Merekontruksi Pemahaman Takdir 2

Melanjutkan pembahasan skema model takdir~; Sehingga dalam diri manusia terdapat dua entitas yang berbeda yaitu ; entitas yang berasal dari alam anti-materi dan entitas dari alam materi.

JIWA adalah~sesuatu~dzat~dari dimensi anti materi~adalah entitas KESADARAN. Sebagai entitas ‘kesadaran’ maka dzat ini memiliki sifat yang tidak dibatasi ruang dan waktu. Dzat ini dapat berada di masa lalu, berada di masa sekarang, atau di masa akan datang. Dan dzat ini tidak dibatasi ruang yang artinya; dzat ini dapat hanya seluas kotak, seluas bumi, atau seluas alam semesta ini. Disamping itu dzat ini karena tidak dibatasi ruang dapat berada dimana-mana sekehendak dirinya. Karena inilah maka sebagai manusia kadang kita dapat mengembara , berimajinasi dimasa lalu ,di masa akan datang, di belahan bumi manapun dan ataupun di alam semesta ini. Entitas inilah yang BEBAS menentukan dirinya sendiri atau FREE WILL (QODARIYAH).

RAGA adalah~sesuatu etentitas yang sudah di program sedemikian rupa sehingga memiliki sifat-sifat materi. Sebagai materi RAGA memiliki keterbatasan ruang dan waktu. RAGA hanya mampu berada di keadaan saat ini dan JUGA membutuhkan tempat (ruang). RAGA tunduk kepada aturan-aturan program (sunatulloh) yang sudah di buat . Tunduk kepada ‘operating system’ yang dinamakan TAKDIR. Sehingga entitas ini dalam keadaan pasrah menyerah kepada kehendak sang ‘Creator’ atau keadaan ini dinamakan FATALIS (JABARIYAH)

Penyatuan antara JIWA dan RAGA ~ adalah bertemunya kedua sifat anti materi dan materi. Bertemunya dua sifat yang saling berlawan ini dapat meniadakan sifat dari salah satunya, baik untuk sementara waktu atau selamanya. Sehingga JIWA setelah penyatuan ini dalam keadaan ZERO atau FITRAH.

Dalam penyatuan tersebut, JIWA menempati seluruh ruang yang ada dalam raga, namun dibatasi oleh keterbatasan sifat materi raga. Sehingga JIWA hanya dapat berkomunikasi dengan alam sekitarnya dengan menggunakan fasilitas yang ada dalam raga itu sendiri. Inilah kreasi yang maha besar dari sang CREATOR. JIWA. Suatu entitas yang tak terbatas di dalam entitas yang serba terbatas. Dan entitas ini harus mampu berkreasi di dimensi materi yang serba terbatas ini.

JIWA harus mampu mengimbangi sifat alami RAGA, yaitu kebutuhannya akan suplai makanan dan berkembang biak. Sayangnya~penyatauan dua entitas ini menimbulkan ‘resultan’ yang tak berhingga. Keinginan akan makan dan berkembang biak, yang semula hanya sebagai sifat dasar alami untuk kelangsungan hidup RAGA~ketika bertemu~ bertemu entitas tak terbatas ini (JIWA)~Keinginan akan makan dan berkembang biak ~berevolusi~ menjadi keinginan yang tak terbatas pula. Melahirkan sifat serakah, kikir, syahwat, dan lain sebagainya. Sifat-sifat inilah yang harus diminimalisir~ditekan~sehingga hanya sampai ttingkat paling dasar kebutuhan manusia (RAGA) itu sendiri.

Saat penyatuan~JIWA nyaris ZERO~Dari waktu ke waktu~peradaban terus bergulir~dari paling sederhana hingga modern saat ini. Dalam kurun waktu itulah~JIWA mengalami penyempurnaan dan perkembangannya. Sedikit demi sedikit, dengan menggunakan fasilitas RAGA yang dimiliki~JIWA mulai mengenali dirinya.


Demi Jiwa ,serta penyempurnaanya.maka Allah mengilhamkan kepada Jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan (QS. As Syams:7-8).


Namun seiring dengan berjalannya waktu~kompleksitas jaman ~JIWA mengalami kesulitan mengkondisikan dirinya dengan RAGA~pengkondisian ini penting; sebab akan berpengaruh kepada wilayah kesadaran bagi JIWA~kesadaran yang dituntun (bagi JIWA) untuk dapat kembali kepada dimensinya~jika tidak JIWA akan sering kehilangan arah. Oleh karena itu sang CREATOR memberikan panduan baik langsung (Musa) maupun tidak dengan melalui utusan-utusannya. Kemudian pada saatnya~Sang ‘CREATOR memberikan BUKU MANUAL (AL QUR”AN) untuk dijadikan pedoman melalui utusan yang dicintainya MUHAMMAD.


Implementasi Model terhadap Re-konstruksi Takdir

Dari ulasan tersebut diatas dapat ditarik model~RAGA adalah entitas FATALIS sedangkan JIWA adalah entitas FREE WILL.

Dengan model ini maka dapat dijelaskan methodology al qur’an dalam penyampaian petunjuknya.:


Kepada JIWA yang FREE WILL Al qur’an berkata :

Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman maka berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah”. (QS. Al-Kahfi : 29).

“Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang kamu perbuat”. (QS. As-Sajdah : 40).

"Sesungganya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada dirinya" [QS Ar Ra’d (13):11].

Kepada RAGA yang FATALIS Al qur’an berkata:

“Dan Allohlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat”. (QS. As-Shaffat : 96).

Bukanlah kamu yang menghendaki, tetapi Allohlah yang menghendaki”. (QS. Al-Ihsan : 30).

"Tidak ada bencana yang menimpa bumi dan dirimu kecuali telah (ditetapkan) di dalam Kitab sebelum Kami wujudkan" [QS Al Hadiid (57): 22].

"Sesungguhnya bukan kamu yang membunuh mereka tetapi Allah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar (senjata kepada musuh), akan tetapi Allah-lah yang melemparnya’. [QS Al Anfal (8): 17].


Dan masih banyak lagi contoh-contoh ayat yang masing-masing berbicara baik kepada JIWA yang FREE WILL maupun kepada RAGA yang FATALIS.


Inilah model yang ditawarkan dalam memahami TAKDIR~dalam model ini terdapat kebebasan yang seluas-luasnya kepada JIWA untuk melakukan explorasi kepada ciptaan-ciptaan Allah, kebebasan kepada JIWA untuk memilih apakah dia akan mengenal Tuhannya atau dia tidak mau mengenal Tuhannya. Dan Kebebasan kepada JIWA~apakah dia akan berada di masa lalu apakah di masa sekarang. Kebebasan yang benar-benar MUTLAK. Namun, ingat bahwa JIWA ~ harus tetap kembali ke dimensinya. Dimensi di luar ordo dimensi alam semesta ini. ~Dimensi kesadaran diatas kesadaran. Jika JIWA masih dalam wilayah ‘kesadaran materi’ saat ‘game over’. Maka habis sudah waktu dan JIWA tidak akan mampu kembali ke dimensinya lagi. JIWA akan tersiksa, JIWA akan ter hukum, terpanggang. Kasihan. Maka JIWA masuk ke dalam dimensi ‘kesadaran’ yang lebih rendah.~dimensi alam NERAKA.

Lain halnya RAGA~entitas ini praktis bersifat FATALIS~tunduk patuh kepada sunatulloh, hukum-hukum (program) yang dibuat oleh sang ‘Creator’. Posisi JIWA lah yang harus mengikuti keadaan RAGA.

RAGA diciptakan~disesuaikan dengan kebutuhan spesifikasinya~sesuai dengan skenario sang Crator~misal; raga dibuat untuk spesifikasi seorang Raja, maka otaknya, daya tahan tubuhnya, panca inderanya, talenta dibuat dan lain-lain, untuk kebutuhan tersebut, disamping itu juga support system akan menjaga agar RAGA ini tetap untuk peruntukannya. Maka bila JIWA yang berada di dalam RAGA ini, ikut terlena dengan semua fasilitas-kenikmatan raja~Misal FIR’AUN~ dan mengaku-aku bahwa semua itu atas usahanya. Maka celakalah JIWA ini. JIWA akan berada dalam wilayah yang mengantarkan dia ke alam ‘kesadaran rendah’. Dimensi Alam NERAKA.

Karena sesungguhnya JIWA tidak memiliki kuasa apapun atas RAGA dan juga kuasa atas seluruh kondisi yang ada yang memungkinkan dia menjadi RAJA~. JIWA sesungguhnya hanya PENIKMAT saja~. JIWA sesungguhnya hanyalah PENYAKSI saja. Maka jika dia dalam posisi ini mau kafir, ya silahkan kafir saja, tidak akan berpengaruh kepada RAGA yang menjalankan operasi Tuhannya. ~Maka bila dikehendaki sang Creator RAGA akan menjdai RAJA ya tetap akan jadi RAJA.


Sistem Keadilan Tuhan

Jelaslah dalam model tersebut~; faktor yang menyebabkan seluruh rangkaian kejadian di dunia ini telah di setting oleh sang Creator. Raga masing-masing diciptakan berdasarkan spesifikasi dan kebutuhan sesuai scenario sang Creator. Ada yang jadi RAJA, pembatu, majikan, dan lain sebagainya. Mereka ada yang dibuatkan fasilitas, kaya raya, dimudahkan dan sebagainya. Ada juga yang hanya menjadi buruh , mereka miskin fasilitas, dan lain sebagainya.

Kalau begitu dimanakah system keadilan Tuhan..?

Kembali kita telusuri~bahwa sesungguhnya yang berada dalam posisi bebas adalah JIWA~posisi bebas ini tentunya mengandung konsekwensi~unsur REWARD AND PUNISHMENT. Apabila kondisi JIWA mampu berada dalam wilayah kesadaran tertingginya ~sehingga dia mampu kembali ke dimensinya. Maka akan mendapatkan reward yang dijanjikan. Bila tidak diapun akan mendapat punishment~hukuman neraka.

Sehingga dalam KEADILAN TUHAN~tidaklah menjadi masalah apakah JIWA berada di RAGA yang miskin, kaya, raja, petani, atau apapun. Sebab bagi sang Creator yang penting JIWA mampu menyelesaikan misinya agar mampu kembali. Sang Creator hanya menginginkan JIWA menjadi penikmat dan penyaksi yang baik~senantiasa mengagunmi, mengakui kehebatan sang Creator. Karena sesungguhnya sang CREATOR sudah mebuat rangkaian kejadian, sobaan-cvobaan, sedemikian rupa, sangat teliti, proposional sesuai dengan spesifikasi RAGA. Maka JIWA harus percaya ini dan jangan khawatir terhadap keadilan ini.


"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Shabiin, dan orang-orang Nashara, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan beramal shaleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al Maidah: 69)


Kemudian bagaimana KEADILAN TUHAN, bagi JIWA yang berada dalam pemahaman teologi ?. (Islam, Kristen, Yahudi, dll).?.

Dalam konsep ini~Teologi sesungguhnya hanyalah sebuah metodologi bagi JIWA untuk kembali ke dimensi-nya. Bagi KEADILAN TUHAN, yang penting manusia dapat mencapai kesadaran tertingginya dan dapat kembali kepada asalnya~. Bagi Tuhan JIWA adalah hanya sebatas sebagai penyaksi yang mengkahbarkan akan eksistensi Keberadaan-NYA~. Maka petunjuk (Buku Manual) yang diberikanpun telah disesuaikan dengan jamannya. Pada peradaban primitive~, belum ada kompleksitas ~sehingga mudah saja bagi JIWA untuk meng-kondisikan dirinya. Maka diberikanlah Buku Panduan yang sederhana. Namun pada jaman peradaban akal dan budi , sungguh kompleksitasnya demikian luar biasa, maka diperlukanlah BUKU PANDUAN yang lebih sesuai dengan jaman itu.


Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qs Ali Imrân/3:164)


"Dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan apa yang diberikan kepada Nabi­-nabi dari Tuhan mereka; tidaklah Kami membeda-bedakan di antara seorangpun dari mereka, dan kami kepadaNya, semua menyerah diri. " (Al baqoroh 136),


Hakekatnya~sang CREATOR menantang JIWA-JIWA ini untuk mencari metodologinya sendiri-sendiri~mereka ditantang mengunakan seluruh potensi yang ada pada dirinya~guna menemukan jalan mereka untuk kembali ke dimensi dari mana dia berasal~ untuk keperluan ini sang Creator-pun sudah memberikan Buku Manual-nya.

Batasannya adalah~RAGA telah disetting memiliki batas waktu (game over). Kapan batas waktu yang ditentukan bagi matinya RAGA~ hanya sang CREATOR lah yang tahu. Maka JIWA-JIWA diharapkan berlomba-lomba~dan senantiasa dalam suasana kesedaran yang terus menerus~sehingga pada saat di matikan RAGA~JIWA dalam posisi wilayah kesadaran tertingginya~sehingga dia akan dia dapat kembali dengan mudah.

“Tidaklah seorang anak dilahirkan kecuali dalam keadaan suci (fitrah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikanya yahudi atau nasrani atau Majusi “. (H.R. Muslim).

Sang ‘CREATOR’ , menyerahkan pilihan itu (Agama) ~dan memberikan kebebasan pilihan itu kepada JIWA. Bagi sang CREATOR sama saja, apakah JIWA itu akan di letakkan kedalam RAGA ditengah-tengah~Islam, Kristen, Yahudi, atau KAFIR sekalipun. Semua sama-sama harus mencari metodologi untuk kembali. Semua tergantung dari usaha sang JIWA itu. Tuhan menjaga kesinambungan itu, keseimbangan agar tetap dalam kondisinya~menjaga perbedaan itu,~ agar Jiwa-jiwa dapat berpikir. METODOLOGI MANA YANG DI RIDHOI NYA.



”..... Dan sekiranya Allah tiada menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS;Al Hajj 40)

==========================

"Dan ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan, untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu'min serta mnunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan."
Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta." (At Taubah - ayat 107).


Maha besar Allah, sang CREATOR alam semesta. Amin



Wallohu’alam bisawab

Arif Budi Utomo
·

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali