Kisah Spiritual, Menyingkap Misteri Sang Titisan


Lembayung jingga masih menggayut di sudut kota. Nampak seperti butiran pelangi semburat diatas langit Jakarta. Hujan baru saja turun seharian hingga sore hari ini, rintiknya masih turun satu-satu. Membasahi jalan dari ujung kota  hingga menyusuri pinggirannya. Menyebabkan kemacetan disana sini. 

Seorang pemuda nampak bergegas turun dari angkutan kota. Berjalan sesaat menuju pangkalan ojek, diujung seberang jalan. Terlihat dia berkata sepatah dua patah kata, seperti menunjukan suatu tempat tujuan. Kemudian bersama ojek yang ditumpanginya, zig-zag kesana kemari, dan sebentar sudah hilang di batas jalan.

Di tempat lain, nampak sebuah rumah di  pinggiran Jakarta. Tak jauh dari jalan tol Jakarta-Cikampek. Rumah yang biasa, sebagaimana perumahan di kota-kota lainnya.  Tidak ada yang istimewa. Dua buah rumah type 45 yang di renovasi dan di gabungkan menjadi satu.

Nampaknya rumah inilah, tujuan pemuda tadi. Betul juga, tak beberapa lama terdengar deru suara motor. Dan sesaat kemudian seperti suara langkah kaki diseret menuju pintu.   Dari ruang dalam nampak beberapa orang. 

Empat orang lelaki dan satu perempuan. Seorang lelaki setengah baya, dan beberapa orang lainnya nampak lebih muda. Di lihat penampilannya, dua orang kelihatan berasal dari sebuah pesantren. Satu perempuan kelihatan sangat intelektual, kelihatannya berasal dari sebuah organisasi partai politik ternama. Dan satu orang lagi, bertubuh kecil, berkulit hitam keling, dilihat penampilannya lebih mirip seorang 'centeng' jaman tempo dulu. 

Sepertinya semua menunggu kedatangan pemuda tadi dengan tidak sabar. Terdengar helaan nafas lega, dari mereka mengetahui kedatangan pemuda tadi.

Suasana nampak lengang, ruangan yang berukuran  4 x 3 meter, terasa dingin seperti kuburan. "Sudah siap!"Terdengar lelaki setengah baya bertanya kepada pemuda tadi. "Insyaallah". Jawab pemuda itu singkat. Sebentar dia memasuki kamarnya, dan keluar sudah berganti pakaian yang pantas, baju koko dan kain sarung telah dikenakannya. Sambil merapikan bajunya, dia berjalan ke sebuah sudut di ruangan itu. 

Melakukan sholat dua rakaat sebanyak dua kali. Begitu  khusuk dan sangat pasrah. Seakan tak peduli beberapa orang yang sudah menunggunya dari tadi. Sesaat kemudian selasai juga pemuda tadi sholat, setelah berdoa secukupnya. Dia mulai bangkit.

"Bagaimana, sudah bisa dimulai..?". 

Pandangannya ditujukan kepada wanita muda yang memperhatikannya dari tadi. 

"..Sudah..boleh". Agak tergagap wanita itu menjawab pertanyaan pemuda tadi. Dia seakan kaget kalau dia yang ditanya. 

Pikirannya entah menerawang kemana, tidak ada yang tahu. Wanita inilah dalam pandangan pemuda tadi mampu melihat, menerawang ke dalam dirinya. Mampu menunjukan siapa jati dirinya sebenarnya. Prosesi ini sebentar lagi akan dimulai. Seperti sudah tak sabar pemuda itu ingin mengetahui.

Cerita tentang re-inkarnasi telah membulatkan rasa penasarannya, untuk membuktikan. Apakah benar dia adalah titisan sang Maha Raja. Seperti cerita komik SH Mintaradja saja. Pengarang legenda komik di negeri ini. Dahulu memang dia menyuklai cerita-cerita para Raja di negeri ini, sebagaimana cerita komik silat.

Namun sekarang katanya semua itu nyata. Sang Maha Raja menitis dalam dirinya. Begitu kata wanita itu senantiasa meyakinkannya. Bagaimana menguraikan perasaannya. Apakah harus bangga, apakah harus meronta, apalagi..?. Apakah benar adanya..?. "Ahg..sudahlah!". Jalani saja bisik pemuda itu. Toh tidak ada salahnya. Buat apa bicara agama disaat seperti ini. Toh selama ini dia sholat hanya ketemu setahun sekali. 

Apa salahnya dengan ini. Jikalau nanti bisa menambah keyakinan beragama bukankah akan lebih baik. Dia tahu bagaimana kisah dahulu para Raja, para Wali dalam mencari jalan kepada Tuhan. Penuh  cerita dan sensasi mistis. Seperti Sunan Kalijaga misalnya , dalam hikayatnya dia menjalani bertapa dipinggir kali sekian lamanya. Ken Arok harus bertapa di hutan belantara. Dan masih banyak lagi lainnya. Maka dibulatkan tekadnya kali ini.

Sejenak dia berpaling kepada lelaki setengah baya, yang diduduk tak jauh dari situ.

"Saya sudah siap mas..!". Katanya. Rupanya lelaki setengah baya tersebut adalah Mas Dikonthole. 

"Baik..kita mulai saja". Sambut lelaki itu singkat saja.

Mengambil tempat yang longgar, yang telah disiapkan. Kursi-kursi yang biasa ditempat itu, rupanya telah disingkirkan. Terlihat keduanya duduk berhadapan. Tangan Mas Gikonthole berada tepat diatas tangan sang Pemuda, bertumpu pada  paha. 

"Coba hubungan Kyai dahulu..katakan kita mau mulai..". 

Mas Dikonthole menengok kepada dua orang santri yang mengambil tempat jauh di belakang.  "Baiklah..". Kedua santri menjawab. Nampak salah satu mengeluarkan HP dari sakunya, dan mulai menghubungi seseorang di sebrang sana. Terlihat berbicara sebentar. Kemudain HP diletakan lagi.

"Sudah boleh pak..Kyai sudah merestui dan mematau dari sana..". 

Kata santri yang barusan menelpon kepada lelaki setengah baya yang memerintahkan tadi. Lelaki itu mengangguk tanda mengerti. Dan kembali dia berhadapan dengan pemuda tadi.

"Mari kita mulai..luruhkan semuanya. Hadapkan diri kepada Allah semata. Mohon kepadanya untuk dibukakan hijab kita. Agar ditampakkan , sejatinya siapakah yang ada pada diri kita..". 

Berkata Mas Dikonthole kepada pemuda tadi. Terlihat sang pemuda mengerti, dan mulai menundukan kepalanya. Mas Dikonthole kemudian membaca wirid entah apa, berkali tangannya bergetar. Sesaat kemudian dia bangkit dari arah belakang dia lakukan gerakan menyapu dari ujung kepala hingga ke pinggul dan dilanjutkan ke ujung kaki. Setelah selasai, dia kembali kemuka, berhadapan. 

Ditariknya nafas dalam, kosentrasi diarahkan di telapak tangannya.  Bergetar, terlihat tangan keduanya mulai tergetar dengan hebatnya.  Sedikit demi sedikit telapak tangan lelaki itu mulai dilepaskan, ditariknya perlahan keatas, seperti gerakan menarik tangan pemuda ke atas. 

Seperti ditarik kekuatan yang tak diketahuinya, tangan pemuda itu tergetar hebat sekali, seperti mendapat aliran listrik maha dahsyat. Getaran itu tak mampu ditahannya, terus memaksanya untuk bangkit dari duduknya. Dari tangan bergetar terus keseluruh tubuh. Meluas hingga ke badan getaran yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Beberapa lama, pemuda itu masih mengalami getaran seperti orang triping  Waktu sudah menujukan dua  jam berlalu. Kelihatannya masih belum mau berhenti. Namun secara perlahan getaran mulai terlihat bentukannya. Mulai terlihat gerakan memutar, gerakan ke muka ke belakang, seperti mau membentuk sebuah gerakan tai chi.

Nampak wajah-wajah tegang menyaksikan saja gerakan-gerakan pemuda itu. Harap-harap cemas, memperhatikan apakah yang akan terjadi selanjutnya. Luar biasa, gerakan pemuda itu sekarang sudah memiliki bentuk, menarai , mengibas, menyerang, mengambil energi, seperti gerakan olah batin. Gerakan tai chi, namun lebih mantap lagi. Seperti jurus kanuragan. Dari gerakan satu berganti kepada gerakan lainnya. 

Dari jurus satu berganti kepada jurus lainnya. Satu demi satu jurus diperagakan. Semua yang menyaksikan itu terlongok, tak percaya. Jangankan mengerti jurus silat. Olahraga pun pemuda itu tidak pernah. Sekarang dia mampu membawakan setiap jurus dengan sangat lihainya, seakan-akan dia telah belajar puluhan tahu. Ada apakah ini. Tidak hanya lelaki setengah baya (Mas Dikonthole) saja yang ternganga, semua yang hadir ikut terkesima.

Berangkat dari situ, mulailah satu persatu para leluhur datang, berdialog sebagaimana biasanya. Terungkaplah jatidiri sang Pemuda, dialah reinkarnasi sang panembahan, "Panembahan Senopati". Yang kesaktiannya menggetarkan baik kawan maupun lawan. Dalam hikayat orang Jawa dialah lelaki, yang berhasil mempersunting Nyi Roro Kidul sebagai istrinya, (yang) memperkuat kedudukannya sebagai 'Raja Tanah Jawa'. Kemudian hal ini menjadi mitos raja-raja Jawa, siapa yang berhasil mempersunting Nyi Roro Kidul akan langgenglah kedudukannya.


Rahasia 'sebuah' perkawinan


Dari kamar sebelah ruangan itu nampak, Tubuh lelaki yang hanya dii balut kain sarung itu, tiba-tiba meradang. Bangkit dari tempat tidur dengan amarah. Pupil matanya mengecil, seluruh matanya berubah menjadi kuning. Mata seekor ular, ganas, dalam keadaan siap menyerang.

“Kenapa kalian semua masuk kamarku, ada apa ini..hah…!”

Terdengar suara lelaki itu merangsak menerjang, dan berikutnya,  suara seperti orang yang sedang  baku hantam dari dalam kamar.  Suaranya menyeruak diantara heningnya malam.

Rupanya rombongan Mas Dikonthole setelah selesai melakukan ‘ritual’ tersebut menyambangi kamar sebelah. Dan terjadilah dialog seperti itu.

Dari ritual sebelum mereka masuk kemar lelaki tersebut, tersibaklah sebuah mistery yang sudah berlangsung puluhan tahun ini. Termasuk misteri lelaki setengah baya ini. Kedatangan anak Nyi Loro Kidul telah mengungkap rahasia, mengapakah lelaki tersebut menderita sakit menahun, hilang kesadarannya.

Nyi Roro Kidul mau datang kesitu dan mengungkap semuanya, tak terlepas dari peranan pemuda tadi yang rupanya adalah re-inkarnasi dari Panembahan Senopati. Semua seperti tali temali terungkap dalam kejadian yang berurutan dan beriringan saling menjelaskan keadaan. Semua terungkap di malam itu. Rahasia yang menyelimuti jatidiri masing-masing, mereka manusia 'masa lalu'. Yaitu siapakah jatidiri mereka di masa lalu yang menempati raga masa kini.

Dari kejadian sepanjang malam, dari kedatangan para leluhur di malam tersebut, telah mengungkap banyak kejadian. Termasuk adalah mengungkap kejadian lelaki setengah baya, yang berada di sebelah kamar. Dia adalah keluarga dari pemilik rumah tersebut. Dan sudah sejak lama kehilangan kesadaran dirinya.

Rupanya lelaki itu saat dalam masa akhil baliknya, telah menyebarangi selat segara anakan, menuju sebuah pulau nusakambangan. Dalam perjalanan kesana nyaris nayawanya di telan ombak,saat itulah di bertemu dengan anak Nyi Roro Kidul. Yang lebih sering di kenal sebagai Nyi Blorong dalam hikayat kepercayaan masyarakat pesisir pantai. Nama sebenarnya adalah Nimas Pandansari, itu yang disampaikannya. Dan kemudian terjadilah kesepakatan diantara mereka.

Terungkap bahwa, lelaki tersebut meminta ilmu untuk menguasai dunia. Dan Nimas Pandansarimenjawab jikalua dia tidak memiliki ilmu tersebut, namun dia memiliki ajian untuk mengundang seluruh makhluk lelembut yang ada di lautan yang berada di kekuasaan Ratu Pantai selatan. Asalkan di wiridkan maka mereka semua akan datang dengan sendirinya. Mereka akan tunduk patuh kepada perintahnya si pemegang wird ini.

Kesepakatan antara mereka terjalin. Lelaki tersebut diberikan wirid (ilmu) tersebut namun lelaki tersebut juga harus mau menjadi suami dari Nimas Pandansari. Itulah kesepakatan mereka. Begitulah keadaan lelaki tersebut, sungguh mengenaskan sekali. Bila malam tiba sering dia di datangi. Dan keluarganya mendapati dirinya tengah telanjang. Kulitnya pasti menghitam seperti bersisik saja layaknya.

Batin batin Mas Dikonthole menerawang jauh, ternyata dari hasil perkawinan mereka sudah di karunia 2 orang yang yangsudah dewasa.   Sungguh sulit sekali memutuskan ikatan perjanjian mereka. Sebab hal ini merupakan perjanjian akad perkawinan yang dikehendaki kedua belah pihak. Mau tidak mau harus di puruskan tali perkawianan mereka. Pihak suami haru ‘menalak’ istrinya dengan ucapan ‘TALAK’ yang di dzohirkan.

Maka di malam itulah Mas Dikonthole dan beberapa rekannya, juga di bantu para santri dari Cianjur berupaya untuk memutuskan tali perkawinan mereka. Sungguh pengalaman yang sangat menegangkan bagi Mas Djkonthole. Dia harus berhadapan dengan Jin-jin hitam dari lautan yang tingginya melebihi pohon kelapa.

Mas Dikonthole duduk terpekur di luar kamar, dengan seluruh saraf yang menenggang. Waspada sekali, sebab musuh tak kasat mata mampu menyerang dari arah mana saja. Dapat masuk melalui  lubang angin dari segala penjuru mata angin.

Malam ini sebuah peristiwa penting bagi Mas Dikonthole tengah terjadi. Malam yang akan mengubah seluruh pandangannya terhadap alam ghaib. Malam yang menjadi tonggak dalam dirinya untuk semakin yakin dalam tapak-tapak spiritualnya. Menapak jalan spiritual itulah laku hidupnya nanti, di sepanjang nafasnya. Tekad yang teramu dari malam ini.

Dalam kewaspadaannya. Tiba-tiba  dia kaget, terkesiap, lantas seketika kesadaran sempurna. Siap menghadapi apa saja, yang sekiranya akan membahayakan dirinya. Suara pintu seperti di hantam, dan orang serabutan keluar dari dalam kamar, seperti menerjang ke arahnya, yang duduk menunggu di depan kamar. Nampak mata liar  beringas, tengah menerjang seorang pemuda tanggung yang mundur keluar kamar, seperti tak mampu menahan serangan lelaki itu yang semakin, menghebat.

Braak…desh…!.

Seperti dalam film-film  horor Indonesia  saja, kejadian yang benar-benar tidak masuk di akal. Begitu cepat, seperti tidak melalui pikiran lagi.

Serasa mencabut sesuatu dari dalam badannya. Mas Dikonthole menyeruak ke depan, berdiri diantara keduanya, membantu sang pemuda menangkis serangan lelaki itu. Menahannya untuk tidak bisa bergerak. Mengunci dengan ghaib. Memberi kesempatan kepada pemuda tersebut untuk dengan cepat melumpuhkan lelaki yang nampaknya berumur 40 tahunan,  dengan banyak uban di kepala.

Lelaki itu sudah semenjak muda telah kehilangan kesadaran dirinya. Kadang tersadar dan bisa sekolah lagi. Dan suatu saat hilang kesadarannya lagi.  Terus selalu begitu di dalam kehidupannya. Sehingga akhirnya dia bisa duduk di bangku sebuah universitas negri di Jakarta. Namun di semester ke  tiga berakhir sudah masa sekolahnya. Dirinya  sudah tak mampu menahan kesadarannya lagi untuk tinggal lebih lama di dalam raganya. Raganya sudah penuh di huni para jin hitam dari laut pantai selatan.

Sudah berulang kali  orang tuanya mencoba membawanya ke rumah sakit. Sudah banyak rumah sakit di kunjungan, para normal, kyai di seluruh pelosojk di datangi.  Untuk mengembalikan kesadarnnya namun hasilnya selalu sia-sia. Sungguh kasihan sekali keadaannya.

Dan malam ini, titik kulminasi dari seluruh ritual yang dilakukan untuk menyembuhkan lelaki tersebut. Tepat tengah malam. Lelaki tersebut di guyur air doa yang sudah di isi wirid oleh para santri selama 4 jam berturut-turut. Kemudian sudah pula disiapkan bacaan ‘TALAK’ yang sudah dipersiapkan.

Sungguh Mas Dikonthole tak mampu menceritakan detail, satu demi satu kisahnya. Pertarungan bagaikan perang yang tak kasat mata, beberapa ratus kali kelebat bayangan hitam dari atas menyambar dirinya. Dan dengan sigap dia memasang kuda-kuda selalu menangkis, mengayun, mengibas, jantungnya sering dirasa seperti ada yang membetot.

Namun klimaksnya semua melegakan, walapun prosesnya demikian sengit, lelaki itu mau membaca surat talak yang sudah disediakan. Dan di ulang sebanyak tiga kali. Dan tidak terasa sudah, jika waktu sudah lebih jam tiga pagi, semuanya pun bersiap istirahat.

Menjelang jam 9 pagi semua sudah terbangun, Mas Dikonthole sudah sejak dari subuh dia bangun sholat. Lelaki yang habis di therapy,  itu keluar dari kamarnya, seperti bangun pagi biasa, dia sama sekali tidak teringat apa yang terjadi semalam. Dia hanya sering bertanya, kenapa dia mengucapkan ‘talak’ kepada perempuan yangbelum pernah di kawininya.

Seluruh pembicaraannya sudah sebagaimana manusia biasa, sangat normal sekali. Puji syukur kepada yang Maha Kuasa, ternyata ikhtiar tersebut membawa hasil kesembuhan bagi pemuda itu. Muncullah aura ketampanan dari seorang pemuda, mengalahkan ketampanan lainnya. "Allahu akbar !". Hanya itu yang mampu di ucap Mas Dikonthole.

Setelahnya Mas Dikonthole mampu melihat siapa hakekat jatidiri pemuda yang sempat sakit ingatan tersebut. Dia adalah seorang pangeran yang sangat tampan sekali di jamannya dahulu. Karena itulah anak sang Ratu tertarik  kepadanya. Ilmu ghaibnya sungguh luar biasa, dia mampu menguasai makhluk alam ghaib, sayangnya lagi raganya belum siap untuk itu. Maka kejadiannya begitu. Takdir memang menjadi kuasa ilahi.

salam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali