Kajian Al Kasyaf 3, Perjalanan Melintas Alam


Mengkais kata-kata, diantara kejumudan yang kian mendera raga. Entah karena apa, kondisi diri   saat ini dirasakan  bagai iklim yang tak bersahabat. Sepertinya angin muson barat , membawa hawa dingin yang tak mampu diterka, menerpa seluruh indra. Seiring dengan itu,  angin anti pasat datang  memporak porandakan system ketubuhan. Bumi seakan berputar terbalik., bujur barat dan timur seakan menyatu dalam sebuah garis fatamorgana. Menahan jiwa dalam kemandegan yang lama. Tanpa daya, jiwa  berserah dalam ketak-beraturan, dimensi ruang dan waktu menghablur dalam pandangan. Saat kemudian (ketika), jiwa meleset bagai terlempar begitu saja, ada kekuatan yang menyebabkan dirinya  diperjalankan  memasuki alam-alam tanpa rupa, entah apa sebutannya. Aku menyebutnya alam imajiner. Alam yang hanya berada dalam keyakinan dan kesadaran kita saja. Siapakah yang (mau)  tahu realitasnya ?. Sebab diri juga hanya terlongok memaknainya. Antara ketiadaan dan keadaan yang fana.

 Jiwa diajak ‘journey’ berjalan bersama cahaya diantara cahaya meliputi cahaya, bersama melewati alam-alam  tersebut (imajener),  alam yang tak  berbentuk kata. Alam yang belum ternamai seperti itu saja keadaanya begitu.

 Aku dalam menetapi, dalam kontemplasi. Diam dalam ketidak mengertian, hanya bersimpuh sujud  bersama tasbih semesta. Mengikuti saja  entah mau dibawa kemana saja pergi.  Sesaat dalam  fase pembalikan kesadaran. BLAST…!. Seper sekian detik terasanya, tak ada setarikan nafas. Namun saat tersadar kembali,  nyatanya waktu telah beranjak ,  sejak mulai dari pukul 24..15 wib , tanpa disangka, waktu telah menjelang pagi. Panggilan adzan dari speker mushola kampung sempat masuk di telinga. Memaksa jiwa kembali ke alam materi. Seperti tersentak bangun dari tidur.  “Apakah yang terjadi ..?”. Akalpun menjawab tak mengerti. Raga terdiam, seluruh energy rasanya  terkuras tak bersisa, tak mampu lagi menyangga tubuh, lunglai seperti kain di pojokan sajadah. Mimpi namun kesadaran meyakini bahwa itu terjadi. Di tariknya nafas berulang kali di ‘scaning’ ketubuhannya beberpa kali. Dibiarkannya tubuh dalam keadaan begitu.

Semua seperti terbolik-balik. Manakah yang masa depan dan sisi manakah yang masa lampau, telah terjadi  fase pembalikan waktu.  Seperti sebuah film yang di putar. Menceritakan kejadian asal mula dan akhir. Sebagaimana membalikkan kutub utara menjadi kutub selatan dan atau sebaliknya. Kesadaran diri diajak, memasuki kejadian 15 Milyard tahun  yang lalu, dalam hitungan tahun cahaya, sebelum bumi ini terbentuk.  Raga seperti porak poranda, bergetaran tak menentu mengikuti perjalanan sang jiwa. Sementara, jiwa sendiri telah melayang-layang bersama cahaya. Menyelusup, mengitari, meliputi, beriring bersama gerak gelombang. Dianatara cahaya meliputi cahaya, mengitari, menyusup, beriring bersama.

Alam semesta nampak seperti dalam gerakan melambat. Seperti menari gemulai. Angin diam tak ada. Udara kosong tak berasa, nyaman saja. Langit terang namun redup seperti langit senja hari. Cahaya mentari terasa mesra mengelus jiwa. Semua begitu nyata. Semua dapat disaksikan, dari galaksi bintang Andromeda, hingga galaksi Bima Sakti, dari gugus bintang Taurus hingga gugusan bintang Aries. Semua nampak nyata. Menampilkan keindahan panorama langit yang tak terkata.

Menikmati pemandangan alam semesta dalam gerakan yang melambat. “Allah hu akbar !”. Gumpalan yang menyesak  dalam jiwa melontarkan takbir. Tak bersuara namun nampaknya seperti dimengerti oleh  mereka semua. Seperti bergaung berkali-kali dan begitu lama tanpa henti. Dada penuh serasa  ‘bungah’ penuh bunga. Jiwa luas seluas alam raya , dalam bahagia bersama mereka, dalam ‘journey’ menikmati panorama keindahannya. 

Bergetar gema ‘takbir’ yang mengalami resonansi , bergaung sampai ke sudut-sudut yang tak terpikirkan manusia, jauh menyelusup tak pernah berhenti. “Allah hu akbar !.”  Kedengaran sampai menembus bumi. Kesadaran takjub, diam tanpa mampu bersuara lagi. Diam dalam sujud yang dalam. Terpekur tak mampu mengangkat pandangan. Gaung takbir itu terus menyelusup, meresep ke dalam pori-pori, ke dalam sel, hingga  mengalami resonansinya sendiri disana.

Masih terus keadan (masih) melayang. Sementara alam semesta mengitari disekelilingnya. Bersama dirinya.  Berjalan terus dalam gerakan lambat, memperlihatkan kebesaran yang tak terkatakan lagi. Tak ada kata yang mampu mewakili. Hening dalam khusuk.  Diri seperti diperjalanankan mengarungi jagad raya. Melihat kebesaran dan keindahannya, susunan yang maha sempurana. (Semua dalam gerakan yang lambat). Dalam keheningan, dalam kepatuhan, dalam harmoni, dalam sujud alam semesta. Diri sujud bersama mereka semua. Tak ada kata, tak ada bahasa, namun semua mengerti keadaannya masing-masing.

Alam semesta masih dalam gerakan melambat, terus bergerak seperti menjauh, seperti mengikuti saja daya yang menyebabkan mereka menjauh dari titik semula. Seperti ada daya sejak awal kejadian yang melontarkan mereka, sehingga mereka seperti mengikuti saja, mengapung ,  menjauh, mengembang, seperti balon yang di tiup, mereka dalam keadaan pasrah mengikuti gaya lontaran dari energy yang maha dahsyat yang telah melontarkan mereka semua. Kadang ada sekilas cahaya cepat melewati begitu saja, seperti permainan lampu di malam hari. Berkelebat secepat kilat dan pergi hilang dari pandangan.

 Kesadaran diri  mengikuti saja semua itu, diam pasrah diperjalankan. Kemudian nampak, bagaimana keadaan sekililngnya. Seiring keadaan mereka mengikuti gaya lontaran, (yang)  mengapungkan (diri) mereka, nampak  mereka  juga ber putar (seperti) melakukan gerakan thawaf.  Berputar atas  diri mereka sendiri, dan juga  thawaf terhadap matahari, dalam keadaan begitu dan  terjadi pada setiap formasi  tata surya.

Planet  bersama-sama membentuk formasi tata surya. Tata surya membentuk formasi galaksi. Dan terus selanjutnya begitu hingga ujung dunia, dimana terdapat  dunia yang menjadi ujung terluar,  titik akhir (terluar) dari sebuah gaya lontaran BIG BANG. Keseluruhan alam semesta dan keadaaannya, kesemuanya menjadi sebuah kesatuan yang di sebut  ALAM MATERI.  Semua (hanya) nampak dalam kesadaran, atau lebih tepatnya di nampakan-Nya dalam kesadarannya, tanpa melalui kata-kata. (dan) Dalam setitik kesadaran dirinya,  alam materi tersebut  selanjutnya  bersama alam-alam lainnya  ber thawaf mengitari ‘arsy. Allah hu akbar !.. Semesta Alam dalam harmoninya.

“Allah hu Akbar !.. Allah hu Akbar !. Allah hu akbar wa lillah ilham !. Inilah thawaf alam semesta, dalam keadaannya. (dan) keberadaannya, jiwa mengikuti saja, thawaf bersama mereka, dalam sujud yang dalam tanpa mampu lagi mengangkat pandangan.

 Gerakan thawaf tanpa suara, dalam hening jagad semesta, semua bersama  menjadi kesatuan alam. (yaitu) Alam  materi,  bersama alam-alam lainnya, mengikuti sebuah daya yang menggerakkan mereka semua, suka rela atau terpaksa mereka ber thawaf bersama-sama mengitari;’arsy.  Maka kesadaran diri kemudian hanya terdiam. Diam yang tak biasa, seperti  hening. Atau keadaan suwung.

Mestikah harus di khabarkan hal ini ?. Apakah ada gunanya, sebab ini adalah alam imajiner. Jangan-jangan diri malah menjadi ‘ujub’.  Entah harus bagaimana (?).  Maka hanya berserah mengikuti daya saja, jika sekarang ini dituliskan. Tentunya sudah dalam bahasa manusia, (yaitu) bahasa saya sendiri yang kurang sekali  (memiliki) referensinya. Maka kembalinya hanyalah sebuah khabar saja. Menjadi hanya sebuah kajian. Kajian yang melatar belakangi mengapakah kita wajib meyakini adanya ‘HARI AKHIR’. Sebagaimana kata pengantar di muka. Maka marilah kita masuki saja sebuah teori , TEORI PEMBALIKAN.  Sebuah teori dari sebuah pemahaman perihal (kenapa) kita wajib ber- Iman kepada Hari Akhir.  Wolohualam


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali