Benarkan Paham Saya Adalah Sinkretiisme ?
“Sinkretisme..?.” Benda apakah itu ?.
Pertanyaan itu mengemuka,
saat penulis mendapatkan email dari seseorang yang telah membaca blog Pondok
Cindelaras. Dia mengatakan, “Pak arif ini adlh salik yg menuangkan
pengalaman ruhaninya dgn tulisan, tapi tdk murni menganut teologi tasawuf islam. Dia menggabungkan
beberapa ilmu tasawuf sinkertis hindu, kejawen dan islam. Dst..”
Dengan hati
penasaran, penulis mencoba menelusuri latar belakang argumentasinya, “Mengapakah pemahamannya dikatakan sebagai paham Sinkretisme ?.” Namun hingga sampai saat tulisan ini diturunkan, penulis benar-benar belum juga
mampu memahami landasan dan dasar pemikiran yang melatari mengapa pemahaman
tauhidnya dikatakan sebagai sinkretisme Hindu, Kejawen dan Islam ?. Maka daripada penasaran, penulis mencoba
membedah saja argumentasi ini agar menjadi jelas mana yang gelap dan mana yang
terang.
Menurut Prof. Dr. David
Fernando Siagian dalam Wikipedia, Sinkretisme adalah suatu proses perpaduan dari
beberapa paham-paham atau aliran-aliran agama atau kepercayaan. Pada
sinkretisme terjadi proses pencampuradukkan berbagai unsur aliran atau faham,
sehingga hasil yang didapat dalam bentuk abstrak yang berbeda untuk mencari
keserasian, keseimbangan,. Istilah ini bisa mengacu kepada upaya untuk
bergabung dan melakukan sebuah analogi atas beberapa ciri-ciri tradisi,
terutama dalam teologi dan mitologi agama, dan dengan demikian menegaskan sebuah
kesatuan pendekatan yang melandasi memungkinkan untuk berlaku inklusif pada
agama lain.
Begitukah yang dimaksudkan
Sinkretisme ?. Mari kita uraikan. Baiklah untuk memudahkan dalam membedah
konsep dan alur pemikiran ini, kita coba
untuk menyederhanakan dengan beberapa contoh dan ilustrasi di kehidupan nyata
saja. Jika dikatakan bahwa sinkretisme adalah suatu pencampur adukan pemahaman,
maka saya misalkan adalah seperti mencampur sebuah minuman; kopi, sirop, jus, teh,
susu, coklat, dan segala macam anaeka rasa minuman dicampur dan dikocok menjadi
satu. Maka akan kita dapati adalah sebuah minuman baru. Entah apa rahsa dan
namanya saya tidak tahu. Mungkin semisal inilah Sinkretisme yang dimaksudkan.
Baik pemahaman tersebut
kita kunci terlebih dahulu. Kita masuki pemahaman berikutnya:
Manusia dalam realitas
kekiniannya sering menggunakan kata ganti untuk menyebut sesuatu entitas lain.
Kata ganti tersebut disebut sebagai ~ Nama. Maka kemudian kita dapati ada nama
ganti benda, nama ganti orang, nama ganti untuk sifat, untuk warna, untuk rupa,
untuk rahsa, untuk kerja, untuk waktu. Dan banyak sekali lainnya. Kata
ganti-kata ganti inilah yang tersusun menjadi sebuah bahasa yaitu Bahasa
Manusia. Seiring dengan peradabannya, dan penyebaran manusia ke seluruh dunia,
maka bahasa ini telah berkembang demikian pesatnya. Puluhan ribu bahasa yang
digunakan manusia. Inilah problematikan manusia berikutnya saat mana manusia
ingin berkomunikasi satu sama lainnya.
Saya misalkan saja untuk kata
ganti suatu entitas yang kita sebut dengan nama AIR. Ternyata kata ganti ini
banyak sekali, setiap suku, dan setiap bangsa memiliki kata ganti yang berbeda.
Kita kenal nama lainnya , Cai, Toyo, Banyu, Aqua,Water dan masih banyak lagi
yang saya sendiri tidak tahu, dinamakan apalagikah benda cair tersebut.
Ternyata untuk menjelaskan suatu benda yang sama, setiap manusia memiliki
bahasanya masing-masing. Nah, jika orang barat menyebutkan water, dipelosok
sana, orang akan kebingungan. Timbulah interprestasi untuk mendekatkan, agar
terjadi pemahaman yang sama. Dan tentu saja interprestasi yang dimiliki
tidaklah sama. Orangnya menyebutkan water dalam bahasa mereka akan paham
maksudnya sebab sudah melihat bentuknya. Namun akan sulit ketika dijelaskan
kepada orang pedalaman jika tanpa membawa benda yang dimaksudkan
tersebut.Disnilah mulai muncul interprestasi, yang selanjutnya akan menimbulkan
persepsi. Baik kita endapkan dahulu sampai di pemahaman ini.
Kita masuki lebih dalam
lagi mengenai hakekat air itu sendiri. Dan bagaimanakah sulitnya kita menjelaskan
hakekat ini kepada orang-orang yang tidak memahami bahasa yang sama. Itu satu
hal, Sementara hal lainnya adalah. Meskipun orang dengan bahasa yang sama pun,
belum tentu akan mendapatkan interprestasi dan persepsi yang sama. Banyak
faktor yang mempengaruhi keadaan itu, seperti misalnya pendidikan, pengetahuan,
pengalaman, agama, ras dan golongan, dan lain sebagainya. Seperti itulah nanti
yang akan terjadi. Baik kita mulai saja perihal hakekat air. Penjelasan ini
saya cuplik dari wiki sebagai ilustrasi saja, betapa rumitnya pemahaman hakekat
air itu sendiri.
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) andtemperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini
merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan
untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Molekul air dapat diuraikan menjadi unsur-unsur asalnya
dengan mengalirinya arus listrik. Proses ini disebut elektrolisis
air. Pada katode, dua molekul air bereaksi dengan menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidroksida (OH-).
Sementara itu pada anode, dua molekul air lain terurai menjadi gas oksigen (O2), melepaskan 4 ion H+ serta mengalirkan elektron ke katode.
Ion H+ dan OH- mengalami netralisasi sehingga
terbentuk kembali beberapa molekul air.
Bla...bla...
Stop !.
Saya rasa cukuplah pemahaman hakekat air sampai disini saja. Saya hanya ingin
menunjukan betapa hakekat satu benda saja bias kalau kita perpanjang lagi bisa
jadi ber buku-buku. Bayangkan betapa luar biasanya, bahasan perihal hakekat air
ini. Dan siapakah manusia yang mampu mengurai hakekat air ini secara
komprehensif ?. Sebab masih banyak yang bisa dijabakan lagi perihal hakekat air
ini. Bagaimana bagi kegunaan tubuh manusia, bagimana secara ekonomi, secara
ekosistem, secara hydrology. dan bias dituliskan disini mengenai air. Ada sifat
kimia, ada sifat fisika, Semakin kita gali, maka akan semakin banyak kita
dipahamkan atas hakekat air ini.
Pemasalahannya adalah;
apakah semua orang perlu tahu hakekat air ini semuanya ?. Bagaimanakah
mengkomunikasikan hakekat air ini, kepada satu manusia kepada manusia lainnya
?. Apakah perlu semua manusia mengetahui sebanyak yang kita tahu. Suku
dipedalaman cukup mengetahui hakekat air untuk keperluan mandi, masak, minum,
pendek kata untuk keperluan sehari-hari. Dapatkah dia disalahkan dengan
pemahamannya itu ?. Apakah layak kita yang sudah berilmu dan tahu hakekat air
kemudian menyalahkan dan membodoh-bodohkan orang yang tidak tahu ?. Maka
patutkah satu manusia kemudian menghakimi manusia yang lain jika pemahaman
perihal air memang sedemikian luar biasa dan kompleksnya. Mohon endapkan dan
gunakan hati untuk membaca ini.
Baik
cukup sampai disitu dulu. Kedua pemahaman itu akan saya sandingkan. Pertama
adalah semisal minuman tadi, itu adalah permisal saya untuk agama-agama yang
ada di muka bumi ini. Nampak diluarnya adalah seperti itu. Ada warna, ada
rahsa, ada rupanya. Ada kopi, teh, susu,
coklat, dan banyak lainya. Nah, apakah yang sama dari semua minuman itu ?.
Kalau perbedaannya banyak sekali. Semua tergantung selera kita. Ironisnya
kemudian kita berbaku hantam mengenai selera dan rahsa ini. Yang suka kopi
kemudian membunuh yang suka teh, yang suka teh kemudian menghujat yang suka
coklat. Betul-betul sangat menyedihkan keadaan kita ini. Ilustrasi inilah yang
saya sandingkan untuk mendekati problematika umat beragama sekarang ini.
Jikalau
saja kita mau sedikit saja menggunakan hati kita, maka kita akan tahu bahwa
kopi, teh, coklat, susu dan lainnya, diliputi oleh air yang menjadi sarana
pelarut minuman-minuman tersebut. Hakekatnya kita meminum air yang sama. Air
itulah yang sering saya permisalkan sebagai jalan yang lurus. Tentunya disetiap
agama ada kebenaran. Kebenaran yang mana yang sama. Tentu saja kebenaran yang
bersifat universal. Semisal air tadi. Maka
setiap agama seharusnya memasuki hakekat ajarannya masing-masing sehingga
dirinya mampu menguak hakekatnya, mereka mampu mengenali air sebagi pelarutnya.
Jika sudah sampai disini dia tidak akan dibingungkan oleh rahsa minumannya.
Dirinya mengerti bahwa hakekat sesungguhnya adalah air tersebut yang ternyata
tidak memiliki rahsa apa-apa. Tiada rahsa inilah yang sama disetiap jiwa
manusia.
Apakah dengan
mengetahui hakekat yang sama adalah air, masalah kemudian selesai ?, Manusia kemudian
tidak bergolong-golongan. Eit..nanti dulu !. Tidak semudah itu, menyoal
kesadaran manusia. Ketika manusia kemudian sudah mengakui bahwa hakekat dari
minuman adalah air yang meliputi. Maka dia akan memasuki wilayah makrifat. Pada
wilayah makrifat, lebih luar biasa lagi, carut marutnya. Maka saya permisalkan
dengan ilustrasi tentang hakekat air diatas. AIR adalah permisal saya untuk
menjelaskan problematika klaim tentang TUHAN. Seperti itulah keadaan kesadaran
manusia. Ketika air dinamakan water, kelompok satunya marah tidak terima,
ketika water dinamakan Cai,malah-malah lebih tidak terima lagi. Apalagi dinamakan
Aqua, Toyo, dan lain sebagainya. Apalah jadinya ?. Manusia terus saja
berbantah-bantahan perihal nama ini.
Sebab apa
?. Setiap manusia memiliki pemahaman yang tidak sama perihal hakekat AIR tadi.
Ada yang memahami dari sifat kimia, sifat fisika, atau hanya berdasarkan
pemahaman alam saja, air untuk mandi, cuci, dan lain sebagainya. Ketika orang
Arab datang mengenalkan symbol ALLAH sebagai nama ganti entitas Tuhan, pada
saat itu Syech Siti Jenar menolak, sebab pemahaman orang Jawa akan sulit
memasuki interprestasinya. Allah tidak dikenal di Jawa, orang Jawa mengenalnya
sebagi Gusti Pangerang. Sehingga beliau khawatir justru akan menjadi persepsi
yang lain, bukan kepada dzat yang dimaksudkan. Permisal untuk air, orang Jawa
sudah mengenalnya sebagai Toyo, ketika dipaksa untuk menggunakan nama Aqua,
jelas dia ‘gamang’ sebab dirinya tidak memiliki referensi yang sama terhadap
nama Aqua. Apakah sama ataukah berbeda dia selalu khatirkan itu?. Kecuali bila
orang tersebut membawa contoh air yang dimaksudkan. Mungkin saja kesadarannya
akan langsung menerimanya. Begitulah problematikanya manusia dalam berbahasa.
Sering penggunaan symbol dan bahasa menjadikan manusia berbaku hantam.
Kedalaman
manusia dalam mengenal hakekat air, juga menjadi problematika. Ketika ada
seorang ahli air berbicara perihal air. Namun ketika lawan berbicaranya belum
sampai kesana, ini juga akan menjadi masalah. Pertama; Apakah yang diajak
bicara mengakui atas keilmuan orang yang berkata padanya ?. Kedua ; Persepsi
yang tidak sama, makom, atau tingkat pemahaman atu ilmu tentang air, ada yang
ahli hydrologi, kimia, fisika, dantubuh manusia, tentunya skope dan
penalarannya juga berbeda. Nah, apalagi jika kita anlogikan air ini dengan nama
Tuhan. Hakekat Tuhan itu sendiri. Apakah tidak kita baku hantam, membela keyakinan
dan ilmu kita tentang Tuhan ?.
Padahal
sesungguhnya kita sedang bicara hal yang sama, yaitu tentang air. Padahal kita
sedang bicara tentang Tuhan yang sama. Maka menjadi ironis jika kemudian kita
malah perang disana. Semua membutuhkan methodology yang sama untuk dan agar
mereka dapat menjelaskan hakekat air dengan pemahaman yang sama. Sayangnya lagi
para ahli akan merasa bahwa methodology ynya lah yang paling baik. Begitu kokoh
dan eguisnya para ahli tersebut. Begitulah gambarannya para ahli agama, yang
keadaan mereka banyak diceritakan al qur an.
Marilah kita rangkum
seluruh pemahaman yang saya hantarkan. Jika kemudian kita bisa memaklumi
keadaan tersebut, kita bisa menerima seluruh kenyataan yang ada, yang terjadi
atas peradaban manusia. Dan kemudian kita bisa menyadari bahwa semua itu bisa
terjadi atas kehendak-Nya. Bahwa perpecahan dan perseteruan memang atas
ijin-Nya. Bahwa hukum-hukum alam memang sudah ditetapkan sejak dari dan sebelum
terciptanya alam semesta. Bahwa jika manusia menggunakan pola berfikir
sebagaimana keadaan sekarang ini pastilah kejadiannya adalah seperti sekarang
ini. Begitulah hukum kesadaran manusia dibentuk dan dipertahankan. Apakah
manusia akan terus menggunakan cara berfikir semacam ini ?. Semua sudah ada
kepastian dari Nya, bagaimana keadaannya nanti.
Begitulah yang coba penulis usung dalam setiap kajian. Maka kenapakah
kemudian diakatakan bahwa hal ini ‘sinkretisme ?’.
Manusia selalu melihat
dalam perspektifnya sendiri, manusia selalu dalam anggapannya. Dengan
anggapannya inilah kemudian manusia menjustifikasi orang lainnya, sebagai
kafir, sinkretime, bidah dan istilah-istilah lainnya. Apakah orang yang bisa
memahami bahwa hakekat nama ganti benda; Cai, Toyo, Aqua, Water, mapu memahami
dan mengerti bahwa nama tersebut menyoal dzat yang sama, bisa dikatakan
tersesat, kafir, atau menjadi orang yang SINKRETISME ?. Dimanakah
argumentasinya ?. Bukankah dalam Islam diwajibkan untuk meyakini adanya para
nabi yang diturunkan sebelum Muhammad. Meyakini kitab-kitab yang diturunkan sebelum
Al qur an, meyakini atas Takdir dan ketentuan atas diri manusia jika memiliki
niatan, atau pola fikir tertentu akibatnya adalah bla..bla.. Dalam Islam juga
di wajibkan meyakini ada yang ghaib. Adanya makhluk ghaib, adanya malaikat
penjaga, adanya dimensi waktu, dan masih banyak lagi lainnya. Dimana
pemahaman-pemahaman ini justru sudah lebih maju dari peradaban di arab sana. Kenapakah
kita tidak belajar menerima fakta bahwa kesadaran manusia dibangun ratusan ribu
tahun sebelum Islam datang di arab.
Maka apakah orang yang
mampu memahami hal tersebut dengan dewasa, kemudian dikatakan menyimpang, sesat
dan dikatakan Sinkretisme ?.
Bukankaha juga sudah
dijelaskan dalam hadist mapun Al qur an sendiri. Bahwa Islam diturunkan untuk
menyempurnakan agama-agama terdahulu. Ibarat rumah, maka Islam tinggal
meletakan batu bata terakhir saja. Dengan kata lain bangunan kesadaran beragama
itu sudah jadi, yang dibangun oleh nabi
Ibrahim dan para nabi sebelum dan seudahnya. Peradaban dan kesadaran
manusia dalam ber ketuhanan telah hampir sempurna. Pemahaman ini tersebar luas
di seantero dunia, juga di tanah jawa ini. Maka menjadi jelas dikatakan bahwa
Islam adalah penutup bagi kesadaran-kesadaran beragama lainnya, dikala mana itu saja pengajarannya sudah tersebar di seluruh dunia.
Maka patutkah pemahaman di
tanah jawa ini dinafikkan dan diihilangkan dari kesadaran anak cucunya ?.
Bukankah sama halnya akan menghancurkan seluruh bangunan yang hakekatnya sudah berdiri,
padahal Islam hakekatnya tinggal menyempurnakan saja. Betapa ironisnya ?. Padahal
Islam tinggal memolesnya saja dan saatnya meletakan bata terakhirnya ?. Betapa
naïf nya jika kita bernafsu sekali untuk menghancurkan keseluruhan bangunan
kesadarannya ?. Bukankah dengan begitu kita seperti halnya tidak mengakui
firman-firman Allah ?. Mengapakah banyak dari mereka berupaya untuk
menghancurkan bangunannya dan membuat yang baru?. Bisakah demikian ?. Jika
begitu keadaannya, maka hakekatnya kita tidak mampu menerima takdir kita
sebagai manusia yang mesti ber-serah (Islam). Melihat segala problematika
peradaban manusia dengan bijak.
Keprihatinan ini, terus
saja menghantui orang-orang Jawa. Orang yang memang sejak dari nenak moyang
mereka, memahami hakekat ini. Mengapakah atas orang-orang ini mesti dilabelkan
sebagai Sinkretisme, sebagai kafir, atau sebutan-sebutan tak pantas padanya.
Padahal dia hanyalah manusia yang BER-SERAH saja. Manusia jawa (wong jowo)
adalah manusia yang menjalani lelakunya. Dia menyerahkan segalanya kepada sang
Gusti Pangeran (ALLAH), dia merelakan raganya , dia merelakan hartanya, dia
merelakan segalanya demi pngabdiannya kepada yang Maha Kuasa. Bukankah
hakekatnya dia juga telah ber-Islam. Mengapakah masih diperangi ?. Di hujat dan
dikatakan yang tak pantas kepadanya.
Maka benarkah jika orang
jawa adalah Sinkretisme ?. Benarkah bahwa tulisan-tulisan saya adalah
sinkretisme antara Hindu, Islam dan Kejawen, maka semua itu saya kebalikan
kepada sidang pembaca. Sesunggunya saya hanyalah orang yang ber-serah (Islam).
Kepada orang yang mengatakan saya begitu, semoga saya hanya praduga saja. Saya
yakin anda adalah orang yang beragama dan ber-Islam juga. Maka sesama orang
Islam tidaklah sepatutnya jika saling menghujat dan melabelkan atas satu dan
lainnya sesuatu yang tidak diketahuinya. Biarlah Allah yang menjadi hakim atas
kita semua. Siapakah sesungguhnya yang benar. Jalanilah takdir kita dengan
sukarela. Cukup sudah korban yang mati karena kesalah pahaman ini.
Dituliskan ini, sebagai
keprihatinan bersama atas orang-orang Jawa yang kehilangan Jawa-nya. Sebab
rumahnya sudah di hancurkan oleh kesadaran demi kesadaran yang datang
melibasnya. Kini dia tidak kenal dengan rumah barunya. Kini dia merindukan
rumahnya yang terdahulu, yang nyaman ditinggali. Dimana disana dirinya
bertasbih bersama, angin, burung, gunung, dan pepohonan, harmoni bersama alam.
Kembalikanlah rumah kami, rumah orang Jawa yang hakekatnya adalah
manusia-manusia yang ber-jiwa. Jangan kami terus dilabelkan dengan kata-kata
yang tidak kami mengerti. Sesunggunya kami adalah orang-orang yang ber-serah
(Islam).
wolohualam
Pak sya mu tanya mksd dari saatnya sudah tiba itu apa?
BalasHapusMohon maaf, bisa ke email saya saja;
Hapusbudiutomo.arif@rocketmail.com
Lebih baik begitu keadaannya tetap ghaib.
salam