Kisah Spiritual 4, Kesatria Dalam Pingitan


Aksara yang bertebaran diatas dedaunan
Berkibaran sebab tersaput angin, Hilang satu kata terbang keangkasa
Bagaimana harus dirangkai menjadi tulisan bermakna?
Hilang satu kata,  Maka pinjam aksara satu lainnya  saja
Biar sisipkan diantara tulisan, barangkali memberi makna
telah tulis banyak warna saat jelaga hingga menjadi jingga
Seperti tahun kemarin bahkan kemarin dan kemarin lainnya lagi
Bulan berulang demi bulannya kemudian lagi
Menunggu datangnya sebuah kepastian, Sebuah wangsit yang pasti akan datang
Itulah bait bernada spiritual yang ditangkap Mas Dikonthole. Makna yang tersirat tidaklah seperti yang tersurat. Jauh sebelum meletusnya merapi. Badanya sudah menerima tanda-tanda itu. Tanda-tanda akan lahirnya kembali kesadaran ‘Budhi’. Merinding seluruh badan Mas Dikonthole membaca makna yang terkandung di dalamnya.

Sekarang tanda-tanda telah bermunculan, mulai dari meletusnya gunung Merapi, yang kemudian diikuti dengan gunung-gunung lainnya dis eluruh nusantara ini. Semua ilapatnya terbukti. Hasil pembicaraannya dahulu dengan Pertapa Sakti di lereng Gunung Dieng. Menjadi kenyatan adaanya. Abu vulkanik gunung Merepi membawa keterlibatan alam lain di luar dimensi manusia. Jika di ceritakan pasti akan menimbulkan fitnah nantinya. Maka semua rahasia akan di pendamnya sendiri. Hanya dia yang mengerti.

Sungguh hingga sampai sekarang dia sendiri masih bertanda tanya sendiri. Ada kaitan apa dirinya dengan semua itu. Mengapa semua tanda-tanda ditunjukan padanya, dan harus dia baca. Apakah sekedar hanya sebagai saksi saja ?.  Sehingga kemudian dirinya harus pergi menyaksikan dari satu tempat ke tempat lainnya lagi. Jika dipikirkan nyaris tak percaya. Sebab dari mana dia mendapatkan biaya puluhan juta rupiah untuk melakukan perjalanan ziarah spiritual ke seluruh pelosok nusantara.

Dari mulai tempat ziarah Panembahan Senopati, Makam Imogiri tempat Sultan Agung. Makam para Wali. Pendek kata hampir seluruh tempat ziarah yang menurunkan kesadaran di bumi nusantara ini telah dia datangi. Dia seperti mengikuti saja jalannya nasib. Dia sudah melakukan komunikasi dengan kesadaran-kesadaran yang pernah Berjaya di negri ini. Bersapa dalam tali silaturahmi. Ternyata mereka semua lebih peduli dari pada manusia-manusia nya. Mas Dikonthole menunduk sedih kalau teringat semua itu. Betapa tangisan mereka begitu sedih melihat rakyat Indonesia ini dalam keadaan seperti ini.

Mereka berkata nusantara ini bumi terkaya di dunia, tempat dahulu pernah ada suatu kerajaan terbesar yang tidakpernah dibayangkan manusia. Peradaban yang sangat luar biasa sekali. Mengapa kejadiannya jadi seperti sekarang ini. Sama saja negara ini tidak diurus. Pimpinannya hanya mengurusi perutnya sendiri. Jika seperti ini kekayaan alam sejati tetap akan tersembunyi, belum akan dinampakkan.

Kadang Mas Dikonthole tidak pernah mengerti pembicaraan mereka itu. Ya, dia hanya sekedar tau bahwa ada dimensi lain yang ikut berkepentingan atas alam Indonesia ini. Jika hutan-huitan di babat habis dan lautan di obok-obok mereka semua akan kehilangan tempat tinggalnya. Mereka merasa berkewajiban ikut menjaga harmoni alam semesta. Kepentingan mereka hanya itu. Jika tidak hidup mereka pun akan terusir dari wilayah nusantara ini.

Maka mereka semua secara tak terlihat membentuk tim untuk membantu bangkitnya kesadaran yang sekarang ini tengah dipingit. Kesadaran ini tengah tertidur di dalam hati-hati yang hampir mati. Kesadaran ini berada di seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari petani, pedagang, pegawai,pejabat, politisi, dan lain sebagainya. Kesadaran ini juga berada dipelosok-pelosok, berada di perkotaan, bahkan di luar negri. Saat sekarang ini mereka seperti sedang di buang, sedang di pingit. Seperti kisah Pandawa yang di buang karena kalah taruhan dengan Kurawa.

Kesadaran mereka semua itu  akan dipaksa untuk bangun dari tidur mereka. Membentuk sebuah kesadaran baru dalam tatanan peradaban manusia Indonesia baru. Kesadaran ini akan menyeruak diantara kesadaran yang sekarang sudah ada ini. Mereka akan mempersiapkan infrastruktur baru, sebuah tatanan masyarakat baru. Ketika sudah siap maka itulah tandanya sang Satria Piningit akan datang.

Sayangnya perubahan itu akan membawa banjir darah. Banyak tempat di nusantara ini akan tenggelam hilang dari peta Indonesia. He eh,bergidik Mas Dikonthole diperlihatkan semua itu. Belum lagi nanti akan banyak kematian yang  tidak wajar, menimpa para politisi dan pejabat negri, serta orang-orang yang keserakahannya sudah tidak terkendali.

Banyak sekali yang tidak bisa dia ceritakan. Sebab dia khawatir akan menjadi fitnah saja. Dia sama sekali tidak ada kepentingannya disitu.  Belum lagi itu kan hanya sebuah ramalan. Ramalan hanyalah ramalan. Hal ghaib tergantung siapa yang mau memaknai. Di anggap serius bisa dianggap bercanda juiga bisa,. Bagi Mas Dikonthole hanya sekedar menambah motivasi saja agar senantiasa lebih ingat kepada-Nya.

Kini upayanya hanya meretas kesadaran bersama lainnya. Melakoni yang bakalan terjadi. Belajar untuk tidak menjadi siapa-siapa. Belajar untuk tetap di pingit. Sampai Tuhan menetapkan putusan-NYA.

Tidak banyak yang diceritakan Mas Dikonthole di bagian ini. Maka saya beranjak pergi. Menuliskan bagian yang lain lagi.
Wolohualam

salam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali