KIsah Spiritual, Hadirnya Leluhur Atlantis dalam Bedar Alam
ilustrasi, koran-jakarta.com
Sudah dua hari ini hidup terasa renyah sekali.
Menikmati berangkat pagi dengan suka
hati. Berharap semoga tidak terjadi keanehan-keanehan dikini dan nanti. Begitulah, Mas Thole sedang dalam merasakan kehidupan terkininya. Tidak ada
gempuran rahsa, tidak ada belitan energy, tidak ada nuansa misteri semua
berjalan apa adanya saja. Sungguh betapa nikmatnya hidup dalam dua hari ini.
Berita dan email dari Ratu Boko pun juga tak ada. Semua kembali pada dimensi
realitas hidup ini. Hanya kadang Mas Thole sesekali masih menanyakan keadaan
Putri Sriwijaya dan Gusti Ratu Pambayun. Dua orang inilah yang masih sering
komunikasi. Betapa di dua pagi, ~ hari
bersamanya menyeliputi riangnya
hati.
Blam..blam...!. Tiba-tiba rasa berat menggelayuti
badannya, seperti ada ribuan laksa pasukan masuk ke badannya. Tentu saja hal
itu mengakibatkan rahsa kantuk yang luar biasa. Sementara itu, Mas Thole sedang
duduk dibelakang mendengarkan seksi pelatihan, menjadi pengamat. Hampir saja
dia rebahkan kepalanya. Jika saja dia bukan sedang dalam mengajar bersama sang
Prabu tentu sudah sedari tadi di tidurkan dirinya. “Ya Tuhan ada apa apalagi kah ini..?” Jiwanya coba bertanya. Apakah ini kantuk biasa
ataukah ada lainnya. Pikiran coba ditepiskannya saat dugaan meluncur
kepada tokoh pemaku bumi yang
menyebabkan badannya menjadi berat begini. Sebab rasanya baru kemarin ini terjadi.
Dia mencoba mengabaikan dugaan itu.
Sebenarnya raa berat itu sudah sedari jam 9 pagi, mulai
terasa. Badannya seperti penuh energi. Seperti ada lapisan eter yang mengisi
badannya. Hawa yang secara otomatis hadir untuk melindungi dirinya. Hanya dia
tidak menyangka jika keadaannya akan semakin parah pada saat siangnya. Dan puncaknya pada saat sehabis makan siang. Batinya
bertanya, mengapakah dia dalam sikap siap sempurna ?. Kenapakah instrumen ketubuhannya seperti mau
perang saja. Semua dalam siaga ?. Dan pertanyaan itu, semua menjadi jelas saat
Gusti Ratu Pambayun mengirimkan SMS.
Ugh..!. lagi-lagi dari tokoh pemaku bumi yang merasa sakti. “Mengapakah dia berulah lagi ?. “ Batin
Mas Thole tak mengerti.
Nada SMS tokoh ini seperti mengadili raga terkini Gusti
Ratu Pambayun. Sehingga Gusti Putri menjadi serba
salah dan mengirimkan SMS kepada Mas Thole untuk memperbaiki kisah-kisah
tentang sang tokoh tersebut. “Adakah yang salah dalam kisahnya ?”
Pikir mas Thole tak mengerti ?. Apa yang dikisahkannya sudah sangat
berhati-hati sekali. Semua adalah kisah nyata dan merupakah kisah spiritual
dalam dimensi keyakinan. Sehingga siapapun yang tidak meyakini akan sulit masuk
kedalam inti kisahnya.
“Mas Thole..mungkin bisa direvisi isi
artikelnya..Atau ada jawaban untuk dia (nama raga terkini)..” Begitulah bunyi SMS Gusti Pambayun. Meminta
agar Mas Thole merubah jalan kisahnya itu. Sungguh ada rahsa gamang dan serba
salah yang tertangkap Mas Thole. Atau ada rahsa takut yang menyelinap di hati
Pambayun terhadap tokoh ini. Semakin menambah ketakmengertian Mas Thole.
Padahal juga sudah ditegaskan bahwasanya para kesatria
tidak berurusan dengan raga terkini. Ketika satria berbicara maka harus
dipisahkan yang mana orang masa lalu dan manakah raga terkini. Para kesatria
berada dalam tataran kesadaran sehingga perang yang dilakukan adalah perang
kesadaran. Mereka dilahirkan kembali untuk memperbaiki kesalahan ini. Adalah kesadaran
yang salah yang ternyata kemudian telah melahirkan pelbagai macam benturan
dimasa peradaban berikutnya. Kesadaran yang tidak lurus kepada Allah akan
menghasilkan sesuatu lainnya, sebagaimana keadaan generasi di masa kini. Ya, maka
hasilnya adalah generasi yang sudah terlanjur ber anak pinak seperti sekarang
ini.
Mengapakah sang tokoh tidak mampu memaknai hakekat ini ?.
Mengapakah dia merasa disalahkan ?. Mengapakah saat setelah membaca apa yang
dikisahkan tidak membuat dirinya melakukan introspeksi diri ?. Kemudian memohon
maaf atas kesalahannya melecehkan Pambayun ?. Dia masih dalam arogansinya. Dia
masih terus menganggap sepela para kesatria. Dia masih terus menganggap bahwa
atas berkat jasanyalah jawadwipa bisa aman bisa lepas dari pengaruh jin dan
syetan.
Sifat ujub diri inilah yang menyebabkan sang tokoh ini
meremehkan kestaria khususnya Gusti ratu Pambayun, tokoh yang paling muda
usianya diantara kesatria lainnya. Tentu saja hal ini mengusik lainnya.
Terutama Banyak Wide, amarahnya sudah menyundul langit. Dia yang hidup masih
satu generasi dengan sang tokoh tahu persis bagaimana sepak terjang tokoh yang
satu ini. Jika tidak karena rahmat Tuhannya mungkinBanyak Wide akan menantang
sang tokoh untuk adu kesaktian. Tidak saja di masa lalu bahkan di masa sekarang
ini pasti akan dilakukannya. Syukurlah Allah memberikan burhan, sehingga Banyak
Wide menahan dirinya.
Bergulatan tanya, sungguh aneh sekali, jika memang dia
ini tokoh sekelas wali, tentu dia akan paham
hakekat “Lahaula wala kuwata illa billah”. Tiada daya upaya selain Allah. Maka
seharusnya taokoh tersebut pahambahwa apapun upaya yang dia lakukan adalah atas
kehendak Allah. Sekali lagi, mestinya dia paham perihal ini. (Yaitu) Hakekat bahwa seluruh kejadian adalah
kehendak Allah semata. Bahkan Rosululloh pun tidak pernah melakukan klaim
seperti itu. Mengapakah dirinya selalu mengangul-anggulkan jasanya ?.
Bukan atas kuasanya jika raganya dapat digerakkannya
untuk memaku bumi. Dan juga bukan atas keinginnya jika kemudian dia memiliki niat
untuk memaku bumi. Semua hakekatnya adalah Allah yang berkehendak atas bumi
jawadwipa ini. Manusia hanyalah wayang. Siapakah yang menggerakan hatinya ?.
Siapakah yang menggerakkan dirinya ke jawadwipa ?. Allah yang berbuat seperti
itu. Maka mengapakah sekarang ini dirinya berlaku sobong dihadapan para
kesatria ?. Bahkan melecehkan keberadaan Gusti ratu Pambayun ?.
Kesombongan adalah baju kebesaran Allah. Maka jika ada
makluk yang mencoba mengenakannya. Lihatlah contohnya di al qur an, bagaimana
Iblis yang mencoba mengenakan baju Allah pada dirinya. Seluruh alam kemudian
menghinakannya. Sungguh Allah sangat membenci makluknya yang berlaku sombong. Apakah
dirinya tidak memahami hakekat ini. Masihkah dia terus mengagul-agulkan jasanya
saat mana memaku bumi tanah jawadwipa ?. Apakah karena dirinya merasa sebagai
wali, sebagai syekh yang sakti ?. Kesombongannya masih saja seperti dulu !. Heh..!.
Inilah bagian dari SMS nya yang dicuplikan sebagiannya.
“Aku sbgai pembuka tanah jawa ini sejujurnya
merasa sngt sedih melht episode demi episode khdupan manusia yg silih berganti
yg didominasi oleh nafsu keserakahan untk menguasai yg lain. Bla..bla “ (Baca; Berita Kepada Alam)
Penggunaan kata ganti Aku
dalam setiap pernyataannya ini, mampu dibaca oleh Banyak Wide. Aroma yang
dibawanya ke- Aku- an yang di bawanya, sungguh sangat jauh dari apa yang
tersurat di dalam kalimatnya. Manis
pernyataannya namun dalamnya menyakitkan sekali. Janganlah menganggap para
kesatria adalah anak kemarin sore. Usia para kesatria yang diturunkan alam
sudah banyak yang menembus sribu tahun bahkan lebih dari itu ratusan tahun
lagi. Pernyataan “Aku sbgai pembuka tanah jawa...” Adalah sebuah pernyataan
ke jumawa an dirinya. Dia yang merasa paling...Hhh. Bergetaran sendi-sendi Mas Thole
menahan amarah Banyak Wide. “Apakah tokoh itu tidak menganggap sama sekali para
pinisepuh jawa...?!”
““Jika orang2 dimasa lalu itu tidak tamak jawadwipa tdk akan sperti
sekarang ini..jgnlah kita saling menyerang dan menyalahkan itu yang aku
sayangkan. “Biarkanlah apa yang ada berlaku sdemikian itu, walau mereka mampu
menggerakan gunung dgn tangannya, mereka tdk akan mampu menyentuhmu karena AKU
selalu bersamamu””
Pembelaan yang sangat keliru, tidak ada sedikitpun leluhur
menyerang raga terkini. Jikapun mereka terkena hanyalah radiasinya saja. Para
leluhur hanya menyerang kesadaran sang tokoh yang terus bertahan dengan
kepongahannya. Banyak sekali pernyataannya yang disunting dan tidak ditampilkan
sebab alasan etika. Seorang tokoh yangdipuja nyatanya begitu keadaannya,
bukankah sangat malu rasanya jika disampaikan, walau hanya semisal kisah
spiritual saja.
Mengapa dia tidak sadar juga, bahwa paku yang
ditanamkannya sudah terkontaminasi kesombongan yang tersembunyi di dalam
hatinya. Seorang wali Allah jika ada setitikpun debu kesombongan maka batal
sudah kewaliannya. Paku yang terkontaminasi kesombongan inilah yang dia
pancamgkan di jawadwipa, sehingga setiap detik menyebarlah radiasi kesombongan.
Paku ini bekerja seperti pemancar radio yang terus saja bekerja disegala
peradaban di nusantara ini. Jelas saja keadaan ini sangat fatal akibatnya.
“Kesadaran yg dibbrikan pada saat itu bukanlah kesadaran tandingan dgn
kesadaran yang telah ada, tapi membenahi tatanan kesadaran yang telah kacau
krna mereka para penghuni jawadwipa
waktu itu kehidupannya menurutkan hawa nafsu jahatnya..jiwa2 yg telah
berkongsi dgn jin2 kafir..Shingga kondisi tersbut telah memporak porandakan tatanan sosial –
spiritual yg ada. Jadi kedatanganku dgn kesaaran baru bukan utk mencari
permusuhan melainkan berbagi kedamaian
dan keselamatan bagi smua makhluk Allah yg ada di jawadwipa.”
SMS tersebut diminta agar disampaikan kepada Mas Thole.
Begitu diawalnya, pernyataannya selalu baik dan manis, namun dibelakangnya
selalu dibumbuhi rasa ke Aku an yang tinggi. Diungkitnya lagi jasa-jasanya yang
telah memaku bumi nusantra ini. Para kesatria dia lecehkan keberadannya. Selalu
dan selalu jasanya itu yang disebutnya. Seakan dirinya meminta dipuji dan
dipuja atas kepahlawanannya. Jelas Banyak Wide tidak mudah dibohongi dengan hal
seperti itu. Dirinya tidak sadar juga bahwa saat sekarang ini dirinya diberikan
KESEMPATAN KEDUA dengan lahir kembali di dunia. Untuk apa ?. Ya, pasti untuk
memperbaiki kesalahannya di masa lalu.
Manusia yang reinkarnasi pasti harus menjalani karma-nya.
Jika dirinya memang sudah benar maka dirinya pasti sudah di nirvana sana.
Menikmati kehidupan surgawi. Maka jika dia masih ada di dunia, lebih baik berkacalah.
Kesalahan apa yang teah di buatnya di masa lalu, sehinga dirinya meski reinkarnasi
lagi. Mengapa hal semudah ini saja tidak dimengertinya. Bikin marah saja !.
Selama 2-3 jam Mas Thole berkutat dengan SMS itu. Entah
kenapa kesatria kemudian terkoneksi Putri Sriwijaya menanyakan ada apa ?. Mas
Thole secepatnya minta ijin untuk sholat ashar, raganya sudah dipenuhi energy
yang membutuhkan penyadaran. Maka dilakukannya sholat yang panjang dan lama.
Maka dalam kesadarannya hadirlah para pinisepuh nusantara bahkan dari masa
kerajaan atlantis, turut menjadi saksi keadaan.
Bagaimana sedihnya Mas Thole, sebagai orang asli Jawa dirinya
benar-benar terusik. Mengapakah kesadaran asing terus menerus melecehkan
kesadaran Jawa.
Jika bukan atas kehendak Tuhan atas peradaban dan
kesadaran yang mesti digilirkan di muka bumi. Maka sudah barang tentu para
pinisepuh Jawa tidak akan membiarkan anak keturunannya dihinakan oleh kesadaran
lainnya. Mereka tahu dan sadar sadar sekali saat mana peradaban atlantis
diluluh lantakan alam sebab sudah mengesampingkan Tuhannya. Sehingga mereka
ditengelamkan. Kemudian kekuasaan dipergilirkan dari satu bangsa ke bangsa lainnya.
Mereka tak mampu berbuat apa-apa sebab itu sudah kehendak Allah.
Oleh karena itu saat mana bumi jawadwipa di paku oleh
kesadaran lain, pinisepuh juga diam saja
sebab mereka menyadari bahwa belum saatnya kesadaran Jawa bangkit kembali. Kejayaan atlantis belum
saatnya kembali eksis di muka bumi ini. Maka sekali-kali bukan karena mereka
tidak memiliki kesaktian untuk memaku bumi jawadwipa. salah besar anggapan
bahwa saat itu Jawadwipa penuh dengan jin dan syetan yang tidak bisa
dikendalikan oleh orang-orang Jawa. Maka kesombongan tokoh itu tidaklah pada
tempatnya.
Hanya sebab para pinisepuh mereka patuh kepada kehendak
alam untuk berdiam diri, bersabar menunggu saatnya saja yang menyebabkan mereka
tidak bertindak. Mereka memahami dan mampu membaca kehendak Allah maka mereka
tidak melakukan itu. Buklannya karena sebab mereka tidak punya kesaktian !. Siapakah
yang tidak tahu kesaktian para ahli kitab di jaman nabi Sulaiman. Itulah leluhur
bangsa Jawa.
Maka menjadi aneh sekali jika tokoh sakti tersebut
melakukan klaim kesaktian pakunya sanggup mengusir jin dan syetan. Buktinya
saja adalah sekarang ini. Lihatlah, bagaimana keadaan manusia di masa sekarang,
bukankah mereka ini tetap saja
berkolaborasi dengan Jin dan syetan. Perdukunan marak dimana-mana. Sungguhkah
dia tidak melihat keadaan jaman sekarang ini ?. Dimanakah kesaktian paku bumi
sang tokoh ?. Kesal sekali Mas Thole, menangkap energy yang dilontarkan sang
tokoh yang satu ini. Maka tak ayal lagi, selesai sholat dirinya mengambil
posisi bersiap.
Sikap takjim berdoa, sikap duduk siaga. Memohon
ampunan-Nya, memohon rahma-Nya. Dalam kesadarannya diliputinya alam semesta,
adakah yang ingin disampaikan alam kepada dirinya ?. Selintasan terdengar suara
berderak, alam ternyata ikut murka. Maka disatukan formasi para kesatria.
Formasi bintang pari, Banyak Wide di depan, sebelah kanan Prabu Silihwangi,
sebelah pojok kiri Ratu Boko, Sebelah bawah Patih Nambi, Bagian bawah lagi Ki
Wiroguno dan Pambayun, bagian dalam Ratu Sriwijaya. bersatu dengan keekuatan
alam. Dan tiba-tiba bergulung-gulung angin berputar, terus menembus angkasa.
Dalam tiwikrama, berdatanganlah leluhur tanah Jawa ini,
sesepuh yang sudah berusia lebih dari 10 ribu tahun, Sabdo palon dan Naya
Genggong, dan leluhur lainnya yang sudah setingkat manusia setengah dewa, yang
berada dipuncak-puncak gunung, yang berada di lembah-lembah, semua berdatangan.
Mereka menyaksikan apa yang akan terjadi, mereka menjadi saksi kesedihan para
kesatria. Tokoh paku bumi ini telah menyulutnya, menjadi pemicu tokoh-tokoh
lainnya yang serupa. Tokoh yang dengan sombongnya mengabaikan keberadaan
pinsepuh Jawa.
Bergerak tangan Mas Thole perlahan, bergulung angin
menerpa ke langit, bersatu tenaga semua kesatria. Mereka disatukan oleh alam,
tanpa sepengetahuan raga terkini mereka. Perlahan dan mantap Banyak Wide
mengeluarkan Pedang Langit, tanda peperangan yang harus di mulai. Maka
bergemuruhlah angkasa, awan seperti berderak-derak. Jauh disana di Pulau
Sumatra raga terkini Putri Sriwijaya, mutah-mutah berkali-kali, di dengarnya
suara tak wajar. Pasukan Sriwijaya seperti di mobilisasi. Pasukan Pajaran,
Pasukan Mataram, Pasukan Majapahit telah terhimpun di langit membuat pekat
suasana siang tadi. Diirngi doa leluhur tanah Jawa, sesepuh atlantis sebagai
penyaksi, para pasukan telah angkat senjata. Maka siang tadi adalah
kejadiannya.
Yaitu kejadian pada realitas, tidak sampai 5 menit, areal
kawasan industri karawang dimana Mas Thole sedang berada di jatuhi hujan yang
aneh, hujan seperti suara air dari ember yang dituangkan. Suara keras sekali,
namun hanya sekali saja kemudian diam.
Hujan yang sangat aneh. Rekan sebelahnya juga turut keheranan. Begitu juga
mendung tiba-tiba berderak. Gusti Pmabayun melaporkan di kawasan Kuningan hujan
deras sekali. Jakarta dan sekitarnya di kepung hujan mulai ashar sampai sore. Hujan
yang tak wajar. Hingga malam pun Putri
Sriwijaya masih terus mendengar suara alam yang berderak-derak.
Mas Thole hanya dalam keyakinannya bahwa Banyak Wide dan
kawan-kawannya dilahirkan kembali untuk membuka jalan bagi kelahiran kesadaran
atlantis yang akan menjadi para kesatria utama dalam kancah peradaban kesadaran
baru. Merekalah yang akan mengisi nusantara baru. Dengan kearifan dan
kepiawaian mereka sudah tentu dapat dipastikan keadan nusantara baru nanti seperti
apa. Merekalah orang-orang Pasundan leluhur tanah Jawa ini. Maka keberdaan mereka
akan sellau dipingit sebab banyak sekali bangsa-bangsa dimuka bumi ini yang
takut jikalau atlantis akan kembali bangkit. Sungguh negara yang paling
ditakuti di muka bumi ini. Peradaban mereka sudah mampu menembus angkasa.
Setara dengan makhluk cerdas UFO.
“Ada
sesuatukah ?. Alam mulai bergemuruh..” Begitu kekhawatiran Putri Sriwijaya, melalui SMS. Malam
semakin larut, dan Mas Thole merasa harus mengkisahkan bagian ini. Entahlah,
mungkin saja tokoh sakti itu kembali
tidak suka. Dan kembali mengobral energynya.
Sayangnya bahwa raga terkini sang tokoh
tidak tahu apa-apa, tidak merasa, terhijab dalam angannya, menganggap bahwa tokoh tersebut semisal dewa.
Sungguh semua manusia di mata Allah adalah sama. Yang membedakan hanyalah amal. Tidak sepatutnya kita manusia mengkultuskan
manusia lainnya . Takutlah jika mungkin saja ada syirik tersembunyi disana.
Dan leluhur Jawa mereka pinisepuh atlantis, menjadi saksi
Bedar Alam ~ pergulatan anak keturunannya. Sekarang ini mereka sudah hadir kembali
di muka bumi, mereka terus mengikuti kemana anak keturunan Orang Jawa pergi. Mereka yang
akan memanggil para kesatria piningit. Para kesatria yang masih tinggal di luar
negri. Anak keturunan Jawa yang kembali sebab mereka sudah mengenal jatidirinya
anak-anak jawa adalah ‘wong jowo’.
Wolohualam
sebenarnya, pada saat sang tokoh dimaksud meniadakan keakuan dan mengakui bahwa yang memaku adalah Allah dan Allah yang berkehendak, maka sudah selesai. tidak ada keakuan lagi, dan tentu selanjutnya tidak akan mengaku ngaku telah memaku bumi lagi.
BalasHapusdi saat itulah kemudian sang tokoh telah berjalan seiring dengan Allah, Alam, dan para Ksatria
Salam. Selalu menyimak kajian yg penuh makna dan sangat bermanfaat.
Hapus