Kajian Sapi Betina (6), Jalan Yang Lurus


Manusia senantiasa berdoa memohon kepada Tuhannya, memohon diberikan jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang telah di berikan nikmat. Namun apakah manusia mengerti nikmat seperti apakah yang diinginkan manusia itu bagi dirinya  sendiri ?. Marilah kita bertanya  dalam diri, apakah sesungguhnya kita mengerti nikmat yang dimaksudkan oleh jiwa kita sendiri ?. Apakah realitas nikmat itu sendiri bagi manusia?. Seperti apakah referensi nikmat dalam kesadaran manusia ?. Apakah sama hakekat nikmat yang dimaksudkan antara satu manusia dengan manusia yang lainnya ?.  Apakah manusia benar-benar memahami doa yang mereka panjatkan kepada Tuhan mereka itu ?. Jangan-jangan kita ber doa asal berdoa, mengikuti apa saja yang mereka ajarkan, tanpa bertanya lagi ?.  

[1]Dengan menyebut nama AllahYang Maha Pemurah lagi MahaPenyayang.
[2]Segala puji bagi Allah, Tuhansemesta alam,
[3]Maha Pemurah lagi MahaPenyayang,
[4]Yang menguasai haripembalasan.
[5]Hanya kepada Engkaulah kamimenyembah dan hanya kepadaEngkaulah kami mohonpertolongan
[6]Tunjukilah kami jalan yang lurus,
[7](yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
(QS. Al Fatihah)

 Jalan yang lurus yaitu jalannya orang-orang yang telah diberikan nikmat. Sebuah rangkaian doa yang sempurna. Jalan lurus adalah jalannya orang yang di berikan nikmat. Begitulah keadaannya. Maka jika manusia tidak mendapatkan nikmat setelah menempuh jalan tersebut maka jalan tersebut tidak dapat di katakan jalan yang lurus. Dengan kata lainnya, jika manusia benar-benar telah mendapatkan jalan yang lurus pastilah manusia tersebut akan mendapatkan nikmat yang banyak. Yang akan dirahsakan oleh jiwa dan raga nya. Inilah hukum sebab-akibat.  Maka pertanyaannya adalah seperti apakah nikmat yang dimaksudkan ?. Tolak ukurnya apakah, jika kita sudah mendapatkan nikmat yang dimaksudkan ?. Nikmat seperti apakah yang akan bersemayam di dalam  jiwa kita ini ?.

Mengulang pertanyaan pembuka dalam kajian ini. Maka marilah kita lanjutkan kajian ini lebih dalam lagi. Memasuki wilayah  hati, memasuki wilayah rahsa. Memaknai nikmat itu sendiri .(Adakah manusia tidak mengerti nikmat ?). Sebagai penghantar untuk kajian selanjutnya dalam memahami siapakah hakekatnya manusia yang berhak mendapatkan surga. Apakah hanya Islam saja, ataukah agama lainnya berhak juga mendapatkan surga ?.  Bagaimana dengan sahabat-sahabat kita, yang Budha, yang Hindu, yang Kristen, dan lain-lainnyA lagi. Bagaimana keadaan mereka nanti ?. Marilah kita eksplorasi bersama.

Rahsa yang tertinggal

Di tumbuhkan kecintaan manusia kepada harta benda, istri dan anak-anak yang banyak, kepada kekuasaan dan lain-lainnya. Di susupkan pula kasih sayang diantara satu sama lainnya, diantara lelaki dan wanita. Di susupkan rahsa suka dan kecewa, duka dan lara. Seluruh rahsa dalam dimensi manusia. Ketika manusia di susupi rahsa suka akan wanita, rasa cintanya itu  akan menguasai dirinya, tidak ada yang lebih realitas bagi dirinya selain bisa bertemu dengan kekasihnya itu. Begitu juga ketika manusia disusupkan rahsa berkuasa, maka tidak ada realitas bagi dirinya selain rahsa ingin untuk menduduki jabatan yang diinginkannya  tersebut.   Rahsa bangga, rasa cinta, rahsa berkuasa, rasa sedih..simpati dan lain-lainnya, berguliran pada dada setiap manusia. Tidak mengenal kasta, tidak mengenal rupa, tidak mengenal agama dan golongan. Kepada siapa saja rahsa tersebut berguliran,  begitu saja seenak dirinya. Berguliran tanpa dapat di cegah oleh siapapun. Tidak ada satupun manusia yang tidak mendapatkan giliran rahsa. Entah itu presiden, entah itu konglomerat, entah pengemis sekalipun. Semua manusia disusupi rahsa, mereka semua mengalami itu. Baik mereka suka atau tidak, tidak peduli mereka mau sukarela atau terpaksa. Rahsa apa saja tetap menyambangi dirinya.

Manusia kemudian merasa memiliki rahsa tersebut, kenikmatan atas rahsa yang pernah berdiam dalam dirinya, di akui sebagai miliknya. Sebaliknya atas rahsa yang belum pernah di rahsakan jiwanya manusia ber upaya keras untuk meraihnya, mendapatkannya. Jiwa menginginkan dirinya untuk merahsakan rahsa lainnya. Rahsa yang menurut dirinya tidak di milikinya itu. Misalnya, saat ketika manusia melihat tetangganya membeli mobil. Jiwa mengangankan betapa rahsa nikmatnya memiliki mobil baru. Jiwa menuntut, menginginkan rahsa tersebut. Rahsa nikmatnya punya mobil baru belum pernah dirasakannya, maka dia menginginkan rahsa itu. Namun, bagaimanakah selanjutnya. Ketika mobil mampu dibelinya. Ketika rahsa tersebut sudah di rasakannya, jiwa kemudian lupa, jiwa bosan dengan rahsa memiliki mobil, sudah tidak ada sensasinya lagi. Rahsa punya mobil menjadi rahsa biasa saja. Jiwa mengejar rahsa-rahsa lainnya. Rahsa nikmatnya makanan, rahsa dicinta, rahsa berkuasa, dan sebagainya dan sebagainya.

Namun masalahnya adalah, ketika rahsa di cabut dalam dada manusia. Ketika manusia mengalami perpindahan rahsa dari rahsa satu kepada rahsa lainnya. Sungguh sulit sekali menceritakannya. Manusia sering tidak mampu memaknainya. Mengapa Tuhan mempergulirkan rahsa pada dirinya. Bagaimanakah ketika sedang dalam rahsa cinta yang membuncah kepada suami/istri kita, rahsa tersebut tiba-tiba tercerabut paksa,  di gantikan dengan rasa duka lara, dengan meninggalnya istri/suami kita di panggil-Nya. Bagaimanakah rahsanya itu ?. Sungguh, perpindahan rahsa ini tak ada satupun manusia yang sanggup menahannya. Kesedihan, kehampaan, dan amukan rasa yang sulit di mengertinya. Tak percaya namun itu nyata sekali. Rahsa yang tertinggal menjadi rahsa sedih, nelangsa, seakan dirinya tak berarti apa-apa, seakan ingin ikut mati saja. Begitu hebatnya amukan rahsa itu. Sunguh..sungguh hebat sekali. Sehingga manusia tersebut lupa jika sebelumnya pernah ada rasa suka, rasa cinta, dan rahsa yang nikmat lainnya, saat ketika dirinya  sedang berdua dan bersama istri/suaminya dan keluarganya. Seakan-akan rahsa itu, jadi  tak pernah ada. Lupa..ya semua manusia pasti akan lupa. Melupakan rahsa sebelumnya. Yang menjadi realitas hanyalah rasa terkini. Rahsa sat ini yang tengah melanda dirinya itu. Kesedihan..ya mereka hanya merasakan kesedihan dan kesedihan saja. Begitulah kesadaran manusia, hanya mampu tampil di satu sisi saja. Hanya mampu tampil di satu wajah saja.

Mereka kemudian mempertanyakan nasib yang menimpa mereka kepada Tuhannya. Mereka menghujat, meratapi, mereka mempertanyakan takdir mereka. Kembalinya, mereka akan  menggugat takdir yang menimpa diri mereka itu. sayangnya, contoh rahsa bukan itu saja. Banyak sekali rahsa-rahsa lainnya. Rahsa benci, dendam, rindu, dan ramuan di anatara semua itu. Rahsa yang mengharu birukan kancah peradaban mansuia. Berguliran diantara lorong-lorong waktu. 

Sungguh sampai kapankah manusia mampu berdiri diantara rahsa, berdiri diatas rahsa, kemudian  memahami ini. Kapankah sampai saatnya manusia mampu untuk sekedar menjadi tukang cicip saja di dunia ini. Sebagaimana juru masak yang akhli yang mampu mengenali rahsa yang tak enak pada makanan dan karenanya kemudian dia akan memberikan bumbu yang pas buat masakan tersebut sehingga menjadi enak untuk di santap. Kapankah manusia mampu berjalan diantara rahsa-rahsa tersebut, dan menikmati perjalanannya yang pendek di dunia ini ?. Sampai kapankah kita, aku, saya, kau, mereka, dan anak-anak manusia lainnya mampu begitu ?. Mampu menetapi rahsa yang tertinggal di saat terkini di dalam dirinya ?. Kemudian memaknainya dengan rahsa syukur atas di anugrahkan rahsa itu, atas di perkenankan dirinya untuk mencicipi rahsa yang telah di hidangkan, disusupkan-Nya ke dalam jiwa kita-kita ini. Sehingga referensi kita dan mereka atas rahsa menjadi lengkap dan sempurna. Kali berikutnya, kita semua tunduk kepada kebesaran-Nya, yang telah mengadakan rahsa bagi manusia.

Realitas nikmat adalah realitas rahsa

Sejalan dengan alur pemikiran tersebut. Maka jika kita jeli mengkaji, kita akan mampu mendapatkan hikmah. Bahwa sesungguhnya realitas bagi jiwa adalah rahsa itu sendiri. Jiwa hanya mengejar realitas rahsa saja. Menjadi kajian yang terus di gulirkan bahwa keinginan manusia untuk mendapatkan rahsa tersebut, sesungguhnya menjadi daya dorong yang luar biasa. Menjadi ‘drive’ bagi manusia, untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupannya. Aktifitas yang kemudian akan menciptakan peradaban manusia.

Rahsa ingin cinta dan kasih sayang, akan menjadi daya dorong manusia untuk berkembang biak. Menciptakan tali silaturahmi, menciptakan kerja sama, menciptakan produk-produk, barang dan jasa,  dan juga lain-lainnya. Daya dorong rahsa ini luar biasa, yang akan menumbuhkan aktifitas manusia,  yang secara simultan akan mencerdaskan kehidupan manusia itu sendiri, menjadi kehidupan yang lebih bermartabat lagi. Rahsa ingin berkuasa juga bekerja dengan cara yang sama. Menyebabkan manusia akan selalu meningkatkan daya saing dirinya, maka tumbuhlah ilmu, tumbuhlah beradaban. Persaingan akan melahirkan peradaban. Manusia akan mengalami seleksi dengan sendirinya. Setiap kaum akan bersaing . Persaingan ini akan menciptakan hal-hal baru, teknolgi baru, peradaban baru yang lebih baik. Dan lain sebagainya. Karenanya maka masukilah hati kita, akan kita dapat  bahwa sesungguhnya rahsa itulah yang menjadi daya dorong (drive) bagi diri kita untuk melakukan segala aktifitas kita. Daya dorong yang mewarnai kehidupan kita umat manusia ini, sehigga menjadi banyak warna dan banyak makna. Menjadi kenikmatan tersendiri.

Namun sekali lagi masalahnya adalah, daya siapakah ?, dan daya apakah yang menjadi penyebab nya, yaitu daya yang mengakibatkan munculnya efek rahsa dalam jiwa (?). Dalam kajian di muka sudah di ulas bahwa rahsa adalah efek yang muncul sebagai akibat bekerjanya daya.  Sebagai permisal; panas pada alat pemanas di timbulkan oleh bekerjanya daya listrik pada alat tersebut. Bohlam lampu dapat menyala akibat bekerjanya daya listrik. Begitu juga sama halnya rahsa di jiwa. Rahsa muncul dikarenakan bekerjanya sebuah daya pada diri manusia.  Sekali lagi, yang menjadi masalah adalah daya apakah yang bekerja pada diri manusia. Apakah daya dari Allah ataukah daya dari proses induksi (selain Allah). Inilah yang terus patut kita kaji. Dan di ulang-ulang untuk di ingatkan.

Kembali kepada pokok bahasan dimuka. Menjadi jelas bagi kita setelahnya bahwasanya realitas bagi diri kita adalah rahsa itu sendiri.  Namun sayang sekali lagi, banyak sekali manusia yang tidak mampu menetapi realitas atas rahsa, (sebagaimana ulasan di muka). Ketika manusia tidak mampu menetapi realitas atas rahsa maka manusia tersebut tidak akan pernah mendapatkan nikmat apapun di dalam hidupnya. Manusia yang di berikan nikmat adalah manusia yang mampu menyakini dan menetapi rahsa bagaimanapun,  apapun yang berguliran dalam dirinya adalah berasal dari Allah. 

Perguliran dimaksudkan agar manusia mengenal betapa besar kekuasaan-Nya, betapa Allah telah menciptakan pelbagai macam rahsa, dualitas rahsa. Perguliran malam dan siang, perguliran sedih dan senang, dan lain-lainnya. Kemudian diri menjadi manusia, yang  akan sanggup berdiri sebagai saksi yang mengamati atas  perguliran rahsa yang mengamuk di dalam dirinya. Mengembalikannya kepada Allah jika rahsa tersebut telah mengganggu akal dan logikanya. Menyerahkan semua rahsa, mengakui bahwa hakekat rahsa tersebut bukan miliknya lagi. Tunduk kepada kebesaran-Nya. Sehingga dirinya tidak menjadi budak atas rahsa yang ber kecamuk, dirinya tidak mau mengikuti sang rahsa yang mengajarkannya untuk melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan fitrahnya. 

Sehingga, karenanya dirinya kemudian akan merasakan kenikmatan terus menerus di dalam kehidupannya. Dalam kondisi dan posisi apapun, tetap dalam keadaan mengingat Allah. Bersyukur atas di pilih dirinya itu untuk menjadi saksi atas kesemuanya ini. Bersyukur atas nikmat segala rahsa yang diberikan-Nya ini. Jalannya orang-orang inilah, jalan yang lurus. Orang yang mengetahui hakekat nikmat sesungguhnya.  Orang-orang yang sanggup menjadi saksi atas kekuasaan Allah. Itulah jalan orang-orang yang diberikan nikmat sanggup menjadi saksi atas rahsa. Sehingga dirinya hanya akan mengenal satu keadaan rahsa, yaitu rahsa ingat Allah saja. La ila hailalllah. Tiada sesuatu,dan  tiada rahsa yang ada hanyalah Allah.  

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS. 2:155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun . (QS. 2:156)Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna (nikmat) dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 2:157).

Maka pemahaman inilah, yang akan saya usung untuk melanjutkan kajian berikutnya, kajian yang sangat sensitif sifatnya, dikarenakan akan menyentuh pemahaman dari lintas golongan.  Yaitu pemahaman ayat sbb;

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. 3:85)

Bersanding dengan :

Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak  mereka bersedih hati  (QS. 2 : 62).

Problematika pemikiran dan pemahaman yang menjadi perdebatan antar golongan. Semoga Allah senantiasa menujukkan jalan-Jalan-Nya bagi setiap manusia yang memohon di berikan hidayah atas hal ini. Amin
Walohualam

Bersambung...

SALAM
arif

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali