Kajian Al Kasyaf 3, Perjalanan Melintas Alam
Jiwa diajak ‘journey’ berjalan
bersama cahaya diantara cahaya meliputi cahaya, bersama melewati alam-alam
tersebut (imajener), alam yang tak berbentuk kata. Alam yang
belum ternamai seperti itu saja keadaanya begitu.
Aku dalam menetapi, dalam
kontemplasi. Diam dalam ketidak mengertian, hanya bersimpuh sujud bersama
tasbih semesta. Mengikuti saja entah mau dibawa kemana saja pergi.
Sesaat dalam fase pembalikan kesadaran. BLAST…!. Seper sekian detik
terasanya, tak ada setarikan nafas. Namun saat tersadar kembali, nyatanya
waktu telah beranjak , sejak mulai dari pukul 24..15 wib , tanpa
disangka, waktu telah menjelang pagi. Panggilan adzan dari speker mushola
kampung sempat masuk di telinga. Memaksa jiwa kembali ke alam materi. Seperti
tersentak bangun dari tidur. “Apakah
yang terjadi ..?”. Akalpun
menjawab tak mengerti. Raga terdiam, seluruh energy rasanya terkuras tak
bersisa, tak mampu lagi menyangga tubuh, lunglai seperti kain di pojokan
sajadah. Mimpi namun kesadaran meyakini bahwa itu terjadi. Di tariknya nafas
berulang kali di ‘scaning’ ketubuhannya beberpa kali. Dibiarkannya tubuh dalam
keadaan begitu.
Semua seperti terbolik-balik. Manakah
yang masa depan dan sisi manakah yang masa lampau, telah terjadi fase
pembalikan waktu. Seperti sebuah film yang di putar. Menceritakan
kejadian asal mula dan akhir. Sebagaimana membalikkan kutub utara menjadi kutub
selatan dan atau sebaliknya. Kesadaran diri diajak, memasuki kejadian 15
Milyard tahun yang lalu, dalam hitungan tahun cahaya, sebelum bumi ini
terbentuk. Raga seperti porak poranda, bergetaran tak menentu mengikuti
perjalanan sang jiwa. Sementara, jiwa sendiri telah melayang-layang bersama
cahaya. Menyelusup, mengitari, meliputi, beriring bersama gerak gelombang.
Dianatara cahaya meliputi cahaya, mengitari, menyusup, beriring bersama.
Alam semesta nampak seperti dalam
gerakan melambat. Seperti menari gemulai. Angin diam tak ada. Udara kosong tak
berasa, nyaman saja. Langit terang namun redup seperti langit senja hari.
Cahaya mentari terasa mesra mengelus jiwa. Semua begitu nyata. Semua dapat
disaksikan, dari galaksi bintang Andromeda, hingga galaksi Bima Sakti, dari
gugus bintang Taurus hingga gugusan bintang Aries. Semua nampak nyata.
Menampilkan keindahan panorama langit yang tak terkata.
Menikmati pemandangan alam semesta
dalam gerakan yang melambat. “Allah hu akbar !”. Gumpalan yang menyesak dalam
jiwa melontarkan takbir. Tak bersuara namun nampaknya seperti dimengerti oleh
mereka semua. Seperti bergaung berkali-kali dan begitu lama tanpa henti.
Dada penuh serasa ‘bungah’ penuh
bunga. Jiwa luas seluas alam raya , dalam bahagia bersama mereka, dalam
‘journey’ menikmati panorama keindahannya.
Bergetar
gema ‘takbir’ yang mengalami resonansi , bergaung sampai ke sudut-sudut yang
tak terpikirkan manusia, jauh menyelusup tak pernah berhenti. “Allah hu
akbar !.” Kedengaran sampai menembus bumi. Kesadaran takjub, diam
tanpa mampu bersuara lagi. Diam dalam sujud yang dalam. Terpekur tak mampu
mengangkat pandangan. Gaung takbir itu terus menyelusup, meresep ke dalam
pori-pori, ke dalam sel, hingga mengalami resonansinya sendiri disana.
Masih
terus keadan (masih) melayang. Sementara alam semesta mengitari
disekelilingnya. Bersama dirinya. Berjalan terus dalam gerakan lambat,
memperlihatkan kebesaran yang tak terkatakan lagi. Tak ada kata yang mampu
mewakili. Hening dalam khusuk. Diri seperti diperjalanankan mengarungi
jagad raya. Melihat kebesaran dan keindahannya, susunan yang maha sempurana.
(Semua dalam gerakan yang lambat). Dalam keheningan, dalam kepatuhan, dalam
harmoni, dalam sujud alam semesta. Diri sujud bersama mereka semua. Tak ada
kata, tak ada bahasa, namun semua mengerti keadaannya masing-masing.
Alam semesta masih dalam gerakan melambat, terus
bergerak seperti menjauh, seperti mengikuti saja daya yang menyebabkan mereka
menjauh dari titik semula. Seperti ada daya sejak awal kejadian yang
melontarkan mereka, sehingga mereka seperti mengikuti saja, mengapung ,
menjauh, mengembang, seperti balon yang di tiup, mereka dalam keadaan pasrah
mengikuti gaya lontaran dari energy yang maha dahsyat yang telah melontarkan
mereka semua. Kadang ada sekilas cahaya cepat melewati begitu saja, seperti permainan
lampu di malam hari. Berkelebat secepat kilat dan pergi hilang dari pandangan.
Kesadaran diri mengikuti
saja semua itu, diam pasrah diperjalankan. Kemudian nampak, bagaimana keadaan
sekililngnya. Seiring keadaan mereka mengikuti gaya lontaran, (yang)
mengapungkan (diri) mereka, nampak mereka juga ber putar
(seperti) melakukan gerakan thawaf. Berputar atas diri mereka
sendiri, dan juga thawaf terhadap matahari, dalam keadaan begitu dan
terjadi pada setiap formasi tata surya.
Planet bersama-sama membentuk
formasi tata surya. Tata surya membentuk formasi galaksi. Dan terus selanjutnya
begitu hingga ujung dunia, dimana terdapat dunia yang menjadi ujung
terluar, titik akhir (terluar) dari sebuah gaya lontaran BIG BANG. Keseluruhan
alam semesta dan keadaaannya, kesemuanya menjadi sebuah kesatuan yang di sebut
ALAM MATERI. Semua (hanya) nampak dalam kesadaran, atau lebih
tepatnya di nampakan-Nya dalam kesadarannya, tanpa melalui kata-kata. (dan)
Dalam setitik kesadaran dirinya, alam materi tersebut
selanjutnya bersama alam-alam lainnya ber thawaf mengitari
‘arsy. Allah hu akbar !.. Semesta Alam dalam harmoninya.
“Allah hu Akbar !..
Allah hu Akbar !. Allah hu akbar wa lillah ilham !. Inilah thawaf alam semesta, dalam keadaannya. (dan)
keberadaannya, jiwa mengikuti saja, thawaf bersama mereka, dalam sujud yang
dalam tanpa mampu lagi mengangkat pandangan.
Gerakan thawaf tanpa suara, dalam
hening jagad semesta, semua bersama menjadi kesatuan alam. (yaitu) Alam
materi, bersama alam-alam lainnya, mengikuti sebuah daya yang
menggerakkan mereka semua, suka rela atau terpaksa mereka ber thawaf
bersama-sama mengitari;’arsy. Maka kesadaran diri kemudian hanya terdiam.
Diam yang tak biasa, seperti hening. Atau keadaan suwung.
Mestikah harus di khabarkan hal ini ?.
Apakah ada gunanya, sebab ini adalah alam imajiner. Jangan-jangan diri malah
menjadi ‘ujub’. Entah harus bagaimana (?). Maka hanya berserah
mengikuti daya saja, jika sekarang ini dituliskan. Tentunya sudah dalam bahasa
manusia, (yaitu) bahasa saya sendiri yang kurang sekali (memiliki)
referensinya. Maka kembalinya hanyalah sebuah khabar saja. Menjadi hanya sebuah
kajian. Kajian yang melatar belakangi mengapakah kita wajib meyakini adanya
‘HARI AKHIR’. Sebagaimana kata pengantar di muka. Maka marilah kita masuki saja
sebuah teori , TEORI PEMBALIKAN. Sebuah teori dari sebuah pemahaman
perihal (kenapa) kita wajib ber- Iman kepada Hari
Akhir. Wolohualam
Komentar
Posting Komentar