Kisah Spiritual, Menyingkap Misteri Sang Titisan
Seorang pemuda nampak bergegas turun dari angkutan kota. Berjalan
sesaat menuju pangkalan ojek, diujung seberang jalan. Terlihat dia berkata
sepatah dua patah kata, seperti menunjukan suatu tempat tujuan. Kemudian bersama
ojek yang ditumpanginya, zig-zag kesana kemari, dan sebentar sudah hilang di
batas jalan.
Di tempat lain, nampak
sebuah rumah di pinggiran Jakarta. Tak jauh dari jalan tol
Jakarta-Cikampek. Rumah yang biasa, sebagaimana perumahan di kota-kota lainnya.
Tidak ada yang istimewa. Dua buah rumah type 45 yang di renovasi dan di
gabungkan menjadi satu.
Nampaknya rumah inilah, tujuan pemuda tadi. Betul juga, tak
beberapa lama terdengar deru suara motor. Dan sesaat kemudian seperti suara
langkah kaki diseret menuju pintu. Dari ruang dalam nampak beberapa
orang.
Empat orang lelaki dan satu perempuan. Seorang lelaki setengah
baya, dan beberapa orang lainnya nampak lebih muda. Di lihat penampilannya, dua
orang kelihatan berasal dari sebuah pesantren. Satu perempuan kelihatan sangat
intelektual, kelihatannya berasal dari sebuah organisasi partai politik
ternama. Dan satu orang lagi, bertubuh kecil, berkulit hitam keling, dilihat
penampilannya lebih mirip seorang 'centeng' jaman tempo dulu.
Sepertinya semua menunggu kedatangan pemuda tadi dengan tidak
sabar. Terdengar helaan nafas lega, dari mereka mengetahui kedatangan pemuda
tadi.
Suasana nampak lengang, ruangan yang berukuran 4 x 3 meter,
terasa dingin seperti kuburan. "Sudah siap!"Terdengar lelaki
setengah baya bertanya kepada pemuda tadi. "Insyaallah".
Jawab pemuda itu singkat. Sebentar dia memasuki kamarnya, dan keluar sudah
berganti pakaian yang pantas, baju koko dan kain sarung telah dikenakannya.
Sambil merapikan bajunya, dia berjalan ke sebuah sudut di ruangan itu.
Melakukan sholat dua rakaat sebanyak dua kali. Begitu khusuk
dan sangat pasrah. Seakan tak peduli beberapa orang yang sudah menunggunya dari
tadi. Sesaat kemudian selasai juga pemuda tadi sholat, setelah berdoa
secukupnya. Dia mulai bangkit.
"Bagaimana, sudah bisa dimulai..?".
Pandangannya ditujukan kepada wanita muda yang memperhatikannya
dari tadi.
"..Sudah..boleh". Agak tergagap wanita itu menjawab pertanyaan
pemuda tadi. Dia seakan kaget kalau dia yang ditanya.
Pikirannya entah menerawang kemana, tidak ada yang tahu. Wanita
inilah dalam pandangan pemuda tadi mampu melihat, menerawang ke dalam dirinya.
Mampu menunjukan siapa jati dirinya sebenarnya. Prosesi ini sebentar lagi akan
dimulai. Seperti sudah tak sabar pemuda itu ingin mengetahui.
Cerita tentang re-inkarnasi telah membulatkan rasa penasarannya,
untuk membuktikan. Apakah benar dia adalah titisan sang Maha Raja. Seperti
cerita komik SH Mintaradja saja. Pengarang legenda komik di negeri ini. Dahulu
memang dia menyuklai cerita-cerita para Raja di negeri ini, sebagaimana cerita
komik silat.
Namun sekarang katanya semua itu nyata. Sang Maha Raja
menitis dalam dirinya. Begitu kata wanita itu senantiasa meyakinkannya. Bagaimana
menguraikan perasaannya. Apakah harus bangga, apakah harus meronta, apalagi..?. Apakah
benar adanya..?. "Ahg..sudahlah!". Jalani saja
bisik pemuda itu. Toh tidak ada salahnya. Buat apa bicara agama disaat seperti
ini. Toh selama ini dia sholat hanya ketemu setahun sekali.
Apa salahnya dengan ini. Jikalau nanti bisa menambah keyakinan
beragama bukankah akan lebih baik. Dia tahu bagaimana kisah dahulu para Raja,
para Wali dalam mencari jalan kepada Tuhan. Penuh cerita dan sensasi
mistis. Seperti Sunan Kalijaga misalnya , dalam hikayatnya dia
menjalani bertapa dipinggir kali sekian lamanya. Ken Arok harus
bertapa di hutan belantara. Dan masih banyak lagi lainnya. Maka dibulatkan
tekadnya kali ini.
Sejenak dia berpaling
kepada lelaki setengah baya, yang diduduk tak jauh dari situ.
"Saya sudah siap mas..!". Katanya. Rupanya lelaki setengah baya tersebut adalah Mas
Dikonthole.
"Baik..kita mulai saja". Sambut lelaki itu singkat saja.
Mengambil tempat yang longgar, yang telah disiapkan. Kursi-kursi
yang biasa ditempat itu, rupanya telah disingkirkan. Terlihat keduanya duduk
berhadapan. Tangan Mas Gikonthole berada tepat diatas tangan sang Pemuda,
bertumpu pada paha.
"Coba hubungan Kyai dahulu..katakan kita mau mulai..".
Mas Dikonthole menengok kepada dua orang santri yang
mengambil tempat jauh di belakang. "Baiklah..". Kedua santri
menjawab. Nampak salah satu mengeluarkan HP dari sakunya, dan mulai menghubungi
seseorang di sebrang sana. Terlihat berbicara sebentar. Kemudain HP diletakan
lagi.
"Sudah boleh pak..Kyai sudah merestui dan mematau dari
sana..".
Kata santri yang barusan menelpon kepada lelaki setengah baya yang
memerintahkan tadi. Lelaki itu mengangguk tanda mengerti. Dan kembali dia
berhadapan dengan pemuda tadi.
"Mari kita
mulai..luruhkan semuanya. Hadapkan diri kepada Allah semata. Mohon kepadanya
untuk dibukakan hijab kita. Agar ditampakkan , sejatinya siapakah yang ada pada
diri kita..".
Berkata Mas Dikonthole kepada pemuda tadi. Terlihat sang pemuda
mengerti, dan mulai menundukan kepalanya. Mas Dikonthole kemudian membaca wirid
entah apa, berkali tangannya bergetar. Sesaat kemudian dia bangkit dari arah
belakang dia lakukan gerakan menyapu dari ujung kepala hingga ke pinggul dan
dilanjutkan ke ujung kaki. Setelah selasai, dia kembali kemuka, berhadapan.
Ditariknya nafas dalam, kosentrasi diarahkan di telapak
tangannya. Bergetar, terlihat tangan keduanya mulai tergetar dengan
hebatnya. Sedikit demi sedikit telapak tangan lelaki itu mulai
dilepaskan, ditariknya perlahan keatas, seperti gerakan menarik tangan pemuda
ke atas.
Seperti ditarik kekuatan yang tak diketahuinya, tangan pemuda itu
tergetar hebat sekali, seperti mendapat aliran listrik maha dahsyat. Getaran
itu tak mampu ditahannya, terus memaksanya untuk bangkit dari duduknya. Dari
tangan bergetar terus keseluruh tubuh. Meluas hingga ke badan getaran yang
sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Beberapa lama, pemuda itu masih mengalami getaran seperti orang
triping Waktu sudah menujukan dua jam berlalu. Kelihatannya masih
belum mau berhenti. Namun secara perlahan getaran mulai terlihat bentukannya.
Mulai terlihat gerakan memutar, gerakan ke muka ke belakang, seperti mau
membentuk sebuah gerakan tai chi.
Nampak wajah-wajah tegang menyaksikan saja gerakan-gerakan pemuda
itu. Harap-harap cemas, memperhatikan apakah yang akan terjadi selanjutnya.
Luar biasa, gerakan pemuda itu sekarang sudah memiliki bentuk, menarai ,
mengibas, menyerang, mengambil energi, seperti gerakan olah batin. Gerakan tai
chi, namun lebih mantap lagi. Seperti jurus kanuragan. Dari gerakan satu
berganti kepada gerakan lainnya.
Dari jurus satu berganti kepada jurus lainnya. Satu demi satu
jurus diperagakan. Semua yang menyaksikan itu terlongok, tak percaya. Jangankan
mengerti jurus silat. Olahraga pun pemuda itu tidak pernah. Sekarang dia mampu
membawakan setiap jurus dengan sangat lihainya, seakan-akan dia telah belajar
puluhan tahu. Ada apakah ini. Tidak hanya lelaki setengah baya (Mas Dikonthole)
saja yang ternganga, semua yang hadir ikut terkesima.
Berangkat dari situ, mulailah satu persatu para leluhur datang,
berdialog sebagaimana biasanya. Terungkaplah jatidiri sang Pemuda, dialah
reinkarnasi sang panembahan, "Panembahan
Senopati". Yang kesaktiannya menggetarkan baik kawan maupun lawan. Dalam
hikayat orang Jawa dialah lelaki, yang berhasil mempersunting Nyi Roro Kidul
sebagai istrinya, (yang) memperkuat kedudukannya sebagai 'Raja Tanah Jawa'. Kemudian
hal ini menjadi mitos raja-raja Jawa, siapa yang berhasil mempersunting Nyi
Roro Kidul akan langgenglah kedudukannya.
Rahasia 'sebuah' perkawinan
Dari kamar sebelah ruangan itu nampak, Tubuh lelaki yang hanya dii balut kain sarung itu, tiba-tiba meradang. Bangkit dari tempat tidur dengan amarah. Pupil matanya mengecil, seluruh matanya berubah menjadi kuning. Mata seekor ular, ganas, dalam keadaan siap menyerang.
“Kenapa kalian semua masuk kamarku, ada apa ini..hah…!”
Terdengar suara lelaki itu merangsak menerjang, dan
berikutnya, suara seperti orang yang sedang baku hantam dari dalam
kamar. Suaranya menyeruak diantara heningnya malam.
Rupanya rombongan Mas Dikonthole setelah selesai melakukan
‘ritual’ tersebut menyambangi kamar sebelah. Dan terjadilah dialog seperti itu.
Dari ritual sebelum mereka masuk kemar lelaki tersebut,
tersibaklah sebuah mistery yang sudah berlangsung puluhan tahun ini. Termasuk
misteri lelaki setengah baya ini. Kedatangan anak Nyi Loro Kidul telah
mengungkap rahasia, mengapakah lelaki tersebut menderita sakit menahun, hilang
kesadarannya.
Nyi Roro Kidul mau datang kesitu dan mengungkap semuanya, tak
terlepas dari peranan pemuda tadi yang rupanya adalah re-inkarnasi dari Panembahan
Senopati. Semua seperti tali temali terungkap dalam kejadian yang
berurutan dan beriringan saling menjelaskan keadaan. Semua terungkap di
malam itu. Rahasia yang menyelimuti jatidiri masing-masing, mereka manusia
'masa lalu'. Yaitu siapakah jatidiri mereka di masa lalu yang menempati raga
masa kini.
Dari kejadian sepanjang malam, dari kedatangan para leluhur di
malam tersebut, telah mengungkap banyak kejadian. Termasuk adalah mengungkap
kejadian lelaki setengah baya, yang berada di sebelah kamar. Dia adalah
keluarga dari pemilik rumah tersebut. Dan sudah sejak lama kehilangan kesadaran
dirinya.
Rupanya lelaki itu saat dalam masa akhil baliknya, telah
menyebarangi selat segara anakan, menuju sebuah pulau nusakambangan. Dalam
perjalanan kesana nyaris nayawanya di telan ombak,saat itulah di bertemu dengan anak
Nyi Roro Kidul. Yang lebih sering di kenal sebagai Nyi
Blorong dalam hikayat kepercayaan masyarakat pesisir pantai. Nama
sebenarnya adalah Nimas Pandansari, itu yang disampaikannya.
Dan kemudian terjadilah kesepakatan diantara mereka.
Terungkap bahwa, lelaki tersebut meminta ilmu untuk menguasai
dunia. Dan Nimas Pandansarimenjawab jikalua dia tidak
memiliki ilmu tersebut, namun dia memiliki ajian untuk mengundang seluruh
makhluk lelembut yang ada di lautan yang berada di kekuasaan Ratu Pantai
selatan. Asalkan di wiridkan maka mereka semua akan datang dengan sendirinya.
Mereka akan tunduk patuh kepada perintahnya si pemegang wird ini.
Kesepakatan antara mereka terjalin. Lelaki tersebut diberikan
wirid (ilmu) tersebut namun lelaki tersebut juga harus mau menjadi suami dari Nimas
Pandansari. Itulah kesepakatan mereka. Begitulah keadaan lelaki tersebut,
sungguh mengenaskan sekali. Bila malam tiba sering dia di datangi. Dan
keluarganya mendapati dirinya tengah telanjang. Kulitnya pasti menghitam
seperti bersisik saja layaknya.
Batin batin Mas Dikonthole menerawang jauh, ternyata dari hasil perkawinan
mereka sudah di karunia 2 orang yang yangsudah dewasa. Sungguh
sulit sekali memutuskan ikatan perjanjian mereka. Sebab hal ini merupakan
perjanjian akad perkawinan yang dikehendaki kedua belah
pihak. Mau tidak mau harus di puruskan tali perkawianan mereka. Pihak suami
haru ‘menalak’ istrinya dengan ucapan ‘TALAK’ yang di dzohirkan.
Maka di malam itulah Mas Dikonthole dan beberapa rekannya, juga di
bantu para santri dari Cianjur berupaya untuk memutuskan tali perkawinan
mereka. Sungguh pengalaman yang sangat menegangkan bagi Mas Djkonthole. Dia
harus berhadapan dengan Jin-jin hitam dari lautan yang tingginya melebihi pohon
kelapa.
Mas Dikonthole duduk
terpekur di luar kamar, dengan seluruh saraf yang menenggang. Waspada
sekali, sebab musuh tak kasat mata mampu menyerang dari arah mana saja. Dapat
masuk melalui lubang angin dari segala penjuru mata angin.
Malam ini sebuah peristiwa penting bagi Mas Dikonthole tengah
terjadi. Malam yang akan mengubah seluruh pandangannya terhadap alam ghaib.
Malam yang menjadi tonggak dalam dirinya untuk semakin yakin dalam tapak-tapak
spiritualnya. Menapak jalan spiritual itulah laku hidupnya nanti, di sepanjang
nafasnya. Tekad yang teramu dari malam ini.
Dalam kewaspadaannya. Tiba-tiba dia kaget, terkesiap, lantas
seketika kesadaran sempurna. Siap menghadapi apa saja, yang sekiranya akan
membahayakan dirinya. Suara pintu seperti di hantam, dan orang serabutan keluar
dari dalam kamar, seperti menerjang ke arahnya, yang duduk menunggu di depan
kamar. Nampak mata liar beringas, tengah menerjang seorang pemuda tanggung
yang mundur keluar kamar, seperti tak mampu menahan serangan lelaki itu yang
semakin, menghebat.
Braak…desh…!.
Seperti dalam film-film horor Indonesia saja, kejadian
yang benar-benar tidak masuk di akal. Begitu cepat, seperti tidak melalui
pikiran lagi.
Serasa mencabut sesuatu dari dalam badannya. Mas Dikonthole
menyeruak ke depan, berdiri diantara keduanya, membantu sang pemuda menangkis
serangan lelaki itu. Menahannya untuk tidak bisa bergerak. Mengunci dengan
ghaib. Memberi kesempatan kepada pemuda tersebut untuk dengan cepat melumpuhkan
lelaki yang nampaknya berumur 40 tahunan, dengan banyak uban di kepala.
Lelaki itu sudah semenjak muda telah kehilangan kesadaran dirinya.
Kadang tersadar dan bisa sekolah lagi. Dan suatu saat hilang kesadarannya lagi.
Terus selalu begitu di dalam kehidupannya. Sehingga akhirnya dia bisa
duduk di bangku sebuah universitas negri di Jakarta. Namun di semester ke
tiga berakhir sudah masa sekolahnya. Dirinya sudah tak mampu
menahan kesadarannya lagi untuk tinggal lebih lama di dalam raganya. Raganya
sudah penuh di huni para jin hitam dari laut pantai selatan.
Sudah berulang kali orang tuanya mencoba membawanya ke rumah
sakit. Sudah banyak rumah sakit di kunjungan, para normal, kyai di seluruh
pelosojk di datangi. Untuk mengembalikan kesadarnnya namun hasilnya
selalu sia-sia. Sungguh kasihan sekali keadaannya.
Dan malam ini, titik kulminasi dari seluruh ritual yang dilakukan
untuk menyembuhkan lelaki tersebut. Tepat tengah malam. Lelaki tersebut di
guyur air doa yang sudah di isi wirid oleh para santri selama 4 jam
berturut-turut. Kemudian sudah pula disiapkan bacaan ‘TALAK’ yang sudah
dipersiapkan.
Sungguh Mas Dikonthole tak mampu menceritakan detail, satu demi
satu kisahnya. Pertarungan bagaikan perang yang tak kasat mata, beberapa ratus
kali kelebat bayangan hitam dari atas menyambar dirinya. Dan dengan sigap dia
memasang kuda-kuda selalu menangkis, mengayun, mengibas, jantungnya sering
dirasa seperti ada yang membetot.
Namun klimaksnya semua melegakan, walapun prosesnya demikian
sengit, lelaki itu mau membaca surat talak yang sudah
disediakan. Dan di ulang sebanyak tiga kali. Dan tidak terasa sudah, jika waktu
sudah lebih jam tiga pagi, semuanya pun bersiap istirahat.
Menjelang jam 9 pagi semua sudah terbangun, Mas Dikonthole sudah
sejak dari subuh dia bangun sholat. Lelaki yang habis di therapy, itu
keluar dari kamarnya, seperti bangun pagi biasa, dia sama sekali tidak teringat
apa yang terjadi semalam. Dia hanya sering bertanya, kenapa dia mengucapkan
‘talak’ kepada perempuan yangbelum pernah di kawininya.
Seluruh pembicaraannya sudah sebagaimana manusia biasa, sangat normal
sekali. Puji syukur kepada yang Maha Kuasa, ternyata ikhtiar tersebut membawa
hasil kesembuhan bagi pemuda itu. Muncullah aura ketampanan dari seorang
pemuda, mengalahkan ketampanan lainnya. "Allahu akbar !". Hanya
itu yang mampu di ucap Mas Dikonthole.
Setelahnya Mas Dikonthole mampu melihat siapa hakekat jatidiri pemuda yang sempat sakit ingatan tersebut. Dia adalah seorang pangeran yang sangat tampan sekali di jamannya dahulu. Karena itulah anak sang Ratu tertarik kepadanya. Ilmu ghaibnya sungguh luar biasa, dia mampu menguasai makhluk alam ghaib, sayangnya lagi raganya belum siap untuk itu. Maka kejadiannya begitu. Takdir memang menjadi kuasa ilahi.
salam
Komentar
Posting Komentar