Kisah Spiritual 12, Membongkar Kepalsuan Jin, Mengungkap Leluhur


Dan bahwasanya tatkala hamba Allah berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (QS. 72:19)

Membentuk rupa puzzle-puzle
.....
dengan nasehat kemarin untuk memasuki rasa ngantuk 
yang diibaratkan dengan hilangnya bayang-bayang ternyata bisa memasuki rasa kantuk
kesadaran mengikuti daya ini, karena daya ini sangat aneh
tidak seperti yang lain dimana kesadaran masih bisa utuh, tetapi daya ini berhubungan dengan kesadaran diri
daya ini mempengaruhi kesadaran, daya ini menghilangkan kesadaran dan menggantikan kesadaran
daya ini memiliki sebuah pusaran yang sangat kuat dan dahsyat
yang melempar atau menarik dan membetot kesadaran, sesuatu yang tidak masuk akal
bisa diibaratkan seolah kita akan menghilang dari alam semesta ini
seperti kita akan tidur namun kita mengamati proses menjelang tidurnya
sedikit demi sedikit kesadaran hilang


Inilah penggalan email yang diterima Mas Dikontole. Beberapa malam SMS juga berturur-turut memberitahukan keadaan terkini saudaranya tersebut. Keadaan yang dialami hampir tak bisa dipercaya. Bagi yang melihat mungkin seperti mengada-ada saja.  Mulai dari gempuran 'daya', seperti ada 'daya' yang mengusai seluruh tubuhnya, hingga saking tak kuasanya dia berteriak sekuatnya. Jelas saja mengegerkan tetangganya, istri dan anak-anaknya pun, menjadi heboh semua. Menganggapnya aneh-aneh saja.

Sampai pun keadaan alam disana selama dua hari ini, memberikan perlambang yang sangat aneh. Sangat nyata, apakah yang lain sempat memperhatikannya, entahlah. Dia seperti mampu bersapa dengan alam. Suasana yang belum pernah dialaminya semenjak 20 tahun lalu dia tinggal di Negara tersebut.

Kejadian yang beruntun setelah lebaran ini, memaksa Mas Dikontole untuk tafakur lebih dalam. Mencoba mengkais ingatan, menyisiri perjalanan saat dia menyelusuri keberdaaan orang-orang 'masa lalu' yang senasib dengan dirinya. Mencari sisa-sisa orang-orang Majapahit yang terjebak di 'masa kini'. Maka kisah ini di ungkapkan disini, barangkali ada serpihan ingatan yang terlupa.

Cerita yang mengawali (Melacak jejak -jejak  'masa lalu')

"Perhatikan anak kecil yang menangis terus mas, sekarang saya akan sentuh dia. Nanti mas lihat apa yang terjadi !"

Tanpa menunggu jawaban dari lelaki di sampingnya. Mas Dikonthole menghampiri, sepasang suami istri muda yang sudah kebingungan, berjalan kesana kemari, sambil terus berusaha menenangkan anaknya yang menangis. Sudah  lebih dari 3 jam anaknya menangis tidak berhenti. Kejadiannya memang sudah sejak keberangkatan dari stasiun Jatinegara. Sudah berbagai upaya di coba, sampaipun katanya harus di olesi mukanya dengan roda kereta. Namun nyatanya anak tersebut tetap menangis tak berhenti. Kelihatan sang anak sangat tersiksa sekali, wajahnya sudah demikian pucat. Perutnya sudah mengejang.

Keberangkatannya kali ini ke Jawa tengah, bersama saudaranya yang sudah menjadi warga negara asing, kali ini dengan suatu tujuan, menyelusuri jejak-jejak manusia 'masa lalu'. Dia mendengar salah satu saudara jauh dari Ibu memiliki ciri yang mendekati.
Tetangganya sampai menjulukinya sebagai  'orang sakti'. Bagaimana tidak, dia mampu berada di dua atau tiga tempat sekaligus. Maka orang sekampung sering heboh kaeran ulah dirinya itu. Namun anehnya dia sendiri tidak menyadari, jika dia di lihat orang berada di dua sampai 3 tempat sekaligus dalam waktu bersamaan. Dia nanti akan menuju kesana, setelah sebelumnya ke pulau buanganterlebih dahulu.

Dengan siggap Mas Dikontole, meminta ijin kapada orang tua sang anak. Melihat kedatangan Mas Dikontole, mata sanga anak tiba-tiba meliar. Namun tanpa member kesempatan, Mas Dikontole langsung mengusap wajah sang anak, dalam satu kali raupan. Dalam hati sudah berdoa kepada Allah. Memohon ijin-Nya, untuk mengusir 'entitas' yang menganggu anak tersebut. Kemudian diambilnya air minum sang anak, di doakannya sebentar. Prosesi yang tidak sampai 5 menit.

"Sudah bu, anak anda tidak apa-apa, hanya dia ada yang menganggu. Lima menit lagi akan tertidur."

Mas Dikonthole berkata dengan yakin. Tak memberikan kesempatan san Ibu banyak bertanya. Dia khawatir nanti dirinya di sangka dukun. Selesai,   dengan itu, Mas Dikontole kembali ke tempat duduknya. Di kursi  tengah kereta Sawunggaling.

Saudaranya hanya menatap tak mengerti. Dia masih diliputi keheranan, antara percaya dan tidak percaya. Mas Dikontole memang sedang dalam upaya menyadarkan saudaranya ini, bahwa dia adalah orang 'masa lalu' yang akan menduduki predikat 'Beghawan'. (Yaitu) Guru dari para Guru. Sebuah pengakuan tertinggi atas keilmuwan manusia.

"Mas lihat sendiri, saya tidak pernah belajar klenik atau ilmu-ilmu ghaib lainnya. Semua mengalir begitu saja. Tiba-tiba saja ada 'daya' yang menggerakkan, jika ada 'energy' negative yang berbhaya bagi diri. Coba dari mana 'daya' ini ?"

Saat masih berbincang, lewatlah ibu yang menggendong anak tadi, rupanya sang anak telah tertidur sangat lelap. Kebetulan bangkunya berada di sebelah kanan, terpisah satu Bangka darinya. Sambil melewati Mas Dikontole, ibu dan anak ini mengucapkan terima kasih atas bantuannya.

Masih dalam keheranannya saudaranya ini. Berulang kali bertanya tak mengerti. Saudaranya adalah seorang yang sangat realitis sekali. Karena berkat ilmunya inilah, maka dia terima di perusahaan asing. Dan menjadi warga Negara sana. Pendidikannya yang  tinggi, mengajarkan cara-cara berfikir logis. Maka apa yang di lihatnya ini merupakan sesuatu yang tidak masuk di akalnya. Bisa saja suatu kebetulan. Mungkin saja begitu.

Dibiarkannya pikiran saudaranya ini mengambang mencari detail kebenaran apa yang di katakana Mas Dikontole. Inilah awal dahulu ketika saudaranya datang pertama kali, beberapa bulan setelah Merapi meletus tahun 2006 lalu.

Meski kejadian tersebut seperti serba kebetulan, namun bagi Mas Dikontole merupakan hikmah tersendiri. Allah telah mengajarkan kepada saudaranya ini, langsung dengan contoh nyata. Ke ghaib an akan sulit di pahami jika kita tidak memiliki referensi, misalnya seperti contoh tadi.. Minimal contoh tersebut membangkitkan kesadaran saudaranya ini untuk mulai memikirkan hal yang terjadi.

Perjalanan kali ini akan menuju di sebuah kota, yang terkenal dengan Pulau tempat pembuangan.   Untuk menuju kesana mereka harus turun di sebuah kota kecil di Jawa Tengah terlebih dahulu, baru kemudian di sambung dengan bus kesana. Perjalanan bisa di tempuh kurang lebih 2 jam dari terminal bus.

Kereta tepat sampai di kota sesuai dengan jadwal kedatangannya. Dari sinilah di mulai rangkaian kejadian aneh, yang akan terus mengikuti perjalanan Mas Dikonthole, dalam mencari jejak-jejak, orang 'masa lalu'.

Begitu kereta tiba di stasiun, mendadak hujan turun dengan lebat sekali, padahal belum saatnya musim hujan, Sudah 2 bulan lebih daerah tersebut tidak turun hujan.

Hujan inilah yang terus akan menyambut setiap kedatangan saudaranya ataupun Mas Dikonthole dalam penyusuran dari kota ke kota. Setiap mereka sampai di kota yang di tuju pasti akan di sambut hujan dan angin. Sungguh ini diceritakan dengan benar, sebuah kejadian nyata, yang dituliskan.

Perjalanan kali ini adalah menyusuri orang-orang yang melarikan diri, yang kebetulan tingal di kota tersebut. Sejarah majapahit mencatat pelarian dan pengkhianatan. Perang saudara membuat banyak dari mereka yang kemudian mengungsi, menjauh dari kekuasaan.

Menurut legenda keluarga tersebut, saat mereka lari dari kejaran pasukan kerajaan, mereka bersembunyi di sebuah hutan. Demi menyelamatkan dirinya dan keturunannya,  leluhur mereka kemudian memohon bantuan kepada 'danyang' penghuni hutan tersebut. Terjadilah perjanjian yang mengikat hingga turun temurun. Mereka terikat sumpah akan melindungi seluruh anak keturunannya.

Mas Dikontole dan saudaranya akan menuju keluarga besar mereka. Melihat sejauh mana orang-orang 'masa lalu telah me 'reinkarnasi' kepada anak keturunannya. Disana tercatat sebagi keluarga besar, dengan anak-anak mereka.

Memasuki kota tersebut Mas Dikontole telah di serang, badan serasa lemah, kepala pusing sekali, tanpa di ketahui sebabnya. Dia memasuki rumah pertama. Dan apa yang dilihatnya membuat dia mau mutah saja. Sakitnya demikian menghebat, seperti palu godam menghantam telak di belakang kepalanya.

"Mas, sudah terlambat. Raga mereka sudah dikuasai oleh para 'danyang'. Leluhur mereka tak mampu berbuat apa-apa. Mari kita tinggalkan rumah ini. Atau mereka semua akan menyerang kita." 

Bergegas Mas Dikontole mengajak saudaranya untuk meningalkan rumah tersebut. Hawa 'magic'. Hawa busuk para 'Jin hitam' menguasai rumah tersebut. Mas Dikontole tak bisa berbuat apa-apa. Perjanjian mereka dengan para 'danyang' sudah terlambat untuk di batalkan. Mereka sudah meng-eksekusi keluarga tersebut.

Mas Dikontole tak sembarang bicara. Sebab terlihat sang Ibu, sudah bertingkah laku sebagai mana (maaf) di luar kewajaran. Cara bicara, dan badan yang tidak pernah mandi mengisyaratkan itu. Sangat sayang sekali padahal waktu mudanya kecantikannya luar biasa sekali. Maka dia dipersunting seorang pejabat di masanya yang sekarang menjadi suaminya.

Keluarga ini memiliki beberapa orang anak.  Sungguh ironis, mereka semua tak mampu menyelesaikan kuliah sebab di pertengahan  mengalami nasib yang sama. Dalam pandangan Mas Dikontole Raganya sudah menjadi tempat persinggahan para 'danyang' untuk menikmati dunia. Kecil kemungkinan orang 'masa lalu' di dalam raga mereka bisa di bangkitkan. Sungguh kesedihan yang tak terkira.

Cerita terus berlanjut, di dengarnya cerita lain lagi. Adik dari sang Ibu tadi sekarang sudah tak bisa dikenali lagi. Dalam keadaan yang sama. Maka sekarang di titipkan di rumah sakit. Dan  anak-anaknya meski sudah berkeluarga juga, keadaannya sebentar lagi juga akan menyusul Ibunya.

Mas Dikonthole mendapati seluruh keluarga ini membawa 'gen' resesif dalam kacamata kedokteran.  Hampir semua keluraganya ada saja yang mengalaminya, meski dengan kualitas yang tak sama. Menurut para dokter ini adalah faktor keturunan. Namun tidak bagi Mas Dikontole, dikarenakan sebab mereka baru  mengalami keadaan tersebut justru saat menginjak bangku kuliah. Saat dimana mereka semua sedang mencari 'jatidiri'nya. Pada saat-saat mereka sedang dan akan mulai menekuni agamanya. Sungguh aneh sekali.

Dan karena saat itu kemampuan Mas Dikonthole masih belum cukup untuk bertanding secara terbuka, masih belum berani menantang mereka para 'danyang' yang berjumlah ribuan. Maka Mas Dikontole kemudian berpisah dengan saudaranya. Dia akan melanjutkan perjalananya lagi ke kota di lereng gunung Sindoro. Nalurinya mengatakan ada orang 'masa lalu' yang tengah menunggunya.

(Kisahnya tersebut selanjutnya akan dikisahkan dan  diungkap di bagian 2. 'Sandyakala Ning Majapahit', Mengungkap rahasia Damarwulan dan Minak Jinggo).

Tanda sebagai gejala

Apa yang dilihat Mas Dikonthole, sungguh menggugah nuraninya. Mereka semua harus menanggung kesalahan 'leluhur-leluhur' mereka. Meskipun leluhur mereka sebetulnya berniat baik. Pada awalnya mereka semua ingin melindungi anak keturunannya. Namun sayang sekali, apa yang dititipkan 'leluhur' justru menjadi bumerang bagi anak keturunannya sendiri.

Anak keturunan mereka bukanlah manusia jaman lalu, yang akan mampu menjalani 'laku' dan tirakat sebagaimana mereka dahulu. Tentu saja mereka tidak memiliki kemampuan membedakan siapakah yang datang apakah 'leluhur' itu sendiri ataukah 'Jin' yang menyengaja ataupun tadinya hanya lewat saja dan tertarik  mengikuti mereka. Dan selanjutnya masuk kedalam raga, dan asyik tinggal disana.

Al qur an sudah mengisyaratkan akan hal ini ;

Dan bahwasanya tatkala hamba Allah berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (QS. 72:19)

Di jelaskan oleh Al qur an bahwa para Jin sangat tertarik dengan bacaan Al qur an. Energy dari alunan dzikir seperti menjadi daya tarik mereka untuk turut serta mendengarkannya.

Dzikir yang di niatkan karena Allah memiliki energy yang akan mampu membentengi diri orang yang ber dzikir, sehingga meskipun mereka di kerumuni para Jin, mereka akan tetap tenang-tenang saja. Lain halnya jika dzikir di dawamkan tidak karena Allah, ataupun lintasan hati tidak tenang ketika saat ber dzikir. Akibatnya dzikir ini malah akan mengundang para Jin untuk berkerumun di badan kita. Jika ada yang iseng,  akan masuk ke aliran darah kita. Maka sering kita dapati ahli dzikir malahan di tubuhnya penuh Jin. Sebagaimana yang dimaksud (QS. 72; 19). Dan tingkah mereka menjadi egois sekali seperti polah para Jin. Anehnya, hal ini dianggap sebagai suatu kewajaran saja.

Memang sudah begitu keadaannya bagaimana lagi. Sayang sekali bagi yang tidak mampu mengelola diri, maka para Jin ini akan menjadi masalah besar buat dirinya. Dia kan menjadi sulit sekali khusuk, hati selalu tidak tenang, dan lain sebagainya.

Masalah lain lagi muncul jika yang berdzikir adalah  raga masa kini, sedang di dalamnya mendapat 'titisan' atau   ada orang 'masa lalu'  yang reinkarnasi. Kilasan hati dan apa yang dipikirkan nya ibarat 'daya' magnet yang luar biasa yang mampu mengundang makhluk-makhluk ghaib lainnya. Makhluk dari manapun asalnya akan berdatangan, dan kecenderungan mereka biasanya adalah dari golongan 'jin hitam' yang merasa tertantang oleh energy tersebut. Sudah dapat di tebak, rata-rata orang masa kini tidak mampu menahan gelombang energy para Jin sekaligus juga gelombang energy 'leluhur'.

Tubuh kita tak mampu mengenali lagi, mana yang Jin, mana yang leluhur, dan manakah yang jiwa kita sendiri. Maka kesadaran menjadi tidak mampu berlama-lama di tubuh kita. Selanjutnya dapat di tebak. Kesadaran yang munguasai tubuh ini adalah kesadaran entitas lain. Bisa para Jin, bisa leluhur, bergantian. Yang paling parah adalah jika di kuasai Jin Hitam. Raja para Jin, ini dapat terjadi jika yang bersangkutan menuntut suatu ilmu. Di dalam raga,  Jin dan leluhur akan saling baku hantam. Membuat raga terseok tidak tertahan. Inilah keadaannya.

Maka sebelum terlambat, bagi jiwa-jiwa yang merasa seperti ini keadaannya. Cepatlah berlindung kepada-Nya, dan katakan kepada mereka :

Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya menyembah Rabbmu dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya". (QS. 72:20)
Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfa'atan". (QS. 72:21)
Katakanlah: "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali tiada akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya". (QS. 72:22)

Katakanlah itu berulang-ulang  di dalam hati. Seperti layaknya kita berbicara kepada mereka itu. Itulah yang diajarkan Al qur an , semoga kita senantiasa dalam perlindungannya. Dan katakanlah dengan tekad yang membaja kepada mereka yang datang di sekeliling kita. Baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadarai. Yakinlah setiap kita berdzikri para Jin akan mendengarkan dzikir kita. Ini yang di isyaratkan Al qur an. Maka mohonlah perlindungn keepada-Nya.

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh, (QS. 113:1)
dari kejahatan makhluk-Nya, (QS. 113:2)
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, (QS. 113:3)
dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul , (QS. 113:4)
dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki". (QS. 113:5)


Semoga kita senantiasa di selamatkan-Nya. Amin




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali