CAHAYA MATAKU (INI NUR'ANI)

Melintasi kesenyapan. Ketika malam telah membatas pada ufuk. Mengganti langit dengan nuansa lazuardi. Diantara batas bulak bulan yang menepikan diri. Ketika tanda-tanda kekuasaan Allah bertasbih saat subuh. Bersama kokok sang ayam. Segar. Menandai makhluk bumi. menandai saat ketika kesadaran dikembalikan, saatnya dikembalikan diatas seonggok daging yang diberi bentuk. Manusia. Entah apa setelahnya mengerti. Atau semakin jua tak mengerti memaknai ini. Bergantinya malam dengan siang. Bergantinya tidur dengan kesadaran. Bergantinya manusia dari tak bermakna menjadi akan dimaknainya. Dalam sebuah kehidupan yang memberi arti. Sepertinya, dianggapnya tidur adalah proses alami semata. Tak perlu dipikiri. Hadir ya hadir saja, bangun dan sadar , ya..sadar saja..ya..itu ritme-nya. Banyak sekali, yang kita tidak mengerti, betapa dasyatnya proses ini. Luruh perlahan, sang kesadaran membesut raga-raga yang disiapkan Tuhannya, dalam rencana-NYA. Ada yang dikembalikan, ada yang ditahan selamanya, menunggu pengadilan atasnya. Blegh..termasuk diri ini. Alhamdulillah dikembalikan lagi, dalam helaan panjang rasa syukur yang dalam. Udara segar pagi, menyapu perlahan, semakin mempertegas setiap pori tubuh yang merespon sapaan sang kesadaran. Ketika semalaman tak bersapa, maka kerinduan nampaknya luarbiasa. maka ku wujudkan semua itu dalam sholat subuh, mengajak semua instrumen ketubuhan mengahadap penciptanya.

Masih lekat dalam ingatan, ketika penat semalam, ketika duduk menekuri , bergumul dalam kontemplasi diri, dalam ranah diskusi , hingga akhirnya aku tak sadar diri. Langut bersama tidur. Kini, semua tampak jelas lagi, seperti menoreh ke dalam pita magnetik, merekam kejadian demi kejadian. Apa saja yang kupikirkan dan kulakukan. Tuhanku sudah merekamnya, dan itu semua harus ku pertanggung jawabkannya. begitu juga untuk anakku ini. Bekal apa saja yang sudah kuberikan. Duh..kenapa rasanya waktu demikian singkatnya. ketika umur sudah menjelang senja, ternyata aku belum memulai apa-apa. Dihentak goyangan 'Ariel dan Luna', terhuyung sudah, seakan tak yakin diri. Tak yakin bahwa apa yang diberikan, bekal yang diajarkan, pesan moral yang disusupkan, bahkan kepercayaan yang di ikrarkan mampu meredam dan menangkal pengaruh goyangan itu. pada anak-ku. Mestinya mampu. Bukankah semua sudah diupayakan semampunya, sudah seharusnya, berserah saja kepada sang Robbi. Begitu penat, begitu kompleksitasnya dimensi ini. Hidup dalam jaman terkini, perlu siasat tersendiri. Jikalau tidak, sulit kita menjadi manusia sebagaimana manusia itu sendiri. Namun itu semua sudah kudrat Illahi. Patutlah di syukuri saja. Menghela nafas, mempersiapkan diri, kembali kepada rutinitas manusia urban ibukota, saat semua masih tertidur, ku sudah merayapi pagi. Berada di jalanan ibukota. Bersama ribuan lainnya. Seperti menyemut. Kadang ini kusikapi dengan ketawa..menertawakan diri, betapa bodohnya aku. Sebenarnya apa yang ku cari. Mestikah seperti ini. Sudahlah, diam dan jalani saja. Nikmati saja seperti minum kopi. Hmm..

Berlalu sudah sehari, dan kini tak seperti biasa, kucoba menemani gadis kecilku mempersiapkan materi belajarnya, besok harus sekolah. Merapikan buku demi buku, memilah satu demi satu untuk pelajarannya besok. Sambil kucoba buka lembar halaman dengan acak saja, matematika, kima, fisika, biologi, sejarah, dan lainnya. Tak kuduga, begitu banyaknya materi pelajaran sekarang. Bagaimana mempelajari ini semua, ini isi otaknya berpuluh-puluh orang ilmuan, satu formulasi, atau satu statemen saja, mereka memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mengamati, menguraikan, dan mengambil kesimpulan atas fenomena alam ini. Sekarang ini mau dimasukkan semuanya ke dalam otak anakku yang baru saja dewasa. Anakku diharuskan meng copy paste cara berpikir berpuluh-puluh orang itu. Menelan mentah-mentah apa pernyataan meraka sang ilmuwan..?. Tanpa kesadaran, sebetulnya ilmuwan itu mengamati untuk apa dan untuk siapa, karena apa, kemudian menjadikan mereka seperti apa..?. Mulai dari hukum Newton, Faraday, Bio Savart, Archimedes, hingga Einsten. Mulai dari hukum kekekalan energi hingga polarisasi. Mulai biosintesa protein, biosintesa lemak, Siklus Kreb, hingga ATP, ADP, sampai ke DNA ke rantai polipeptidanya. Belum lagi dalam disiplin ilmu ilmu lainnya. Bagaimana tidak lelah seharian, sering pulang dengan nafas satu-satu.

Persepsi yang dibangun oleh orang lain, persepsi atas sebuah pengamatan manusia dijejalkan ke dalam otak-otak orang lainnya lagi. Hingga melahirkan kesadaran kolektif yang sama. Siapa yang tidak tahu rumus Einsten E = m C2, Energi adalah materi yang diperlakukan dengan kecepatan tertentu sehingga mengalami percepatan dimana pertumbukan antar materi tersebut akan menimbulkan dentuman, pelepasan energi yang luar biasa. Sekarang manusia seluruh dunia tahu dan memiliki alur pemikiran yang sama dengan Einsten, paling tidak seluruh anak SMA di dunia memiliki alur pemikiran yang sama. Seperti itu. Sungguh luar biasa. Tiap orang dengan terpaksa harus mengerti ini, entah bisa digunakan atau tidak. Kita terus mempelajari otak Einsten bekerja. Tak peduli Eisnten kafir atau tidak. Tak peduli bahwa konon Einsten berasal dari golongan keturunan kera dan babi. Yahudi. Timbul rasa kasihan dalam diri ini, sekarang ini anakku berjalan atas kesadaran kesadaran orang lain, atas nama ilmu pengetahuan. Sehingga tak ada waktu sedikitpun tersisa untuk menjadi pengamat bagi dirinya sendiri. Mengamati sebagaimana para ilmuan itu bekerja, terutama mengamati sebagaimana para nabi mengamati kekuasaan Allah. Semua energi dan kesadaran manusia terkini, yang sedang belajar di seluruh sekolah modern, hanyalah bentuk transfer kesadaran orang lain kepada dirinya, meng klon habis apa saja. Entah apakah nanti mereka nanti bisa menjadi dirinya sendiri atau tidak. Itu persoalan lain lagi, seakan nanti anak kita akan berada di dimensi lain saja. Begitu bangganya kita, ketika anak kita menjadi mampu untuk memahami persepsi orang lain, mampu mentranformasi otak orang lain bulat-bulat ke dalam diri anak kita. Kemudian anak kita dikatakan sebagai anak yang pandai. Pandai meng copy pikiran orang lain. Luar biasa ini. karena kemudian kita bangga dengan ini.

Kemudian, apakah Ayah sekarang harus bangga dengan hampir 20 an piala yang kau menangkan dalam kejuaraan matematika dan Ilmu alam, yang terjejar rapi di ruang tamu itu nak. Apakah sekarang malahan menjadi miris, khawatir engkau akan menjadi seperti mereka-mereka ini. Golongan yang dalam Al qur'an telah mendapat murka Allah. karena dengan akal mereka yang luar biasa, digunakan untuk mengubah ayat-ayat Allah sekehendak dirinya. Akal memanjakan diri mereka. dan dengan akal yang terkontaminasi ini mereka menemukan semua teknologi terbarukan ini. Sungguh, begini ini, umat Islam sekarang ini adalah umat yang ambivalen, gamang dengan dirinya. Kadang mencaci mereka namun dengan suka cita menunggu nunggu hasil olah pikir mereka tersaji di depan kita. Dengan harap cemas kebagian nggak ya. Kemudian euphoria, melupakan bahwasanya itu semua teknologi adalah produk bangsa yang senantiasa kita olok-olok. Bukankah sudah saatnya Islam bangkit dan punya harga diri..?. dari mana mulainya nak..?. Apakah hanya dengan slogan bahwa umat islam adalah umat yang terbaik saja, dapat mengejar ketinggalan ini. Jangan salah nak, semua itu harus diwujudkan dengan kerja keras. Itulah nak, meski sekarang Ayah tahu engkau sedang membebek mereka, namun semoga generasi entah ke berapa nantinya dari setelah engkau, telah mengerti ini, dan menjadi mandiri. Mungkin keturunan Ayah yang ke seribu barangkali. Ayah juga tiudak tahu. Untuk itulah Ayah tetap berharap. mewariskan kesadaran yang benar, kesadaran manusia , kesadaran khalifah sepertti , sebagaimana apa yang dikehendaki Allah di muka bumi ini. Bukan sebagaiamana golongan orang-orang yang sesat dan bukan pula golongan orang-orang yang dimurkai-NYA. Maka tetaplah, jadilah engkau sebagai CAHAYA MATAKU nak..INI NUR'AINI..yang akan melahirkan generasi-generasi harapan Ayah. Dengan rahimmu itu nanti. Maka betapa Allah telah melimpahkan rahmat atas keluarga kita. Dengan adanya engkau nak, maka maklumkah engkau.. jikalau senantiasa terlintas rasa khawatir ini. Semoga saja menjadi kebaikan, sebagaiamana berkah adanya. Amin

SELESAI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali