Energy Kesadaran : The Consciousness Ultimate


Sesungguhnya tiada yang terbuang. Sebab malam juga tak menyisakan siang. Biarlah sedu sedan itu. Mungkin dengan itu kita mengerti. Bagaimanakah ketika kita menyadari keadaan diri. Sedu sedan menahan kesedihan. Itulah suatu keadaan kesadaran. Suasana ketika kita diliputi  perasaan. Bukankah kita serasa ada. Meski hanyalah semisal residu rahsa saja. Itulah eksistensi kita sebagai manusia. Setiap manusia memiliki rahsa sedih itu. Jadi janganlah berbangga jikalau kita tidak pernah menikmati rahsa sedih. Sebab pastilah itu bukan keadaan diri manusia.

Manusia terjebak kesadarannya sendiri. Maka manusia akan hanya merasa keadaan sedihnya saja, atau keadaan senangnya saja, atau keadaan masalahnya saja atau keadaan apa saja yang terasa di badan ketika itu. Seperti misal, ketika air berada di kopi maka dirinya (air) merasa bahwa dia adalah kopi. Begitu juga saat dirinya berada pada sirop, maka dia juga akan beranggapan bahwa dia (air) adalah sirop. Semisal itulah saat kesadaran kita berada pada tataran akal dan logika dia akan merasa bahwa dirinya adalah akal dan logikanya. Semisal juga saat kesadarannya sedang singgah di nafsu sahwatnya maka dia seakan-akan adalah ‘sang birahi’. Nafsu birahi kemudian akan menguasai instrumen ketubuhan kita. Begitu dahsyatnya Energi Kesadaran.

Dan bagaimana saat kesadaran singgah di jiwa, di raga, dan juga di ruh. Maka akan sama keadaannya. Entitas yang disinggahi sang kesadaran akan merasa bahwa hekaket dirinya adalah seperti entitas yang disinggahinya. Semisal saat air ada di kopi, sirop, teh, dan lainnya. Yang terasa adalah rahsa dari entitas tersebut. Kesadaran seharusnya mampu meliputi keseluruhan entitas ketubuhan manusia. Sehingga keadaan entitas ketubuhan kita akan tersapa, menjadi harmonis. Jika keadaan tersebut tercapai, maka itulah harmonisasi dalam ketubuhan kita. Menjadi manusia seutuhnya, tidak terpisah-pisah lagi di dalam entitas penyusun raga manusia.

Mengapakah keadaan tersebut sulit untuk dicapai ?.  Sebab manusia akan selalu terhijab dalam permainan kata, logika, dan angan manusia itu sendiri. Manusia sering tidak sadar jikalau dirinya sadar. Manusia juga sering sadar jika dirinya tidak sadar. Manusia juga sering sadar bahwa dirinya sadar. Lantas jika begitu ‘so what ?’. Berada ditataran manapun kesadaran kita selayaknya segera kita hadapkan kepada Allah. Sehingga kita akan mendapatkan sebuah Revolusi Kesadaran. Kesadaran yang akan membalikkan anggapannya sendiri atas kesadaran yang dimilikinya.

Jika begitu maka manusia akan berada pada tataran ‘Supra Sadar’ , yaitu suatu keadaan dimana dirinya sadar saat ketika kesadarannya tidak sadar. Dan juga dirinya sadar saat mana dirinya dalam keadaan sadar yang sempurna, sadar yang parsial, sadar yang universal. Supra Sadar akan memandu dirinya dalam keadaan yang menyadari seluruh sistem alam semesta yang termanifestasi dalam mikrokosmos (raga) dan makrokosmos (alam). Kesadaran yang Supra Sadar-lah yang mampu menjangkau semua entitas kesadaran di alam semesta. Dan sungguh hanya manusialah yang memeiliki entitas tersebut. Itulah The Consciousness Ultimate. Hakekat jatidiri manusia.

Mengapakah manusia sulit mencapai keadaan tersebut. Patut disadari bahwa untuk membuka hijab kesadaran adalah rahasia Tuhan. begitu berpilinnya akar penyebab masalah mengapa manusia bisa terjebak di dalam kesadarannya sendiri. Dirinya tidak mau keluar dari boxnya. Box pemikiran yang membingkai kesadarannya sendiri. Sungguh manusia sendirilah yang merasa asik pada zona nyamannya sendiri. Sesungguhnya begitu sederhana sekali, kita tinggal merubah ‘niat’ di hati saja. Maka dalam sekejap kita akan berada pada posisi koordinat yang kita inginkan.

Kembali untuk mencapi koordinat yang dimaksudkan kita harus memiliki referensi. Sayangnya disinilah problematikanya, yang menjadi sebab mengapa kesadaran menjadi berpilin-pilin dan rumit sekali. Kita nanti dapat melihat bahwa pada gilirannya, kesemuanya itu nampak tampilannya diluar adalah perilaku manusia itu sendiri saat menghadapi realita yang nampak di matanya. Keadaan in yang melatari, menjadi sebab mengapa manusia kemudian bergolong-golongan. Ketika sudah terbentuk keadaan ini, mereka semua akan saling mengagul-anggulkan golongannya sendiri. Baiklah, marilah kita coba, sedikit eksplorasi pemahaman kesadaran diri kita melalui ilustrasi di bawah ini;

Manusia berbangga dengan suka. Banyak cita yang dirasakan. Bukankah sama saja. Dimanakah suka jika tidak ada duka ?.  Adakah manusia yang sadar saat ketika sedang dibuai kesenangan. Hmm.. sedikit sekali manusia yang sadar saat ketika senang.  Bukankah sesungguhnya sama saja keadaannya. Rahsa senang adalah suatu keadaan dimana kita sedang diliputi rahsa suka-cita. Ketika diliputi rahsa senang, maka terasa  yang sangat nyata. Sehingga rahsa lainnya menjadi ghaib. Dia menjadi hilang empati kepada manusia lainnya yang sedang sedih hatinya. Dirinya melakukan ‘blocking’, “Untung bukan dirinya”.

Sebab memang karena, dirinya tidak dalam keadaan rahsa yang sama. Sulit bagi dirinya yang sedang dalam suka memahami rahsa sebaliknya. Maka dirinya menjadi manusia yang sombong dengan rahsa itu. Maka janganlah merasa sedih jika kita tidak pernah merasakan senang. Sebab semua rahsa sama saja keadaannya. Semua akan dapat memalingkan diri kita sebagai manusia. 

Sesungguhnya tiada yang terbuang. Sebab malam juga tak menyisakan siang. Malam dan siang ~ dualitas yang meski dilalui manusia dalam perjalanan hidupnya. Maka siapakah yang tak suka malam. Bersiaplah dia dalam ketakutan. Maka siapakah yang tak suka panasnya siang. Maka bersiaplah dirinya dalam kehampaan. Siang dan malam adalah baju dalam kesadaran. Semua manusia akan berpersepsi atas siang dan malam dengan logikanya.

Namun percayalah bahwa semua manusia pasti melalui semua itu. Tak peduli, meskipun apa kata mereka tentang itu. Tunggulah saja saatnya. Tidakkah sebaiknya kita bersiap dipergilirkan rahsa ?. Sebab setiap diri manusia pasti akan merasakan pergolakan itu ; dualitas ~ sedih-senang. Pergantian benci dan cinta. Ketakutan dan nelangsa. Begitu juga dengan ikhlas dan dendam.  Mampukah manusia menghindarinya ?. Rahsanya tidak !. Sebab disinilah ujian keimanan bagi manusia.

Sekali lagi, semua manusia pasti akan melaluinya. Tidak miskin atau kaya. Tidak peduli dia Islam, Kristen, Yahudi, Sabiin, atau lainnya. Tidak peduli itu siapa sebab itulah kehidupan. Rahsa-rahsa itu akan memalingkan diri kita. Memalingkan wajah kita dari Tuhan. Ketika sedih datang, bersiaplah amati, jangan sampai kita terlepas menghujat Tuhan. Mempertanyakan keadilannya. Sebab selewat sedih pasti giliran senang akan menghampiri. Dengan berkali lipat rahsanya dan derajatnya. Maka dikatakan manusia yang diuji akan dilipatkan pahala dan derajatnya di mata Allah. Maka tak selayaknya kita berduka saat sedih datang. 

Manusia akan dalam melewati malam dan siang yang sama setiap jamnya. Tidak ada yang dirugikan satupun. Tidak ada yang dilebihkan atau dikurangi waktunya sedetikpun. Satu hari  adalah 24 jam yang sama. Mengapakah manusia masih mempertanyakan keadilan Tuhan ?. Jika kita meraa tak sama dengan manusia lainnya. Sungguh semua itu hanyalah permainan logika.

Yang penting adalah bagaimana manusia memaknai. Itu saja yang membedakan diantara mereka. Pemaknaan tersebut akan tampil dimuka sebagai akhlak yang nyata. Dia tidak sedih kehilang suka. Dan dia juga tidak terkesan suka cita jika kehilangan sedihnya. Dia hanya  berjalan menapaki apa adanya.Tiada bersedih hati, tiada khawatir dan tiada rahsa takut, meniti siang dan malamnya. Dengan langkah nyata.

Sekali lagi, meski semua manusia memiliki waktu yang sama. Mereka dibedakan dalam kemampuan diri mereka untuk memaknainya. Kemampuan dalam memaknai inilah yang pada gilirannya akan membedakan kualitas hidup mereka. Meskipun dia kaya tidak menjamin dirinya memiliki kualitas hidup yang baik. Dan juga sebaliknya, meskipun dia miskin belum tentu dia tidak memiliki kualitas hidup yang buruk. Mungkin saja dia mampu memaknai hidup hingga dirinya merasa kaya raya. Begitulah Tuhan mengatur hukum keadilannya. 

Sesungguhnya tiada yang terbuang. Sebab malam juga tak menyisakan siang. Malam dan siang dualitas yang mestinya dilalui manusia dalam perjalanan hidupnya. Maka siapakah yang tak suka malam. Bersiaplah dia dalam ketakutan. Begitu juga,  siapakah yang tak suka panasnya siang. Maka bersiaplah dirinya dalam kehampaan. Maka Islam mengajarkan agar jiwa manusia, menuju kepada makom jiwa tenang, puas lagi ridho. Sebab di dimensi inilah jiwa manusia akan selalu merasa bahagia. Meskipun dualitas datang silih berganti.

Maka bagaimanakah jika malam dan siang tidak ada ?. Apakah mungkin  ada dimensi dimana tidak ada malam dan siang. Dimensi dimana tidak ada sedih dan senang. Jawabnya hanyalah walouhualam. Sebab manusia memang bermimpi dia ada disana dan  bersiap kesana. Maka tunggulah saja saatnya, pasti saatnya akan tiba. Mungkin saja disana kita tidak perlu bersusah payah  memaknai keduanya. Dan nanti akan terbukti siapakah yang benar. Diantara manusia yang ber-serah (Islam) dan yang tidak.

Jika di dunia saja mereka sudah mampu berada dalam makom Islam (makom jiwa tenang, puas lagi ridho), maka insyaallah mereka tidak bersusah payah lagi untuk mendapatkan makom tersebut disana.  Sebab mereka sudah mampu memindahkan dimensi itu dalam hatinya. Itulah yang menjadi sebab mengapa kualitas hidup manusia berbeda. Keadaan yang kemudian dipahami manusia sebagai surga dan neraka.

Jika kualitas hatinya ikhlas maka dia akan berada di surga, jika sebaliknya maka pastilah dia dalam keresahan yang nyata dan itulah neraka. Oleh karena itu, maka manusia pasti pernah menikmati rasanya neraka dan juga rahsanya surga dalam hati mereka. Mereka tahu keadaan dimensi hati mereka sendiri. Pasti mereka tahu sendiri.

Sayangnya manusia sering terhijab logika dan pandangan mata, menganggap orang lain lebih baik dari dirinya, sehingga merasa Tuhan tidak adil atasnya. Inilah muasal benih api neraka. Maka perhatikanlah hati kita, sesungguhnya kita sendiri tahu ada pada dimensi manakah itu !. Apakah surga ataukah neraka.

Dan keadaan susana hati, inilah yang akan menjadi sebab mengapa diri kita disana. Yaitu bagaimana keadaan susana hati kita  saat dipanggil-Nya. Apakah saat itu sedang di dimensi surga ataukah pada dimensi neraka. Jadi keadaan suasana inilah yang menyebabkan kita akan ditempatkan dimana, apakah surga atukah neraka. Ternyata surga dan neraka kita yang memilihnya sendiri.

Sekali lagi, saat terkini suasana hati kita pada saat mana kita dipanggil-Nya, itulah yang menentukan diri kita di surga ataukah di neraka. Maka berhati-hatilah dengan lintasan hati kita sendiri.  Bukankah kalau begitu kita sendiri yang menentukan surga ataukah neraka ?. Dan Tuhan hanya pengabul doa kita. Tuhan akan mewujudkan apa-apa yang ada di lintasan hati kita. Sebab DIA Maha Pengabul doa. Maka perhatikanlah hati kita  sebab itu adalah doa kita. Perhatikanlah pergilirannya di setiap detiknya. Sebab karena itulah, mengapa kita perlu selalu ingat Allah. Hati kita selalu ber dzikir.

Inilah sebuah Revolusi Kesadaran yang luar biasa. Rahasia kekuatan Hati manusia. Ketika hati manusia selalu ber dzikir maka secara perlahan kita sedang melakukan Revolusi Kesadaran guna menyusun kekuatan hati sebagai pondasi pergerakannya. Bukankah sudah selayaknya begitu ?. Jika kita ingin merubah nasib kita maka lakukanlah Revolusi Kesadaran. Rubahlah koordinat rahsa di hati kita. Itulah Rahasia Kekuatan Hati. Dengan Revolusi Kesadaran maka keadaan seakan neraka dunia dengan sekejap menjadi surga dunia. Cobalah jika tidak percaya, sebab itu adalah hukum kepastian alam semesta.

Pesan yang ingin disampaikan tulisan ini adalah, ‘JIKA INGIN MERUBAH NASIB MAKA LAKUKANLAH DARI MERUBAH POSISI HATI TERLEBIH DAHULU, MAKA PERHATIKAN SAJA KEAJAIBANNYA’.  Buktikanlah keajaiban The Consciousness Ultimate.
Walohualam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali