Kisah Spiritual, Bedar Alam-Nyanyian Bumi Seberang
Bedar alam !. Pembersihan alam semesta. Subahnalloh..!
Benar apa yang dikatakan Ratu Boko kemarin, rangkaian pembersihan itu akan
dimulai minggu ini. Hujan, angin, petir, akan terus menyelimuti kota-kota.
Tanda-tandanya sudah diterima oleh Mas Thole kemarin sore menjelang maghrib. SMS nya kepada Gusti Putri Pambayun, tentang
keadaan itu, hanya mendapat jawaban bahwa untuk mengetahui dan melihat fenomena
kali ini bukan kapasitas Pambayun. Benar waskita ghaib perihal ini, hanya
melalui Kangmas di Indramayu. Jika kemudian Mas Thole mampu menangkap
isyaratnya, sebab memang sudah saatnya itu terjadi. Begitulah, maka hujan dan
petir terus saja bergantian menunjukan kehadirannya di seantero Jakarta. Sampai
selewat isya keadaan itu terus berlangsung. Namun sepertinya warga Jakarta nampak tak peduli dengan
fenomena alam yang aneh ini, mereka tetap asyik saja dengan aktifitas mereka.
Hanya Mas Thole merintih lirih, “Apakah sudah saatnya ya, Allah..?.”
Pagi hari ini saat ketika Mas Thole melihat angkasa, awan
seperti sudah berbaris menyelimuti langit. Tertata dengan sangat terarturnya.
Mereka sungguh patuh. Dan memang sudah seharusnya mereka patuh. Awan akan menaungi kelahiran para
kesatria, kelahiran yang tidak mungkin bisa ditahan-tahan lagi. Sang alam sudah
menghendaki para kesatria mesti dilahirkan di tahun ini. Kesatria yang turun
akan bergelombang, mereka akan menata diri sebagaimana fungsi tugas dan
tanggung jawab yang diamanahkan atas mereka. Tersusun atas departemen, atas
kementrian, atas pekerjaan-pekerjaannya. Sebagaimana juga halnya rekan-rekan Mas
Thole, mereka sepertinya terlahir sudah dengan menyandang tugas alam, yang tidak sama satu dan lainnya. Dan hanya
mereka yang tahu persis spesifikasinya.
Bagaimanakah para kesatria berkomunikasi dengan alam. Bisakah itu terjadi ?. Sepertinya terasa muskil, sehingga ada yang menganggap bahwa manusia tidaklah mungkin bisa
berkomunikasi dengan alam. Sungguh kalau begitu manusia itu dalam anggapan yang
keliru. Setiap entitas di alam ini memiliki ‘jatidiri’. Setiap ‘jatidiri’
memiliki kesadaran. Kesadaran inilah yang selalu patuh kepada Tuhannya. Jika
kita beriman kepada para Rosul, pada kitab Allah, kepada perkataan beliau
(hadist), tentunya sebagai umat Islam, ~pasti pernah mendengar saat mana Rosululloh
ditimpa kesedihan manakala dakwahnya malah dihadikan cemoohan dan beliau dilempari dengan
kotoran. Saat itu dikisahkan alam begitu murkanya. Gunung-gunung seakan berderak-derak.
Rosululloh kemudian didatangi ‘kesadaran’ gunung (malaikat). Mereka meminta ijin kepada Rosululloh, untuk
menimpakan ‘diri’ mereka, mengubur kaum tersebut. Agar kaum tersebut tahu bagaimana rahsanya azab Allah.
Dapatkah kita petik hikmahnya ?. Geramnya alam saat
sekarang ini adalah sebagaimana geramnya
mereka saat itu melihat ulah manusia
yang mengolok-olok nabi. Bagaimana tidak, saat sekarang ini ayat-ayat Allah
hanya dijadikan bahan tertawaan saja sebagaimna nenekmoyang mereka dahulu itu. Mereka
kaum yang merasa berilmu, mengatakan sesuatu yang benar (kitab) namun mereka
sendiri tidak meyakini kebenaran itu sendiri. Mereka dibelakangnya menipu,
merampok, dan mendzolimi rekannya,
bahkan rakyatnya sendiri. Mereka memutar balikkan (makna) ayat-ayat Allah. Mereka
membelakangi Allah, kepada manusia mereka ingin dilihat 'suci'. Mereka rajin mengerjakan
sholat, puasa, zakat, dan haji. Mereka berkata manis. namun mereka tidak takut
kepada Allah. mereka hanya takut kepada ‘kemiskinan’. Mereka hanya takut kepada entitas ‘kehilangan’, yaitu kehilangan apa saja,
jabatan, kekuasaan, anak, istri, dan kehilangan-kehilangan lainnya. Oleh karena itu mereka kemudian berkolaborasi dengan para jin dan siluman.
Mereka manusia berilmu agama saat sekarang ini banyak
yang hanya mengejar ‘anggapan’ nikmat saja. Nikmat semu yang amereka kejar, nikmat duniawi. Maka bagaimanakah alam tidak murka
?. Mereka selalu mengeluh akan keadaan diri mereka, namun mereka sendiri tidak
mau merubah hati mereka, mereka tidak mau ‘hijrah’ kepada Allah. Mereka masih
saja hidup dalam gelimang harta dan materi, jabatan, kekuasaan, wanita dan
cinta. Mereka takut seali jika itu semua meninggalkan diri mereka di dunia. Bagaimanakah alam tidak menangis dalam geramnya itu ?.
Maka mengertilah sekarang Mas Thole, dengan ini, mengapakah
kemudian alam menurunkan para kesatria yang pada masanya dahulu pernah
mengalami keadaan seperti itu. Bahwa rupanya para kesatria saat sekarang ini
seperti diberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan masa lalu mereka perihal akidah dan keimananya itu. Mereka dahulu dalam keadaan begitu.
saatnyalah sekarang ini mereka memperbaiki kesalahan itu. Mereka harus memperbaiki akidah mereka sendiri terlebih dahulu. Mengapakah harus mereka ?. Sebab merekalah yang memang sudah memiliki kesadaran. Dari pengalaman hidup mereka terdahulu. Mereka semua sudah mengetahui mana
yang hak dan yang batil. Karena itu mereka nantinya akan menjadi manusia yang lebih pilih tanding. Mereka tidak silau lagi dengan harta, sebab mereka pernah mendapkan itu smeua dimasa lalunya. Begitulah yang disampaiakn.
Meskipun pada jaman dahulu mereka adalah pemeran utama
dalam lakon sejarah nusantara, ternyata Allah Maha Tahu isi hatinya. Keadaan
itu rupanya tidak menjamin niat dan kesungguhan hati mereka itu. Itu dirasakan
sekali oleh Mas Thole, bagaimana pergumulannya di masa lalu. Bagaimana
tarikan-tarikan itu. Bagaimana ketakutan-ketakutan itu, bagaimana cinta itu,
bagaimana iman itu, sungguh sangat nyata sekali bedanya di badan ini. Mana
keadaan yang niat kepada Allah dan mana keadaan yang kepada selain Allah.
Sangat nyata sekali rasanya. Bagai langit dan bumi. Sungguh nikmat yang amat
banyak, jika sekarang ini Mas Thole mampu merasakan bedanya itu. Dan Allah
memberikan kesempatan kepada para kesatria itu untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan dalam ‘niat’. Niat harus mereka luruskan, hanya niat kepada
Allah. Inilah ‘Kesempatan Kedua’.
Karenanya, kesatria yang dilahirkan adalah para kesatria
yang sadar, mereka sadar atas apa-apa yang sudah dilakukannya di masa lalu.
Mereka mengerti bahasanya mereka salah. Mereka sunguh menyesal atas keadaan
mereka itu. Namun sebagai manusia yang lemah sungguh mereka tak mampu. Maka
sebagian besar para kesatria lahir dengan derai air mata tak berkesudahan, air
mata penyesalan, keharusan, air mata tekad yang membaja. Air mata mereka telah
berubah menjadi iman, menjadi keyakinan, bahwa sekarang diri mereka harus
berjalan di jalan-Nya. Mereka harus kuatkan hati mereka untuk itu. Walau sedu
sedan itu masih saja kadang memberanus kesadaran mereka. Namun mereka tetap
maju, menapaki setiap langkah. Meskipun di setiap anak tangganya penuh dengan
pergulatan rahsa.
Parbu Siliwangi, Pambayun, Ratu Boko, Putri Sriwijaya, Ki
Wiroguno, Banyak Wide, Patih Nambi, bersiaplah. Sebab alam sekarang akan segera
dicuci. Bersiaplah memasuki ‘alam
kediaman’, adalah Dimensi Tiwikrama. Dimensi jiwa dalam makom
ketenangan, ikhlas atas kehendak-Nya, ridho atas amanah yang diembannya. Saksikanlah
bahwa sepi lebih berarti dari keriuhan. Masukilah dimensi itu. Kita akan segera
saksikan keriuhan dunia, bagaimana alam akan menyelesaikan urusannya. Kita
menyepi dengan diri kita, dengan kesadaran kita. Kta sadara bahwasanya
sesungguhnya adalah ‘kita tidak sadar’. Berada disana, mengamati, menyelimuti,
gerak jiwa dan raga kita sendiri.
Yah, kita akan diselaraskan dengan alam, sudah lengkap
posisi tujuh bintang pari. Maka alam akan segera menyelaraskan kita semuanya.
Marilah kita bersama melihat, bahwa keghaiban sesungguhnya lebih dari realitas
itu sendiri. Sesungguhnya layar monitor kita disusun atas elektron-eletron yang
mewujud menjadi tampilan. Maka sipakah yang mengatur agar elektron tersebut
etrtata ?. Itulah Tuhan kita, dialah yang menguasai kesadaran alam. Kesadaran
Haa, kesadaran Lam (dunia), kesadaran Lam (akherat) dan kesadaran Alif
(elektron/cahaya). Maka dirinya adalah kesadaran diatas kesadaran, maka dialah
yang wajib disebut ALLAH.
Meskipun formasi belum sempurna, namun yakinlah bahwa
kesemuanya dalam ikhtiar kesana. Maka tetapilah TAKDIR kita masing-masing.
Kuatkan hati, keimanan, dan akidah kita semua. Insyaallah kekuatan hati akan
menjadi ‘butterfly effect’ kepada
lingkungan kita semua. Kepada istri,
suami, anak, saudara, handai taulan, kerabat, tetangga, atasan, bawahan, umat manusia, dan seluruh
nusantara ini.
Sesungguhnya, kita tidak dibebankan atas apa-apa yang
tidak sanggup kita tahan. Manusia tidak akan dirugikan. Allah tidak akan merugikan
hamba-hamba-Nya walau hanya seberat zarah. Maka yakinlah, kita hanya diminta
untuk meng‘hijrah’kan hati kita saja. Hijrah hati hanya kepada Allah.
Kita hanya diminta bertasbih bersama alam, kita hanya diminta berdzikir dalam
setiap keadaan. Hati kita lah yang diminta berperang. Berperang dengan
lintasan-lintasan hati. Kita semua diminta tetap berpegang pada tali-Nya.
Insyaallah hanya itu.
Jika kita sudah sampai kepada keadaan itu, maka kita
tidak akan takut, manakala raga kita dipergerakannya. Kita tidak akan resah
jika jiwa kita kemudian di minta-Nya untuk menyelesaikan urusan-urusan-Nya.
Berjuanglah, sungguh walaupun hanya itu, namun meskipun itu, sungguh perjuangan
itu sangat berat. Mendaki lagi sukar, maka teruslah memohon pertolongan-Nya.
Teruslah ingat Allah dalam setiap keadaan. Mengingat bahwasanya kita dihadirkan
hanyalah untuk menikmati, mengamati, menjadi saksi atas alam yang sudah
digelar-Nya. Kita hanya dihadirkan untuk dijamu-Nya dalam suatu perhelatan
akbar. Maka janganlah gundah, jangalah resah dengan keadaan kita yang sekarang
ini. Raga hanyalah tipuan pandangan saja. Hakakekatnya yang eksis adalah
entitas yang eksis itu sendiri. Kesadaran yang sadar jika dirinya menyadari
atas keberadaannya dimuka bumi. Dialah yang eksis dalam diri kita ini. Maka
ajaklah dia bertasbih kepada-Nya.
Saksikanlah perhelatan yang akan segera dimulai.
Menarilah wahai bumi, ber-dansa-lah wahai angin, gerakkam tanganmu dengan suka
wahai hujan. Berikanlah genderang yang indah wahai petir. Tidakkah engkau
bersuka wahai awan ?. Dan engkau, wahai gunung bergeraklah dengan gemulai,
ikutilah irama alam. Dansa ya dansa, ini
adalah dansa semesta. Langit dan bumi sedang dalam urusannya. Tidakkah kalian
semua bersuka. Bukankah sudah lama kalian semua tidak melakukan ini ?.
Sucikanlah diri kalian sendiri. bersihkanlah sebaik-baiknya. Biarkanlah kotoran
nafsu serakah manusia yang melekat di diri (atom-atom) kalian lepas.
Kembalikanlah nafsu rendah manusia ke neraka. Sucikanlah nama (asma) Tuhanmu,
yang selama ini telah melekat pada atom-atom penyusunmu. Lakukanlah wahai alam.
Sungguh engkau memang perlu melakukan
itu !.
Kami menunggu saatnya itu. Bersama kami menunggu. Dalam
diam, dalam tasbih semesta. Maha Besar Allah, Maha Benar Allah, Maha Suci
Allah. Saksikanlah bahwa kami telah bersaksi atas itu semua, dan kami berserah
kepada-Nya. Amin 3x
wolohulam
Salam damai,
BalasHapusSy tertarik dg tokoh wiroguno sbg pribadi masa lalu. Mohon Mas berkenan menceritakan sosok satu ini.
Trm ksh
salam
Insyaallah jika Allah memberikan petunjuk-NYa. Amin
Hapussalam
Sudah tdk sbar menunggu ksah selanjutnya..semoga kdepanya membuat kta semua sadar..khususnya saya...dan smoga para ksatria itu mampu menjalankan tugas2ny msing2..
BalasHapusSalam damai sejahtera...
Semoga Allah senantriasa membimbing hamba-hamba-Nya yang lemah.
Hapusamin
Yg saya ingin tanyakan...kenapa ketersinggungan itu lebih kuat terhadap kesadaran yg datang dari tanah arab...bukankah sebelumnya bumi nusantara ini juga di pengaruhi kesadaran dari tanah india?
BalasHapusKembali kepada pendekatannya.
HapusKisah Raden Patah dengan Ayahnya bisa menjadi renungan kita semua.
Bagaimana Raden Patah dalam kisah mendirikan Mataram.
Bangsa Jawa menerima semua agama dengan tangan terbuka. Termasuk juga Islam. (Baca kajian saya Apakah Paham Saya Sinkretisme).
Semoga kita semua dapat meluruskan sejarah.
salam