Kajian Al Nafs 5, Kuda Perang (yang) Berlari Kencang
Penerimaan sebuah dunia
Di jadikan terasa indah dalam pandangan manusia, cinta
terhadap apa yang diinginkannya, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta
benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak,
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah-lah tempat
kembali yang baik. (QS. Ali Imran 14)
Allah telah menjadikan semua itu terasa indah bagi pandangan
manusia. Sesuatau yang memang fitrahnya demikian. Fitrah bagi raga manusia.
Raga manusia senantiasa mengarah kepada sifat-sifat materi. Namun tidak bagi
jiwa manusia, keindahan materi tidak akan pernah mampu memuaskan diri sang
jiwa. Maka dalam ayat berikutnya. Allah memberikan tantang bagi jiwa, maukah
sang jiwa memikirkannya. Memikirkan pertanyaan ini. Sebuah pertanyaan yang
mengusik.
Katakanlah “maukah aku khabarkan kepadamu apa yang lebih
baik dari yang demikian itu ?. …dst. (QS. Ali Imran 15)
Pertanyaan bagi sang jiwa ( mau atau tidak), jikalau
di khabarkan ada dunia yang lebih indah dari isi dunia ini ?. Sungguh sulit
meskipun hanya menjawab sepatah kata saja, mau atau tidak ?. Manusia terhijab
dalam kilas pandangan mata atas hakekat realitas sesungguhnya. Manusia telah
terlena, indah pandangan mata, kemilau isi dunia, keindahan yang merasuki
jiwa, telah menyilaukan segalanya, mata kita manusia. Manusia menganggap itulah
realitas sesungguhnya bagi dirinya. Maka ketika ada khabar bahwa ada yang
lebih baik dari semua itu. Meskipun khabar tersebut datang dari manusia pilihan
dari seorang Rosul sekalipun. Instrument ketubuhan kita dalam pengingkaran,
sulit sekali untuk untuk menerima dengan bulat khabar tersebut.
Sekali lagi. Maukah kita mendengarkan khabar tentang surga
yang lebih indah dari dunia ini ?. Nyatanya tidak !!!. Tidak semua orang mau
mendengarkan. Termasuk diri kita, aku, dia, mereka, dan sebagian
manusia-manusia yang terhijab lainnya. Akherat di anggap bukan sesuatu yang
real. Akherat bukanlah realitas untuk kita manusia. Akherat seperti halnya
dongengan anak-anak sebelum tidur saja. Penuh fantasi dan romantika ala
cinderela. Inilah anggapan manusia dalam angannya. Realitas akherat sulit
sekali di pahami oleh manusia. Meskipun berkali-kali pengajaran Islam
mengingatkan kita semua. Kegagalan kita untuk melakukan penerimaan atas khabar
ini mengakibatkan kesulitan tersendiri bagi jiwa muslim untuk khusuk. Iman
kepada hari akhir, menjadi retorika semata. Dunia akherat hanya menjadi pemanis
cerita belaka. Sungguh, jika kita jujur pada diri kita, baru sebatas inilah
kemampuan kita.
Sungguh sulit sekali jiwa manusia untuk menerima realitas
yang ingin disampaikan Tuhan kepada kita manusia. “Sesungguhnya dunia
akherat lebih real. Maka jangalah manusia tertipu pandangan matanya.” Pesan
inilah yang ingin disampaikan firman Allah. Agar manusia tidak tertipu
keindahan dunia.Namun kembali lagi, bilakah kita percaya bahwa keindahan surga
melebihi keindahan dunia dan segala isinya. Seluruh instrument ketubuhan kita
tidak mengenal suasana keindahan itu. Maka sulit bagi kita untuk mempercayai
begitu saja. Benturan sehari-hari atas deraan hidup manusia, yang mereka
rasakan terasa lebih nyata. Keindahan dan kenikmatan indrawi yang mereka
rahsakan terasa lebih realitas dari apapun. Maka jiwa manusia sulit sekali
percaya akan adanya dunia yang lebih baik dari bumi ini.
Inilah fakta yang sering kita rasakan. Keimanan kita akan
dunia akherat selama ini adalah keimanan semu. Keimanan yang dipaksakan oleh kesadaran
kolektif. Keimanan yang dipaksakan oleh lingkungan. Keimanan yang dipaksakan
oleh orang tua kita sendiri. Kita harus menyadari fakta ini. Dan berani
menguji ke dasar hati kita sendiri. Mempertanyakan kepada diri kita sendiri,
atas pernyataan ini. Sungguhkah demikian ?.
Tolak ukurnya sebenaranya mudah. Sebagaimana firman Allah.
Jika kita yakin akan dunia akherat, jika kita yakin akan kembali kepadanya maka
kita dengan mudah akan mampu khusuk. Maka dengan mudah kita akan mampu sholat
sebagaimana sholatnya para wali-wali Allah.
Sesungguhnya beruntunglah orang beriman (yaitu) orang-orang
yang khusuk dalam sholatnya. (QS. Al Mukminun 1-2)
(Yaitu) Orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui
Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada –Nya. (QS. Al Bakoroh , 46)
Orang yang khusuk dalam sholatnya adalah orang yang beriman.
(Yaitu) Orang yang meyakini bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
(Akherat). Kemudian di jelaskan lebih lanjut, bahwa orang yang mau memikirkan
pertanyaan Allah tentang hal ini, (orang yang mau di khabarkan dunia yang lebih
baik dari isi dunia ini). Adalah (hanya) orang-orang yang bertakwa ((QS. Ali
Imron 15). Maka sebaliknya orang yang tidak bertakwa, tidak pernah mau
pusing memikirkan hal ini. Bagi mereka dunia akherat hanyalah sebuah cerita, dongengan
yang di turunkan dari nenek moyang kita terdahulu. Isi hati orang-orang seperti
ini telah di khabarkan oleh Al quran, banyak sekali manusia jaman dahulu
hingga sekarang ini yang masih tetap menganggap bahwa berita Al qur an hanyalah
sekedar dongengan belaka. Dunia akherat adalah dunia ilusi belaka, itu anggapan
mereka.
Maka jika kita tidak mau merespon pertanyaan tentang hal
ini, (QS. Ali Imran 15), kita harus waspada terhadap keadaan
jiwa kita. Mungkin ada yang salah, apakah jangan-jangan kita tergolong
bukan orang yang ber takwa ?. Waduh..!. Semoga Allah menjauhkan kita semua dari
sifat seperti ini.
Rangkaian kembali seperti tali-temali, sebagaimana hal
pembahasan di muka. Seperti menjadi hukum sebab akibat saja. Seluruh dasar
penerimaan atas keimanan kita telah menjadi rangkaian. Sempurna dalam sebuah
rukun yaitu RUKUN IMAN. Maka kembali patut kita pertanyakan, bagaimanakah
penerimaan kita atas 6 rukun yang menjadi pra syarat keimanan kita, adakah yang
cacat yang belum mampu kita terapkan. Yaitu dimana keadaannya, instrument
ketubuhan kita belum mampu menerima kaidah dari ke 6 rukun Iman tersebut.
Ini tidaklah main-main. Penerimaan ini harus total, meliputi
keseluruhan instrument ketubuhan; jiwa, akal, raga, ruh. Mereka dalam sebuah kesatuan
penerimaan. Ada salah satu yang cacat maka akan cacatlah keimanan kita. Jikalau
kita cacat dalam rangkaian keimanan ini maka kita akan mendapatkan
kesulitan-kesulitan selanjutnya dalam penyucian jiwa kita. Jikalau
begitu, bagaimanakah kita mampu menjadi karakter sang KUDA PERANG ?.
Marilah
bersama-sama kita pertanyaan hal ini kepada diri kita masing-masing. Inilah
rangkaian upaya penyucian jiwa kita. Wolouhualam
salam
arif
Komentar
Posting Komentar