Kisah Spiritual, Jejak-jejak Kasat yang Tak Terbaca
Awan beringsut bergerak perlahan, bagai seekor naga yang tengah meninggalkan sarangnya. Tenang, diam, dan sangat menghanyutkan. Waktu terasa terdesak. Hasrat semakin membekap. Sementara dada terus bergejolak. Degup jantung sejak siang tadi bagai beduk ditalu, serasa dikejar hantu. Terus menggetarkan jiwa Mas Thole. “Sebab apakah ini..?” Kesibukan kerja, harus bertemu client, dan lain sebagainya, menjadikan pertanda ini nyaris tak berasa. Maka ketika duduk diam, gempurannya begitu dahsyat naik frekwensinya sampai di ubun-ubun. Dada mengeras kencang, seperti urat-urat ditarik kearah sebelah dalam. Hampir saja terlupa sholat asharnya.
Seluruh gumpalan kini menyebar, seperti mengunci persendian. Seperti sebuah gembok besar yang dipasang pada nadi-nadi utama. Maka pergerakannya bagai robot yang bergerak pada satu sisi saja. Terasa menyiksa, namun apa mau dikata, sekali lagi, ini adalah bagian dari takdirnya. Masalahnya adalah menjawab, “Pertanda apakah yang sekarang terbaca di raga.”
Ya, pertanda itu belum terbaca. Hingga
sholat ashar berakhir. Hanya gemuruh di dada, dan degup jantung yang berkejaran
sudah agak mereda. Dalam duduk diantara dua kaki. Mas Thole mulai berdoa. Doa
untuk membaca sang raga. Seketika tangannya bergerak hebat, menengadah ke
langit, bermunajat kepada Tuhan. Ada sosok yang dengan kecepatan cahaya
melesat, masuk ke raga Mas Thole. Langsung diam disana, seperti tak terjadi
apa-apa.
Awan beringsut bergerak
perlahan, bagai seekor naga yang tengah meninggalkan sarangnya. Tenang, diam,
dan sangat menghanyutkan. Itulah yang kemudian disaksikan Mas Thole, saat
melihat keluar, saat dirinya selesai melakukan prosesi. Maka segera saja dia SMS kepada Gusti Putri
Pambayun, “Lihatlah keluar, ada apa
dengan awan Gusti Putri Pambayun, berikanlah maknanya. Salam “ Pesan yang belum mendapatkan jawaban sampai
saat ini dituliskan. Semua berawal dari
SMS pagi tadi saat perbincangan dengan GUsti Ratu Pambayun, dia menjawab, “Ya,
sedang dalam tahap kesitu. Teman saya yang indigo di Sorong dan Gurunya sudah
melihat wahyu Mataram ada pada diri saya. Kesatria dilingkaran saya sepertinya
mulai muncul.”
Jangankan langit yang tak
ketara, sedu sedannya saja masih terasa.
Maka semuanya menjadi nyata. Termanifestasi pada awan yang melata
sepanjang katulistiwa. Tangis Gusti Ratu Pambayun akan menggelapkan
nusantara. Wahyu Mataram ternyata
diturunkan padanya, bukan kepada trah lainnya. Itulah yang menggetarkan dada
Mas Thole. Pertempuran akan segera dimulai. Lihatlah bagaimana katanya, di SMS
nya, “Sebagian dari mereka pengikut rajanya (mataram-pen), yang
berkolaborasi dengan Nyi Roro Kidul (NRK). Saya katakan pada mereka untuk memilih
saya ataukah dia. Baru pada tahap itu (ultimatumnya-pen)”
Lihatlah betapa pemberaninya
dia, siapakah dirinya, manusia masa kini, berani menantang Nyi Roro Kidul yang sungguh ditakuti
seantero negri ini. Bagaimana alam tidak bersuka cita. Kesatrianya telah mulai
menunjukan taringnya. Kesatria yang tidak takut kepada siapapun. Dirinya hanya
takut kepada Allah. Tuhan yang menciptakan dirinya. Bukan kepada sebangsa
dedemit atau lainnya. Tauhid dan akidahnya telah kuat sekali. Dia dalam
kekuatan iman. “Ya, Allah lindungilah
dia. Sosok lemah yangmemiliki hati seperti singa. “ Sungguh dialah kesatyria pilihan sang alam. Wanita
yang akan mengguncangkan seisi lautan.
Kemudian kesadaran Mas Thole
berkelebatan. Ditatapnya langit dnegan wajah sedih. Diikuti awan dengan
nelangsa. Kemudian gelegar guruh membahana, memastikan dirinya yang begitu
perkasa. Awan, petir, mendung, dan gulatan rahsa, berkecemuk di dada, meminta
segera dituliskan kisahnya. Entah untuk apa, Mas Thole hanya terbata
menjawabnya. Ya, dia tidak mengerti, sebagaimana para pembaca, yang mengikuti
kisahnya. “Kita sama-sama tak mengerti
untuk apa..” Tak lupa Mas Thole
memohon maaf sebanyak-banyaknya sebab keterbatasannya ini. “Allah dzat yang mengetahui yang ghaib.” Bisiknya.
Semua rangkaian seperti tertata.
Kemarin siang Mas Thole mendatangi Sang Prabu. Gumpalan energy diatas rumah dan
ruang dalamnya. Begitu tak kasat mata, namun sangat kuat sekali putarannya.
Semua energy yang datang disana akan terhanyut, bagai pusaran air yang akan
membawa siapa saja. Energy ini akan menarik semua saudara-saudaranya. Mereka
menjadi seakan-akan terkesan sangat ketergantungan kepada sang Prabu. Mereka
sungguh tidak menyadari itu. Semua terbenam di alam bawah sadar mereka sendiri.
Tidak saja adiknya, istrinya, bahkan seluruh keluarganya juga banyak berharap
kepadanya. Berharap sang Prabu memeiliki
keajaiban sebagaiman Prabu Siliwangi di masa hidupnya.
Sekali lagi. Tanpa semua
menyadari hal itu dalam hati kecil mereka menunggu keajaiban sang Prabu
Siliwangi. Sebagaimana dahulu dalam realitas nyata banyak keajaiban lainnya.
Ada mobil mercy yang bisa mewujud dan mereka bisa menaikinya. Dan sebaginya dan
sebagainya. “Mengapakah sang Prabu
Siliwangi tidak mengeluarkan kesaktiannya untuk menolong kesulitan-kesulitan
hidup mereka?.” Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang selalu menyergah
kesadaran bawah mereka. Maka jikalau ada suatu masalah, dalam hati
kecil mereka akan selalu menyalahkan sang Prabu. Sebab karena ‘saking-sakingnya’
berharap sang Prabu Siliwangi dengan raga terkininya mampu menunjukan
kesaktiannya. Hik. Harapan mereka
terlalu berlebih, sementara sang Prabu sendiri tertatih tatih memaknai
takdirnya sendiri. “Tidakkah dirinya juga
manusia biasa.” Begitu mungkin keluhannya. Walau tak sempat diungkapkan
kepada Mas Thole. Begitulah persepsi manusia akan selalu menyiksa manusia itu
sendiri. Pergumulan inilah yang menyebabkan suasana keluarga sang Prabu seperti
sedang bermain ‘petak umpet’ antara satu dan lainnya.
Setelah sholat dhuhur, entah
darimana ada ilham yang menggerakan Mas Thole untuk mengajak sang Prabu
menyelaraskan energy dirinya dnegan keluarganya. Begitu diutarakan, ternyata
sang Prabu juga memiliki pemahaman yang sama. Maka sianng itu dilakukanlah,
prosesi dimana sang Prabu mencoba memasuki dimensi kesadaran
saudara-saudaranya. Menyelaraskan, dan membersihkan anggapan yang berlebihan
kepadanya. Mencoba memahami dan menerima anggapan mereka, kemudian diselaraskan
kepada realita. Realita dirinya yang manusia biasa. Bukan sebagaimana sang Prabu Siliwangi pada saat masa jayanya. Sekarang
sudah bukan masanya lagi. Jaman sudah berubah. Maka kesaktian yang
dimilikinyapun secara otomatis menyesuaikan jamannya. Energy akan menjadi
energy. Maka kesaktian sang Prabu Siliwangi
menjelma menjadi enrgy lainnya yang lebih bermanfaat bagi dirinya dan
keluarganya di masa kini, dalam kehidupan raga terkininya. Semoga saja mereka
mengerti keadaan sebenarnya ini.
Sering Mas Thole berkelakar,
apakah yang aneh dengan kesaktian. Jika ingin mampu terbang, kita tinggal beli
tiket pesawat saja. Cukup dengan uang 500 rb, kita bisa terbang. Jika kita
ingin memiliki kesaktian, bisa bicara dnegan manusia di sebrang lautan sana.
Maka cukup punya uang 200 rb, bisa
membeli Hp yang bisa digunakan untuk itu. Azas manfaatnya sama, maka kenapakah
manusia harus bersusah payah menjalani laku yang tidak perlu hanya ingin
disebut sakti ?. Apakah kriteria sakti bagai manusia ?. Bagi Mas Thole kriteria
sakti adalah saat mana manusia mampu menerima takdirnya sendiri. Manusia mampu
memaknai dengan rahsa syukur kepada illahi robbi yang sudah memilihnya menjadi
saksi kekuasaan-Nya dimuka bumi ini. Itulah hakekat kesaktian manusia sejati.
Prosesi berlangsung dengan
khidmat, semua seperti sudah terencana, masuk begitu saja. Keesokan harinya, didapat
khabar bahwa sakit adiknya yang di Bandung, sudah mereda. Dia sudah mulai bisa
tertawa, sejak hampir 3 minggu dia mengalami sakti flu, diare, sariawan, demam,
yang terus menerus. Meski sudah ke dokter tetap juga belum sembuh juga.
Sementara sang Prabu sendiri 2 minggu sudah mulai normal, dan keluarga sang
Prabu 1 minggu juda sudah normal. Penyelarasan mereka sebagaimana yang memang
diprediksi Mas Thole. Namun tidak dengan adiknya yang di Bandung, kemarin
sepertinya akan bersambung saja. Syukurlah hari ini semua sudah kembali normal.
Kilasan hari ini seperti
mencoba meraba kemana pergerakan alam, yang terus membetot kesadarannya. Teringat
saat mana dirinya mengirimkan email kepada Ratu Sima. Bahwa saatnya sudah tiba,
tugas berat Ratu Sima akan mulai digantikan posisinya oleh Ratu Boko. Dalam
kesadaran Mas Thole dijelaskan mengapa sebabnya. Karena jaman dahulu ilmu-ilmu
kesaktian sangat dianjurkan oleh Negara. Hingga saat mana kemudian datang Nabi
Sulaiman meluruskannya. Namun ternyata tidak semua orang yang berilmu tunduk
kepadanya. Secara diam-diam mereka masih mengajarkan ilmu-ilmu kesaktian.
Dengan ilmu tersebut manusia dapat berkolaborasi dengan para jin dan siluman.
Maka Ratu Boko berkewajiban untuk memerangi mereka semua. Sebab hanya dirinyalah
yang tahu dimana kelemahan ilmu-ilmu yang digunakan mereka. Inilah rangkaian email Ratu Sima yang sudah
mulai ber metamorfofis ke Ratu Boko.
Dikirim: Sabtu, 4 Mei 2013 18:56
Judul: Bls: Perenungan
Judul: Bls: Perenungan
Mualaikumsalam...
Alhamdulillah keadaan
saya & family baik2 saja.
Cuma entahlah... akhir2
ini... ketika dibawa sholat... mata tidak bisa dibuka, asyik tertutup &
mengantuk hebat.... Massyaallah ... Malam hari terbangun pun tiada daya
untuk melaksanakan sholat malam.
Apakah karena capek dg
rutinitas akhir2 ini ( Liburan di japan... tamasya kesana kemari dll bersama
family ).
Sepertinya memang Alam
sedang harmoni. Bisa jadi karena paku bumi... Allahu'alam. Yang kangmas
kabarkan pada saya adalah saat ini pini sepuh & para leluhur tengah
sibuk2nya mengatur strategi & barisan. Saya hanya diminta untuk tetap diam
dalam tasbih.
Salam untuk Sang Prabu
& saudara nya.
Oh ya... ada bisikan yg
mengatakan Mas Thole adalah Satria Piningit Budak Angon, Allahualam.
Salam.
Dikirim: Minggu, 5
Mei 2013 16:08
Judul: Siap lahir & Bathin lillahita'ala.
Judul: Siap lahir & Bathin lillahita'ala.
Iya Mas. Insyaallah saya
siapkan untuk lebih mantap.
Secara hati... perasaan
lahir & bathin saya sudah siap ikhlas & ridho akan tugas yg suci
tersebut.
Satu hal,... bahwa raga
saya masih sengaja di kunci untuk keamanan, itu yang kangmas kabarkan kepada
saya. Kangmas hanya menyarankan saya untuk ikhlas & ridho... bertasbih
& bertasbih hingga tercapai innasolawati wanusukhi wamahyaaya wamamati
lillahi robbil alamin.
Semalam & untuk
selanjutnya... biasa saya bangun jam 2.30 waktu japan ( 12.30 pagi waktu RI ).
Sholat taubat... sholat tahajjud... & sholat subuh ( 3.50 pagi waktu japan
/ 1.50 pagi waktu RI ). Diwaktu itulah saya mencoba berserah total dlm sholat.
Minggu ini 2~3 hari ke
depan biasanya datang bulan ( antara tgl 5-6-7 ). Mungkin saat itu tidak bangun
dimalam hari.
Salam.
Dikirim: Kamis, 2 Mei 2013 18:20
Judul: Berbincang..... ?
Judul: Berbincang..... ?
Assalamualaikum....
Sore ini dikala masak
& cuci piring.... Seperti nya Ibunda memberitahukan sesuatu kenapa harus
melaksanakan tugas Ilahi, Subhanallah. Tidak hanya itu.... sepertinya
kami mulai berbicara. Itu yang saya rasakan.
Terima kasih atas do'a
& bimbingan Mas Thole.
Salam.
Dikirim: Selasa, 7 Mei 2013 5:47
Judul: Bls: khabar
Judul: Bls: khabar
Seperti biasa.... Saya
hanya berserah diri tampa meminta ini & itu.
Saya tiada impian....
tiada keinginan... saya hanya mengalir saja. Mungkin itu juga kejadian yg saya
rasakan sewaktu Ibunda Ratu Sima hadir. Hanya hati tenang & merasakan
nikmat nya bertasbih.
Tentu nya Ibunda Ratu
Boko akan menghampiri Mas Thole jikalau ada sesuatu.
Salam.
Berpacu dengan gambaran, lintasan yang
tidak pernah berhenti. Mengejar kapankah cahaya itu jatuh pada layarnya.
Seperti menanti saat mana sorot proyektor film memancarkan tayangan, namun
sayangnya layarnya tidak ada. Tidak pernah tahu dimana ujungnya. Maka Mas Thole terus
mengejar bayangan, berharap tampilan gambar mampu memberikan keterangan. Sambil
terus berharap cemas, bagaimanakah dengan para kesatria mampukah mereka
menundukan diri mereka sendiri. Penantian ini mendebarkan, sebagaimna menanti
istri yang akan melahirkan. Akankah lahir dengan selamat atau ibu dan anak akan
mati. “Tuhan dimanakah kami harus
berhenti, jika bukan saat ini, apakah akan nanti ?”.
Bertanya
dalam gaung suara, menembus malam yang terus menyapa. Sebab kini nelangsa
menjadi saudara. Teringat bagaimana kejadiannya, saat mana para sahabatnya, mati
satu demi satu karena sebab tragedy. Kini harapnya, semoga itu tak terjadi. "Berikanlah kekuatan pada kami. Pada kesadaran ini. Jangan biarkan mati sebelum
kami mampu memaknai." Hanya itu doa. Seperti malam semakin menyendiri. Dan
nampaknya ada SMS masuk dari Gusti Putri Pambayun. Hanya memperjelas apa-apa
yang sudah dilihat Mas Thole. “Semua
menunggu titah siap sedia..” Berkatalah awan kepadanya. Maka saatnya di akhirilah kisahnya ini. 'Kisah Jejak-jejak Kasat yang Tak Terbaca.'
walaouhualam
Komentar
Posting Komentar