Kajian Simbol, Nun


Dari keseluruh kajian yang dihantarkan, maka kajian inilah yang paling berat menimbulkan efek di badan. Memasuki ‘hal’ untuk mengungkap keadaan (atas)  apa yang dimaksudkan. Menjadi kesulitan tersendiri bagi penulis. Jiwa dan raga yang masih penuh ‘nafsu’ dunia, tak  mampu menembus dimensi ‘Nun’ ini. Berkali-kali di coba, hasilnya hanya ‘sakit’ merasuki. Setiap sel seperti mengalami ‘sekresi’, mengakibatkan ‘tubulensi’  akibat energy-nya,  yang melemahkan jasmani dan rohani. Dan hampir 5 hari sudah,  kajian ini tetap belum juga terselesaikan. Sungguh, jiwa ini belum mampu sampai kesana, meski hanya sekedar mencium baunya saja.

Hanya dengan memohon ampunan-Nya, hasil bacaan yang rasanya ‘banyak kurangnya’ ini tetap dihantarkan. Meski hanya sekelumit yang ‘bisa’ disampaikan. Tak apalah,  jika ternyata hanya seperti ini nyatanya. Semoga menjadi berita pembanding saja, atas berita-berita  symbol Al qur an yang telah dibuat oleh ‘pewarta’ sebelumnya, yang ada di ‘dunia maya’ ini.

Nun , demi kalam dan apa yang mereka tulis, (QS. 68:1)
           







“berkat ni’mat Rabbmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila.” (QS. 68:2)

Maka kelak kamu kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat, (QS. 68:5)  siapa di antara kamu yang gila. (QS. 68:6)

Dan malaikatpun bertanya, tak mengerti (?)

Entah kemuliaan akhlak seperti apakah yang diinginkan anak manusia dengan kekerasan. ?
dan Entah surga  bagaimanakah yang diangankan mereka,   dengan membunuhi satu sama lainnya ?. Ribuan nyawa melayang, menjadi korban, demi untuk mendapatkan tiket ke surga bagi setiap diri masing-masing ?.


Kesedihan, ketakberdayaan, ketakutan,  melukai nurani manusia di hati yang terdalam. Kekerasan atas manusia  tetap saja menyisakan ‘perih’ dan ‘nelangsa’. Melukai arti kemanusiaan itu sendiri. Kisah dari Sampang dan Sukabumi. Begitu juga penggalan kisah FPI dan juga Ahmadiyah. (Dan juga) Serta begitu banyaknya penyerta kisah-kisah lainnya,  yang senada dengan itu, mewarnai ‘suasana alam’ di   nusantara ini.  Membuat udara kota-kota di sini  semakin sesak dan  pekat saja.

Masih lengkang dalam ingatan, bagaimana  (ketika) perang dan kekerasan telah  ‘diminati” ~ jauh sebelumnya,  al  kisah yang terjadi di Suriah, Turki, dan juga sebagian Negara-negara Islam  yang tak tersebut bagaimana rinciannya. Sejarah juga telah banyak mencatat ‘kekekerasan’ dalam label ‘perang’. ‘Agresivitas; dalam label ‘kepahlawanan’.

Sejak dari bapaknya manusia  Habil dan Kabil. Kekerasan ini, menjelajah ke seluruh semenanjung arab, asia, eropa, afrika,  dan merambah ke banyak sekali  negri-negri lainnya. Kekerasan yang  mengilhami setiap suku, ras  dan golongan. Menjadi identik dnegan mansuia itu sendiri. Banyak sekali  perang-perang atas nama harta, tahta, wanita dan agama.  Disisi lainya telah banyak melahirkan kisah kepahlawanan. Namun tidak sedikit yang menyisakan kesengsaraan. Dari perang Bharatayuda sampai perang Fitnah Kubro (Perang Shifin). Dari Padang Kuruseta sampai Padang Karbala. Dari perang  Salib hingga sampai perang Dunia I dan Dunia II. Semua menamatkan jalan ceritanya, dengan satu ending ~ matinya ribuan korban manusia !. Dan tangisan keluarga yang ditinggalkan !.

Tidakkah manusia tahu,  diantara serpihan peperangan  itu,  banyak sekali kisah sedih dan duka anak manusia, perihal perang ini ?.

Agresivitas manusia, menemukan muaranya dalam peperangan. Perang dan perang dari jaman dahulu hingga sampaipun jaman kini sama saja bentuk dan rupanya.  Inilah kisah tragedy dan keperkasaan manusia. Kisah kebanggaan satu kelompok diatas penderitaan kelompok lainnya. Bergumulan diantara menang dan kalah.  Selalu begitu muaranya. Kekalahan melahirkan kesedihan. Digilirkannya kemenangan akan melahirkan Pahlawan-pahlawan di setiap kelompoknya masing-masing. Menyisakan tanda tanya lagi di hati.

Kisah kepahlawan dibangun dari sepihan daging dan darah ribuan anak manusia.

Bahkan kadang mereka sendiri tak mengerti ‘perang’ ini untuk apa dan  siapa ?. Mayat lawannya di nista, mayat sekutunya di puja, Jasa pahlawan yang di ingat sepanjang masa. bahkan (bukankah  itu)  adalah mayat-mayat manusia.Tidakkah (karenanya) sama keadaannya ?.  Hh…hh..!.

Begitulah kejadiannya, potret peradaban manusia. Maka tak sedikit kemudian manusia bertanya. Mengapa Tuhan membiarkan semua ini terjadi. Di pihak manakah sesungguhnya Tuhan berada ?. Semua kelompok mengakui bahwa Tuhan ada di pihaknya. Maka karenanya mereka dengan teganya menghabisi nyawa manusia lainnya.

Untuk siapakah kemenangan yang diraih ?. Apakah setiap kemenangan dalam peperanagan ini akan di hadiahi surga ?. Bagaimana jika kekerasan di lakukan tidak dalam masa perang ?.

Sebagian manusia tak mengerti ada apakah dengan anak manusia. Begitu mudahnya mereka   menghabisi sesamanya. Yang kalah meratapi,  namun itu tak membuat jera, diaturlah strategy, suatu saat akan dicoba lagi hingga sampai kemenangan nanti. Sebagai pembalasan dendam bagi yang mati. Artinya semakin banyak membunuhi lawan-lawannya, maka semakin besar kepuasan dan kemungkinan menang. Begitulah keadaannya. 

Mengapa harus begitu ?. Sungguh pertanyaan yang tak pernah ada habisnya, sepanjang  peradaban anak manusia itu sendiri. Jangankan manusia malaikat sendiri juga bertanya dalam kegundahan yang sama, bertanya  kepada Tuhannya;

“…Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”

Rabb berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui“. (QS. 2:30)

Malaikat sudah jauh hari, mensinyalir sifat ‘kebuasan’ manusia yang haus darah. Manusia akan menumpahkan darah sesamanya. Inilah karakter ‘purba’ yang akan terus dibawa manusia sampai akhir jaman nanti. Manusia dalam setiap peradabannya akan senantiasa mencari ‘lawan’ untuk memuaskan ‘ego’ dirinya. Sifat ‘kepahlawanan’ di bangun atas ‘kemenangan’ dalam peperangan. Menghancurkan atau mengalahkan lawan inilah ‘kemenangan’. Pahlawan dimaknai, jika mereka kembali dengan kemenagan yang gemilang di medan perang.

Setiap Pahlawan akan mendapatkan tempat tertinggi dalam kesadaran manusia. Setiap Pahlawan akan ‘dikenang’ dan di hadiahi ‘surga’. Maka setiap manusia dalam lubuk hatinya ingin menjadi Pahlawan. Dan karenanya,  setiap manusia mudah sekali di ‘kompori’ sifat ‘kepahlawanan’ dalam dirinya. Oleh karena itu, saat kepadanya diberikan tantangan untuk menjadi seorang ‘Pahlawan’, mereka dengan sukahati, meski harus rela menjadi  ‘mortir’. Menjadi seorang ‘Pahlawan kesiangan’ ~dalam anggapan kita.

Dengan cuci otak ‘model’ seperti inilah kaum radikalis, meminang para‘penganten’nya. Dengan iming-iming predikat ‘pahlawan’ dan hadiah ‘surga’ bagi pelakunya. Dan  keadaan seperti ini bukanlah monopoli agama saja. Dalam perebutan wilayah dan kekuasaan, politik, serta lain-lainnya, juga menggunakan methode-methode seperti ini. Karena sebab (ke-ingin-an) menjadi ‘pahlawan’ adalah ‘fitrah’ manusia itu sendiri.

Maka di jaman sekarang ini, dimana perang perebutan wilayah sudah tidak jamannya lagi. Perang antara kerajaan dengan kerjaan sudah tidak disukai. Manusia mencari lahan baru dengan melebarkan ‘wilayah’. Perang antar umat beragama, perang antar keyakinan menjadi ‘mode’ terkini. Terjadi gesekan sedikit, perbedaan saja sudah menyult amarah dianatra mereka. Maka teriakan, yang datang,    “Kami Sedang Menyembah Tuhan, Mengapa Kami Dibunuhi ?.” Semakin saja menyayat hati, (yaitu) atas hati-hati tersembunyi  yang masih peduli akan nasib manusia di muka bumi ini.

Mereka yang  dianggap ‘GILA’ (?)

Sungguh, meskipun tidak ada kebaikan yang kita dapatkan dari perang. Nyatanya kekerasan dan peperangan telah mengajarkan banyak hal kepada manusia. Diantara sabetan pedang, dan desingan peluru, ada hati-hati yang penuh empati. Hati yang tidak pernah berpihak kepada siapa yang sedang bertikai. Mereka bahu membahu menolong yang terluka. Mereka menyelamatkan anak-anak, wanita dan orang tua. Membawa, menjauh dari medan pertempuran. Mereka nyaris tak memperdulikan nasibnya sendiri.

Mereka datang dari mana saja, dari suku apa saja, dari agama apa saja. Mereka datang mendatangi daerah-daerah konflik. Hati mereka begitu halus. Mereka tak peduli atas konflik apapun yang melatari peperangan itu. Mereka hanya datang demi kemanusiaan itu sendiri. Tekad mereka adalah menyelamatkan nyawa manusia. Tak peduli agama mereka apa, tak peduli bangsanya apa. Mereka sering bahkan di sebut ‘gila’ dengan perjuangan mereka itu. Namun sungguh mereka itu bukan orang ‘gila’.     Merekalah orang-orang yang memiliki hati. Dengan tindakan nyata mereka menyelamatkan nyawa manusia.

Inilah salah satu karakter jiwa yang telah di tuliskan ‘tinta emas’  (baca; kebaikan) sehingga patut di symbol kan. Mereka sering luput dari bahasan kita. Mereka orang-orang yang tidak pernah mencari sensasi dan publikasi. Namun mereka selalu ada. Menyeruak diantara manusia-manusia biasa. Kita sering mendengar, ada relawan luar negri yang berusaha menyelamatkan satwa-satwa yang hampir musnah. Merekla menyelamatkan binatang-binatang. Mereka tidak perduli jika di katakan ‘gila’, jauh-jauh datang dengan bekal bahasa minim, birokrasi yang sulit. Namun tekad mereka membaja, untuk menyelamatkan para binatang.

Begitu juga banyak sekali jiwa yang terpanggil, mengabdikan diri demi alam. Kerusakan pada alam terjadi disana-sini, membuat kkeprihatinan diri mereka untuk tampil memyelamatkan bumi. Kisah-kisah seperti ini juga sering kali luput dari pemberitaan. Mereka tidak memandang Negara manapun. Jika ada kerusakan alam, meraka selalu tampil di depan menyematkan bumi ini dari kerusakan, yang diakibatkan manusianya itu sendiri.

Perilaku ‘buas’ manusia atas manusia lainnya. Perilaku ‘penindasan’ kelompok manusia satu kepada kelompok manusia lainnya. Telah menyadarkan manusia-manusia ini. Untuk tampil menyelamatkan jiwa para korban konflik dimana saja. Perilaku kesewenangan kekuasaan, kekuatan politik yang ‘menindas’, rakyatnya sendiri. Akan mengakibatkan ‘peradaban’ yang ‘chaos’. Jiwa-jiwa manusia di dalamnya akan mengalami ‘ketakutan’. Mereka akan melahirkan kesadaran kepada penerusnya, sebuah kesadaran kolektif, (yaitu) mentalitas yang ‘sakit’. Kekerasan akan melahirkan dan mengajarkan kekerasan lagi kepada generasi berikutnya.

Dalam kegelapan tersebut ada saja, manusia yang berani mengingatkan penguasa. Keberanian mereka yang melawan penguasa. Keberanian mereka yang menetang arus. Keberanian mereka dalam menghadapi ‘main stream’arus kesadaran kolektif. Menyebabakan mereka di sangka ‘GILA’. Oleh kaumnya dan juga oleh kebanyakan teman-temannya.

Dan juga dalam hal suasana lainnya. Perang yangtidak pernah disadari oleh manusia itu sendiri. Adalah perang pemikiran, perang kesadaran, yang menghancurkan ‘akal’ sehat manusia, ~ yang telah mengakibatkan ‘kejumudan’ pemikiran. (Yaitu) Keadaan kesadaran mereka telah menyembah selain Allah. Dan mereka menganggap diri mereka menyembah Allah.

Inilah hakekat perang kesadaran. Para nabi datang mengingatkan penguasa, para pembesar istana, dan mengingatkan para kaum cendikia, para kaum yang mengusai massa.  Inilah perang yang pada gilirannya nanti dan saatnya pasti akan mengalami ‘titik’ balik. (Ketika) kesadaran kolektif berhadapan dengan kesadaran ‘suci’ ini.  (Walaupun meski pada awalnya, mereka oleh penguasa dianggap gila). Manusia diajari dengan pengalaman-pengalaman ini, yang bergantian di setiap peradaban, menyebabkan manusia kemudian semakin cerdas, mampu membedakan yang baik dan buruk. Jiwa terus di sempurnakan dalam pengajaran ini.

Sejarah telah banyak mencatat, mulai dari sekedar cerita ‘fantasi’ , dan juga kisah riil lainnya. Mulai dari cerita ‘epik’ cerita kepahlawan, atau lainnya semisal Mahabarata dan juga Ramayana. Juga pada kisah-kisah Bhagavat Gita. Bagaimana para kesatria berusaha mengabadikan diri demi mengangkat harkat kemanusiaan itu sendiri.

Seperti kisah yang terjadi pada kisah Sidharta , bagaimana terjadi pergumulan serius pada jiwanya, melihat keadaan masyarakatnya. Dirinya tidak tega melihat jiwa manusia dalam penderitaan dan kegelapan pada masanya. Kemudian dia mencari pencerahan (dalam) upayanya menyelamatkan jiwa-jiwa manusia dari penderitaan dunia. 

Banyak sekali manusia-manusia yang sempat tercatat sejarah yang mengabdikan dirinya demi   harkat kemanusiaan itu sendiri, tanpa pamrih. Dan lebih banyak lagi lainnya yang tidak tercatat. Begitu saja dilupakan. Mereka berlepas diri dari pertikaian antar kelompok. Mereka datang hanya ingin menyelamatkan (jiwa) manusia.

Kesadaran yang di sempurnakan

Kesadaran manusia untuk menyelamatkan manusia lainnya. Jiwa yang penuh empati, iwa yang penuh kasih sayang, welas asih. Memiliki keprihatinan yang dalam. Jiwa yang senantiasa hanya berdoa kepada Tuhannya. Jiwa yang langsung berada di depan untuk menyelamatkan manusia lainnya. Demi kemanusiaan itu sendiri. Jiwa seperti inilah ~~ Jiwa yang ‘cerdas’.

Kepada jiwa-jiwa seperti ini, Tuhan mengajarkan arti ‘manusia’. Kepada jiwa-jiwa seperti inilah, Tuhan menyebut dengan mesra.    Jiwa-jiwa seperti inilah, yang memiliki (dalam) keyakinannya, dalam keprihatinannya, selalu berusaha menyelamatkan jiwa-jiwa mansuia yang mengalami ‘penderitaan’. Jiwa-jiwa seperti inilah yang dengan segenap jiwa raganya ingin menyelamatkan jiwa manusia lainnya  agar selamat dunia dan akherat.

Jiwa-jiwa seperti ini, dlaam keadaannya sering diangap seperti ‘orang gila’, karena mereka berani menabrak ‘main stream’ yang ada. Mereka tidak takut akan berbenturan kepada siapa saja. Tujuannya mereka adalah ‘mengingatkan’ manusia lainnya  agar selamat dunia dan akherat.

Maka di ceritakanlah dalam Al qur an ketika Nabi Musa datang kepada Raja Fir aun, ketika Nabi Luth datang kepada kaumnya, dan para nabi di kisahkan berada di jalan ini. Sebagaimana juga Rosululloh yang begitu prihatin atas jiwa-jiwa manusia. Masa dimana jaman tersebut, penuh kegelapan (masa jahiliyah). Hingga karenanya Rosululloh disangkakan ‘gila’. Sebab beliau mengingatkan para pembesar Kurais.(QS. 68:2).

Jiwa para nabi, para syuhada, jiwa para wali, yang berusaha menyelamatkan jiwa manusia, jiwa yang senantiasa selalu berfikir terus akan nasib manusia. Bergumulanlah kepedihan dalam jiwanya. Dalam pemikirannya. Bagaimana mengangkat harkat dan derajat ‘kemanusiaan’ sendiri. Bagaimana caranya mengentaskan jiwa yang berada di dalam kegelapan.

Mereka senantiasa diliputi perasaan itu. Jiwa yang penuh kasih sayang. Jiwa yang hanya memikirkan keselamatan (jiwa)  manusia lainnya. Jiwa seperti inilah yang saya usung di symbolkan oelh Al qur an dengan satu huruf ~Nun.

Entitas inilah yang sepanjang kajian saya, saya maksudkan sebagai entitas yang langsung mendapat pengajaran Allah.

Jiwa-jiwa yang telah di sempurnakan dalam pengajaran Allah, dan menempati intelejensi spiritual tertinggi, telah di di symbolkan dengan ~ Nun

Menjadi guratan garis yang membingungkan. Sketsa yang kadang tak sama. Bagimana manusia di dewasakan dengan kepedihan hidup, dengan kehilangan harta dan nyawa, dengan   ketakutan atas peperangan.  Siapakah manusia yang paling bertakwa jika mereka di gulirkan semua itu. Dengan cara bagaimana mereka menuliskan goresannya di jiwa-jiwa mereka. Apakah mereka akan tetap ber syukur ataukah mereka akan kafir dan menghujat Tuhannya.

Kasus Rohingya menyisakan banyak misteri, kasus Sampang, kasus Sukabumi, dan masih banyak sekali di negri ini. Bila kita menjelajah ke seantero negri maka kita akan dapati hal yang sama, di Afganistan, Suriah, Irak, Turki, dan masih banyak lagi lainnya.

Guratan sketsa yang begitu dalam, menyentuh kepada nurani. Akankan jiwa tergerak, menyingsingkan lengan baju, tak peduli ini perang siapa (?). Mereka tak peduli siapakah yang menang dalam peperangan ini. Mereka tidak berpihak kepada siapa-siapa. Mereka hanya berpihak kepada kemanusiaan itu sendiri. Mereka hanya peduli jiwa-jiwa yang tersakiti disana, jiwa yang berada dalam kegelapan. Mereka datang ingin menyelamatkan jiwa-jiwa tersebut.

Mereka  hanya punya satu  tujuan menyelamatkan jiwa-jiwa manusia yang terjebak diantara ketakutan dan nestapa. Mengangkat derajat dan harkat martabat mereka agar di manusiakan oleh manusia lainnya. Agar mereka nanti dapat melahirkan kesadaran baru, sebuah kesadaran bahwa kekerasan dan peperangan hanyalah kisah duka nestapa saja. Melahirkansebuah generasi yang penuh kesadaran.

Dan Allah sendiri yang akan mengajari kepada manusia-manusia yang jiwanya penuh empati ini, sehingga karenanya mereka semua dapat masuk kedalam makom yang di symbolkan dengan Nun ini ;

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), (QS. 91:7)
Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk dan sesungguhnya kepunyaan Kami akhirat dan dunia (QS. Al Lail 12-13)

Kecerdasan Spiritual dan Jiwa yang di sempurnakan !

Marilah kita ikuti rangkaiannya. Bagaimana manusia di muliakan, setelah mendapatkan   pengajaran-Nya
 ;

Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada malaikat: “Tunduklah (beri hormat) kepada Nabi Adam”. Lalu mereka sekaliannya tunduk memberi hormat melainkan Iblis; ia enggan dan takabur, dan menjadilah ia dari golongan yang kafir. [QS. Al baqoroh 34]

dan bagaimana setelah manusia diselamatkan dari ketakutan ;

“….. serta Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka menjadi aman setelah mereka ketakutan. Mereka akan menyembah-Ku dan tidak menyekutukan apapun dengan-Ku. Dan barang siapa kafir setelah itu, maka mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur : 55).

Adakah kita pernah bertanya dalam hati, siapakah yang menyelamatkan diri kita dan mengangkatnya kepada harkat derajat manusia itu sendiri. Kalaukah mereka tahu (?), adalah Jiwa yang terberkati (Nun), yang  selalu datang menjadi penghibur atas diri mereka, menjadi wakil-Nya di muka bumi ini, untuk mengasihi mereka-mereka yang dalam kesedihan. (Sebab DIA Maha Pengasih dan Penyayang).  Mereka datang dengan hati dan empati kepada sesama.

Nah, perhatikanlah, rangkaian ayat tersebut. Secara tersirat mengambarkan kepada kita ada suatu Entitas di luar system ketubuhan manusia yang di tiupkan oleh  Allah dan kemudian Entitas tersebut  diajari oleh Allah sendiri. (Entitas yang di tiupkan tersebut, Allah menyebutnya ruh-KU). Dan bagaimana (ketika) Orang-orang ini menjadi penuh empati, penuh belas kasih, dan menjadi welas asih kepada sesama. (?!)

Dalam rangkaian ayat berikutnya dijelaskan lagi dan semakin memperjelas lagi adanya suatu proses belajar dan mengajar kepada Entitas tersebut. Bagaimana kesudahannya, Ketika Entitas (Adam) tersebut di uji oleh Allah untuk mempresentasikan hasil pembelajarannya kepada audience para malaikat dan para Jin (?). Ternyata Entitas tersebut (Adam) mampu mempresentasikan dengan baik hasil pembelajarannya !. Inilah yang ingin diceritakan dalam rangkain, skenario Allah, meciptakan manusia.

Ternyata begitu luar biasanya manusia, setelah di tiupkan-Nya ruh-KU,  manusia kemudian mampu dan sanggup menerima pengajaran Allah secara langsung. Menerima pengajaran khusus dari Tuhannya. Sehingga karena sebab kesempurnaannya itulah, seluruh makhluk kemudian di perintahkan Nya untuk sujud menghormati manusia.

Menghormat (sujud) kepada Entitas yang mampu belajar dan diajar. Yaitu Entitas yang sanggup menerima pengajaran Allah secara langsung. Dimana, diceritakan bahkan gunung-gunung pun tak sanggup,  akan hancur lebur bilamana menerima pengajaran Allah (Al qur’an) tersebut. Entitas ini di symbolkan dengan ~ Nun.

Entitas inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Meskipun banyak makhluk lainnya yang memiliki instrument ketubuhan yang hampir sama.  Namun hanya manusialah yang sanggup menerima pengajaran (Al qur an) dari  Allah. Apakah ada makhluk lainnya yang mampu diajari Allah secara langsung, selain manusia ?. Maka dalam skenario inilah di gelar romantika kehidupan manusia.

Agar kepada masing-masing diri, menuliskan ‘kebaikan’ didalam jiwanya. Agar jiwa di sucikan, agar jiwa di sempurnakan, menuju makom yang disymbolkan dengan ‘Nun’. Apa-apa yang di tuliskan manusia pada jiwanya akan menjadi ‘Nun’. Menjadi ‘kalam’ itu sendiri. Nun akan menjadi akhlak manusia yang terpuji. Maka alam semesta akan bersujud kepada entitas ini. Jika manusia mengetahui.

Maka menjadi jelas sekarang ; Manusia harus belajar bagaimana akhlak Nabi menyikapi dan bagaimana Beliau sangat konsen sekali terhadap penyelamatan jiwa-jiwa manusia yang terhijab. Dan bagaimana Beliau sangat berempati. Islam datang untuk menyelamatkan jiwa manusia. Kecerdasan Spiritual dan Jiwa yang di sempurnakan dalam akhlak yang sempurna; adalah rahasia penciptaan atas manusia itu sendiri, ~ dalam harkat dan martabat kemanusiaan yang di symbolkan ~

~Nun , demi kalam dan apa yang mereka tulis, (QS. 68:1)

Akhlak rosululloh adalah kalam Al qur an itu sendiri. Rabb berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui“. (QS. 2:30). Telah disempurnakannyalah jiwa manusia disini, dalam sebuah akhlak sempurna, adalah  jiwa rosululloh sendiri
.
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. 68:4)

Maka kelak kamu kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat, (QS. 68:5). siapa di antara kamu yang gila. (QS. 68:6)

Siapakah diantara manusia yang merasa bisa menuliskan ‘ghaib’ dan ‘dianggap’ sebagai ketentuan takdirnya ?. Siapakah yang gila ?. Apakah mereka yang mengedepankan kekerasan dan peperangan. Ataukah jiwa-jiwa yang penuh kasih dan empati kepada sesama ?.  Bukankah sudah dikatakan bahwa surga dan neraka adalah atas rahmat Allah semata ?. Kenapakah manusia tidak ber-serah diri (Islam).

Maka serahkanlah kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur’an). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. (QS. 68:44)



Walohualam bisawab
salam


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali