waktu akherat bagi Syekh Siti Jenar adalah dunia yang realitas, sementara bumi adalah alam kematiannya. Maka dia punya pijakan dan punya tujuan untuk pulang. Bagaimana dengan kita ?. Inilah problematika kita masing-masing. Jika kita tidak pedulipun juga tidak mengapa menyoal paradoks ini. Namun jiwa kita tidak mungkin kita tipu. Jika kita salah menetapkan mana yang realitas, maka jiwa kita akan selalu gelisah. Sebab arah RUH kita tidak benar. Barat dan Timur kita masih salah. Manakah kiblat kita ?. Kiblat adalah pijakan ruang dan waktu, agar kesadaran kita tetap ada disana, tidak hilang.

Baiklah kita terus ulas saja. Kita beranggapan bahwa dunia lebih real, sebab hasil pengamatan seluruh indra kita merasakan itu. Kalau begitu apakah tidak kita lakukan test saja atas ‘measurement system’ yang kita gunakan dalam melakukan pengamatan. Untuk membuktikan bahwa  alat-alat yang kita gunakan untuk melakukan pengmatan sudah benar adanya. Seperti mata, telinga, rahsa, dan lain sebagainya. Apakah pengamatan kita benar dalam hal ini. APakah sample yang kita amatai sudha mewakili ?. Apakah dari segi jumlah juga mencukupi ?. Dalam metodologi science dikenal tekkhnik sampling. Jika kita salah menentukan design nya, maka akan salahlah hasil pengamatan kita. Dalam stastitik dikenal ada dua type kesalahan pengamatan. Yaitu kesalahan model  Type α yaitu kesalahan yang dilakukan pengamat yang menganggap bahwa  ada perbedaan atas hasil pengamatan dengan populasinya. Padahal sebenarnya tidak ada perbedaan. Type β yaitu kesalahan yang menganggap ada perbedaan. Padahal kenyataannya tidak ada perbedaan antara hasil pengamatn dengan kenyataan realitas sebenarnya. Dengan hipotesa Ho ; pengamatan kita sama dengan kenyataan. Melawan Ha ; hasil pengamatan kita tidak sama dengan kenyataan.

Artinya bahwa jika dia menerima pernyataan yang menduga bahwa dunia itu nyata sehingga kesimpulannya  ada perbedaan dengan fakta realiats keadaan yang sesungguhnya kenyataannya adalah ilusi. Maka dia melakukan kesalahan type pertama. Sebab  dia telah salah menganggap ada perbedaan padahal kenyataan sesungguhnya adalah tidak ada perbedaan.Model kesalahan kedua adalah, jika pengamat menganggap tidak ada perbedaan, artinya bahwa dunia itu sama-sama nyata, baik dalam pengamatan dirinya ataupun dalam kenyataan sebenarnya. Padahal kenyataan sebenarnya dunia itu ilusi. Inilah kesalahan type kedua. Kedua kesalahan inilah yang menjadikan sebab mengapa pengamatan akhirnya tidak berdaya guna. Karenanya kita harus terus melakukan pengamatan dengan memperbanyak sample kehidupan. Hal inilah yang seharusnya dilakukan oleh seorang observer, scientis, melakukan pengamatan terus menerus, sehingga hasil pengamatannya konstan.

Begitulah yang dilakkan bapak para nabi Ibrahim as. Memang tidaklah dikisahkan namun sesungguhnya tak terhitung banyaknya dia melakukan pengamatan terhadap bulan, bintang , matahari, dan seluruh alam semesta ini. Sampai kepada kesimpulan pengamatan yang benar. Sehingga dia tidak melakukan kesalahan type pertama dan kedua lagi. Karenanya keyakinannya menjadi utuh. Bahwa semua yang diamatinya adlah ilusi belaka, ada Dzat yang mengadakan semua itu. Ada yang menciptakan keadaan hingga begitu. Dengan cara itulah Nabi Ibrahim membuktikan keberadaan Tuhan, degan observasi dia lam kesadarannya dan dibandingkan dengan apa-apa yang dia lihat dnegan indranya. Pengamatan demi pengamatan, kenalilah diri, dan lain sebagainya nanti disana kita akan mengenal adanya Tuhan. Kita akan diajari hakekat dan makna atas Trinitas.

Meaknisme kesadaran inilah yang sesungguhnya akan menjadi hijab dalam diir kita saat melakukan pengamatan. Marilah kita uji saja, agar menjadi jelas keadaannya. Dalam keseharian kita tentunya pernah naik bus, atau kereta api. Marilah kita anggap saja bahwa kita sedang naik sebuah kereta api yang sangat panjang. Di dalam keerta api tersebut banyak penumpang di dalamnya. Sebut saja kereta kita A. Disamping kita juga sudah bersiap akan melaju kereta B yang juga sama panjangnya. Suasana disamping kana kiri kita kosong tanpa ada benda lain satupun. Jadi hanya ada kereta A dan kereta B. Perhatikan, kita akan diam sebagai pengamat. Kereta B tiba-tiba bergerak dengan perlahan. Nah, bagaimanakah pengamatan kita ?. Kita akan merasa bahwa kereta A yang kita tumpangilah yang bergerak. Seluruh orang yang berada di dalam kereta A akan berasumsi bahwa kereta A lah yang bergerak. Ketika semua orang disitu secara kolektif mengatakan hal yang sama. Maka ini akan menjadi sebuah keyakinan. (Ket ; Kereta itu adalah ilustrasi saja untuk analogi ruang dan waktu. Sesungguhnya kita sedang berada di dlaam ruang dan waktu bumi, sebagaimana kita berada di dalam kabin kereta).

 Bayangkan jika khabar ini terus diturunkan sampai ke anak cucu yang tidak berada disitu. Anak cucu akan semakin percaya lagi, bahkan akan semakin diberikan bumbu-bumbu penyedap cerita. Kita menganggap benar pengamatan kita padahal sesungguhnya salah. Inilah kesalah tyoe α. Kita sering membuat kesalahan ini dalam keyakinan kita. Maka al qur an selalu membantah anggapan orang-orang yang hanya meyakini keyakinan yang secara turun temurun saja. Lakukanlah pengamatan sendiri kata al qur an. Salah dan benar, itu lain soal. Namun adakah yang salah ?. Rasanya tidak, sebab meerka yang di dalam kereta sudah berusaha melakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh. Bagi mereka yang di dalam kereta yang sudah melakukan pengamatan, itulah bagian mereka. Yang salah adalah manakala kita yang mendengar informasi tersebut tidak melakuan pengamatan sendiri, untuk mendapatkan keyakinan yang benar. Inilah sebuah pesan.

Kita lakukan sekali lagi pengamatan. Kita anggap bahwa saat kita menaiki kereta, sebenarnya kita sedang berada diatas ruang dan waktu. Kita akan tambah satu kereta lagi yaitu kereta C. Kenyataannya adlaah kereta C yang bergerak. Marilah kita uji orang-orang yang berada di  kereta B. Kita tanya kepada mereka, kereta manakah yang bergerak. Maka orang-orang yang di kereta B akan dengan yakin mengatakan bahwa kereta B lah yang sedang  bergerak. Bagaimanakah ini ?. Orang di kereta A mengatakan kereta A yang bergerak, sementara orang yang di kereta B mengatakan bahwa kereta B lah yang bergerak. Mereka sama-sama yakin bahwa keretanya sendirilah yang bergerak. Mereka semua dalam keyakinannya sendiri-sendiri. Bahkan mereka rela baku hantam untuk membela keyakinan ini. Adakah yang salah ?. Sepertinya tidak !. Perhatikanlah, masing-masing orang berada di dalam ruang kesadaran , dibatasi oleh ruang kabin kereta. Inilah yang menyebabkan masing-masing yakin dengan pengamatannya. Batas ruang kesadaran inilah yang disebutkan sebgaai hijab. Hijab ini perlu agar orang-orang yang di dalam kereta tidak terlempar keluar. Ruang kesadaran inilah yang menjaga semua orang yang ada dalam ruang kabin kereta.

Cerita terus bergulir, orang yang di kereta A tidak terima ketika disalahkan dan orang yang dikerta B juga tidak terima jika disalahkan, mereka akhirnya baku hantam, siang dan malam. Kebetulan datanglah seseorang yang kebetulan menyaksikan perdebatan tersebut, dia berada diluar ruang kesadaran kereta A dan juga kereta B. Dia berusaha mengatakan hal yang sebenarnya bahwa kereta C lah yang bererak. Nyatanya orang tersebut justru menjadi musuh mereka berdua. Maka ramailah mereka memusuhi orang tersebut. Semisal itulah yang terjadi pada alam kesadaran mansuia. Sebagaimana dikisahkan di al qur an, pertikaian mereka itu. “Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka; (QS. 36:13). (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian kami kuatkan dengan (utusan) ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu". (QS. 36:14)

Semisal itulah perdebatan dunia dan akherat. Ada sekelompok orang yang percaya kepada akherat namun sebatas angan saja, sebagaimana ilustrasi kereta A dan B tadi, mereka hanya dalam anggapannya saja perihal surga dan neraka. Banyak diantara mereka  beranggapan bahwa akherat milik mereka saja, yang sengaja dibuatkan untuk kelompok mereka sendiri.  Pada kelompok-kelompok inilah para utusan diturunkan. Yaitu orang-orang yang berada dalam ilusi. Dan senantiasa mereka mengolok-olok para utusan, walaupun sesungguhnya mereka juga ber Tuhan Allah sebagaimana para utusan, tersebut, namun mereka dalam hijab angan dan akal pikiran yang disebut prasangka mereka. "Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka"". (QS. 36:15).  Banyak korban sudah dari masing-masing pihak. Baku hantam sampai melintas peradaban, sampailah ke anak generasi antah barantah. Allah sudah menurunkan utusan yang pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya, untuk meyakinkan kutub kutub tersebut. Bahwa pertikaian mereka sesungguhnya tidak berguna, mereka semua akan berada dalam anggapan mereka. Kecuali Allah sendiri dan para rosul yang memahami hakekat keadaan manakah yang realitas dan manakah yang ilusi. Sebagaimana ilustrasi dua kereta tadi. Namun mereka semua malah memusuhi utusan-utusan yang memberikan kebenaran. Keadaan akan selalu begitu.

Sungguh kesedihan ini terus merajai istana hati, betapa banyak saudara kita yang terus saja mengikuti anggapan dan tata cara peribadatan mereka sendiri. Padahal sudah banya tuntunan para nabi, perihal ini. Nabi Ibrahim as, dengan rasionalitasnya berusaha mengajarkan bagaimana seharusnya akal manusia digunakan. Nabi Musa bagaimana rasioanalitas di kedepankan, Nabi Isa bagaimana kita ber kasih sayang, dan lain sebagainya. Yang kesemuanya mengajarkan kepada kita. Hakekat keadaan bahwa sesungguhnya manusia tidak akan mampu mencapai semua itu tanpa rhamat dan kasih sayang-Nya. Maka carilah ridho Allah saja. Demikian ditunjukkan kepada kesadaran manusia. bagaimana kesadaran mampu memaknai semua perguliran,pergerakan, lkecepata, dan menjadi yakin atas sebuah makna realitas dan ghiab. Sesungguhnya Allah lebih real dari apapun yangada dimuka bumi ini. Inilah pengamatan yang benar. Perhatikanlah selanjutnya pernyataan lainnya menyoal ini;

 "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (QS.6;32)


Begitulah alam paradoks. Bumi adalah mati, bumi adalah ilusi, hanya karena berkat kekuasaan Allah maka bumi hidup. Agar kesadaran manusia mampu meraskan bahwa mereka juga hidup. Hidup untutk selanjutnya menyempurnakan kesadaran dirinya. Disinilah titik masuk yang terpenting menyoal realitas dan ilusi. Apappun keadaannya adalah kehendak-Nya, berkat kekuasaannya. Bumi menjadi real atas kekuasaan-Nya, dan bumi juga hanya sebatas ilusi juga sebab kekuasaan-Nya. Semua sangat tergantung kepada disisi ruang manakah pijakan kesadaran manusia. Jika manusia yakin bahwa dia pasti mati. Maka tidakkah terbesrsit bahwa dia masih memeiliki alam lainnya, hidup seduah matinya. Namun pertanyaannya adalah alam kematian seperti apakah ?. Ingat, dunia adalah paradoks, manakah alam kehidupan dan manakah alam kematian yang sesungguhnya. Disinilah manusia akan diuji keimanan dan keyakinan dirinya. wolohualm

Mas Thole menceritakan pemahamannya disini, masih akan terus digulirkan, sebagai pembelajaran kita semuanya, dalam nenetapi keadaan takdir-takdir manusia.

salam

Komentar

  1. Bissmillahirrohmanirrohim
    Allahumma subro khamaltahu qubro
    Alalladzina amanu walladzina yu'minuna kama khamaltahu alal kafirin

    Slm kasih&sejahtera

    BalasHapus
  2. Terima kasih..tapi aq msh bingung @_@

    BalasHapus
  3. Terima kasih..tapi aq masih bingung @_@

    BalasHapus
  4. Perhatikan tulisan sang waktu tiga tahun yang lalu: Apakah waktu bergerak dalam blog ini.. Ataukah hanya bergeser 2 dua dalam mengupas hal yang sama?

    Selasa, 05 Oktober 2010
    MISTERI SANG WAKTU
    Sebuah kisah menarik yang sering luput dari kajian kita, akan saya coba hantarkan. Untuk Melanjutkan kembali kajian terdahulu, memasuki pemahaman mengenai sang WAKTU , dimana dahulu telah diulas dalam tulisan yang mengawali dalam tajuk ‘Membaca Sunatulloh’.

    “Berkata Sulaiman : “Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya (ratu bilqis) kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang yang berserah diri. “Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin :” Aku akan datang kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu ; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari kitab : “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana tersebut itu terletak di hadapannya, Ia-pun berkata :” Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba apakah aku bersyukur atau mengingkari nikmatNya. Dan barangsiapa bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan baransiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Mulia.”

    (QS di surat Al-Naml, 38 s/d 40 ).

    BalasHapus
  5. Tiga tahun lalu, sang waktu bergerak ataukah diam?

    Selasa, 05 Oktober 2010
    PENCIPTAAN WAKTU (BAGIAN I)
    Langit masih berkabut
    Lauh Mahfud selesai ditulis sudah. Jauh sebelum alam semesta bisa disebut. Jauh sebelum semua dimensi terbentuk. Saat itu disana, pada suatu keadaan diluar angan manusia, dimana nampak ruang dan waktu namun sejatinya juga bukan , entah apa karena belum disebut, disana ada kehendak muncul seketika. Kehendak sang Pencipta. Mencipta dari ketiadaan, dari kehampaan, dari kekosongan, entah apa namanya, sesuatu yang tiada menjadi ada. Mencipta sesuatu yang kosong menjadi isi. Mencipta sesuatu yang semu menjadi nyata. Mencipta sekehendak diri-NYA. Berikut bersama rencana-NYA. Dituliskannya dengan rinci dan terukur, aksara tanpa rupa tanpa makna, entah program atau suatu apa, pada suatu kitab Lauh Mahfud disebutnya. Begitu kejadiannya, maka seketika, semua yang kosong bergerak dengan patut, dengan percepatan yang tak berhingga, menjadi sesuatu, berkesinambungan, tak berkesudahan, dan setelahnya, kemudian kepada masing-masingnya di wahyukan urusan-urusannya. Belum tuntas, saatnya sesuatu yang sedang bergerak dengan percepatan maha dahsyatnya, mengarah pada titik kulminasinya, hingga sesuatu itu pada titik didihnya, kemudian mengalami perlambatan yang tak terkira, menjadi sesuatu lainnya sesuai rencana Tuhannya.

    Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi. silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Jawab mereka "Kami mengikuti dengan suka hati" (QS 41:11)

    BalasHapus
  6. Waktu?... coba baca di hari ini 05 Oktober 2010 di blog ini....


    Selasa, 05 Oktober 2010
    PENCIPTAAN WAKTU (BAGIAN I)
    Langit masih berkabut
    Lauh Mahfud selesai ditulis sudah. Jauh sebelum alam semesta bisa disebut. Jauh sebelum semua dimensi terbentuk. Saat itu disana, pada suatu keadaan diluar angan manusia, dimana nampak ruang dan waktu namun sejatinya juga bukan , entah apa karena belum disebut, disana ada kehendak muncul seketika. Kehendak sang Pencipta. Mencipta dari ketiadaan, dari kehampaan, dari kekosongan, entah apa namanya, sesuatu yang tiada menjadi ada. Mencipta sesuatu yang kosong menjadi isi. Mencipta sesuatu yang semu menjadi nyata. Mencipta sekehendak diri-NYA. Berikut bersama rencana-NYA. Dituliskannya dengan rinci dan terukur, aksara tanpa rupa tanpa makna, entah program atau suatu apa, pada suatu kitab Lauh Mahfud disebutnya. Begitu kejadiannya, maka seketika, semua yang kosong bergerak dengan patut, dengan percepatan yang tak berhingga, menjadi sesuatu, berkesinambungan, tak berkesudahan, dan setelahnya, kemudian kepada masing-masingnya di wahyukan urusan-urusannya. Belum tuntas, saatnya sesuatu yang sedang bergerak dengan percepatan maha dahsyatnya, mengarah pada titik kulminasinya, hingga sesuatu itu pada titik didihnya, kemudian mengalami perlambatan yang tak terkira, menjadi sesuatu lainnya sesuai rencana Tuhannya.

    BalasHapus
  7. Wah, lumayan juga nih artikel [ke-bagus-an nya]

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali