Kajian Al Dzauk 3, Menguji Rahsa


Lembut melelahkan  jiwa

Lembut suara seruling entah siapa gerangan yang meniup
Bak tetes embun tatkala kau terjaga
Tak ada lagi tanda tanya apakah esok bakal jadi milikmu
Dan sinar matahari merangkak bangkit tinggalkan kaki langit
Menyongsong hari ini yang penuh harapan
Berkemaslah tinggalkan masa silam yang dibelenggu kegelapan
Dan hari ini engkau dengan tegar
Ucapkan selamat tinggal kepada kebodohan
Kepada terik jalanan
Kepada langkah yang termangu dan kau bawa
Dengan hati goyah
(Dan hari ini engkau by Ebiet G Ade)

Entah berapa jauh jalan yang mesti dilalui. Pengembaraan dalam memaknai perguliran rahsa, terjal, meretas ego dan harga diri , dalam meniadakan hasrat dan keinginan diri. Lelah,  dalam memaknai belitan raga, dalam mencari jati diri, sudahkah memaknai hidup yang hakiki ?. Ketika merenda asa bersama pagi dan esok hari. Akankah matahari tetap bersinar di hati ?.

Akankah merengkuh ridho illahi..?. Masih saja ada tanya menggempal di hati..?.

Ritme kehidupan semakin lama semakin terasa cepat. Sejenak pagi sebentar kemudian sudah pagi lagi. , Perputaran waktu malam dan siang  semakin pendek. Lihatlah di Ibukota saat  malam dan kemudian  paginya, bukankah  sudah sulit di bedakan. Aktifitas seperti tak berjeda, kemacetan tetap  merajalela. Baik di  tol dalam kota, maupun yang ke luar kota. Baik di pagi dan malam hari. Kemudian manusia di paksa untuk bergegas, mengatur diri, menyiasati ritme kota, mencari celah agar terhindar dari semua itu. Meski harus rela ber pagi-pagi. Menuju tempat kerjanya. Berulang begitu ribuan kali, bagaimanakah tidak menyesakkan..?.

Marilah kita bersyukur
Bersama-sama ucap Alhamdulillah
Dan kita peringati setiap kali dengan Zikrullah
Kita buka langkah baru lembar-lembar keindahan
dengan Bismillah
Marilah kita buka cakrawala ingatan, yang berkabut saat temaram.  Membuka tabir hati,  yang sembunyi di balik ego diri, yang telah di bingkai oleh angan dan logika-logika yang kadang malah menyesatkan. Selimut hati meski kita singkap. Marilah kita telanjang dan benar-benar bersih, suci lahir dan di dalam batin. Tengoklah ke dalam di dalam hati kita. Mari kita awali dengan pertanyaan..:

Apakah kita sudah ber Iman ?

Pertanyaan ini bergulir di depan. Menjadi kontradiksi di dalam. Bilamanakah kita dapat di sebut ber Iman ?.

Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian, " padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka Hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka  siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan,   tetapi mereka tidak sadar. (QS. Al baqoroh 8-12)

Astagfirullah..bilakah kita demikian..?.

Diri terjebak mengaku-ngaku. Diri tidak sadar mengatakan telah ber iman padahal sejatinya dia tidak ber iman. Kenapa bisa begitu..?. Apakah yang terlintas..?. Siapakah yang tahu kalau kita ber iman atau tidak..?. Kalau kita sendiri tidak sadar jikalau kita merasa tidak melakukan hal begitu..?. Kita tidak sadar sedang menipu diri kita sendiri.  Bagaimanakah ini..?. Bagaimanakah ber iman..?.

Manusia akan merasa sangat ber iman, ketika dia rajin mengamalkan ibadah ini, mengamalkan amalan itu, sholat ini, sholat itu, puasa ini dan puasa itu. Ribuan wirid, ribuan sholat, bertahun-tahun beribadah, tidak pernah tidur, hingga kurus kering, mata sayu dan lain sebagainya. Sungguh manusia kemudian akan menghitung-hitung amal baiknya tersebut. Sehingga diri merasa benar-benar telah suci, lebih ber iman dari siapapun, lebih bersih dari siapapun. Manusia itu kemudian melihat sinis kepada manusia lain yang tidak melakukan hal yang sama. Menganggap remeh kepada orang lain yang tidak sepaham dengan dirinya, yang tidak melakukan  ibadah yang sama dengan dirinya. Manusia itu, kemudian akan merendahkan amalan manusia lainnya. Manusia itu, kemudian akan membangga-banggakan amal ibadahnya sendiri.  Lihatlah bagaimana sepak terjang kaum Khawaritj. Inilah bahayanya, jebakan ini senantiasa mengintai.  Jembakan para penempuh jalan spiritual.

Lintasan ego diri, lintasan telah bersih, telah ber iman, dan lain sebagainya, adalah lintasan hati. Bagaimana membedakannya..?. Bilakah kita terjebak..?.

Semua pertanyaan dan lintasan di hati tersebut, sesungguhnya terjawab ketika manusia mengalami ujian. Ketika manusia di hadapkan kepada kesulitan-kesulitan hidup. Di hadapkan kepada perintah dan larangan-larangan Allah.   Di hadapkan kepada sesuatu yang tidak di sukainya. Lihatlah bagaimana kesudahannya, bagaimanakah kegundahan hatinya saat mengalami ujian. Adakah manusia itu masih tetap dalam keyakinan, tetap dalam pendiriannya  ; berserah diri kepada Allah.  Tetap mengatakan “Sholatku, ibdahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam ?”. Ataukah dia akan berbalik seratus delapan puluh derajat, lari membelakangi Allah, sebagaimana Iblis. ?

“ Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran) (QS. Al A’raf [7] : 168)

 Diantara mereka itu, semua akan teruji, sSemua akan diuji , lintasan hati  akan teruji, ketika manusia mengalami cobaan hidupnya. Ketika manusia mengalami ketakutan, kesengsaraan, mengalami kehilangan kesakitan dan lain sebagainya. Semua juga akan ter uji ketika  manusia itu mengalami kesenangan dunia berlebihan, semua itu akan terbukti  bagaimana akhirnya. Apakah benar dia ber iman atau tidak. Semua pasti terjawab dan diri sendirilah yang tahu, dia akan ditunjukkan oleh Allah. Ditunjukkan siapa sejatinya dirinya. Maka kembalinya terserah padanya akan mengkuti jalan yang mana.  Siapakah nantinya orang yang saleh, siapakah nantinya yang tidak demikian.

Orang yang saleh atau tidak bukanlah ditentukan saat startnya atau di tentukan bagaimanai finish nya. Kesalehang dan tidaknya bukan di tentukan oleh apakah dia di lahirkan dari rahim seorang ulama besar ataukah di lahirkan dari rahim pelacur tua. Semua manusia di nilai dari perjuangan hidupnya, perjuangan menuju kepada kebenaran, perjuangan menuju kepada jalan yang lurus, semua akan ditentukan bagaimana pada saat kematiannya. Apakah dia berserah kepada Allah atau berserah kepada selain Allah. Semua akan teruji.

Adalah Lintasan hati

Ketika manusia di uji, (dan semua manusia akan di uji) manusia tersebut akan mengetahui bagaimana lintasan-lintasan hatinya. Sangat jelas sekali perbedaannya apakah ber iman atau tidak. Hatinya akan mengetahui. Disana ada ‘bashiroh’ yang akan selalu menunjukkan siapa sejatinya dirinya itu. Menjadi pembeda (furqon). Maka selanjutnya berlangsung pertempuran di hati, apakah dia akan mengikuti jalan kefasikan, mencari jalan termudah, dengansegala cara , tidak peduli halal atau haram yang penting dirinya terbebas dari kesulitan hidup. Ataukah tetap mengikuti jalan ketakwaan, dengan bersandar kepada Allah. Berserah kepada maunya Allah. Mengikuti kemana saja raga akan di perjalankan oleh Allah. Kembalinya terserah kita.

Inilah jalan terjal lagi sukar. Pendakian yang sudah tak tentu bagaimana akhirnya.

Penempuh jalan spiritual akan selalu berkaca pada hatinya, akan selalu berdialog dengan hatinya. Akan selalu kontemplasi, akan selalu melakukan eksplorasi di jiwa, memperjalankan akal dan fikirannya. Ber dzikir berdialog dengan Tuhannya, mencari jawaban atas semua lintasan hatinya.

Ketika diam menjerat aku ke dalam ruang hampa
Angin berhembus, tajam mengiris, menusuk rembulan
BayanganMu seperti lenyap disapu gelombang
Perahuku terombang-ambing dan tenggelam
Ketika hening merenggut aku ke dalam galau jiwa
Suara ranting meronta-ronta, merobek mentari
Dekapan
Mu masih terasa hangat dalam darah
Bintang-gemintang bersembunyi dalam kelam

Kosong,  pikiran hampa menerawang
Kosong,  langit terasa semakin gelap
Entah bermimpi tentang apa, terpenggal-penggal
Entah sujud kepada siapa aku berserah
Kosong,  pikiran hampa menerawang
Kosong,  langit terasa semakin gelap
Mestinya aku hanya diam dalam tawakal
atau kuurai air mata dalam sembahyang
atau kuurai air mata dalam sembahyang

(Kosong by Ebiet G Ade)

Begitulah ujian agar manusia mengerti apa yang di ucapkannya, agar manusia mengerti arti ucapannya ini :

“Katakanlah “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku  dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. “(Q.S Al An’aam : 162)

“Tidak ada sekutu bagiNya, dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim)“(Q.S Al An’aam : 163)

Wolohualam


Salam
arif

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali