Kisah Spiritual, Air Matanya Api !.
Aku adalah
lelaki tengah malam. Ayahku harimau ibuku ular
Aku dijuluki orang sisa sisa. Sebab kerap merintih kerap menjerit
Temanku gitar temanku lagu. Nyanyikan tangis marah dan cinta
Temanku gitar temanku lagu. Nyanyikan tangis marah dan cinta
Temanku niat temanku semangat. Yang kian hari kian berkarat semakin berkarat
Aku berjalan orang cibirkan mulut. Aku bicara mereka tutup hidung
Aku berjalan orang cibirkan mulut. Aku bicara mereka tutup hidung
Aku tersinggung peduli nilai nilai. Aku datangi dengan segunung api
Mereka lari ke ketiak ibunya. Ku tak peduli marahku menjadi
Mereka lari ke ketiak ibunya. Ku tak peduli marahku menjadi
Mereka lari ke meja ayahnya. Aku tak mampu tenagaku terkuras
Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam
Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam
Lelaki tengah malam terkulai
di tepi malam
Orang sisa sisa menangis. Orang sisa sisa menangis
Air matanya..Air matanya..Air matanya...Api !!!
Aku berjalan orang cibirkan mulut. Aku bicara mereka tutup hidung
Air matanya..Air matanya..Air matanya...Api !!!
Aku berjalan orang cibirkan mulut. Aku bicara mereka tutup hidung
Aku tersinggung peduli nilai nilai. Aku datangi dengan segunung api
Mereka lari ke ketiak ibunya. Ku tak peduli marahku menjadi
Mereka lari ke ketiak ibunya. Ku tak peduli marahku menjadi
Mereka lari ke meja ayahnya. Aku tak mampu tenagaku habis terkuras
Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam.
Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam.
Lelaki tengah malam terkulai
di tepi malam
Orang sisa sisa menangis. Orang sisa sisa menangis
Air matanya..Air matanya..Air matanya..Api !!!
Air matanya..Air matanya..Air matanya..Api !!!
Air matanya..Air matanya..Air matanya..Api !!!
Air matanya..Air matanya..Air matanya..Api !!!
(Air Mata Api by Iwan Fals)
Kisah jejak kasat tak terbaca, belumlah
usai. Terus menggelandang sampai malamnya. Amarahnya telah menikam kepala.
Menebar luka didalam jiwa. Hitam benak kini mulai akrab. Hitam benak kini isi
kepala. Menjerit mencoba melawan. Semakin menggumpal, berkali membuat pendar
pandangan. Harus sigap menghindar, sebab motornya selalu menerjang pembatas
jalanan. Membuat perjalanannya malam ini, begitu menyusahkan sekali.
Berkali SMS dari Pak Aryo bertanya, “Akan ada fenomena apakah di pulau jawa
ini..?.” Dia tidak peduli, diabaikan
saja SMS itu. “Biarkan saja alam murka,
biarkan saja tangis membahana, biarkan saja mereka membuat bumi ini porak
poranda.” Menangislah Mas Thole, air matanya
api !. Dirinya jadi begitu, saking frustasinya mendapati keadaan alam ini.
Sementara dia tak mampu berbuat apa-apa. berteriaklah dirinya, berdiri diatas
motornya, air mataya api !. Ditariknya gas
motornya semakin cepat saja, melaju diantara asap-asap jelaga. Berkejaran
dengan bayangannya sendiri, mengejar rahsa yang terus bergolak menahan
marahnya. “Ayahnya harimau dan ibunya
ular.” Dia sudah tak peduli. Inilah orang sisa-sisa yang menangis.
Terus berkaca pada jejak yang ada.
Ternyata sudah tertinggal, bahkan jauh tertinggal. Semakin berkarat dan semakin
berkarat. Di pertanyakan langit, mengapakah harus dirinya dan kawan-kawannya,
mengeban misi ini. Dia hanya orang sisa-sisa, yang banyak berlumuran dosa.
Tidak ada lebihnya. “Lelaki tengah malam
terkulai di tepi jalan, air matanya api !.” Begitulah keadaan jiwanya, nelangsa telah
memberangus kesadarannya. Begitulah raganya, menahan bauran rahsa yang haru
biru, air matanya api. Menjerit mencoba melawan. Namun hanya kesia-siaan.
Kemacetan menambah beban laju motornya. Tak
terasa penat merayapi pinggang menuju
kepala.
“Temanku niat, temanku semangat. Yang kian hari kian berkarat semakin
berkarat
Aku berjalan orang cibirkan mulut. Aku bicara mereka tutup hidung. ” Begitulah katanya.
Aku berjalan orang cibirkan mulut. Aku bicara mereka tutup hidung. ” Begitulah katanya.
Sudah genap belasan tahu. Sudah cukup
perjalanan ini. Lewati duka lewati tawa. Lewati segala persoalan. Ternyata
amarah sumbat kepala, air matanya api !. Menyesali diri, betapa bodohnya
melalui semua ini. Merayapi mimpi yang entah kapan akan berhenti. Ya, dirinya
hanya orang sisa-sisa. Dari trah yang terbuang, dari trah yang dikucilkan.
Konon katanya di masa sekarang ini akan diberikan peluang, untuk memimpin
kerajaan. Ugh.. itulah saat pertama dirinya mendapatkan ilapat. Mungkin bukan
dari trah Majapahitnya yang dimaksudkan. Dia tak mau bermimpi, biarlah itu
diberikan kepada lainnya saja.
“Air matanya api..air matanya api !”. Teringat bagaimana keadaan dirinya di
masa lalu. Dan kemudian dia bandingkan keadaan manusia-manusia di masa kini. Betapa
jauh berbeda, betapa jauh tertinggal akhlak manusianya. Manusia sekarang
merajalela, menghancurkan apa saja. Hingga tiada sisa untuk makhluk alam
lainnya di nusantara ini. Maka dia berteriak mencoba melawan. “Temanku niat temanku semangat. Yang kian hari kian berkarat semakin berkarat.
Aku berjalan orang cibirkan mulut. Aku bicara mereka tutup hidung. Aku
tersinggung peduli nilai nilai. Aku datangi dengan segunung api.”
Begitulah lakunya. Kini semua dilakukannya
untuk sebuah perjuangan , menetapi dengan hati. Meski sembunyi, namun dia
dengan semangat ini. Sebagaimana dirinya juga sudah lakukan dari jaman
terdahulu. Semangatnya dan kesetiaannya membangun negri.
“Namun apakah kejadiannya,
tubuhnya tercerai berai menjadi ribuan serpihan. Empat ekor kuda telah
meledakkannya dengan seketika. Sementara saat didetik terakhirnya ~dari ekor
matanya, dirinya masih sempat
menyaksikan para penonton yang bersorak sorai. Disana rajanya Raden Wijaya,
menatap tanpa berkedip. Maka layak saja jika kini, sebongkah bara di dadanya, air matanya api !.”
Aku adalah
lelaki tengah malam. Ayahku harimau ibuku ular
Aku dijuluki orang sisa sisa. Sebab kerap merintih kerap menjerit
Temanku gitar temanku lagu. Nyanyikan tangis marah dan cinta
Temanku gitar temanku lagu. Nyanyikan tangis marah dan cinta
Begitulah sekarang dirinya menetapi
keadaannya. Sebagaimana penggalan syair Iwan Fals, itulah gambaran dirinya. Betapa
gundah dan marahnya Mas Thole malam itu. Entah mengapa keadaannya begitu.
Dibawanya rehat badanya. Sambil membuka email yang belum sempat terbaca.
Dilihatnya disana ada email dari Ratu Boko.
Assalamualaikum....
Baru saja saya membaca pondokcinde....
Emh,... Bersabarlah Mas Thole &
tetap berserah kepada~ Nya. Karena "Saat nya" akan tiba jua.
Seperti hal nya kisah Ibunda Ratu Boko.... & Ayahanda Nabi
Sulaiman... Seperti itulah agak nya kisah yang akan terjadi. Kangmas
sudah kabarkan kepada saya bahwa "Dia" akan datang jua pada saat nya.
Harus bersabar... ikhlas & ridho dalam menjalankan rutinitas. Untuk saat
ini... semua hal diserahkan pada kangmas. Tiba saatnya nanti..... Lihat lah apa
yg akan terjadi.
Satu lagi.... Insyaallah bulan depan Kangmas akan menemui Saudara
Tua kita di tanah Suci. Mohon do'a semoga segala sesuatu dimudahkan oleh~Nya.
Amin.
Saya amat Yakin & Iklhas Ridho... Allah SWT AMAT SEMPURNA.
Tiada sedikitpun keraguannya. Lahir bathin, Jiwa Raga...
seluruhnya hanya milik ~ Nya.
Dikirim: Jumat, 10 Mei 2013 21:06
Judul:
Judul:
Subhanalloh..
Sungguh
ampuni kami ya Allah, jikalau alam
sekarang ini menjadi begini, sebab itu ulah saudara-saudara kami.
Inalilahi
wainailahi rojiun. Semoga kita
diberikan kesabaran.
salam
Ugh..!. Mengapakah seperti
bertautan. Apakah sebuah kebetulan. Ratu Boko merasakan apa yang dirasakan Mas
Thole. Benar sekali, semua sudah tak sabar. Alam mengkhabarkan ingin bersegera.
Dan semua berejalan informasi itu kepada Mas Thole. Kapankah para kesatria siap
dan memahami keadaan diri mereka. Ilipat, alamat dan wangsit yang diterima
semua sama keadaannya. sementara dirinya belum berbuat apa-apa. “Duh Tuhan ..kami mohon ampun, jika belum
mampu memaknai, sungguh kami tidak mengerti
apa yang meskinya harus kami lakukan” Rasa ingin berbuat sesuatu, begitu
menguasai. “Bagaimana ini..?”
Mas Thole terdiam, mencoba mengamati pergerakan hatinya.
Terus diafirmasikan atas realita. Bukanlah kesalahannya. Lihat saja, bagaimana
keadaan para kesatria yang masih tertatih-tatih menghadapi takdir mereka
sendiri. Mereka masih harus disibukkan keadaan diri mereka. Bagaimana dalam
realita terkini, setiap kesatria harus bekerja untuk menghidupi keluarganya
masing-masing. Kehidupan sekarang ini menuntut seperti itu. Berbeda sekali jika
dibandingkan dahulu kala. Dimana sumber daya alam masih sangat berlimpah. Masih
mampu meenuhi kebtuhan hidup manusianya. Maka lazim saja, jika manusia pada
saat itu, tidak perlu bersusah payah
cari kerjaan. Alam telah menyediakan makanan buat mereka.
Kalau cinta sudah di
buang. Jangan
harap keadilan akan datang.
Kesedihan hanya
tontonan. Bagi
mereka yang
di perbudak jabatan.
O, o, ya o ... Ya o ... Ya bongkar. O, o, ya o ... Ya o
... Ya bongkar
Sabar, sabar, sabar
dan tunggu. Itu
jawaban yang kami terima
Ternyata kita harus
ke jalan. Robohkan setan yang berdiri mengangkang.
Penindasan serta kesewenang-wenangan.
Banyak lagi teramat banyak untuk disebutkan.
Hoi hentikan. Hentikan jangan di teruskan.
Kami muak dengan ketidakpastian dan keserakahan.
O, o, ya o ... Ya o ... Ya bongkar O, o, ya o ... Ya o
... Ya bongkar.
Di jalan kami sandarkan
cita-cita. Sebab dirumah tak
ada lagi yang bisa dipercaya.
Orang tua
andanglah kami sebagai manusia.
Kami bertanya tolong
kau jawab dengan cinta
(Bongkar by Iwan Fals)
Kisah usang
tikus-tikus kantor, tikus yang suka berdasi.
Masa bodoh hilang harga diri. Asal tak terbukti, sikat lagi. Tikus tak
pernah kenyang. Rakus-rakus bukan kepalang. Kucing datang, tikus menghilang.
Namun tikus terlalu pintar, dia tahu jika kuncing lapar. Kasih roti jalanpun
lancar.
Rentetan lagu Iwan Fals, dengan syair yang
sarat makna. semakin membuat Mas Thole memasuki perenungannya. Begitulah satire
bangsa ini. Begitu nusantara. Begitu keadaannya, pantas saja alam murka. sekarang
ini sudah sulit dibedakan lagi mana manusia dan mana tikus tua. Semua membuat keruskaan
di muka bumi ini. Seluruh tatanan peradaban kesadaran yang diasuh leluhur hanya
tingal cerita. Diirngi deru mesin-mesin. Diiringi tangis yang kemarin. Mas Thole
khabarkan kisah sebuah hati. Sebongkah bara di
dada, dan air matanya api !. Dalam nelangsa, mendapati keadaan negri
ini.
Semoga para kesatria semakin mengerti. Sudah saatnya, begitu di khabarkan berulang
kali !.
wolohualam
Komentar
Posting Komentar