Kisah Misteri Ruang dan Waktu, Hakekat Alam Dunia Paradoks
“Tuhan Dua Timur dan Tuhan Dua Barat.” (Qs.55. Al-Rahmaan: 17).
Berita adanya dua timur dan dua barat, seperti ini menjadi sebuah misteri.
Itulah dunia paradoks. Dimana di dalam ruang dan waktu bumi yang sama terdapat
paradoks-paradoks dari normalitas. Banyak saksi yang mengalami keadaan ini.
Namun banyak juga yang skeptis. Menganggap bahwa paradoksal adalah isapan
jempol belaka. Tidak kurang Ilmu pengetahuan terus berusaha, dan senantiasa
mencoba menguak kebenaran berita ini. Marilah kita renungkan, di ruang dan
waktu bumi ada dua timur dan dua barat. Bagaimana menjelaskannya ?.
Dunia paradosk tanpa kita sadari,
sesungguhnya sudah memasuki alam kesadaran manusia dimana keadaan inilah yang
menyusun dimensi-dimensi dalam alam kesadaran, sehingga bermunculan mitologi,
legenda, dan hikayat dalam kesadaran manusia. Legenda para dewa adalah salah satunya.
Belum lagi kisah-kisah tokoh-tokoh
pewayangan, yang diyakini oleh sebagian orang sebagai sesuatu yang pernah ada.
Tokoh-tokoh pewayangan semisal semar diyakini benar-benar ada sampai sekarang
ini. Marilah kita coba kuak keberadaan
dunia paradoks, dan untuk apa kepentingannya sehingga al qur an menyebutkan
dimensi paradoks ini.
======
Mula buka kesadaran. Dari sini
akan dihantarkan kembali sebuah khabar
menyoal misteri ruang dan waktu. Dunia yang paradoksal, adalah dimensi dunia
paralel. Dunia yang akan selalu menjadi
perdebatan seluruh umat manusia, dimanapun dia berada, bahkan dilintas
peradaban. Banyak sekali keyakinan yang bercampur disana, sehingga membuat kita
semua ‘kepuyengan’ memahaminya. Tidak
sedikit ulama, para cerdik pandai, dan juga para spiritualis mencoba mengungkap
hakekat keadaannya. Tidak jarang baku
hantam terjadi antara masing-masing kubu. Jutaan jiwa manusia melayang sia-sia
demi keyakinan atas dunia paradoksini. Alam
kesadaran diharuskan berhadapan dengan dua keadaan, realitas dan ilusi (ghaib).
Pada saat kita menghadap ke barat, sesungguhnya kita sedang menghadap ke Timur.
Dan juga sebaliknya pada saat kita menghadap ke Timur sesungguhnya kita sedang
menghadap ke Barat. Dimanakah ruang dan waktu ?.
Dalam tulisan yang pertama sudah
dihantarkan pemahaman ‘jatidiri’ manusia, yang sesungguhnya berada dalam
dimensi ‘ruhani’. Artinya sesungguhnya manusia tidaklah terpengaruh ruang dan
waktu. Dengan kata lainnya, dimensi ruang dan waktu bumi, sesungguhnya tidak
bermakna bagi makhluk ‘ruhani’. Maka pada saat raganya sednag menghadap ke
Timur, sesungguhnya di alam sana dia tidak menghadap ke Timur sebagaimana
raganya. Dua arah mata angin ini menjadi paradoks, bagi kesadaran yangmengamati
kedua entitas ini. Hal ini kita rasakan, jika kita mengamati ketubuhan kita,
sejak dari kecil hingga dewasa. Anehnya, kita tahu bahwa yang mengamati itu
tidak terpengaruh atas waktu yang berjalan. Si pengamat tetap dalam keadaannya,
ya seperti itu saja. Itulah Aku yang mengamati. Kesadaranlah yang mengamati
fenomena dua Timur dan dua Barat. Karenanya dnegan pemahamannya ini, dia tidak
dibingungkan, di ruang dan waktu manakan dirinya berpijak.m Inilah mengpa di
khabarkan bahwa dunia sesungguhnya paradoks. Paradoks bagi siapa ?. Bagi sang
Pengamat, yaitu kesadarn diri kita. Sampai disini menjadi jelas keadaan yang
ingin disampaikan al qur an. Mari kita masuki keadaan realitas di dunia materi.
=====
Misteri keberadaan dunia akherat,
selalu diperdebatkan. Bagi yang meyakininya akan rela mempertahankan apa saja
untuk mengkhabarkan ini. Bagi yang tidak meyakininya juga berusaha mati-matin
mempertahankan diri dari informasi model begini. Alam kesadaran kemudian
mengambil kutubnya, yaitu kutub dunia dan kutub akherat. Kutub materialis dan
kutub spiritualis. Orang yang meyakini dunia akherat, mengembangkan banyak
asumsi, dan juga praduga yang berdasarkan dari khabar orang-orang terdahulu.
Khabar dari mulut ke mulut yang entah dari mana muasalnya, silih berganti
melintasi. Khabar akan hukuman dan siksa disana, itulah khabar adanya dunia
gelap disana. Di dunia sana juga tersebar khabar adanya sisi sebaliknya, yaitu
dunia terang, dimana keindahan menjadi pemandangan keseharian. Banyak bidadari
dan makanan yang melimpah ruah setiap harinya. Mmebuat diri ‘melayang’
membayangkan keadaan disana. Keadaan yang terbayang sebagaimana dunia ilusi,
dunia dongengan. Maka bagi yang menyukai dunia ini, romansa dan nuansanya
membawa dirinya terbang, akan terbayang
banyak keindahannya itu. Kita sadar sekarang, bahwasanya alam kesadaran kita di bombardir atas informasi dua kutub yang
bertentangan ini, yaitu nikmat dan siksa. Dunia dan akherat. Surga dan neraka.
Manakah sesungguhnya yang
realitas apakah dunia atau kah akherat ?. Kita hidup di dunia ini, kita
merasakan semuanya sangat nyata, semua rahsa begitu hebatnya, semua yang tampak
dimata begitu meyakinkannya, mustahil jika dunia ini adalah ilusi saja ?.
Begitu mungkin kita akan menyergah. Namun mengapakah para orang-orang sholeh,
para nabi, para wali-wali Allah senantiasa mengkhabarkan bahwasanya alam dunia
ini hanyalah ilusi semata. Bahkan Syekh Siti Jenar dengan meyakinkan mengatakan
bahwasanya dunia ini adalah alam kematian. Artinya alam di dunia ini adalah
alam dimana kesadaran manusia sedang mati. Kesadaran manusia tidak mampu
melihat dengan benar, hakekat sebenarnya dunia ini. Dengan kata lain Syekh Siti
Jenar ingin mengatakan bahwa dunia yang kita tinggali adalah ilusi juga.
Siapakah sesungguhnya yang akan kita percaya, pengamatan kita ataukah hasil
pengamatan para nabi ?. Disinilah kita kemudian dibenturkan dualitas lagi,
yaitu realitas dan ilusi atau persepsi kiita.
Begitulah dunia paradoks, alam
kesadaran adalah alam paradoks. Dunia ini adalah dunia yang paralel dimana
ghaib dan realitas, ilusi dan kenyataan adalah satu kesatuan. Hidup dan mati
adalah satu keadaan. Semua sangat tergantung kesukaan kita saja. Semua
tergantung atas prasangka kita saja. So what gitu lhoh..!. Prasangka kitalah
yang akan meyebabkan semua tercipta sebagaimana yang kita prasangkakan saja.
Begitulah dunia bekerja dengan paradoks. Mau dibilang ilusi nanti kesadaran
akan bekerja membantah dan memberikan bukti-bukti lainnya atas realitas alam
ini. Ber prasangka sebaliknya bahwa dunia adalah real, begitu juga keadaannya.
Kesadaran akan bekerja paradoks, akan semakin ditunjukan bahwa dunia adalah
ilusi. Maka mau dibilang apa saja dunia ini ya monggo. Prasangka kita tidak
akan merubah apa-apa. Keadaan dunia ini tetap akan sebagaimana adanya. Sebab selama
kita masih di dunia ini berlaku hukum-Nya, yaitu ketetapan yang mendahului.
Bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang diberikan kebebasan sesuka-suka
dirinya, mau beranggapan apa saja silahkan monggo saja. Manusia bebas
bertingkah polah semaunya, selama didunia ini.
Kembali perlu diingatkan bahwa,
semua itu hanya sebatas dalam
prasangkaan dirinya saja. Sesungguhnya kita tidak merubah apa-apa. Dan yakinlah
bahwa sesungguhnya kita jugalah yang
merubah segala sesuatunya. Kejadian sering begitu, apa yang kita pikirkan
benar-benar terjadi. Maka kitalah yang merubah menjadi seperti itu. So..what ?.
Inilah paradoks. Jiwa mampu menciptakan
apa saja dalam ilusinya. Ilusi yang tercipta jiwa akan menjadi realitas yang
mampu kita rasakan. Namun jiwa sendiri tidak merasa telah melakukan itu. Semua
akan terbolak-balik terus, membingungkan sekali. Disinilah kita sednag
dibingungkan oleh permaianan ruang dan waktu. Kesadaran kita tidak akan mampu
berada di dua ruang sekaligus. Kesadaran kita mampu dimasa lalu, tidak
terpengaruh waktu. Namun kesadaran akan mengalami ‘jetlag’ jika berpindah
ruang. Semua memory nya akan hilang, manakala dia melintasi ruang. Inilah yang
biasa terjadi. Hanya Kresna dalam cerita pewayangan yang memeiliki kemampuan
melintasi ruang dan waktu. Atau Rosululloh, yang mampu melintas ruang dan
waktu, namun memeorynya masih tetap ada dan utuh.
Hidup adalam dunia paradoks akan
seperti itu keadaannya. Kesadaran kita akan sering mengalami turbulensi.
Karenanya kita sering sulit membedakan mana ilusi dan mana yang realitas. Kita
tidak akan percaya bila dikatakan bahwa akherat lah dunia real yang
sesungguhnya. SUngguh kita tidak akan mungkin percaya, jika kita tidak
mengalami senbdiri keadaannya. Manusia
diberikan kebebasan seluas-luasnya memilih keadaan dirinya itu, mau hidup di
realitas ataukah ilusi. Ruang manakah
yang akan menjadi pijakan manusia, dunia manakah yang realitas dan dunia
manakah yang ilusi. Inilah yang terpenting. Pijakan ini akan menjadi sebuah
acuan bagi kesadaran. Kesadaran akan kebingungan jika tidak memeiliki pijakan
awal dan akhir. Dimuka sudah dijelaskan bahwa jika tidak ada titik awal dan
akhir tidak akan ada kecepatan. Jika tidak ada kecepatan maka tidak aka nada apa-apa
disana. Kesadaranpun dengan sendirinya akan hilang.
Inilah yang ingin disampaikan al qur an,
mengapakah kita perlu membuat pijakan ruang dan waktu bagi diri kita, makhluk
ruhani (manusia). Begitulah yang dilakukan Syekh Siti Jenar. Penentuan ini
sangat penting bagi pijakan dan langkah selanjutnya. Kesadaran kita akan
mengamali turbulensi apabila kita salah dalam meletakkan pijakan ruang dan
waktu. Mari kita tentukan apakah akherat yang ilusi ataukah dunia yang ilusi ?.
Ingat sudah banyak sekali scientific yang berteori bahwa dunia ini hanyalah
sebentuk hologram raksasa. Kita di dunia ini tidak nyata. Nah, sudah ada dua
pendapat baik dari ilmuwan maupun dari spiritualis yang menyatakan bahwa dunia
adalah ilusi. Pentingkah kita tahu itu ?. Lhah..ya penting sekali. Bagi kita
umat Islam pemahaman ini sangat diutamakan. Lihat saja di al qur an semua
menyoal dunia akherat yang sangat nyata. Bahkan jika kita tidak percaya alam
akherat nyata, kita akan dihukumi dengan neraka. Sayangnya apa yang kita lihat
dan apa yang kita rasakan tidak dapat berdusta, bumi dan segala problematika lebih real
keadaannya. Nah lhoh..!.
Sekali lagi, mengapakah pijakan
ruang dan waktu penting. Sebab mekanisme bekerjanya kesadaran kita memang
memerlukan pijakan ruang dan waktu. Kita memerlukan pemahaman manakah yang
timur dan manakah yang barat. Ada dua timur dan dua barat. Manakah yang real ?.
Itulah pertanyaan al qur an yang harus di jawab. Jika kesadaran kita dibiarkan
lepas meliar tidak ada ujungnya, maka kita akan kehilangan kesadaran kita
sendiri, alias kita jadi ‘turbulensi’ alis kesadaran kita telah mati. Diulas dimuka, Syeks Siti Jenar menggunakan
alam akherat sebagai pijakan awal dalam kesadarannya sebagai sebuah keyakinan
dan dia yakin harus kembali ke alam asalnya di akherat. Ruang waktu akherat
bagi Syekh Siti Jenar adalah dunia yang realitas, sementara bumi adalah alam
kematiannya. Maka dia punya pijakan dan punya tujuan untuk pulang. Bagaimana dengan
kita ?. Inilah problematika kita masing-masing. Jika kita tidak pedulipun juga
tidak mengapa menyoal paradoks ini. Namun jiwa kita tidak mungkin kita tipu.
Jika kita salah menetapkan mana yang realitas, maka jiwa kita akan selalu
gelisah. Sebab arah RUH kita tidak benar. Barat dan Timur kita masih salah. Manakah
kiblat kita ?. Kiblat adalah pijakan ruang dan waktu, agar kesadaran kita tetap
ada disana, tidak hilang.
Baiklah kita terus ulas saja.
Kita beranggapan bahwa dunia lebih real, sebab hasil pengamatan seluruh indra
kita merasakan itu. Kalau begitu apakah tidak kita lakukan test saja atas
‘measurement system’ yang kita gunakan dalam melakukan pengamatan. Untuk
membuktikan bahwa alat-alat yang kita
gunakan untuk melakukan pengmatan sudah benar adanya. Seperti mata, telinga,
rahsa, dan lain sebagainya. Apakah pengamatan kita benar dalam hal ini. APakah
sample yang kita amatai sudha mewakili ?. Apakah dari segi jumlah juga
mencukupi ?. Dalam metodologi science dikenal tekkhnik sampling. Jika kita
salah menentukan design nya, maka akan salahlah hasil pengamatan kita. Dalam
stastitik dikenal ada dua type kesalahan pengamatan. Yaitu kesalahan model Type α yaitu kesalahan yang dilakukan pengamat
yang menganggap bahwa ada perbedaan atas
hasil pengamatan dengan populasinya. Padahal sebenarnya tidak ada perbedaan.
Type β yaitu kesalahan yang menganggap ada perbedaan. Padahal kenyataannya
tidak ada perbedaan antara hasil pengamatn dengan kenyataan realitas
sebenarnya. Dengan hipotesa Ho ; pengamatan kita sama dengan kenyataan. Melawan
Ha ; hasil pengamatan kita tidak sama dengan kenyataan.
Artinya bahwa jika dia menerima
pernyataan yang menduga bahwa dunia itu nyata sehingga kesimpulannya ada
perbedaan dengan fakta realiats keadaan yang sesungguhnya kenyataannya adalah
ilusi. Maka dia melakukan kesalahan type pertama. Sebab dia telah salah menganggap ada perbedaan
padahal kenyataan sesungguhnya adalah tidak ada perbedaan.Model kesalahan kedua
adalah, jika pengamat menganggap tidak
ada perbedaan, artinya bahwa dunia itu sama-sama nyata, baik dalam
pengamatan dirinya ataupun dalam kenyataan sebenarnya. Padahal kenyataan
sebenarnya dunia itu ilusi. Inilah kesalahan type kedua. Kedua kesalahan inilah
yang menjadikan sebab mengapa pengamatan akhirnya tidak berdaya guna. Karenanya
kita harus terus melakukan pengamatan dengan memperbanyak sample kehidupan. Hal
inilah yang seharusnya dilakukan oleh seorang observer, scientis, melakukan
pengamatan terus menerus, sehingga hasil pengamatannya konstan.
Begitulah yang dilakkan bapak
para nabi Ibrahim as. Memang tidaklah dikisahkan namun sesungguhnya tak
terhitung banyaknya dia melakukan pengamatan terhadap bulan, bintang ,
matahari, dan seluruh alam semesta ini. Sampai kepada kesimpulan pengamatan yang
benar. Sehingga dia tidak melakukan kesalahan type pertama dan kedua lagi.
Karenanya keyakinannya menjadi utuh. Bahwa semua yang diamatinya adlah ilusi
belaka, ada Dzat yang mengadakan semua itu. Ada yang menciptakan keadaan hingga
begitu. Dengan cara itulah Nabi Ibrahim membuktikan keberadaan Tuhan, degan
observasi dia lam kesadarannya dan dibandingkan dengan apa-apa yang dia lihat
dnegan indranya. Pengamatan demi pengamatan, kenalilah diri, dan lain
sebagainya nanti disana kita akan mengenal adanya Tuhan. Kita akan diajari
hakekat dan makna atas Trinitas.
Meaknisme kesadaran inilah yang
sesungguhnya akan menjadi hijab dalam diir kita saat melakukan pengamatan. Marilah
kita uji saja, agar menjadi jelas keadaannya. Dalam keseharian kita tentunya
pernah naik bus, atau kereta api. Marilah kita anggap saja bahwa kita sedang
naik sebuah kereta api yang sangat panjang. Di dalam keerta api tersebut banyak
penumpang di dalamnya. Sebut saja kereta kita A. Disamping kita juga sudah bersiap
akan melaju kereta B yang juga sama panjangnya. Suasana disamping kana kiri
kita kosong tanpa ada benda lain satupun. Jadi hanya ada kereta A dan kereta B.
Perhatikan, kita akan diam sebagai pengamat. Kereta B tiba-tiba bergerak dengan
perlahan. Nah, bagaimanakah pengamatan kita ?. Kita akan merasa bahwa kereta A
yang kita tumpangilah yang bergerak. Seluruh orang yang berada di dalam kereta
A akan berasumsi bahwa kereta A lah yang bergerak. Ketika semua orang disitu
secara kolektif mengatakan hal yang sama. Maka ini akan menjadi sebuah
keyakinan. (Ket ; Kereta itu adalah ilustrasi saja untuk analogi ruang dan
waktu. Sesungguhnya kita sedang berada di dlaam ruang dan waktu bumi, sebagaimana
kita berada di dalam kabin kereta).
Bayangkan jika khabar ini terus diturunkan
sampai ke anak cucu yang tidak berada disitu. Anak cucu akan semakin percaya
lagi, bahkan akan semakin diberikan bumbu-bumbu penyedap cerita. Kita
menganggap benar pengamatan kita padahal sesungguhnya salah. Inilah kesalah
tyoe α. Kita sering membuat kesalahan ini dalam keyakinan kita. Maka al qur an
selalu membantah anggapan orang-orang yang hanya meyakini keyakinan yang secara
turun temurun saja. Lakukanlah pengamatan sendiri kata al qur an. Salah dan
benar, itu lain soal. Namun adakah yang salah ?. Rasanya tidak, sebab meerka
yang di dalam kereta sudah berusaha melakukan pengamatan dengan
sungguh-sungguh. Bagi mereka yang di dalam kereta yang sudah melakukan pengamatan,
itulah bagian mereka. Yang salah adalah manakala kita yang mendengar informasi
tersebut tidak melakuan pengamatan sendiri, untuk mendapatkan keyakinan yang
benar. Inilah sebuah pesan.
Kita lakukan sekali lagi
pengamatan. Kita anggap bahwa saat kita menaiki kereta, sebenarnya kita sedang
berada diatas ruang dan waktu. Kita akan tambah satu kereta lagi yaitu kereta
C. Kenyataannya adlaah kereta C yang bergerak. Marilah kita uji orang-orang
yang berada di kereta B. Kita tanya
kepada mereka, kereta manakah yang bergerak. Maka orang-orang yang di kereta B
akan dengan yakin mengatakan bahwa kereta B lah yang sedang bergerak. Bagaimanakah ini ?. Orang di kereta
A mengatakan kereta A yang bergerak, sementara orang yang di kereta B
mengatakan bahwa kereta B lah yang bergerak. Mereka sama-sama yakin bahwa
keretanya sendirilah yang bergerak. Mereka semua dalam keyakinannya
sendiri-sendiri. Bahkan mereka rela baku hantam untuk membela keyakinan ini.
Adakah yang salah ?. Sepertinya tidak !. Perhatikanlah, masing-masing orang
berada di dalam ruang kesadaran , dibatasi oleh ruang kabin kereta. Inilah yang
menyebabkan masing-masing yakin dengan pengamatannya. Batas ruang kesadaran
inilah yang disebutkan sebgaai hijab. Hijab ini perlu agar orang-orang yang di
dalam kereta tidak terlempar keluar. Ruang kesadaran inilah yang menjaga semua
orang yang ada dalam ruang kabin kereta.
Cerita terus bergulir, orang yang
di kereta A tidak terima ketika disalahkan dan orang yang dikerta B juga tidak
terima jika disalahkan, mereka akhirnya baku hantam, siang dan malam. Kebetulan
datanglah seseorang yang kebetulan menyaksikan perdebatan tersebut, dia berada
diluar ruang kesadaran kereta A dan juga kereta B. Dia berusaha mengatakan hal
yang sebenarnya bahwa kereta C lah yang bererak. Nyatanya orang tersebut justru
menjadi musuh mereka berdua. Maka ramailah mereka memusuhi orang tersebut.
Semisal itulah yang terjadi pada alam kesadaran mansuia. Sebagaimana dikisahkan
di al qur an, pertikaian mereka itu. “Dan
buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika
utusan-utusan datang kepada mereka; (QS. 36:13). (yaitu) ketika Kami mengutus
kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian kami
kuatkan dengan (utusan) ketiga, maka ketiga utusan itu berkata:
"Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu". (QS.
36:14)
Semisal itulah perdebatan dunia
dan akherat. Ada sekelompok orang yang percaya kepada akherat namun sebatas
angan saja, sebagaimana ilustrasi kereta A dan B tadi, mereka hanya dalam
anggapannya saja perihal surga dan neraka. Banyak diantara mereka beranggapan bahwa akherat milik mereka saja,
yang sengaja dibuatkan untuk kelompok mereka sendiri. Pada kelompok-kelompok inilah para utusan
diturunkan. Yaitu orang-orang yang berada dalam ilusi. Dan senantiasa mereka
mengolok-olok para utusan, walaupun sesungguhnya mereka juga ber Tuhan Allah
sebagaimana para utusan, tersebut, namun mereka dalam hijab angan dan akal
pikiran yang disebut prasangka mereka. "Mereka
menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang
Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta
belaka"". (QS. 36:15). Banyak korban sudah dari masing-masing pihak.
Baku hantam sampai melintas peradaban, sampailah ke anak generasi antah
barantah. Allah sudah menurunkan utusan yang pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya,
untuk meyakinkan kutub kutub tersebut. Bahwa pertikaian mereka sesungguhnya
tidak berguna, mereka semua akan berada dalam anggapan mereka. Kecuali Allah
sendiri dan para rosul yang memahami hakekat keadaan manakah yang realitas dan
manakah yang ilusi. Sebagaimana ilustrasi dua kereta tadi. Namun mereka semua
malah memusuhi utusan-utusan yang memberikan kebenaran. Keadaan akan selalu
begitu.
Sungguh kesedihan ini terus
merajai istana hati, betapa banyak saudara kita yang terus saja mengikuti
anggapan dan tata cara peribadatan mereka sendiri. Padahal sudah banya tuntunan
para nabi, perihal ini. Nabi Ibrahim as, dengan rasionalitasnya berusaha
mengajarkan bagaimana seharusnya akal manusia digunakan. Nabi Musa bagaimana
rasioanalitas di kedepankan, Nabi Isa bagaimana kita ber kasih sayang, dan lain
sebagainya. Yang kesemuanya mengajarkan kepada kita. Hakekat keadaan bahwa
sesungguhnya manusia tidak akan mampu mencapai semua itu tanpa rhamat dan kasih
sayang-Nya. Maka carilah ridho Allah saja. Demikian ditunjukkan kepada
kesadaran manusia. bagaimana kesadaran mampu memaknai semua
perguliran,pergerakan, lkecepata, dan menjadi yakin atas sebuah makna realitas
dan ghiab. Sesungguhnya Allah lebih real dari apapun yangada dimuka bumi ini.
Inilah pengamatan yang benar. Perhatikanlah selanjutnya pernyataan lainnya
menyoal ini;
"Dan
tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka
tidakkah kamu memahaminya?" (QS.6;32)
Begitulah alam paradoks. Bumi
adalah mati, bumi adalah ilusi, hanya karena berkat kekuasaan Allah maka bumi
hidup. Agar kesadaran manusia mampu meraskan bahwa mereka juga hidup. Hidup
untutk selanjutnya menyempurnakan kesadaran dirinya. Disinilah titik masuk yang
terpenting menyoal realitas dan ilusi. Apappun keadaannya adalah kehendak-Nya,
berkat kekuasaannya. Bumi menjadi real atas kekuasaan-Nya, dan bumi juga hanya
sebatas ilusi juga sebab kekuasaan-Nya. Semua sangat tergantung kepada disisi
ruang manakah pijakan kesadaran manusia. Jika manusia yakin bahwa dia pasti
mati. Maka tidakkah terbesrsit bahwa dia masih memeiliki alam lainnya, hidup
seduah matinya. Namun pertanyaannya adalah alam kematian seperti apakah ?.
Ingat, dunia adalah paradoks, manakah alam kehidupan dan manakah alam kematian
yang sesungguhnya. Disinilah manusia akan diuji keimanan dan keyakinan dirinya.
wolohualm
Mas Thole menceritakan pemahamannya disini, masih akan terus digulirkan, sebagai pembelajaran kita semuanya, dalam nenetapi keadaan takdir-takdir manusia.
salam
Bissmillahirrohmanirrohim
BalasHapusAllahumma subro khamaltahu qubro
Alalladzina amanu walladzina yu'minuna kama khamaltahu alal kafirin
Slm kasih&sejahtera
Terima kasih..tapi aq msh bingung @_@
BalasHapusTerima kasih..tapi aq masih bingung @_@
BalasHapusPerhatikan tulisan sang waktu tiga tahun yang lalu: Apakah waktu bergerak dalam blog ini.. Ataukah hanya bergeser 2 dua dalam mengupas hal yang sama?
BalasHapusSelasa, 05 Oktober 2010
MISTERI SANG WAKTU
Sebuah kisah menarik yang sering luput dari kajian kita, akan saya coba hantarkan. Untuk Melanjutkan kembali kajian terdahulu, memasuki pemahaman mengenai sang WAKTU , dimana dahulu telah diulas dalam tulisan yang mengawali dalam tajuk ‘Membaca Sunatulloh’.
“Berkata Sulaiman : “Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya (ratu bilqis) kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang yang berserah diri. “Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin :” Aku akan datang kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu ; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari kitab : “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana tersebut itu terletak di hadapannya, Ia-pun berkata :” Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba apakah aku bersyukur atau mengingkari nikmatNya. Dan barangsiapa bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan baransiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Mulia.”
(QS di surat Al-Naml, 38 s/d 40 ).
Tiga tahun lalu, sang waktu bergerak ataukah diam?
BalasHapusSelasa, 05 Oktober 2010
PENCIPTAAN WAKTU (BAGIAN I)
Langit masih berkabut
Lauh Mahfud selesai ditulis sudah. Jauh sebelum alam semesta bisa disebut. Jauh sebelum semua dimensi terbentuk. Saat itu disana, pada suatu keadaan diluar angan manusia, dimana nampak ruang dan waktu namun sejatinya juga bukan , entah apa karena belum disebut, disana ada kehendak muncul seketika. Kehendak sang Pencipta. Mencipta dari ketiadaan, dari kehampaan, dari kekosongan, entah apa namanya, sesuatu yang tiada menjadi ada. Mencipta sesuatu yang kosong menjadi isi. Mencipta sesuatu yang semu menjadi nyata. Mencipta sekehendak diri-NYA. Berikut bersama rencana-NYA. Dituliskannya dengan rinci dan terukur, aksara tanpa rupa tanpa makna, entah program atau suatu apa, pada suatu kitab Lauh Mahfud disebutnya. Begitu kejadiannya, maka seketika, semua yang kosong bergerak dengan patut, dengan percepatan yang tak berhingga, menjadi sesuatu, berkesinambungan, tak berkesudahan, dan setelahnya, kemudian kepada masing-masingnya di wahyukan urusan-urusannya. Belum tuntas, saatnya sesuatu yang sedang bergerak dengan percepatan maha dahsyatnya, mengarah pada titik kulminasinya, hingga sesuatu itu pada titik didihnya, kemudian mengalami perlambatan yang tak terkira, menjadi sesuatu lainnya sesuai rencana Tuhannya.
Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi. silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Jawab mereka "Kami mengikuti dengan suka hati" (QS 41:11)
Waktu?... coba baca di hari ini 05 Oktober 2010 di blog ini....
BalasHapusSelasa, 05 Oktober 2010
PENCIPTAAN WAKTU (BAGIAN I)
Langit masih berkabut
Lauh Mahfud selesai ditulis sudah. Jauh sebelum alam semesta bisa disebut. Jauh sebelum semua dimensi terbentuk. Saat itu disana, pada suatu keadaan diluar angan manusia, dimana nampak ruang dan waktu namun sejatinya juga bukan , entah apa karena belum disebut, disana ada kehendak muncul seketika. Kehendak sang Pencipta. Mencipta dari ketiadaan, dari kehampaan, dari kekosongan, entah apa namanya, sesuatu yang tiada menjadi ada. Mencipta sesuatu yang kosong menjadi isi. Mencipta sesuatu yang semu menjadi nyata. Mencipta sekehendak diri-NYA. Berikut bersama rencana-NYA. Dituliskannya dengan rinci dan terukur, aksara tanpa rupa tanpa makna, entah program atau suatu apa, pada suatu kitab Lauh Mahfud disebutnya. Begitu kejadiannya, maka seketika, semua yang kosong bergerak dengan patut, dengan percepatan yang tak berhingga, menjadi sesuatu, berkesinambungan, tak berkesudahan, dan setelahnya, kemudian kepada masing-masingnya di wahyukan urusan-urusannya. Belum tuntas, saatnya sesuatu yang sedang bergerak dengan percepatan maha dahsyatnya, mengarah pada titik kulminasinya, hingga sesuatu itu pada titik didihnya, kemudian mengalami perlambatan yang tak terkira, menjadi sesuatu lainnya sesuai rencana Tuhannya.
Wah, lumayan juga nih artikel [ke-bagus-an nya]
BalasHapus