Kisah Spiritual, Tangis KAMI Pecah di Batu
Kepada gundah,
kepada diam dihati,
Akan kutuliskan
lagi disini
Kepodang terbang
menukik membawa pelangi
Harus
ku khabarkan, meski semua diam, meski semua bisu
Barangkali saja
disini akan ku dapati jawabnya
Ketika alam
mulai enggan bersahabat dengan kita
…
Puspitaku..
Bukan cinta
bukan pula sebab misteri
Rasaku nyata
disini, langkahku terasa
Kecil dan lelah
Fatamorgana bersama
tebing dan tanah basah
Di jalan
setapak, seperti garis wajah
…
Kosong pikiran hampa menerawang, kosong langit terasa semakin kelam.
Disini dibawah batu ini, pernah kubuat sebuah mimpi, bersama ilusi pagi.
Meskinya aku hanya diam dalam tawakal atau ku urai air mata dalam tafakur yang
dalam. Engkau bertanya tentang sepi, aku jawab lirih padamu, “Pernahkah kau merasakan patah hati ?”.
Engkau bertanya tentang mati, aku jawab lirih padamu, “Pernahkah engkau mendekati mimpi ?”. Engkau bertanya padaku
tentang sufi, aku jawab padamu, “Pernahkah
engkau mengenali hati ?”. Engkau bertanya padaku tentang ilusi, aku jawab
padamu, “Pernahkah engkau merasa sendiri
?”. Engkau bertanya kepadaku tentang penciptaan, “ aku jawab padamu, “Pernahkah engkau merasa tidak memiliki ?”.
Matahari menumbuhkan jaringan fikiran, lirih aku membisiki, “Tidak, tidak, kita tidak pernah tahu itu,
mengapa kita masih selalu begini dan begitu. Karena sebab itulah, aku tidak mampu menjawab manakala engkau
bertanya padaku tentang, mengapakah kita meski bersyukuri semua kehidupan ini”.
Kehangatan hanya siksa, senyuman hanya luka, kepemilikan hanya
nestapa, lalu apa yang kita punya ?. Pertanyaan itu menembus kedalam jiwa.
Kemanapun aku pergi bayang-bayang-mu mengejar. Aku merasa letih dan ingin sendiri. Lihatlah engkau terpapar
dan luka, dengan jeritan di dalam jiwa. “Aku
ingin pulang”. Jawabmu dengan sedu sedan itu. “Kita semua ingin pulang..!” Aku menyela. “Kita semua harus pulang..!”. Lihatlah, keresahan yang terbenam
semakin tertahan. Duka yang tersembunyi jauh menembus luka. Kata-katamu riuh
bagai gerimisi. Seperti angin yang tak pernah diam, resahmu mengejarku, dan
bertanya lagi, “Kapan kita pulang ?”.
Entah sampai kapan engkau menipu diri. Kupu-kupu yang terbang kesana kemari,
menghiasi sore temaram, kini enggan bernyanyi. Aku menunggu hujan turunlah, aku
menunggu badai datanglah, gemuruh nyata sudah melanda seantero jagad raya.
Bidadari bagai kupu-kupu yang terbang kesana kemari, aneka rupa , dibias temaramnya kota. Mereka tidak dikenali, diantara gundah hati yang
beraneka rupa dan warna. Pernahkah engkau menerka, apa yang tersembunyi ?. Derita
di mata, derita dalam jiwa, karenanya mengapakah masih bertanya ?. Pernahkah
engkau membaca, sorot mata menyimpan rindu, sejuta impian, sejuta harapan,
megapakah harus kita abaikan ?. Sudah keadaannya mereka dicipta begitu adanya. Kasih
akan mengalir sederas embun. Kasihan jika raga tidak diperuntukan untuk mereka.
Adakah meraka mampu kembalikan semua rahsa pada-Nya ?. Mereka merasa punya,
mereka merasa ada, apakah bila terlanjur luka akan terus terluka ?. Apakah
tidak ada tempat untuk kembali ?. Selama bumi masih berputar, selama musim
belum bergulir, masih ada waktu, sejauh batas angan dan kehidupan, cinta
mengalir akan menuju muaranya, menuju kepada pemiliknya sang Maha Daya Cinta.
Lengkung cakrawala ingatan
Bulak bulan mencangkul tabir malam
Indah bersamamu puspita
Bangkitkan kembali, mengajakku kesana
diantara derita hutan bamboo
langkahku terhenti..
Rembulan menangis diserambi, buah hati dicabik tangan-tangan. Bintang-bintang
beku disana. Burung malam dirimba, menyayat jiwa. Semuanya marah, hanya dedemit bersorak. Lolong merambah belantara pohon pinus tua. Melengking gunung-gunung. Meruntuhkan embun yang menempel di dedaunan. Tangis KAMI pecah di batu.Duka
KAMI merambah jiwa. Terlihat jelas terpampang di angkasa, kebangkitan para
bidadari tak segera kunjung tiba. Roda jaman akan menggilas kita, menyeret
tertatih-tatih. Tak ada yang dapat menolong, selain DIA. Tak ada yang dapat
membantu selain DIA, dialah Tuhan.
Tangis KAMi pecah di batu
Duka KAMI merambah jiwa
Selaksa peristiwa ternoda
Biarkan mereka mengerti apa yang tersimpan
di mata
Barangkali ada tersisa debu-debu cinta
Yang masih kau mengerti untuk NYa
Duka KAMI
terlihat nyata..!
Engkau tetap diam membeku..
Engkau tetap diam membeku..
Allah hu
akbar..3x
Wolohualam
Menapak jalan satu langkah demi satu langkah
BalasHapusberat beban di pundak menggayuti
lelah mata mencari kian kemari, masih jauhkan tujuan
beban ini semakin menghimpit, tubuh yang harus diseret dengan sepenuh hati
tak juga beranjak, meskipun tangisan seolah menyekat kerongkongan
energy ini tak kunjung mampu ditimbulkan
...
ada tiga energy utama yang tarik menarik di dalam tubuh:
energy tanah, yaitu gaya tarik menarik antar materi
energy gelombang, seumpama getaran gempa bumi, gelombang angin,
gelombang laut dan gelombang yang lainnya
dan terakhir energy ruh atau energy inti, atau energy ikat materi
atau semacam energy nuklir, yaitu energy pembentuk alam semesta
energy inilah yang disebut energy "merkaba", energy tunggal, atau energy yang utama, atau kita sebut saja energy cahaya.
Ada tiga energy utama dalam diri:
- Energy materi
- Energy Gelombang
- Energy cahaya
Dalam Islam bisa dianggap unsur tanah (Adam), unsur Api (Iblis) dan unsur cahaya (malaikat).
Kita bisa menggunakan setiap energy ini bersama akibat atau konsekwensinya
Kita gunakan energy materi, silahkan di explore akibatnya
Gunakan energy api, silahkan di explore hawa dan akibatnya
Gunakan energy cahaya, tentu ada akibatnya...
masing-masing energy ini seumpama
Tubuh kita adalah perahu layar.
Energy materi adalah seumpama kita mengangkat perahu layar menyeberangi sungai
dan rasakan akibatnya, kesulitan dan berat beban yang harus dipikulnya
dan energy angin, kuncinya adalah harus tahu arah angin dan punya layar
maka perahu akan lebih mudah dan cepat bergerak
dan yang terakhir adalah energy listrik..
harus tahu mesinnya, kuncinya dan persiapan semua perahu motor ini
maka ketika motor bergerak, perahu akan bergerak
...
Demikianlah energy dalam tubuh...
tubuh yang seumpama perahu
maka sulit sangat sulit bagi seorang yang menggunakan energy materi
untuk mau menggunakan layarnya
dan demikian pula merubah yang perahu layar untuk menggunakan mesin...
Dan setiap energy ini memiliki kunci, atau baterei starternya
kalau lama tidak dipakai akan tidak bekerja...
tangis pecah di batu,yang pecah tangisnya atau batunya, atau kedua duanya pecah biar ramai !!!
BalasHapusMemasuki badai "kalabendu"
BalasHapussiapakah yang sanggup?...
ketika energy kasih sayang ini dicabut, apakah akibatnya?.
ketika tak ada lagi energy ini, bagaimana kesudahannya
ketika tak ada lagi spiritual apa yang dirasakan
ketika tiada sentuhan kasih sayang
ketika rasa yang ada adalah ketiadaan kasih sayang ...
hemm..
seumpama ikan dilempar ke daratan
mengejang..merenggang kekeringan
...
demikianlah ketika energy ini hilang
dan yang tersisa adalah api yang membakar
yang tersisa adalah tarikanbumi yang ingin menghisapnya
...
adakah yang mampu bertahan
...
adakah yang sanggup menolaknya?..
siapakah yang memiliki energy ini
memiliki daya kasih sayang ini?..
maka kepadanyalah kita serahkan
kepadanya kita berserah
Dialah Sang Pemilik energy ini
Dialah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
...
ketika energy ini off, dan keteika accu pembangkit energy ini ngadat
dan tidak bisa aktif lagi, dan menghidupkan listriknya
seperti mobil yang akinya mati, dan tidak bisa bergerak
bagaimana untuk pergi menggunakan mobil itu
...
mobil itu raga kita
kunci starter mobil adalah hati kita
namun bagaimana kalau akkunya habis
...
maka minta tolonglah untuk re-charge
kepada mereka yang sedang "on"
karena energy yang tengah mengalir dalam diri mereka
akan mampu untuk membantu menghidupkan aki di tubuh kita
sehingga mampu meng onkan energy listrik tubuh kita
...
ketika energy ini kembali on, daya kasih sayang ini mengalir
maka gerak akan menjadi mudah lancar dan tak bertenaga
namun luar biasa cepat dan kuatnya
...
sungguh
tanyakan kepada mereka yang kehilangan kasih sayang
tanyakan kepada mereka yang kecewa
tanyakan kepada mereka yang penuh kebencian
tanyakan kepada mereka yang terus menerus mencari kasih mereka
mereka yang kehilangan kasih sayang itu
apakah yang lebih penting bagi mereka selain yang mereka kasihi?...
Jadi harus bagaimana aku menyalahkan mereka?
jadi harus bagaimana aku menyadarkan mereka?.
Jawabnya tidak ada!.
Selain ada kehendak dari Sang Pemilik kasih sayang ini.
Dialah Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Insya Allah, kalau para Ksatria berjama'ah akan mempercepat proses pulang kepadaNYA tanpa harus bolak balik lagi dengan kecepatan 27 kali lipat. Amiin Ya Robbal Alamiiin
BalasHapus