POLIGAMI DALAM PARADOKSAL

Terminology : Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan seseorang kepada lebih dari satu suami atau lebih dari satu Istri. Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini ; adalah seorang lelaki memiliki lebih dari satu Istri. Dan poliandri ; adalah seseorang wanita memiliki banyak suami. Terdapat juga gabungan diantara keduanya disebut pernikahan kelompok . Namun, saat ini terjadi pergeseran arti, dimana istilah POLIGAMI banyak dimaknai sebagai poligini saja.
Permasalahan : Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis menentangnya , karena mereka menganggap praktek ini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita. Bagaimana sebenarnya perimbangannya..?

Poligami dalam Agama
Baik poligini maupun poliandri dilakukan oleh sekalangan masyarakat Hindu pada zaman dulu. Hinduisme tidak melarang maupun menyarankan poligami. Pada prakteknya dalam sejarah, hanya raja dan kasta tertentu yang melakukan poligami. Buddhisme, juga bersikap sama, tidak melarang dan tidak juga menganjurkan praktek poligami ini. Dalam kitab-kitab kuna agama Yahudi menandakan bahwa poligami diizinkan, kalangan Yahudi kemudian mengganti isi kitabnya dan sekarang kini melarang poligami.
Kitab Injil tidak menjelaskan secara terperinci, hanya Gereja-gereja Kristen umumnya, (Protestan, Katolik, Ortodoks, dan lain-lain) menentang praktek poligami. Mereka menentang, tanpa petunjuk nash Tuhannya. Namun beberapa gereja memperbolehkan poligami berdasarkan kitab-kitab kuna agama Yahudi.Gereja Katolik merevisi pandangannya sejak masa Paus Leo XIII pada tahun 1866 yakni dengan melarang poligami yang berlaku hingga sekarang.
Penganut Mormonisme pimpinan Joseph Smith di Amerika Serikat sejak tahun 1840-an hingga sekarang mempraktikkan, bahkan hampir mewajibkan poligami. Tahun 1882 penganut Mormon memprotes keras undang-undang anti-poligami yang dibuat pemerintah Amerika Serikat.Namun praktik ini resmi dihapuskan ketika Utah memilih untuk bergabung dengan Amerika Serikat. Sejumlah gerakan sempalan Mormon sampai kini masih mempraktekkan poligami.

Sebelumnya, sebelum Islam datang, jelas sekali duraikan ternyata, Agama dan kitab kitab terdahulu tidaklah mengatur secara terinci bab poligami ini. Tidak ada hukum Tuhan yang mendasari. Semua manusia boleh seenaknya kawin berapa saja dia mau dalam setiap peradaban. Saat itu. boleh sebanyak banyaknya. Mungkin akan sampai sekarang ini. Sebagaimana telah diilustrasikan di tulisan pertama. Belum ada hukum Tuhan yang mengaturnya. Masalah sedemikian krusial ini, jika tidak diatur dalam hukum Tuhan. Bisa jadi, manusia sampai kapanpun akan dapat berbuat semaunya , tidak merasa khawatir dan takut. Apalagi para pejabat negri. Apakah artinya hukum manusia , tentunya akan mudah saja bisa dibeli. Dan begitu juga akan terjadi sebaliknya; bila manusia diperbolehkan untuk tidak kawin, sebagaimana praketk para pendeta dan rahib. Bila perkembang biakan manusia dibiarkan tanpa aturan dalam hal ini. Populasi manusia secara perlahan akan habis juga. Bagaimana para pendeta pendeta dan rahib rahib, bisa menciptakan hukum-hukumnya sendiri, sesuai dengan seleranya sendiri ini , yang mengharamkan perkawinan, mereka anggap perkawinan hanyalah akan menjauhkan diri mereka dari peribadatan kepada Tuhan. Sesungguhnya awlnya, Allah tidak mengatakan ini tidak baik. Sayang mereka tidak amanah dalam hal ini, justru karena hukum yang dibuat-buatnya sendiri, kemudian mereka mengikari sendiri, akhirnya mereka jatuh kepada perbuatan-perbuatan nista dan tercela. Ini yang disayangkan dan dicela Allah dalam A lq ur’an. Kodrati fitrah manusia tidak dapat dihindari, nafsu purba manusia untuk berkembang biak, itu alami.

Sebuah Paradoks
Islam datang memperbaiki situasi ini, manusia diwajibkan kawin bagi yang mampu. Namun disisi lain perkawinan juga dengan tegas dibatasi jumlahnya. Meskipun dia seorang raja, meski dia seorang pembesar, meski dia seorang cendikiawan, bahkan mungkin pula orang terpandang, juga rakyat jelata, yang miskin atau kaya, akan berada dalam satu payung hukum poligami, hukum Islam. Sehingga nanti tidak ada cerita lagi episode berikutnya seorang raja memiliki 1000 istri. Betapa berkuasapun dia diseantero negri, betapa kaya dan terkenalpun dia, maksimal hanya boleh 4 orang istri. Jangan dibayangkan situasinya seperti sekarang ini.
Hukum poligami Islam , menghapus kesimpang siuran berabad-abad, tentang hak wanita. Meletakkan hak wanita sebagaimana mestinya. Mengatur tata cara perkembang biakan manusia secara berlogika dan rasional. Menjungkir balikan akal dan nafsu manusia yang berkuasa dan kaya. Maka dapat dibayangkan implikasi diterapkan hukum poligami pada tataran peradaban saat itu, Akibatnya berdampak dan ber implikasi parallel, dalam peradaban manusia dan populasi, saat itu. Memberikan shock therapy yang mengejutkan banyak pihak. Para raja, pembesar, orang kaya, cendikia terkenal, satria dan lain sebagainya, merekalah yang paling banyak terkena dampak langsung dan imbas dari di tegakkannya hukum ini. Mereka punya uang, kekuasaan, kehormatan, dan kerajaan, sekarang dilarang untuk mengkoleksi istri istri. Mereka tidak sebebas dahulu lagi dengan lebih puluhan istri.
Maka perlahan logika kita mampu menerka, kepada siapakah nash ini berkata..?. Siapakah yang biasa mempraktekan poligami jaman terdahulu..?. Bukankah para raja, dan kaum berkuasa adanya..?. Kekecewaan jelas membayang sekali pada orang-orang berkuasa saat itu. Bacalah Surah An Nisa ayat 3. dan lihatlah gaya bahasanya, sebuah pernyataan, teguran, dan himbauan. Menjadi satu rangkaian. Berbicara dengan tegas kepada siapapun yang akan menikmati poligami ini. Para pembesar negri.
Bila hukum poligami, dengan tiba-tiba di tarik ke jaman kini, dengan menggunakan standart berpikir sekarang ini, dengan menggunakan persepsi peradaban modern ini,tanpa memperhatikan pemikiran yang mendasari, tanpa menelusuri logika dan kronologisnya dari jaman purba hingga periode masuknya Islam. Tanpa menelaah bagaimana peradaban sebelumnya. Orang akan semena mena mengatakan, dan akan menentang hukum Islam secara membuta. Sebagaimana kaum feminis. Ingatlah ceritanya, Islam masuk pada abad ke 6 Masehi. Dimana di seantero pelosok bumi ini, orang orang kaya dan mampu, dengan sukahati mengkoleksi para istri dengan jumlah yang fantastis. Jangan disamakan dengan jaman sekarang ini. Perlu diingat juga, saat hukum ini diturunkan, populasi manusia pada abad ke 6 masehi, belum sebanyak sekarang ini. Masih diperlukan banyak manusia yang mewarisi gen gen terpilih untuk diturunkan lagi. Nah..bagaimana ini..Jadi dengan ini, bukankah Islam berarti telah meletakkan dasar-dasar dan sendi-sendi dalam perkawinan dengan hukum ini, agar manusia melakukan perkembang biakan dirinya secara berlogika dan rasional, menghadapi setiap jamannnya..?. Sampai saatnya populasi manusia mencukupi. Sampai terjadi keseimbangan untuk mencapai peradaban tertingginya.

Jika suatu saat nanti, jika para istri sudah tidak mau melahirkan lagi, jika kesibukan mencari materi mendominasi para wanita. Menghasilkan persepsi persepsi baru tentang perkawinan. Maka saatnya jumlah manusia akan mengalami pertumbuhan dengan percepatan yang menurun. Jjika nanti terjadi ketimpangan antara kelahiran dan kematian. Jika nanti sudah lebih banyak manula dari pada usia muda dan produktif.. Manusia akan mulai menyadari kebenaran hukum hukum poligami ini. Bahwa kebolehan lebih satu istri saatnya nanti akan memberi arti. Menjadi solusi alternative. Maka betapa hukum Allah ini akan membuktikannya sendiri. Sebagaimana ini mulai terjadi, terlihat fenomena di Jepang, Amerika, Australia dan Negara-negara maju lainnya. Ketika para istri sudah tidak mau melahirkan lagi. Ketika usia produktif harus menanggung lebih banyak usia manula, maka hasilnya terjadi ketimpangan dalam neraca pembayaran nasional mereka. Dan juga pergeseran rasio usia tua dan muda. Dan saat itu, Kita baru menyadari, bahwa akhirnya secara perlahan tapi pasti akan terjadi kemusnahan sebuah populasi atas suatu kaum dari muka bumi ini. Realitas ini mulai terjadi, maka mengapa kita mengingkari hukum Allah ini. Ini hanyalah sebuah paradoks pertumbuhan perkembangan populasi manusia. Jika hukum poligami diterapkan, akan menganulir ini, hukum ini akan memaksa kepada wanita untuk dan agar mau tetap melahirkan anak manusia sebagaimana fungsi mereka. Jika tidak maka bersiaplah mereka bersaing dengan lainnya. Ini hakekat rivalitas semata. Untuk menjaga tatanan tetap dalam harmonisasinya. Maka manakah hukum Allah yang tidak up to date. Tepatlah jika Hukum Allah ini, haruslah senantiasa up to date, sesuai untuk diaplikasi di setiap jamannya, disetiap problematika populasi manusia, dengan segala dinamikanya. Jika itu terjadi, maka manusia mampu keluar dari kebingungan dan kesulitan situasi itu, karena Islam telah mengaturnya. Baik dahulu atau kini atau nanti. Jika saatnya itu terjadi. Maka manusia pasti akan mengerti, kebenaran ini.

Hakekat Poligami pada Rosul
Rosululloh adalah symbol hakekat poligami. Sebagaimana halnya telah dilakukan para nabi nabi sebelumnya. Maka lazim jika hanya beliau sendiri , manusia terakhir yang diperkenankan Allah ber poligami sebagaiamana para nabi ber poligami, dengan lebih dari empat istri. Ini sejatinya adalah bentuk symbolisme , bukti bahwa Allah tidak pernah melarang para nabi, yang menikahi banyak istri. Di abad abad sebelumnya. Berapapun jumlahnya. Ini hakekat sejatinya. Dia Nabi terakhir, mengakhiri era para nabi, sebagai symbol penutupan, bagi manusia diperbolehkannya banyak istri dalam hukum Allah. Inilah hikmahnya. Semua itu atas kehendak Allah semata. Dalam skenario Allah untuk membangun peradaban manusia. Menurunkan gen-gen terbaik umat manusia. Ingatlah , sebelum beliau diangkat sebagai nabi dan rosul justru beliau penganut monogami murni. Hanya setia dengan satu istri saja. Begitu cintanya beliau kepada Siti Khatidjah, tidak ada satu manusia pada saat itu meragukannya. Maka jelas bagi kita sekarang, apa yang dilakukan Rosululloh adalah symbolisme. Mengakui adanya praktek poligami para nabi sebelumnya. Agar manusia tidak bertanya tanya lagi. Maka sudah selayaknya, beliau langsung mempraktekannya sendiri. Disamping pertimbangan politis lainnya. Bukankah Islam, mewajibkan agar kita ber iman kepada para nabi nabi yang datang sebelum sebelumnya.?. Juga mengimani bahwa para nabi mempraktekan poligami.
Dan juga seiiring dengan itu, hukum poligami serentak mulai diberlakukan kepada semua manusia, kepada para sahabat, dan lainnya, untuk disebar luaskan di pelosok dunia ini. Berhadapan dengan peradaban, dinamika para raja dan berkuasa saat itu. Dominasi kaum lelaki, dominasi kekuatan dan kekuasaan. Islam datang mengajari para raja, dan orang berkuasa lainnya, membatasi dalam banyak istri. Islam mengajarkan persamaan hak dan derajat manusia baik kaya atau miskin, baik berkuasa atau rakyat jelata. Persamaan hak bahwa siapapun boleh memiliki istri lebih dari satu dengan maksimal 4.
Ada satu catatan ; bahwa jika kita telusuri, sungguh budaya banyak istri saat itu hanyalah dilakoni kaum dan golongan tertentu saja, yang berkuasa dan kaya. Banyak Istri adalah symbol kekuasaan dan kekuatan para raja . Inilah sasaran Islam, kaum yang akan diperangi. Disamping juga praktek para rahib dan pendeta yang mengajarkan sebaliknya dengan hidup tanpa istri. Kedua kubu ditentang habis oleh Islam. Jikalau seluruh manusia meyakini ajaran pendeta , bagaimana nasib populasi umat manusia sekarang ini. Inilah logika kita sekarang. Keseimbangan populasi manusia dalam skenario perkembang biakan manusia. Untuk membangun peradaban akal budi yang luar biasa. Dalam skenario besar Allah Tuhan semesta Alam. Tuhannya manusia. Hukum poligami adalah mengatur semua itu, keseimbangan itu.
Maka kebiasaan siapakah yang diperangi Islam. Siapakah yang memiliki kebiasaan poligami..?. Rakyat biasa seperti kita ini dari dahulu hingga kini, memiliki budaya hanya satu istri. Maka menjadi pertanyaan serius kini. Bukankah nash ini dahulu ditujukan untuk memerangi nafsu dan kebiasaan orang-orang yang berkuasa, dalam meng-koleksi para istri. Mengapa justru sekarang ini menjadi terbalik, kita rakyat biasa, justru malahan terdorong mengikuti kebiasaan para pembesar negri, untuk menginginkan banyak istri, sebagaimana pembesar dan orang-orang berkuasa di abad 6 Masehi sebelumnya dan sesudahnya. Dengan mengusung pologami ke jaman kini.

Siapakah yang mau Poligami..?
Apakah niat poligami, hanya didorong untuk mengikuti sunnah nabi..?. Untuk ibadah..? . Poligami yang seperti apakah yang mengandung nilai ibadah..?. Jikalau manusia tidak dapat berlaku adil, maka situasi apakah yang akan terjadi , pada wilayah jiwa manusia..? Apakah jiwa akan mampu tenang, puas dan ridho..?. bagaimana situasi terkini, kompleksitasnya, problematikanya, dan lain sebagainya, bagaimana mensiasati jiwa kita, hingga jika pada saatnya nanti, Allah memanggil kita, pada detik itu suasana jiwa kita dalam keadaan tenang, puas dan ridho..?. Apakah manusia yang ber poligami mampu dan bisa mengarahkan jiwanya pada level ini, dengan dinamika dan problematika banyak istri yang cenderung merasa di berlakukan tidak adil. Dalam seluruh aspek kehidupan rumah tangganya. Betapa sulitnya kita memprediksi itu, menyiasati dan melaksanakan itu, betapa sulitnya jiwa berada pada wilayah itu, jika kita mampu dan membacanya dengan jernih. Akan mengerti ini. Mengetahui ini. Maka menjadi pertanyaan serius lagi orang seperti apakah yang mau ber poligami..?. Inilah sebuah paradoks berikutnya dalam dinamika manusia.

BERSAMBUNG


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali