Diskusi Tasawuf, Pelajaran Sholat


---- Forwarded Message -----
From:
 Arif Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
To:
 IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au> 
Sent:
 Tuesday, 15 June 2010 12:09 PM
Subject:
 Bls: Hasil menghadapkan kesadaran akal kepada Allah.

Ya seperti itu yang dimaksudkan. Lakukan proses yang sama untuk kesadaran jiwa, ruh dan raga. Untuk diingat, sufi, tao, budhi-isme dengan kesadaran jiwa, Abu sangkan, dengan kesadaran ruh-nya, taichi dan olah lainnya dengan kesadaran raganya. Belum lagi ada ilmuwan, einstein, dll. Setiap kesadaran demikian dasyat bila dieskplorasi satu demi satu, tidak cukup umur kita jikalau berjalan dengan kemampuan sendiri. Biarkan Allah yang mengajarkan kepada kita. Setiap gerakan sholat, sebetulnya melatih kesadaran ini satu demi satu, coba amati saja sebagai refresing, sebagai penyempurna apa yang sudah diajarkan abu sangkan. Akan nampak sekali, setiap detail dzikir di dalam sholat kita.
            -Allahuakbar,(takbir) 
Kesadaran jiwa diperluas, seluas-luasnya hingga batas sadar dan tidak, dimana kita tidak mampu lagi kesana, dimana bila diteruskan maka kita akan kehilangan kesadaran.Dibatas itu,  Maka kita ber takbir kepada dzat yang demikian besarnya, bahkan jiwa saja tidak mampu menjangkaunya.
            -Ini wajahtu......wajahiya
kita hadapkan wajah kesadaran kita satu demi satu dalam sekian detiknya....
kesadaran akal, kesadaran ruh, kesadaran jiwa, kesadaran raga
            -la illa haillah (al fatihah) 
Berdiri diam adalah posisi mengarahkan wajah kita. Posisi ini adalah posisi mengarahkan diri kepada ~menuju kepada arah dzat yang Esa, dengan pemahaman kesadaran yang kita miliki, memohon ditunjukan jalannya para nabi.
            - subhanalloh (rukuk sebagai kesadaran jiwa),
kesadaran akal dan kesadaran jiwa sering berinteraksi, dengan kesadaran jiwa yang mampu kita pahami maka tasbih ini meluncur dengan benar
            -ina lilahi wa inailahi rojiun (bangun dari rukuk),
Saat bangun dari rukuk, segala persepsi kita kembalikan kepada Allah, melintas tanpa batas lepas total...blazz...kita akan kehilangan keseimbangan, kita akan kehilangan kesadaran sekian per detik dengan kecepatan luar biasa, mungkin terlempar, ...sedikit demi sedikita kesadaran muncul kembali bersama daya yang merambat, bersama helaan nafas satu-satu..kita tertunduk..luruh..
           
-lahaula wala quwata (diam tumakninah), 
Muncul kesadaran ruh..kesadaran daya yang menggerakan diri kita merambat dengan pasti, menghasilkan dingin yang tak terkata, seperti semut sedang bergerak, mulailah mengamati dengan ini, bagaimana angin, bagaimana pergerakan bumi, planet, alam semesta, diam tumakninah merasakan gerak hidup dengan kesadaran. Kita akan paham ada sebuah daya luar biasa yang menggerakkan itu semua. Maka tanpa sadar kita memujinya, "segala puji bagai Allah sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh apa yang Dia kehendaki..".
            -subhanalloh (sujud sebagai kesadaran akal),
            -kudrat sebagai khalifah  habluminalloh dengan kesadaran utuh, (diduduk diantara dua sujud),

Dengan kesadaran bahwa kita adalah hanya kudrat Allah semata, menyatukan semua kesadaran dalam diri kita sebagai manusia, sang khalifah yang memiliki banyak kelemahan maka tanpa sadar kita berdoa...robifirli....kita siapkan diri kita untuk mewakiliNYA.
Inilah wilayah HAMBLUMINANNAS
            - Wilayah HAMBA dan SANG KHALIK.
Tahiyat sebagai hambluminalloh, kepada teladan para nabi maka kita memuji ke teladanan mereka. Mengarahkan kesadaran kita kepada teladan ini. Maka kita mohon kepada Allah jalan ini. Sebagai wujud ketidak berdayaan kita untuk melaluinya sendiri. maka kesadaran kita meluncur kepada kesadaran para nabi ini.

Bila kita perhatikan kesadaran akal, mendapat porsi dua kali untuk disucikanNYA, dalam tiap rokaat sholat.

Maka methode Ihsan, methode Islam adalah menyempurnakan apa-apa yang sudah ada, menyempurnakan kitab terdahulu, menyempurnakan ajaran-ajaran para nabi yang sudah pernah ada, di seantero muka bumi ini. Dengan membaca semua itu kita menjadi paham bahwa kita hanyalah manusia
, yang benar dari Allah datangnya, sulit saya meramu ke dalam tulisan jadi mohon maklum, saya yang hanya dititipi muntah-muntah beberapa kali. Maka saya tulis saja cepat-cepat. Biar langsung di transfer saja, kalau ada yang kurang jelas mohon maklum, eksplorasi saja sendiri, dari hasilnya nanti mungkin ada petunjuk lagi.

wasalam


Dari: IMAM SARJONO <imam.sarjono@yahoo.com.au>
Kepada:
 Arif Budi utomo <budiutomoarif@rocketmail.com>
Terkirim:
 Sel, 15 Juni, 2010 09:04:27
Judul:
 Hasil menghadapkan kesadaran akal kepada Allah.
Saya sudah mulai bisa merasakan, menghadapkan kesadaran akal kepada Allah.

Awalnya terasa seluruh bagian tubuh kita tidak terkontrol lagi, kaki tangan, kulit, kepala, mata, hidung, seluruh bagian tubuh bergetar, bergerak di luar kontrol saya, berdzikir, bertasbih, badan terasa dikocok, urat-urat ditarik.. Sulit menceritakan seperti apa, anggaplah seperti orang kena Parkinson,
semua bergerak sendiri-sendiri tanpa kesadaran saya yang menggerakkan.

Lalu tetap pasrah, saya hadapkan kesadaran akal, saya masuk dari mata melihat warna, apa itu warna itu, warna itu tidak ada hanya persepsi dari mata kita yang melihat berganti-ganti warna, persepsi antara cahaya, dan obyek serta mata kita, kalau salah satu persepsi itu tidak ada maka tidak ada warna itu, kalau tidak ada cahaya maka warna itu tidak ada, kalau obyek tidak menyerap sebagian warna (persepsi obyek itu sendiri), maka kita tidak mampu melihat warna, dan kalau mata kita tidak mampu melihat persepsi itu, sebagaimana halnya orang buta warna, maka warna itu tidak ada.
Betapa seringnya kita melihat warna di langit, birunya langit, birunya laut, atau gunung, atau hijaunya daun, namun ketika kita tidak mau mengamati, atau menghadapkan persepsi kita, maka warna itu hilang, maka jadilah kita buta warna sesaat. Coba tanyakan pada orang yang sedang melamun tentang warna apa yang dilihatnya, maka tidak ada warna.

Masuk lebih dalam, bagaimana 'persepsi' ini terbentuk, ada suatu hukum yang mengatur keluarbiasaan warna ini, seluruh proses yang berbelit-belit yang terencanakan, maka kesadaran mengamati warna, memunculkan kekaguman akan kesempurnaan pengadaan warna. Kesadaran betapa rumit betapa teliti betapa sempurna desain ini. Suatu ketundukan akan kekaguman terbentuknya persepsi warna pada mata kita.
Lalu demikian pula pada bunyi yang terdengar di telinga, proses panjang perambatan bunyi, adanya sumber bunyi, adanya ruang yang merambat adanya penerima yaitu indera kita sehingga sampai pada suatu 'persepsi' tentang bunyi tersebut. Bunyi jengkerik, kita mampu membayangkan utuh seekor jangkrik, hanya dari suara yang terdengar, bahkan kita mampu memperkirakan sumbernya dimata. Ketika kesadaran kita mengamati bunyi, maka akan timbul ketundukan, kekagumanan.

Demikian pula indera-indera lainnya, suara yang kita keluarkan, lalu kulit, lidah, hidung, ketika kesadaran mengamati satu demi satu.Lalu otak atau akal kita membentuk suatu persepsi tentang apa yang kita amati, baik itu apa yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan. Akan terbentuk persepsi. Kita bisa menghilangkan persepsi sesaat dg menutup indera, misalnya mata atau telinga. Namun ingatn tentang kejadian tersebut masih ada. Persepsi-persepsi inilah yang tersimpat dalam file atau memori yang bisa kita panggil nantinya sebagai referensi.

Ketika dengan kesadaran kita hadapkan akal kita yang penuh dengan persepsi baik itu persepsi saat ini maupun memori persepsi kepada Allah, pada awalnya akan terbentuh persepsi yaitu berdasarkan pemahaman (persepsi) tentang Allah dengan segala kehebatan, kekuatan, segala Maha, Maha ini, Maha itu. Lalu hilang, kosong. Hanya kesadaran yang ada, tak ada lagi persepsi, akal kehilangan arah, kehilangan kemampuan tak mampu lagi melanjutkan.
Lalu kesadaran itu yang menuntun ke arah denyut jantuk, getaran di dada, yang bergetar perlahan, sedikit demi sedikit menguat, membentuk lapisan baja di dada, keyakinan adanya Dzat yang tak bisa dipersepsikan. Kuat kokoh mengencang. Lalu tenang, nyaman, damai.


Ketika dilakukan berkali-kali, proses awal yang cukup menyakitkan, semakin lama semakin melemah, semakin pasrah. Semakin lancar. Maka akal tunduk menyerah pasrah pada kenyataan yang tak terbantahkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali